Namaku Susi. Aku sudah menikah dan memiliki seorang putri tunggal, Devyta
Asterina namanya. Umurnya kini sudah 17 tahun dan duduk di kelas 2 SMU. Usianya
yang sudah beranjak remaja telah membuat dirinya tampak menarik. Wajahnya yang
cantik dan imut menjadi nilai lebih darinya. Umurku sendiri baru 40 tahun,
sedangkan suamiku, Mas Joko, 42 tahun.
Ada sebuah pengalaman yang sangat membekas dalam ingatanku. Waktu kecil dulu aku pernah diam-diam melihat ibuku dientot oleh kakekku, ayah kandung ibuku sendiri. Aku tidak tahu apa yang membuat ibu dan kakek melakukan hubungan seperti itu, aku yang juga tidak tahu harus berbuat apa akhirnya memilih diam. Namun ternyata kejadian itu bukan hanya sekali, tapi berkali-kali. Kakekku dulu memang tinggal bersama dengan kami sehingga memungkinkan mereka berbuat seperti itu berulang-ulang di saat ayahku tidak di rumah. Kini saat sudah memiliki putri, aku sering membayangkan kalau suamiku bersetubuh dengan anak gadis kami. Membayangkan bagaimana suamiku menggenjot anak gadisnya sendiri sampai anak gadis kami ini hamil olehnya. Tentu saja itu merupakan khayjoko gila dari seorang ibu terhadap anak dan suaminya sendiri. Bagaimana bisa seorang ibu punya pikiran semacam itu!? Namun hal tersebut sangat membangkitkan gairahku. Bahkan aku sering bermasturbasi karena tidak tahan dengan khayjoko gilaku ini. Saat aku berhubungan badan dengan suamiku, aku juga menganggap kalau aku ini adalah Devyta, anak gadisnya. Hal itu membuatku orgasme lebih cepat. Selain itu, saat aku pergi ke pasar dan meninggalkan mereka berdua di rumah, aku juga sering membayangkan kalau mereka bersetubuh di belakangku selama aku pergi. Aku jadi berdebar-debar sendiri selama di pasar karena memikirkannya.
Seiring waktu, hanya dengan membayangkan tidak cukup lagi bagiku. Kini aku betul-betul berharap mereka berzinah, melakukan hubungan badan sedarah antara seorang ayah dan anak gadisnya. Akupun berusaha menciptakan situasi-situasi agar suami dan anakku menjadi tertarik satu sama lain. Aku sampai membelikan putriku pakaian-pakaian yang seksi, lalu mengajarinya cara berpakaian yang membuat lekuk tubuhnya tercetak. Tanktop dan celana pendekpun menjadi pakaiannya sehari-hari bila di rumah. Devyta tidak masalah dengan cara berpakaian yang ku ajarkan, malah dia sangat menyukainya. Sebenarnya sering suamiku memprotes cara berpakaian putri kami. Tapi tentu saja aku membela Devyta.
“Memangnya kenapa sih Pa? kan cuma di rumah saja. Lagian cuma Papa sendiri laki-laki di sini” ujarku. “Iya sih” “Kalau gitu ya gak apa-apa dong Pa…” “Tapi kan….. Ya sudah lah” kata suamiku akhirnya mengalah. Maka bebaslah Devyta berpakaian seperti itu di hadapan ayahnya. Mungkin kalau pria lain yang melihat keadaan putri kami, pria itu sudah pasti akan sangat bernafsu. Bagaimana tidak? Seorang gadis cantik yang sedang segar-segarnya tampil dengan pakaian yang menggemaskan dan membangkitkan birahi, yang mana ibunya sendiri yang mengajarkan cara berpakaiannya itu. Itupun sebenarnya cukup sering terjadi, karena teman-teman suamiku sering mampir ke rumah, begitupun bapak-bapak tetangga sebelah. Aku seorang ibu yang sedang mengajarkan putrinya menjadi seorang eksibisonis!!
“Wah, Devyta udah gede yah… cantik lagi” Itu yang selalu mereka katakan bila melihat putriku di rumah. Aku lihat mata mereka selalu melirik ke tubuh putri kami. Rasanya sungguh aneh saat anak gadisku dipelototin begitu, antara marah dan bangga karena putriku banyak yang menyukai. Dengan keadaan Devyta yang berpakaian seperti itu, aku jadi lebih sering meninggalkan suami dan putri kami berdua menonton tv, atau menyuruh suamiku membantu Devyta mengerjakan PR-nya di dalam kamarnya Devyta. Saat mereka berduaan, akupun diam-diam memperhatikan dari jauh. Aku ingin tahu apakah suamiku mencuri-curi pandang ke arah anaknya. Tapi ternyata tidak. Meskipun ada sesekali melirik ke anaknya, tapi yang ku lihat masih pandangan tanpa nafsu. Tidak lebih dari seorang ayah yang sedang membantu putrinya. Namun ini tidak membuatku menyerah. Malam ini kami sedang duduk bersama menonton acara televisi. Sebenarnya ini adalah keadaan dan suasana yang biasa, hanya pikiranku saja yang tidak beres. “Sayang, ayo sini mama pangku” kataku mulai melancarkan aksiku. Devyta saat itu masih tetap setia mengenakan tanktop dan celana pendek sepaha bila sedang di rumah. “Ihh… mama. Devyta kan udah gede. Masa masih dipangku!?” “Hihihi, udah gede apanya? udah gede apanya ayo…” kataku sambil menarik Devyta, memeluknya lalu mengangkatnya ke pangkuanku sambil ku gelitiki. “Hahaha… geli mah, ampun….” “Ininya yah yang udah gede?” tanyaku sambil menyentil buah dadanya yang hanya ditutupi tanktop. “Mama!! Geli…!!” Bercanda seperti inipun memang sudah sering kami lakukan. Saling menggelitik dan bermain- main saat bersama-sama duduk menonton tv. Tapi kini aku mempunyai tujuan lain, yaitu sengaja membuat suamiku jadi terangsang dan bernafsu pada anaknya sendiri. “Hihihi, Pa, lihat nih anakmu udah gede” ujarku memanggil Mas Joko. Kaki Devyta ku buat jadi membuka lebar saat itu. Aku ingin suamiku melihat betapa putrinya kini sudah menjadi seorang gadis yang cantik dan menggairahkan. Membuat suamiku jadi berpikiran kotor pada anak gadisnya sendiri. Mas Joko memang melirik ke arah kami, tapi dapat ku baca dari wajahnya kalau yang dimaksud ‘gede’ olehnya hanyalah umur putrinya yang sudah semakin bertambah, bukan ukuran-ukuran kewanitaan seperti buah dada, pinggul dan lekuk tubuh putrinya.
“Ayo sayang , minta pangku juga sama papa kamu sana” suruhku pada Devyta. “Pa… pangkuin Devyta dong…” minta Devyta manja. “Iya-iya sini” kata mas Joko sambil membiarkan Devyta duduk di pangkuannya. Mereka kini sama- sama menghadap ke arah tv. Suamiku tampak biasa-biasa saja, tidak terlihat tanda-tanda nafsu meskipun saat ini ada seorang gadis cantik yang sedang duduk di pangkuannya. Padahal aku berharap kalau suamiku ereksi, sehingga penis tegangnya akan mengganjal pantat anak gadis kami. “Duh, iya nih kamu sudah gede. Berat amat sekarang” ujar mas Joko sambil mengusap- ngusap rambut Devyta. “Biarin… week. Nih rasain!!” Devyta lalu mengangkat sedikit pinggulnya, lalu menurunkannya lagi tiba-tiba ke bawah. Seakan menunjukkan kalau dia memang sudah lebih berat sekarang karena semakin dewasa. Namun yang ada itu malah membuat penis suamiku tertekan pantat putrinya. “Duh, kamu ini” gerutu suamiku. Namun tetap membiarkan Devyta terus di pangkuannya. Devyta tampak nyaman sekali dipangku ayahnya, mereka begitu mesra. Merekapun terus menonton tv dengan posisi berduaan begitu, dan aku terus hanya memperhatikan. Semakin lama, ku lihat sesekali pantat putriku ini bergeser-geser kesana-kemari di pangkuan suamiku. Apa suamiku sedang ereksi? Sehingga membuat Devyta merasa tidak nyaman karena pantatnya terganjal? Kalau benar, apa putriku ini tahu kalau penis tegang ayahnyalah yang sedang mengganjal pantatnya saat ini? Oh tuhan… Aku jadi berdebar-debar memikirkannya. Aku lalu bangkit dari tempat dudukku. Aku ingin meninggalkan mereka berdua lagi kali ini. “Mau kemana ma?” tanya suamiku. “Mau ke kamar, sudah ngantuk” jawabku sekenanya, karena tujuanku sebenarnya hanyalah ingin membiarkan mereka berduaan. “Kamu mau tidur juga sayang?” tanyanya kini pada Devyta. “Belum ngaktuk Pa” jawab Devyta cuek sambil tetap asik menonton tv. “Ya sudah” Akupun masuk ke kamar dan membiarkan suami dan anakku berduaan di sana. Dari dalam kamar aku mencoba mengintip mereka, tapi tidak ada gerakan ataupun obrolan yang aneh- aneh meski posisi mereka tetap tidak berubah. Akupun memutuskan untuk berbaring di ranjang. Tapi tanpa sadar aku benar-benar tertidur!! Saat aku terbangun esok paginya dadaku begitu berdebar-debar. Entah apa yang sudah ku lewatkan tadi malam. Apa mereka melakukan sesuatu selagi aku tidur? Atau bahkan suamiku dan putri kami sudah bersenggama? Pikiran- pikiran itu terus melintas di kepalaku. Perasaanku semakin tidak karuan karena aku tidak mengetahui apa yang sebenarnya terjadi, meskipun belum tentu semua yang ku pikirkan tadi benar-benar terjadi. Tapi sensasi membayangkan kalau mereka bermain diam- diam dibelakangku ini sungguh mengaduk-aduk perasaanku, dan aku berharap mereka benar- benar telah melakukannya. ~~
Akupun melanjutkan terus aksiku. Ketika itu dengan nada bercanda aku menyuruh Mas Joko untuk memandikan Devyta, tapi tentu saja baik Devyta maupun suamiku menolaknya. “Gak mau ah, Devyta kan udah gede, masa dimandikan Papa” jawab Devyta. “Iya nih, mama ada-ada aja” kata suamiku ikut- ikutan. “Hihihi… Kalau mama yang mandikan Devyta, mau?” tanyaku lagi. “Gak mau juga!!” Namun akhirnya Devyta mau juga mandi denganku. Dia benar-benar sudah menjadi seorang gadis muda yang cantik. Tanda-tanda kewanitaannya benar-benar sedang tumbuh dengan baik. Pastinya akan membuat nafsu para lelaki bila melihat dia telanjang dan basah- basahan seperti sekarang ini. Aku ingin ayahnya juga melihatnya dengan pandangan nafsu. Waktu aku ingin menyabuni badan, ku temukan botol sabun sudah mau habis. Ini kesempatanku!! “Sayang, sabunnya habis nih. Kamu ambilin gih ke belakang” suruhku pada Devyta. “Kok Devyta sih ma?” “Iya dong, masa mama yang ambil. Sana” “Iyaa…” Devyta lalu melilitkan handuk ke tubuhnya, tapi ku cegah. Aku ingin memamerkan tubuh indah Devyta kepada ayahnya saat ini. Tanpa banyak tanya Devytapun menuruti. Aku memanfaatkan sifatnya yang masih polos dan belum mengerti betapa pentingnya menutupi bagian-bagian kewanitaaannya itu. Jadilah dia bertelanjang bulat dari kamar mandi ke dapur. Pintu kamar mandi ku buka sedikit agar aku dapat mendengar apa yang akan terjadi. Dari sini aku memang tidak bisa melihat apa yang terjadi, namun aku masih bisa mendengar dengan jelas. Ku dengar suamiku terkejut dan menegur Devyta kenapa keluyuran telanjang begitu di dalam rumah. Dijawab Devyta kalau ingin mengambil sabun. “Sabunnya dimana Pa? gak ketemu nih…” “Bentar papa ambilkan” Tidak terdengar suara sama sekali selama beberapa saat kemudian. Dadaku berdebar memikirkan suamiku sedang bersama putri kami yang bertelanjang bulat!! Pastinya jarak antara ayah dan anak itu sangat dekat. Aku tidak tahu apa suamiku terangsang saat ini. Namun yang pasti, akulah yang terangsang berat karena memikirkan hal tersebut. “Makasih Pa” “Iya, sana cepat ke kamar mandi. Nanti malah masuk angin lama-lama telanjang di luar” “Iya Pa” Tidak lama kemudian Devyta masuk kembali ke kamar mandi. “Mama lagi ngapaiiiin!??” “Eh, n-nggak lagi ngapa-ngapain” jawabku tergagap. Aku kedapatan olehnya sedang masturbasi menyemprotkan shower ke vaginaku!! Untung kemudian bisa ku jelaskan kalau aku sedang membersihkan bagian tersebut. Kamipun mandi seperti biasa selanjutnya. Handuk yang kami bawa saat itu cuma satu, jadi kami pakai berdua bergantian setelah selesai mandi. Tentu aku yang mengenakan handuk itu, sedangkan Devyta ku suruh bertelanjang menuju ke kamarnya. Sekali lagi ketelanjangannya di lihat oleh ayahnya. ~~
Malam harinya aku mengajak Devyta tidur bersama di kamar kami. Tentunya ini juga bagian dari rencanaku yang lain. Suamiku awalnya menolak karena harus berbagi ranjang dengan Devyta, mungkin karena anak perempuannya itu sudah besar. Tapi setelah ku bujuk terus akhirnya dia mau juga. “Kamu suka sayang kita tidur sama-sama kayak dulu lagi?” tanyaku pada Devyta. “Suka ma, udah lama nggak” Sebelum tidur kami menghabiskan waktu untuk ngobrol-ngobrol tentang sekolahnya, teman- temannya, rencana liburan, hadiah ulang tahunnya yang akan datang dan lain-lain. Posisi Devyta berada di tengah-tengah diapit oleh kami berdua. “Menurut kamu Papa orangnya gimana sayang?” tanyaku kini mencoba membahas tentang ayahnya. “Baik, gak pemarah” “Kamu sayang tidak sama Papa?” “Iya, Devyta sayang banget sama Papa” “Cuma sayang saja? Tidak cinta?” tanyaku lagi. “Iya, Devyta juga cinta Papa” jawab Devyta polos. Tentu saja cinta yang dimaksud Devyta bukanlah seperti perasaan cinta kepada kekasih, namun hanya perasaan cinta dari seorang anak kepada orangtuanya. “Tuh Pa, anak kamu saja cinta sama kamu, masa kamu enggak? hihihi” tanyaku kini pada mas Joko. Aku ingin tahu bagaimana responnya. “Ihh… Papa gak cinta yah sama Devyta?” rengek Devyta manja. “Ah, gara-gara kamu ini Ma. Iya sayaaang… Papa juga cinta kok sama kamu” ucap suamiku yang disambut tawa renyah Devyta. Mendengar hal ini membuatku semakin bersemangat. Ku dekati Devyta dan ku bisikkan sesuatu padanya. “Pa, kalau Papa cinta sama Devyta, cium Devyta dong Pa…” kata Devyta kemudian. Ia menuruti apa yang ku bisikkan padanya barusan. Mas Joko yang mendengar permintaan Devyta itu dibuat terkejut, diapun melotot kepadaku karena sudah mengatakan yang tidak-tidak pada putri kami. Aku hanya tertawa kecil saja. “Iya, sini sayang…” ucap Mas Joko mau juga akhirnya, “Cup” “Yang kanan juga Pa” pinta Devyta lagi. “Iya-iya” saat mencium pipi kanan, suamiku sedikit menghimpit Devyta karena putrinya itu berada di sisi kirinya. “Devyta juga cium dong Papanya” suruhku lagi, Devyta pun melakukannya. Dia kini gantian menciumi pipi Papanya. Darahku berdesir melihat pemandangan cium-ciuman ini. Adegan cium-ciuman antara ayah dan putrinya. Walau sebenarnya hal ini tidak asing, namun baru kali ini mereka saling mencium berkali-kali, bahkan melakukannya di atas ranjang. Saat putri kami sudah tidur, akupun melanjutkan aksiku untuk merangsang suamiku. Aku bermasturbasi di sebelah Devyta. Suamiku tentunya terkejut melihat aksiku karena ada Devyta di dekat kami, aku senyum-senyum saja. Ku katakan kalau aku sedang kepengen. Tentu saja suamiku menolaknya, mana mungkin kami ngentot saat Devyta ada di tengah-tengah kami. Akhirnya aku setuju untuk hanya saling bermasturbasi. Dia memainkan vaginaku dan aku mengocok penisnya. Saat mengocoknya, sering aku menyentuhkan penisnya ke paha putri kami. Tentunya aku pura-pura tidak sengaja saat melakukannya. “Ma… hati-hati dong…” “Kenapa Pa? geli yah kena paha Devyta? Hihihi” “Bukan gitu… Nanti kalau dia bangun gimana coba?” “Iya deh… sorry” kataku sambil tersenyum. Ku lanjutkan terus kocokanku sampai akhirnya dia muncrat, tapi sengaja ku arahkan ke selangakangan putri kami. Jadilah celana pendek serta paha Devyta berceceran sperma ayah kandungnya. “Duh Ma… kena Devyta nih… Makanya aku bilang hati-hati!!” ujar suamiku berbisik keras. “Wah… Gak sengaja Pa. Papa yang bersihkan yah, aku mau ke wc dulu” “Lho? Kok aku sih ma yang ngebersihin?” tanya suamiku jengkel, namun aku terus saja memalingkan tubuhku berjjoko ke wc. Saat aku sudah keluar dari kamar, aku mengintip apa yang akan dilakukan suamiku. Dia tampak kerepotan membersihkan ceceran spermanya yang ada di sekitar selangkangan anak gadisnya. Sayangnya dia hanya sekedar membersihkan, tidak berperilaku aneh. ~~
Malam itu baru permulaan, karena setelah itu semakin sering ku ajak Devyta tidur bareng dengan kami. Devyta sepertinya amat senang bisa tidur bersama-sama dan sepertinya dia ketagihan, dia bahkan tidak mau lagi tidur di kamarnya. Bagiku ini pertanda bagus untuk mewujudkan khayjokoku. Sama seperti malam itu, aku dan suamiku juga terus saling membantu bermasturbasi walau ada Devyta di tengah-tengah kami. Sehingga makin seringlah Devyta terkena semprotan peju ayahnya karena selalu sengaja ku tembakkan ke arah selangkangannya. Kadang tidak hanya paha dan celana pendeknya saja yang kena, namun juga tangan dan bajunya. Bahkan pernah suamiku menyemprot sangat kencang hingga ada yang mengenai wajah putri kami. Dan lagi-lagi, suamikulah yang ku suruh membersihkan ceceran spermanya itu. Mas Joko sepertinya sudah tidak keberatan lagi dengan kehadiran Devyta di tempat tidur. Spermanya yang berceceran di tubuh putrinya tidak menjadi masalah lagi baginya. Entah ada hubungannya atau tidak. Suamiku jadi lebih sering meminta ML. Apa ini sebagai pelampiasan nafsunya yang tak tersalurkan pada putrinya? Aku harap iya. Tentunya dia memintanya saat siang hari karena kalau malam ada Devyta di tempat tidur kami. Walaupun sering aku mencoba mengajaknya ngentot setelah putri kami tidur, namun dia tetap menolaknya. Sering saat kami ngeseks di kamar waktu siang hari, pintu kamar ku buat agak terbuka. Padahal ada Devyta di rumah saat itu. Ya… aku sengaja membukanya sedikit dan berharap putri kami melihat apa yang sedang ku buat dengan ayahnya. Dan itu benar terjadi!! Sering aku melihat kalau putriku sedang mengintip kami bersenggama. Aku penasaran apa yang ada dipikiran putri kami saat itu. Aku kini berpikir untuk tidak memberi jatah lagi pada suamiku. Saat suamiku kepengen, akupun menolaknya dengan berbagai macam alasan seperti sedang capek, sibuk dan sebagainya. Namun malamnya aku tetap membantu mengocok penisnya di samping anakku seperti biasa. Karena memang ini tujuanku, aku tidak ingin melayani suamiku agar malamnya dia melampiaskan nafsunya di samping putri kami. “Ma, kita ML yuk…” pinta suamiku malam itu, akhirnya kini dia meminta ngeseks walau ada Devyta yang sedang tidur di antara kami. Tapi aku sudah punya rencana lain. Aku tetap tidak akan memberinya jatah lagi. “Capek Pa…” jawabku pura-pura lemas. “Ayo lah Ma… Papa lagi kepengen nih…” “Mama kocokin aja yah…” tawarku. “Ya sudah Ma” Dia lalu bangkit dan berlutut, sedangkan aku masih tetap berbaring sambil mengocok penisnya. Namun posisi Devyta masih ada di antara kami. “Devyta cantik yah Pa?” tanyaku memancing sambil tetap mengocok penis suamiku. “Iya, sama kayak mamanya” aku tersenyum. “Anak gadis Papa ini udah makin gede aja… lihat nih kulit putihnya lembut, mulus dan licin” ujarku sambil menampar-nampar penis suamiku ke tangan anak kami. Suamiku hanya diam saja!! biasanya dia pasti protes!! namun kali ini tidak berkata apa-apa!! “Enak yah Pa?” tanyaku. Tentu saja yang ku maksud enak atau tidak waktu penisnya bersentuhan dengan kulit putri kami. “Ngghh… Enak ma…” “Geser dikit Pa, biar lebih enak mama ngocokinnya” pintaku. Diapun menggeser tubuhnya ke atas sehingga kini penis tegangnya tepat mengarah ke wajah Devyta. Posisinya seperti akan men-cumshoot putri kami !! Ku melirik ke arah suamiku, dia ternyata memang sedang menatap wajah putri kami sambil penisnya tetap ku kocok. Aku harap dia memang sedang berpikiran kotor terhadap Devyta. Setelah sekian lama ku kocok, akhirnya dia muncrat juga. Anehnya dia tidak berusaha mengarahkan muncratannya ke tempat lain. Jadilah wajah putri kami berlumuran sperma kental suamiku. Pemandangan ini membuatku bergidik. Devyta yang sedang tidur baru saja disemprotin peju, dan pelakunya adalah ayah kandungnya!! Sungguh banyak, kental dan menggumpal di wajah cantiknya. “Ihh.. Pa, kok muncratnya ke wajah Devyta sih? banyak banget lagi… udah gak tahan yah?” godaku. “I-iya Ma… kocokan mama enak banget” jawabnya. Kocokanku yang enak atau kamu yang nafsu sama putrimu? Sampai-sampai muka putrimu sendiri dipejuin gitu, ujarku dalam hati. Tampak Devyta sedikit menggeliatkan badannya, mungkin tidurnya terganggu karena ada sesuatu yang mengenai mukanya. “Cup cup cup… Devyta sayang… tidur… tidur…” kataku berbisik sambil mengusap-ngusap bahunya agar dia tertidur lagi. “Tuh Papa… untung Devytanya gak kebangun. Ya sudah, mama tidur duluan yah Pa. Gak pengen nambah lagi kan ngepejuin muka Devyta nya?” kataku menggoda suamiku. “Apaan sih kamu ma? Aku kan gak sengaja nyemprot di muka Devyta” katanya beralasan. “Ya sudah, buruan bersihin gih, ntar dia beneran bangun. Kan gak lucu pas dia bangun nemuin peju di mukanya, peju papanya pula, hihihi” Baru saja ku berbicara begitu, Devyta kembali menggeliat. Tangan Devyta tampak mengusap wajahnya sendiri. Mungkin dia berpikir kalau ada nyamuk di wajahnya, padahal itu sperma ayah kandungnya. “Cup cup cup… tidur sayang….” Kataku lagi buru-buru mengusap bahu Devyta biar dia lelap lagi. “Kalau gak bobo ntar kena pejuin Papa lagi lho… hihihi” kataku lagi. “Ma!! Kamu ini, masa ngomongnya begitu!!” katanya, aku hanya senyum-senyum saja, lalu merebahkan badanku pura-pura tidur, membiarkan suamiku sibuk membersihkan ceceran peju di wajah putrinya itu. ~~
“Ma… kocokin lagi dong…” Malam esoknya juga demikan, dia meminta untuk dikocokin lagi olehku setelah aku tidak menyetujui menerima ajakan ngentotnya. Tapi kali ini aku tidak ingin membantunya. Aku ingin tahu apa yang akan dilakukan olehnya bila tidak ku bantu menuntaskan nafsunya itu. Aku berharap dia khilaf karena tidak tahan menahan nafsu hingga mencabuli putri kandungnya sendiri. “Mama ngantuk banget pa, badan mama rasanya juga gak enak. Papa ngocok sendiri aja yah…” “Yah… Kok gitu sih Ma?” Aku tidak menjawab dan berpura-pura tidur setelahnya. Posisi tidurku menghadap ke arah suami dan putri kami. Dengan sedikit membuka kelopak mata, akupun mengintip bagaimana suamiku menuntaskan nafsunya. Akhirnya dia tetap juga mengocok penisnya di sana, di samping Devyta. Entah dia sengaja atau tidak, dia sangat sering menempelkan penisnya ke paha putri kami. Dan astaga!! dia lalu bangkit dan menempelkan tubuhnya ke Devyta, membuat batang penisnya jadi terselip di antara kedua paha anak gadis kami ini. Dia tampak ragu apa yang akan dilakukannya selanjutnya, diapun melirik ke arahku berkali-kali. Sepertinya ingin memastikan kalu aku sudah tertidur. Suamiku melanjutkan aksinya lagi, sepertinya nafsunya yang sudah diubun-ubun tidak memikirkan lagi kalau gadis muda yang sedang ditindihnya itu adalah anak kandungnya sendiri. Aku memang tidak bisa melihat dengan jelas, tapi dia tampak sedang menggesek-gesekkan penisnya keluar masuk di sela-sela paha Devyta. “Nggggghh… Devytaaa” erang suamiku sambil menyebut nama putri kami!! Tidak lama kemudian tubuh suamiku mengejang. Dia klimaks!! Suamiku menumpahkan lagi pejunya ke tubuh putrinya, ke sekitaran selangkangan Devyta. Bedanya kali ini bukan aku yang mengarahkannya, namun dia sendiri yang melakukannya dengan sengaja!! Jantungku berdegub kencang. Oh tuhan… ini hampir mewujudkan khayjokoku. Sedikit lagi… tinggal sedikit lagi… lalu mereka akan bersetubuh. Sebuah persetubuhan sedarah antara seorang ayah dan anak gadisnya. Antara suami dan putriku. ***
Sejak kejadian malam itu, aku terus berpura- pura malas untuk melayani suamiku. Sehingga membuat suamiku akan terus mengulangi perbuatannya mengocok sebelum tidur di samping Devyta, hingga akhirnya memuncratkan spermanya dengan sengaja ke arah putrinya ini. Baik paha, tangan maupun wajah Devyta selalu menjadi sasaran tembak sperma ayah kandungnya. Melihat putri kami terkena ceceran sperma ayahnya betul-betul membuatku horni.
Aku juga makin sering mandi bersama Devyta saat ada ayahnya di rumah. Tentu saja setelah itu Devyta ku suruh ke kamarnya dengan bertelanjang bulat. Suamiku yang sudah hampir dua minggu tidak ku layani, ku cekoki dengan pemandangan bugil putri kandungnya sesering mungkin. “Teruslah lihat tubuh putrimu ini suamiku sayang, membuatmu nafsu bukan?” Entah mungkin karena jarang ku layani, suamiku kini kelihatan jadi lebih sering memanjakan putrinya. Devyta juga sepertinya semakin nempel pada suamiku. Ia sekarang jadi lebih banyak menghabiskan waktu dengan ayahnya dibanding denganku. Bahkan saat ada teman-teman ayahnya, Devyta tetap saja berpangku-pangku dan bermanjaan pada ayahnya. Tentunya merupakan pemandangan yang ganjil bagi mereka melihat gadis muda cantik dengan pakaian minim bergelayutan manja di pangkuan pria dewasa, meskipun itu adalah ayahnya sendri. Siang dimanjain, malamnya Devyta dipejuin. Begitu terus setiap hari.
“Pa, tadi malam onani lagi?” “Iya mah, mama sih gak mau bantuin” “Mama kan beneran capek Pa… Terus peju papa gimana? Kena Devyta lagi dong?” “Ya gak sengaja kena Devyta nya…” jawabnya berbohong, padahal jelas-jelas yang ku lihat dia sengaja menyemprotkannya ke tubuh putrinya. “Soalnya Devyta suka ngeluh tuh ke aku, katanya badannya sering terasa lengket waktu bangun” “Oh… gitu yah Ma, maaf deh. Papa bakal hati- hati” jawabnya. Dia mengatakan akan hati-hati? Seharusnya dia tidak onani lagi dan memaksaku untuk melayaninya, tapi ternyata tidak. Berarti dia memang ingin terus mengulangi perbuatannya untuk terus mengocok di samping putri kami. Benar saja, dia tetap terus mengulanginya. Meskipun dia berkata akan hati-hati tapi dia tetap sengaja menumpahkan pejunya ke tubuh Devyta. Aku yakin kalau suamiku sudah tertarik pada putri kandungnya sendiri.
Hingga akhirnya malam itu yang suamiku takuti terjadi juga. Devyta terbangun sesaat setelah wajahnya disemprotin peju. “Nghhh… Paaaaaaaaa!!! Apaan sih iniiiih???” teriak Devyta kencang. Suamiku langsung terdiam tidak tahu harus berkata dan berbuat apa. Aku juga pura-pura terbangun. “M-maaf sayang… i-itu…” “Ihh.. kok Devyta dikencingin siiiiiih?” Devyta terlihat seperti ingin menangis saat itu. Diapun langsung berlari menuju ke kamar mandi yang ada di dalam kamar untuk mencuci muka. Saat kembali, wajahnya terlihat ngambek, dia sepertinya marah. Diapun keluar kamar untuk tidur di kamarnya. Baik aku dan suamiku sama- sama terdiam. “Tuh kan Pa… makanya ku bilang hati-hati” kataku akhirnya dengan nada serius pada suamiku, padahal hatiku sangat senang karena akhirnya Devyta mengetahui perbuatan Papanya. Aku penasaran apa yang akan terjadi setelah ini. ~~
Besoknya, dari pagi sampai Devyta pulang sekolah dia tetap saja diam. Akupun menyuruh suamiku ke kamar putri kami untuk membujuknya agak tidak ngambek lagi. “Mama gak ikutan bujuk? Masa cuma papa sendiri?” “Mama lagi masak Pa… papa aja deh. Lagian itu kan salah kamu Pa” tolakku. Tentunya itu hanyalah alasanku agar mereka kembali berduaan, sekaligus aku ingin tahu bagaimana suamiku mengatasi masalah ini. Setelah beberapa menit mereka di dalam, akupun memutuskan untuk menguping apa yang sedang mereka bicarakan. “……..” “……I-tu... itu bukan pipis sayang” terdengar suara suamiku. Sepertinya Devyta masih mengira kalau cairan itu adalah pipis ayahnya. “Bukan pipis? Terus?” “Itu peju, beda sama pipis” jelas suamiku. “Pejuh? Tapi sama aja kan Pa, masa muka Devyta dipe… dipejuhin sih?” tanya Devyta polos. “M-maaf sayang. Soalnya papa lagi nafsu waktu itu” “Nafsu?” “Iya.. nafsu. Papa tertarik sama kamu” “Tertarik sama aku? Maksudnya Papa suka sama Devyta?” “Iya, karena papa suka dan cinta kamu” “Gitu yah Pa? Jadi karena Papa nafsu sama Devyta, terus papa buang pejuh ke Devyta?” tanya Devyta berusaha menyimpulkan. “I-iya sayang… maaf yah” “Gak apa kok Pa… kalau memang gitu Papa boleh kok nafsu terus sama Devyta” ujar Devyta santai. Tampaknya dia salah menyimpulkan penjelasan Papanya. “Hah? I-iya, makasih sayang” “Iya, sama-sama. Emang apa yang bikin Papa nafsu sama Devyta? Jujur!” tanya Devyta. “I-tu… soalnya kamu cantik, terus badan kamu, terus pakaian kamu itu… Papa suka banget, bikin Papa nafsu” jelas suamiku kesusahan menjawab pertanyaan anaknya. Devyta tertawa renyah mendengar jawaban Papanya karena menganggapnya pujian.
“Hihihi, makasih Pa. Berarti sekarang Papa nafsu dong sama Devyta?” tanya Devyta sambil tersenyum manis. Saat itu dia memang mengenakan tanktop ketat dan celana pendek sepaha seperti biasa. “I-iya sayang… Papa nafsu lihat kamu” “Hmm… kalau gitu Papa boleh kok kalau mau buang pejunya ke Devyta lagi, Devyta gak bakal marah” ujar putri kami. Darahku berdesir mendengarnya. Aku tidak menyangka kalau Devyta akan berkata seperti itu. Memperbolehkan ayah kandungnya muncratin peju ke dia lagi!! “K-kamu serius sayang?” terdengar suamiku juga terkejut mendengar perkataan anaknya. “Iya… disiramin pejuh Papa lagi. Itu tanda suka dan cinta dari Papa kan? Sekarang boleh kok kalau Papa mau” “Tapi… itu kan…” Suamiku tampaknya bingung dengan apa yang harus dia lakukan. “Apa yang akan kau jawab suamiku? Anak gadismu meminta spermamu di tubuhnya. Itu yang kamu mau bukan? Kau ketagihan ngepejuin anak gadismu sendiri bukan?” kataku dalam hati. Dadaku sungguh berdebar-debar menanti jawaban suamiku. “Kenapa Pa?” “Baiklah kalau begitu, tapi jangan sekarang, nanti ketahuan Mama” jawab Mas Joko. Suamiku menyetujuinya!! “Emang Mama gak boleh tahu Pa?” “Iya, kamu jangan kasih tahu mama yah… jangan kasih tahu mama apa yang baru kita bicarakan. Bilang saja kalau kamu udah maafin Papa” “Oh… ya udah. Ini bakal jadi rahasia kecil kita berdua. Devyta bakal rahasiakan kalau Papa nafsu sama Devyta, gitu Pa? Oke?” “Oke sayang... kamu memang pintar” Ini sungguh situasi yang aneh. Mereka merahasiakan hal itu padaku, padahal akulah yang membuat mereka menjadi seperti sekarang ini. “Terus kapan Papa mau buang peju ke Devyta lagi?” tanya Devyta kemudian. “Kamu nanti malam tidur sama Papa Mama lagi kan?” “Hmm… Iya Pa..” “Kalau gitu nanti malam Papa bakal pejuin kamu lagi seperti biasa. Boleh kan sayang?” “Ihhh…. Jadi tiap malam Devyta kena semprot pejuh Papa terus !??” Devyta balik bertanya. “Iya sayang, Maaf yah.. hehe” “Ohh.. pantesan badan Devyta lengket terus waktu bangun. Ya udah, nanti malam yah Pa. Gak usah diam-diam lagi, Devyta mau kok bantuin”
Sepertinya sudah cukup apa yang ku dengar. Aku segera kembali ke dapur dan pura-pura tidak mendengar apa yang terjadi barusan. Sensasi ini sungguh luar biasa. Obsesiku semakin mendekati kenyataan. Aku tidak sabar menunggu malam tiba. Malamnya Devyta tidur lagi bersama kami. Suamikupun lagi-lagi meminta agar aku mau melayaninya, setidaknya membantu mengocok penisnya. Tapi aku yakin itu hanya pura-pura saja. Begitupun dengan diriku yang masih pura- pura malas melayaninya serta bertingkah seakan tidak mengetahui apa yang akan terjadi. Setelah aku pura-pura terlelap merekapun memulai aksinya. Sesekali ku buka sedikit mataku agar bisa melihat apa yang mereka lakukan. Suamiku tampak membangunkan Devyta yang sudah beneran tertidur. “Sayang, bangun…” suamiku berbisik membangunkan putrinya. “Nggmmhh… Papa mau pejuin Devyta sekarang?” “Ssssst… pelanin suaranya sayang!! ntar mama bangun” “Ups, Papa mau pejuin Devyta sekarang?” tanya Devyta lagi dengan berbisik pelan. “Iya, Papa mau ngepejuin anak gadis Papa sekarang, boleh kan sayang?” “Boleh banget kok…” Suamiku lalu tampak membuka celana tidurnya. Kemudian kembali tiduran di samping putri kami. “Kocokin sayang” suruh suamiku. “Gimana caranya Pa?” “Gini…” Aku tidak dapat melihat dengan jelas, tapi ku yakin Devyta sedang mengocok penis ayahnya saat ini. “Kamu memang pintar sayang” “Hihi.. Makasih Pa… masih lama Pa keluar pejunya?” “Bentar lagi kok, kamu mau papa keluarin dimana?” “Terserah Papa aja, dimana yang papa suka” jawab Devyta sambil tersenyum manis. Beberapa saat kemudian suamiku bangkit dan berlutut di samping putri kami. Dia tampaknya akan menembakkan pejunya ke wajah Devyta lagi!! “Sayang.. Papa mau keluarin peju nih…” “Iya Pah.. tumpahin aja” “Crooot.. crooot” sperma suamiku dimuncratkan
lagi ke wajah anak gadisnya itu. Bedanya kali ini putri kami sadar dan melihat langsung bagaimana penis ayahnya menembakkan sperma kental di wajah cantiknya!! Pemandangan yang sungguh membuatku blingsatan. Jantungku berdetak sangat kencang. “Ih.. Pa, banyak banget. Geli, bau…” “Maaf sayang…” “Hihihi… Gak apa kok Pa, pasti karena Papa nafsu banget kan sama Devyta?” “Iya.. Papa nafsu banget. Sini biar Papa bersihin mukanya” Suamiku lalu mengambil tisu dan membersihkan wajah anaknya. “Cuma sekali aja Pa?” tanya Devyta sambil membiarkan wajahnya dibersihkan Papanya. “Kenapa? kamu masih mau Papa pejuin lagi? nakal yah…” “Hehe, Mau aja kok…” “Sudah, besok malam lagi. Ntar mama kamu bangun” “Iya yah… ntar mama tahu rahasia kita lagi. Hmm… Papa suka pejuin muka mama juga?” tanya Devyta polos. “Pernah sih...” “Enakan mana dari pejuin muka Devyta?” “Enakan pejuin muka kamu dong... soalnya kamu anak gadis Papa yang paling cantik” “Emang cantikan mana, mama atau anak papa ini? Jujur lho…” “Lebih cantik kamu…” “Terus, nafsuin mana? Papa lebih nafsu sama siapa?” “Nafsuin kamuuuu… anak papa sayaaaang” “Hihihi, makasih Pa” “Iya, sudah sana tidur. Besok kamu sekolah” “Oke Pa… Malam…” Hatiku serasa diaduk-aduk!! Devyta mungkin memang polos bertanya seperti itu pada ayahnya, sedangkan ayahnya mungkin saja menjawabnya sesuai keinginan Devyta. Tapi aku merasakan cemburu yang luar biasa dibanding- bandingkan dengan putriku sendiri seperti itu, namun memang ini yang aku inginkan. ~~ Setelah malam itu, merekapun terus mengulangi perbuatan tersebut. Putri kami selalu jadi pelampiasan nafsu suamiku. Tiap malam Devyta pasti selalu disemprot peju ayah kandungnya. Pakaian, tangan, paha, dan mukanya ia relakan sebagai sasaran muncratan peju ayahnya. Bahkan sekarang mereka sudah berani diam-diam melakukannya di siang hari. Awalnya aku tidak tahu, namun waktu itu aku mendapati suamiku sedang dicoliin putrinya di kamar Devyta. Parahnya waktu itu Devyta sedang telanjang bulat karena baru selesai mandi. Jadilah tubuh telanjangnya yang masih basah itu terkena muncratan peju ayahnya, padahal dia baru saja mandi.
Pernah juga waktu itu aku tidak sengaja melihat mereka melakukannya saat Devyta baru pulang sekolah. Devyta mengocok penis ayahnya sambil masih mengenakan seragam SMU, pemandangan yang sangat menggairahkan. “Duh, sayang… kamu cantik banget pake seragam gini” “Hihihi… kenapa Pa? Papa mau pejuin seragam Devyta juga? Boleh kok…” “Terus besok kamu pakai apa?” “Besok kan udah kering Pa” “Tapi apa nggak bau sayang?” “Gak apa kok… jadi pejuin aja kalau Papa memang mau...” Setelah sekian lama mengocok penis ayahnya, suamikupun akhirnya muncrat. Pejunya menyemprot bertubi-tubi ke arah seragam putrinya. Baik kemeja putih maupun rok biru itu terkena ceceran sperma ayah kandungnya!! Dan Devyta menerima dengan senang hati seragam sekolahnya dibuat kotor begitu. “Udah Pa? lihat nih seragam Devyta jadi kotor gini… Suka Pa?” “Iya… makasih sayang… sana cepat ganti baju. Ntar ketahuan sama mama kamu” “Oce Pa, hmm… Pa” “Ya sayang?” “Nanti Mama katanya mau pergi ke pasar. Kalau ntar papa mau pejuin Devyta lagi boleh kok, Papa mau Devyta pakai seragam apa? Mau pejuin seragam pramuka Devyta juga? boleh kok… hihihi” “Wah… boleh juga tuh sayang…” “Ya udah, kita tunggu Mama pergi ya Pa…” ujar Devyta. Mereka berencana berbuat mesum lagi nanti ketika aku pergi!! Benar saja, saat aku kembali aku memang menemukan ceceran sperma pada seragam pramuka putri kami. Perbuatan mereka semakin hari semakin menjadi-jadi. Aku juga semakin sering meninggalkan mereka berdua dengan berbagai alasan seperti pergi ke pasar. Sensasinya sungguh aneh. Cemburu, tapi juga membuatku birahi. Suami dan putri kami tentunya sedang berbuat mesum selama aku tidak di rumah. Tidak jarang bila ku pulang, aku mendapati ceceran peju baik di ruang tamu, di atas tempat tidur Devyta, bahkan di meja makan. Entah bagaimana caranya sperma ini bisa ada di atas meja makan. Aku jadi horni memikirkan mereka yang berbuat cabul di sembarang tempat begini. Pernah juga aku melihat ada secuil peju di rambut Devyta yang sepertinya luput saat dibersihkan, Aku pikir hanya itu, tapi ternyata juga ada noda yang sama di sela bibirnya!! Astaga!! Apa suamiku tadi menembakkan spermanya ke dalam mulut putri kami? Sepertinya memang iya karena nafas Devyta bau peju. Aku pura-pura saja tidak tahu, bahkan membantu membersihkan noda itu dari sela birbinya.
“Kalau makan yang benar dong sayang… masa belepotan gitu” ujarku sambil tertawa. Devyta juga ikutan tertawa. “Hihihi, Habis Papa sih ma… Ups!!” “Papa? Papa kenapa sayang?” tanyaku. “Eh, Itu… tadi Papa ngasih Devyta es krim” jawabnya berbohong. Aku hanya tersenyum mendengar jawaban bohongnya sambil mengusap lembut kepjokoya. “Kamu suka dikasih es krim sama Papa?” “Suka banget…” “Pasti enak banget yah es krim nya?” “Enak banget mah… Devyta jadi kepengen lagi” “Kalau gitu minta aja lagi sama Papa” “Boleh yah Ma?” “Ya boleh dong… kamu minta yang sering yah es krimnya, minta yang banyak” “Iya ma… ntar Devyta minta lagi es krim yang banyak sama Papa, hihihi” Sebuah tanya jawab yang aneh karena kami saling menyembunyikan sesuatu. Aku tentu tahu apa yang dimaksudnya dengan es krim itu adalah sperma kental ayahnya. Ternyata suamiku memang sudah mulai ngepejuin mulut putrinya sendiri. Dadaku berdebar sangat kencang melihat pemandangan itu. Devyta yang tidur terlentang di sampingku, dikangkangi suamiku lalu ditembakkan sperma kental ayahnya ke mulutnya. Devyta menerima sperma ayahnya dengan senang hati, bahkan astaga!! Dia menelannya!! “Enak es krim papa sayang?” “Agak bau sih, tapi enak kok.. Devyta telan semua yah Pa?” “Iya sayang…” “Eh Pa, Mama tadi bilang agar Devyta minta es krim yang banyak sama Papa lho…” kata Devyta polos. “Mama kamu bilang gitu?” “Iya…” “Kalau gitu Papa turutin deh… Ntar kamu bilang ke Mama yah kalau Papa bakal kasih kamu es krim tiap hari” “Sip Pa… hihihi” Darahku berdesir mendengar obrolan mereka ini. Devyta akan selalu dipejuin ayahnya!! Esoknya Devyta bahkan benar-benar mengatakan kalau Papa setuju untuk ngasih dia es krim tiap hari. Aku tersenyum saja padanya seakan tidak tahu apa es krim yang mereka maksud sebenarnya. Putri kami betul-betul jadi tempat pembuangan peju ayahnya setelah itu. Tidak hanya di pakaian atau badan Devyta, namun sekarang di dalam mulutnya. Devyta jadi selalu berbau peju bila di rumah.
Tapi semua itu belum cukup bagiku. Obsesiku untuk melihat suami dan anakku bersetubuh masih belum kesampaian. Mereka belum melakukan perzinahan yang sesungguhnya. Aku ingin suamiku ngentotin putri kami. Aku ingin suamiku menyemprotkan pejunya tidak hanya di dalam mulut Devyta, tapi juga di dalam rahimnya hingga membuat putri kami ini hamil. Namun sepertinya suamiku masih belum punya niat untuk benar-benar melakukan itu. Padahal sudah hampir dua bulan aku tidak memberi jatah pada suamiku. Aku yakin suamiku sudah merindukan yang namanya bersenggama. Atau… apa mereka sudah pernah melakukannya? Sore ini aku kembali meninggalkan mereka berdua nonton tv dan mengintip mereka dari jauh. Mereka duduk berpangku-pangkuan. Aku pikir mereka hanya akan sekedar duduk mesra berduaan saja seperti biasa, tapi astaga!! Ku lihat suamiku mengeluarkan penisnya, setelah itu suamiku juga menyelipkan penisnya ke balik rok pendek Devyta. “Papa ngapain? Kok burungnya dikeluarin sih Pa?” tanya Devyta berbisik. “Gak ngapa-ngapain kok... Gak boleh sayang?” “Iya, boleh kok. Tapi ngeganjal nih…” Devyta lalu membiarkan ayahnya menggesek- gesekkan penisnya ke selangkangannya. Sepertinya Devyta juga sangat menikmatinya, ia bahkan ikut memaju-mundurkan pinggulnya seirama goyangan pinggul ayahnya. “Devyta, udah mau malam, buruan mandi gih…” kataku tiba-tiba muncul di hadapan mereka. Ayah dan anak itu tentu saja terkejut bukan main karena kedatanganku. Terlebih suamiku karena penisnya ada di balik rok Devyta saat ini. Namun aku pura-pura tidak mengetahuinya. “Iya ma… bentar lagi” jawab Devyta yang lebih terlihat santai. “Kenapa bentar lagi sih? buruan dong... manja banget sama Papa kamu. Atau kamu mau mandi bareng sama Papa? Pa, mandiin anakmu gih…” suruhku pada suamiku. Setahuku mereka belum pernah sama-sama telanjang bulat, jadi ini kesempatanku untuk lebih mendekatkan mereka. “Mandiin Devyta mah?” tanya suamiku. “Iya, kamu mau kan Devyta dimandiin Papamu?” “Nghhh…. Mau deh Ma” jawab Devyta tidak lagi menolak. “Tuh Pa, dia mau tuh. Buruan gih, ntar keburu malam. Devyta, ajak papa kamu mandi bareng dong…” suruhku pada Devyta. “Pa, mandi bareng yuk… Kan udah lama Devyta gak mandi bareng Papa” pinta Devyta manja. Suamiku tidak langsung menjawab. Mungkin dia ragu. “I-iya deh” setuju suamiku akhirnya. Merekapun setuju untuk mandi bersama. Setelah aku meninggalkan mereka lagi, Devyta lalu bangkit dan berjjoko ke kamar mandi kemudian disusul ayahnya. Aku sangat bersemangat menantikan mereka bakal sama- sama telanjang di dalam ruangan yang sempit. Aku harap suamiku jadi terangsang berat di dalam sana.
“Pa, mandiin Devyta yang bersih yah…” teriakku pada suamiku dari balik pintu kamar mandi. “Iya ma” “Devyta, kamu jangan nakal di dalam. Ntar gak dikasih es krim lagi lho” kataku kini pada Devyta. “Paling Papa yang nakal ma, hihihi” jawab Devyta sambil tertawa. Terdengar suara air tidak lama kemudian. Sepertinya mereka sudah mulai saling membilas dan menyabuni badan satu sama lain. Aku berusaha mencuri dengar apa yang mereka obrolkan di dalam. Devyta sesekali tertawa geli cekikikan, mungkin karena geli karena badannya diusap-usap Papanya. “Geli pa… jangan diremas-remas dong...” “Ssstt… kamu ini kencang banget suaranya!!” “Ups, sorry. Geli pa.. jangan diremas-remas gitu dong susu Devyta…” “Cuma ngebersihin kok sayang…” “Tapi kan geli… ntar burung Papa aku remas juga lho biar keluar lagi es krimnya” “Dasar kamu nakal. Kamu dengar kan tadi mama bilang jangan nakal?” “Hihihi, iya yah… tapi kan Mama gak ngelihat Pa” “Terus? Kamu mau kita nakal-nakjoko sekarang?” “Aku mau aja, emang Papa gak mau nakalin Devyta?” “Mau kok… ya udah nih Papa nakalin…” “Ih… Pa, ngapain? kok burungnya diselipin di sana sih?” “Iya sayang… Papa mau nyabunin sela-sela paha kamu pakai burung Papa” Setelah itu hanya desahan-desahan saja yang terdengar samar-samar. Aku yang mendengar dari sini juga ikut-ikutan horni karenanya. Suamiku sedang menggesek-gesekan penisnya di antara paha Devyta!! Ingin sekali rasanya aku melihat langsung apa yang mereka lakukan, tapi aku tidak bisa karena tidak ada celah. Apapun itu, mereka betul-betul melakukan perbuatan mesum sekarang. Hingga akhirnya ku dengar suamiku melenguh, dia klimaks. Entah di bagian tubuh Devyta yang mana yang dipejuin. Setelah itu barulah mereka mandi seperti biasa meskipun masih juga terdengar sesekali Devyta cekikikan geli. “Asik yah mandinya? Lama banget?” tanyaku pada mereka saat keluar dari kamar mandi. “Tau tuh Papa” jawab Devyta cuek. Tampak hanya suamiku saja yang mengenakan handuk, sedangkan Devyta dengan santainya berjjoko telanjang bulat ke kamarnya. “Pa,” panggilku pada suamiku. “Iya ma?” “Pakein Devyta baju gih sekalian” “Hah?” ***
“Pa,” panggilku pada suamiku. “Iya ma?” “Pakein Devyta baju gih sekalian” “Hah?” “Iya… Pakein Devyta baju. Badan Devyta tadi juga belum kering, handukin yang benar dong Pa… gimana sih? Buruan sana” ujarku lagi menegaskan. Aku bersikap sewajar mungkin agar suamiku tidak curiga. “Tapi Papa pakai baju dulu yah ma…” katanya, tentu saja tidak aku bolehkan. Tadi di kamar mandi aku hanya mendengar suara-suara mereka saja, aku ingin melihat mereka sama- sama telanjang sekarang. “Nanti saja Pa… pakein baju dulu Devytanya” “Ngmm… Ya sudah kalau begitu Ma” Dengan masih hanya mengenakan handuk, suamikupun menyusul Devyta ke dalam kamarnya. Pintu kamar Devyta yang tidak ditutup dengan rapat membuat aku bisa mengintip apa yang mereka lakukan di dalam. Aku memang tidak pernah puas melihat suami dan putriku bersama-sama dalam keadaan mesum begini. Devyta masih dalam keadaan telanjang bulat sedangkan ayah kandungnya hanya mengenakan handuk. “Ngapain Pa?” tanya Devyta yang sepertinya heran karena Papanya ikut masuk ke kamarnya. “Disuruh mama handukin kamu yang benar, terus pakein kamu baju” “Ih, emangnya Devyta masih kecil dipakein baju segala” “Tau tuh mama kamu” Suamiku lalu menanggalkan handuk yang dikenakannya, sehingga penis tegangnya tampak sekali lagi dihadapan putrinya ini. Akhirnya aku bisa melihat mereka sama-sama bertelanjang bulat. Devyta
Handuk yang baru saja menutupi penisnya itu sekarang dia gunakan lagi untuk mengeringkan tubuh putrinya. Rambut, wajah, badan, hingga kaki Devyta dihanduki sekali lagi oleh ayah kandungnya. Bahkan suamiku masih saja terus menghanduki putrinya walau tubuh putrinya itu sudah kering. Dapat ku lihat kalau penis suamiku yang sedang tegang sengaja sering- sering digesekkan ke kulit tubuh Devyta selama menghanduki anaknya ini. Suamiku sepertinya sangat menikmati setiap momen menghanduki anak gadisnya. Begitupun dengan Devyta, ia tampak sangat menikmati gesekan-gesekan dari handuk itu di kulitnya. Saat handuk itu sampai di bagian selangkangannya, Devyta terdengar merintih-rintih kecil. Ayahnya yang mendengar rintihan anak gadis remajanya jadi semakin bersemangat, dia makin cepat menggesek-gesekkan handuk itu di selangkangan putrinya.
Devyta sampai memegang tangan ayahnya karena menerima gesekan handuk yang semakin menjadi-jadi diselangkangannya, entah itu isyarat agar jangan berhenti atau isyarat supaya berhenti. Tapi sepertinya itu adalah isyarat agar jangan berhenti karena yang ku lihat berikutnya cukup mengejutkanku, Devyta menggoyang-goyangkan pinggulnya!! Sepertinya Devyta merasakan birahinya terpancing karena gesekan-gesekan handuk di vaginanya. Dia sudah 14 tahun dan sudah memasuki masa puber, jadi wajar bila insting seksnya sudah muncul dan merasakan nikmat bila kewanitaannya digesek-gesek seperti itu. Tapi yang membuat hal ini tidak wajar adalah karena yang menggesek-gesekkan kelaminnya adalah ayah kandungnya sendiri. Setelah beberapa lama ku lihat tubuh Devyta mengejang dan kelojotan. Ya tuhan!! putri kami orgasme. Itu mungkin orgasme pertamanya. Ayahnya telah membuat anak gadisnya sendiri orgasme. Tapi suamiku bukannya berhenti, dia terus saja menggesek-gesekkan kelamin Devyta. Hal itu membuat tubuh Devyta kembali kelojotan tidak lama kemudian. Putri kami double klimaks!! “Enak tidak sayang?” “Nghh…. Enak Pa… kok bisa… ngh… kok bisa gitu yah?” “Kamu tadi itu orgasme” “Orgasme? Hmm… Pa, lap lagi dong… sepertinya masih belum kering nih…” pinta Devyta. Tampaknya Devyta ketagihan dengan sensasi nikmat yang baru dia kenal ini. Suamikupun menuruti kemauan Devyta. Ia handuki lagi tubuh putrinya, atau lebih tepatnya menggesek-gesekkan handuk itu ke sekitaran vagina putrinya. Lagi-lagi tidak butuh waktu lama untuk membuat Devyta mendapatkan orgasmenya kembali.
Suamiku tampaknya sudah sangat horni. Dia kemudian bangkit, lalu penis tegangnya kini secara vulgar dia gesekkan ke pantat putrinya. Dia menggerakkan pinggulnya seperti sedang meyetubuhi Devyta, betul-betul ayah yang cabul!! “Nghh… Papa mau keluarin peju Papa lagi ya?” tanya Devyta pada ayahnya yang ada di belakangnya. “Eh, i-i-iya, Papa mau keluarin peju lagi” jawab suamiku tergagap saking bernafsunya. “Ya udah, keluarin aja Pa… yang banyak” kata Devyta memperbolehkan. “Kamu nungging dong…” Aku terkejut mendengarnya. Apa suamiku akan menyetubuhi putrinya sekarang? Dadaku begitu berdebar- debar. “Nungging? Papa mau Devyta ngapain?” “Nyelipin burung Papa juga kok, Papa mau coba sambil kamu nungging” jawabnya. Ternyata masih belum, kecewa akunya. “Oh… Papa pengen ngocok di sana yah Pa? Iya deh, suka-suka Papa aja” Suamikupun kembali menggesekkan penisnya ke belahan pantat Devyta dalam posisi putrinya ini sedang menungging. Setelah beberapa saat dia lalu menggesekkan penisnya di sela paha Devyta, tepat di bawah vagina putrinya. Aku bergidik melihat suami dan putri kami telanjang- telanjangan dengan posisi begitu. Kalau ku lihat dari sini mereka seperti sedang bersetubuh dalam posisi doggy. Rambut panjang Devyta yang masih lembab tergerai dengan indahnya, sungguh seksi. Apalagi Devyta juga mengeluarkan suara desahan di setiap kocokan penis ayahnya di pahanya. Aku yakin lelaki manapun tidak akan tahan melihat kondisi putriku saat ini. Apalagi oleh suamiku yang sedang mupeng- mupengnya menggesekkan penisnya di selangkangan Devyta. Goyangan pinggulnya semakin lama semakin kencang. Dia akan segera klimaks!!
Cepat-cepat dia raih handuk tadi, dibentangkannya di sebelahnya, lalu dia tumpahkan spermanya di sana. Sangat banyak. Sepertinya dia tidak ingin mengotori tubuh Devyta yang baru saja selesai mandi. “Udah keluar Pa pejunya?” “Udah sayang… makasih ya” “Iya…” jawab Devyta sambil tersenyum manis. Ada kebanggan tersendiri sepertinya bagi Devyta membahagiakan ayah kandungnya dengan cara seperti ini, dengan cara memberikan tubuhnya sebagai pelampiasan nafsu ayahnya. Devyta Devyta… kamu seharusnya memberikan lebih dari ini, ujarku dalam hati. Mendadak timbul niat isengku untuk menganggu mereka. Akupun memutuskan untuk masuk ke dalam kamar. “Belum selesai Pa handukin Devytanya?” tanyaku tiba-tiba. Suamiku menjadi salah tingkah karena terkejut, handuk tadi dia lap-lapkan lagi ke tubuh putrinya seakan belum selesai menghanduki Devyta. Dia lupa kalau handuk itu baru saja dia gunakan sebagai wadah penampung spermanya!! Jadilah tubuh Devyta terkena lagi cairan peju ayahnya. Suamiku baru sadar setelah bagian depan tubuh anaknya tampak mengkilap. “Tuh, kok masih basah saja sih badan Devytanya?” tanyaku pada Mas Joko pura-pura tidak tahu kalau itu adalah sperma. Devyta tampak tidak terlalu peduli kalau tubuhnya terkena sperma ayahnya, tapi suamiku betul- betul terlihat panik. Saat dia mencoba mengelap badan Devyta, yang ada peju itu jadi semakin menyebar merata di tubuh putrinya. Yang mana niatnya tadi tidak ingin mengotori tubuh anaknya malah sekarang jadi kotor merata oleh peju. Aku jadi ingin tertawa dibuatnya, tapi ku tahan. Barulah kemudian dia gunakan sisi handuk yang tidak ada ceceran spermanya untuk mengelap badan Devyta.
Barulah sekarang benar-benar kering, hihihi. “Sudah selesai Pa?” tanyaku kemudian. “Su-sudah Ma” Suamiku kini mengenakan handuknya kembali. Aku sedikit kecewa sih. Aku ingin suamiku terus telanjang di hadapan putrinya. Aku ingin Devyta melihat penis ayahnya sesering mungkin. Aku ingin Devyta tahu kalau Papanya ini selalu ngaceng dan horni bila di dekatnya. Tapi tidak mungkin aku memaksa suamiku terus bertelanjang, dia bisa curiga. “Ma, mumpung kamu udah di sini. Kamu saja ya yang makein Devyta baju” ujar suamiku masih berlagak keberatan, padahal aku tahu kalau dia sebenarnya ingin melakukannya. “Lho? Kok gitu sih Pa? nanggung… Sayang, celana dalam yang Mama beliin kemarin belum kamu coba kan?” tanyaku pada Devyta. “Belum Ma” “Suruh Papa kamu pakein gih… sekaligus Mama pengen tahu pendapat Papa kamu bagus apa tidak” kataku pada Devyta sambil tersenyum melirik ke suamiku. “Oce Ma”
Devyta kemudian mengambil bungkusan yang berisi dalaman yang ku maksud lalu menyerahkan ke Papanya. Sungguh ganjil, seorang anak gadis baru saja menyerahkan celana dalam ke ayah kandungnya untuk dipakaikan!! Awalnya suamiku tampak ragu menerimanya, namun akhirnya dia tetap memakaikan celana dalam itu pada putrinya. Sebuah pemandangan yang membuat darahku berdesir. Mungkin kalau Devyta masih kecil hal seperti ini bukan sesuatu yang aneh, namun tidak jika anak gadisnya ini sudah remaja seperti sekarang.
“Gimana sayang? Bagus kan pilihan Mama? Cocok gak Pa?” tanyaku pada mereka berdua setelah celana dalam bergaris-garis putih biru itu melekat di pinggul Devyta. “Bagus kok Ma, cocok. Iya kan Pa?” tanya Devyta juga pada Papanya sambil memutar tubuhnya. Pastinya pria manapun bakal mupeng berat melihat keadaan putri kami sekarang. Seorang gadis remaja SMU dengan tubuh yang sedang ranum-ranumnya hanya memakai celana dalam seksi!! Benar saja, ku lihat handuk yang dikenakan suamiku tidak bisa menyembunyikan kalau penisnya sedang tegang luar biasa saat ini. Kamu pasti nafsu kan Mas pada putrimu? Pengen kamu entotin kan? Senggamai dia suamiku, genjot memek anakmu!! Batinku seakan mencoba mengendalikan pikiran suamiku.
“I-iya bagus. Terus bh sama bajunya?” tanya suamiku tampak tidak tenang, sepertinya dia sudah sangat horni. Teruslah begitu suamiku, sering-seringlah berpikir jorok pada putrimu. “Kalau Bh gak usah kali Pa, kan cuma di rumah saja. Iya kan sayang?” “Iya Pa, gak usah” jawab Devyta. Aku memang sudah mengajarkan putriku ini kalau tidak perlu memakai bh jika di rumah, apalagi tujuannya kalau bukan untuk memancing nafsu ayahnya. “Nah… Kalau baju, kamu saja yang pilih Pa…” suruhku pada suamiku. “Iya, Papa aja yang milihin” kata Devyta setuju. “Papa yang milih?” tanya suamiku tampak terkejut. “Kenapa Pa? atau kamu mau kalau Devyta gak usah pake baju? Pengen Devyta cuma pake celana dalam kayak gini saja ya?” godaku. “Kamu mau sayang tidak usah pakai baju?” tanyaku iseng pada Devyta. “M-masa tidak pakai baju? Kayak gembel saja. Iya iya Papa yang milihiin” kata suamiku akhirnya setuju.
Suamiku lalu memilihkan baju dari dalam lemari. Dia memilihkan model pakaian yang belakangan sering dipakai putri kami, tanktop dan celana pendek ketat. Dulu dia memprotes pakaian anaknya itu, namun kini dia sendiri yang memilihkannya. Dia lalu membantu Devyta berpakaian. Ya… walaupun sudah berpakaianpun sebenarnya Devyta tetap terlihat cantik dan menggairahkan juga. “Ayo Devyta, bilang apa sama Papa?” tanyaku pada Devyta setelah dia selesai dipakaikan baju oleh Papanya. “Hmm… makasih yah Pa” “Makasih ngapain? Yang lengkap dong…” suruhku. “Makasih Pa udah mandiin Devyta, ngelap badan Devyta, terus makein Devyta baju” ujar Devyta dengan senyum manis pada Papanya. “Iya sayang… sama-sama” jawab suamiku. “Hmm… Ma, kapan-kapan boleh kan Devyta mandi sama Papa lagi?” tanya Devyta. “Kamu pengen mandi sama Papa kamu lagi?” “Iya Ma…” “Boleh kok sayang. Gak usah kapan-kapan, tiap kamu mau mandi ajak saja Papamu. Papa kamu gak bakal nolak kok mandi telanjang berdua sama gadis cantik kayak kamu. Iya kan Pa?” tanyaku pada suamiku dengan senyuman penuh arti. Suamiku tampak sangat malu, sedangkan putri kami tertawa polos karena dipuji begitu. “I-iya sayang. Kalau itu mau kamu” jawab suamiku.
“Terus nanti Papa yang handukin sama makein Devyta baju lagi kan Ma?” tanya Devyta lagi. “Iya… habis kamu dimandiin, terus dihanduki dan dipej- dipakein baju sama Papa, mau kan Pa?” tanyaku lagi, ups… hampir saja keceplosan nyebut ‘dipejuin’. “Kalau kamu mau, kamu boleh kok gantian yang makein Papa baju” sambungku lagi. “Kamu apaan sih Ma…!!” “Bercanda Pa, hihihi” tawaku, Devyta juga tertawa cekikikan. “Ya sudah… yuk makan malam” ajakku. Acarapun selesai.
Sejak saat itu Devyta selalu mandi dengan ayah kandungnya. Tiap akan mandi putri kami akan mengajak Papanya, “Pa… mandi bareng Devyta yuk…” Lelaki mana yang akan menolak diajak mandi oleh Devyta? Lelaki mana yang tidak akan horni bila mendengar ajakan manja dari seorang gadis cantik untuk mandi bersama? Tak terkecuali ayahnya sendiri. Setelah mereka selesai mandi aku masih sering melihat suamiku berbuat cabul pada putrinya. Tidak jarang saat menghanduki maupun memakaikan Devyta baju, aku melihat suamiku memainkan penisnya ke tubuh putrinya sampai dia muncrat-muncrat. Dia biasanya akan menumpahkan pejunya ke tisu atau handuk. Bila suamiku sedang nafsu-nafsunya barulah dia akan menumpahkan peju kentalnya itu ke langit-langit mulut putrinya maupun ke sekujur tubuh Devyta, tidak peduli kalau putrinya ini baru saja mandi. Bahkan sering juga dia tumpahkan ke celana dalam Devyta, padahal itu celana dalam yang baru saja ku belikan. Ya… Aku juga memang makin sering membelikan putriku pakaian dalam model terbaru yang super seksi dan imut, semua itu dicobakan di depan ayahnya. Dan aku selalu berlagak seakan-akan hanya mengetahui kalau suamiku cuma sekedar memandikan, menghanduki dan memakaikan Devyta pakaian.
Pagi itu sebelum Devyta pergi ke sekolah, aku melihat mereka akan melakukannya lagi. Suamiku sepertinya menjadi nafsu setelah memakaikan Devyta seragam. Devyta memang terlihat sangat cantik dengan seragam SMU putih biru itu, ditambah kaos kaki putih yang melekat di kakinya. “Papa mau keluarin peju lagi ya?” tanya Devyta melihat sang ayah mengelus-elus penisnya sendiri. “Iya sayang… tolong kocokin yah...” “Iya Pa” Pemandangan gadis SMU berseragam lengkap sedang mengocok penis pria dewasa seperti ini pastinya membuat semua orang terpana. Terlebih mereka adalah ayah dan anak kandung. Ayahnya duduk di atas tempat tidur, sedangkan anak gadisnya berlutut di lantai. Tidak butuh waktu lama bagi suamiku, pejunya pun muncrat-muncrat dengan banyaknya ke arah putrinya. Sebagian mengenai wajahnya, sebagian lagi mengenai seragam sekolahnya. Rok Devyta yang paling banyak terkena ceceran sperma.
“Ih… Pa, kok muncratin pejunya ke seragam Devyta sih?” protes Devyta. Kalau itu sesudah pulang sekolah seperti yang ku lihat sebelumnya Devyta memang tidak akan memprotes, tapi sekarang dia baru akan berangkat sekolah. “M-maaf sayang… Papa gak tahan” Suamikupun membantu membersihkan wajah dan seragam Devyta sebisa mungkin dengan handuk. Lalu menyemprotkan parfum yang banyak ke area seragam yang terkena peju. Tapi aku punya keinginan lain. “Devyta, buruan…. Entar telat” Teriakku dari balik pintu. “I-iya Ma” sahutnya. “Pa… udah, biarin aja, ntar Devyta telat” sambungnya lagi pelan pada Papanya. Aku tidak ingin ceceran peju itu bersih-bersih amat. Sepertinya Devyta terkesan lebih seksi bila pergi ke sekolah dengan sedikit bau peju dan sedikit bekas ceceran peju di seragamnya. Peju ayahnya akan menemani aktifitas belajarnya di sekolah. Aku jadi senyum-senyum sendiri memikirkannya. ~~
Waktu terus berlalu. Sekarang tidak hanya ayahnya yang terus ku coba pancing nafsunya, namun juga putri kami. Aku ingin Devyta menjadi sedikit nakal di depan Papanya. Aku bahkan sengaja mendownload film porno lalu ku tunjukkan pada putriku. Devyta tentu saja geli awalnya dipertontonkan adegan seperti itu. Tapi aku senang karena ternyata putriku ini cukup antusias. Devyta sering bertanya padaku tentang apa-apa yang dilakukan pasangan di dalam film itu. “Kok burungnya dimasukin ke sana sih Ma?” tanya Devyta polos. Dia yang masih belum ngerti tentu saja heran melihat kelamin wanita dimasuki penis. “Itu namanya ngentot sayang…” “Ngentot?” “Iya, ngentot. Terus yang itu namanya bukan burung tapi kontol, dan punya kamu itu namanya memek” jelasku. Aku tidak menyangka akhirnya aku mengajarkan kata- kata sevulgar ini pada putriku sendiri. “Kontol? memek?” tanya Devyta, rasanya sungguh aneh saat dia mengulangi setiap kata-kata yang baru ku ajarkan itu dari mulut mungilnya. “Hmm… jadi yang waktu itu Papa dan Mama ngentot yah?” tanyanya lagi. Ternyata dia memang pernah melihat aku dan Papanya bersetubuh.
“Iya… Ih, kamu ngintip ya? Dasar nakal, hihihi” “Hihi, enak yah Ma rasanya ngentot itu?” “Enak dong… kamu pengen gak dientotin? Mau gak memek kamu dikontolin?” “Dikontolin? Ih… gak ah, sakit pasti” “Kok gak mau sih? itu kan tanda cinta” “Tanda cinta? Kok gitu sih Ma?” “Iya… Waktu itu kamu lihat kan kontol Mama ditusuk-tusuk kontol Papa? Itu tandanya Papa cinta sama Mama. Terus waktu kamu mandi sama Papa pasti kontol Papa tegang kan? Itu berarti Papa juga cinta sama kamu” “Oh… Iya yah… dulu Papa kan pernah bilang kalau dia cinta sama Devyta. Jadi karena Papa cinta sama Devyta makanya kontolnya Papa jadi tegang ya Ma?” “Iya… tuh kamu pintar” pujiku sambil mengelus rambutnya, dia hanya tersenyum manis. Dia terus bertanya-tanya selama menonton, seperti “Ih… kok kontolnya dimasukin ke mulut sih Ma? Gak jijik apa?” Atau dia bertanya “Itu cowoknya kok nyusu sih? Emang ada air susunya? Kok pantat ceweknya dimasukin kontol juga sih Ma?” dan berbagai macam pertanyaan polos lainnya. Semua pertanyaan putriku ini ku jawab dengan rinci dan memakai bahasa yang vulgar. Saat ada bagian si cowok nyemprotkan peju ke mulut si cewek, barulah Devyta tidak bertanya.
“Kenapa sayang? Kamu udah pernah lihat peju?” pancingku. “Eh, gak kok ma. Mirip es krim yah Ma peju itu…” “Iya, mirip es krim yang sering dikasih Papa sama kamu” jawabku. Dasar Devyta, dia pikir aku tidak tahu apa, hihihi. “Mmmh… Kalau cewek juga bisa orgasme kan Ma?” “Bisa dong… kenapa? Kamu udah pernah orgasme? Kapan?” tanyaku menggodanya, aku tentu saja tahu kalau putriku ini pernah orgasme, orgasme yang didapatkannya pertama kali dari ayahnya sendiri. “Eh, nggak pernah kok Ma…” “Beneran?” “Iyah… sumpah deh” “Iya-iya Mama percaya… hihihi. Oh ya sayang, kamu jangan kasih tau Papa ya kalau Mama ajarin beginian” “Hmm? Gak boleh ya Ma?” “Iya, jangan ya…” “Oce Ma” Tidak hanya satu video tentunya yang aku perlihatkan padanya, tapi banyak. Mungkin lebih dari satu jam kami ibu dan anak nonton film porno bersama. Aku sampai horni sendiri, aku penasaran apa Devyta juga horni, mungkin saja iya. Devyta yang sangat tertarik bahkan meminta dikirimkan ke ponselnya. Aku penasaran apa yang akan terjadi pada anak gadisku setelah menonton semua film-flm porno ini. Aku penasaran apakah dia akan mengajak Papanya bersenggama. Bila iya, apakah suamiku akan menerima ajakan bersetubuh dari putrinya ini? Aku sungguh penasaran.
Tidak lama kemudian terdengar suara ketukan pintu. Suamiku pulang!! Cepat-cepat ku matikan film porno yang masih diputar di laptop. “Tuh, bukain pintu… Papa pulang” suruhku pada Devyta. “Iya Mah…” “Ingat ya jangan kasih tau Papa” kataku lagi mengingatkan, Devyta mengangguk paham. Devyta pergi ke depan membukakan pintu untuk ayahnya. Aku menyusul tidak lama kemudian. Ternyata suamiku membawa dua orang temannya lagi. Belakangan ini mereka memang jadi sering kemari. Devyta mencium tangan kedua bapak itu. Seakan mencuri kesempatan, ku lihat mereka mengelus rambut Devyta, matanya juga kelayapan menelanjangi anak gadisku. Ternyata putriku memang punya daya tarik yang tinggi. Dan sepertinya bapak bapak ini juga punya pikiran jorok pada putriku. Ya… kalau itu cuma sekedar dalam pikiran mereka ya tidak apa, aku tidak bisa berbuat banyak. Pria manapun memang akan horni bila melihat anak gadis remajaku ini. Dan itu memang salahku juga karena mengajarkan Devyta cara berpakaian yang seksi seperti sekarang. “Udah pulang Pa?” tanyaku. “Iya… ada tamu nih. Tolong buatkan minum dong Ma” “Iya Pa, bentar”
“Devyta, bantuin Mama kamu gih…” suruh suamiku. “Enggak ah, malas…” jawab Devyta enteng lalu duduk di samping Papanya. Dari dapur aku dapat melihat mereka. Seperti biasa, Devyta tetap saja nempel pada Papanya meskipun di depan teman-teman ayahnya. Suamikupun tetap berusaha meladeni obrolan teman-temannya meskipun Devyta terus bergelayutan manja di pangkuannya. Aku yakin suamiku sedang ngaceng sekarang, bahkan mungkin tidak hanya dia, tapi juga teman-temannya. “Duh, Devytanya manja amat Pak Joko” komentar salah satu teman suamiku, Pak Rudi. “Iya nih Pak, beruntung banget bapak punya anak gadis secantik Devyta” ujar Pak Prabu ikut- ikutan. “Haha, bisa aja bapak-bapak ini” jawab suamiku. Aku yang baru mengantarkan minum kemudian juga ikut duduk bersama mereka. “Iya nih bapak-bapak, Devyta manja banget sama Papanya. Papanya sih suka ngasih dia es krim” ujarku menimpali. Suamiku tampak sedikit terperanjat mendengar omonganku barusan. “Oh… Devyta suka es krim?” “Iya om…” jawab Devyta. “Kapan-kapan Om kasih es krim mau?” tawar bapak itu pada Devyta. Ku lihat Devyta melirik ke ayahnya sambil tersenyum. “Mau banget Om… Boleh kan Pa? Boleh kan Ma?” “Iya… boleh kok” jawab suamiku. Aku juga mengangguk boleh sambil tersenyum kecil. Tentu saja yang dimaksud Bapak ini adalah benar-benar es krim. Bukan ‘es krim kental’ yang biasa diberikan Papanya. Aku bergidik membayangkan kalau mereka juga memberikan putriku ‘es krim’ yang seperti diberikan suamiku.
“Sayang, udah sore.. cepat mandi sana. Pa, mandiin Devyta nya dulu…” suruhku pada suami dan putri kami. “Hah? Devyta nya masih mandi sama Papanya?” Tentu saja tema-teman suamiku tidak habis pikir mendengar Devyta yang sudah sebesar itu masih saja mandi dengan ayahnya. Devyta yang sudah jadi gadis remaja cantik, memang sangat ganjil rasanya mandi bertelanjang bulat dengan pria dewasa meskipun itu adalah ayah kandungnya sendiri. “Iya Pak, mandi telanjang berdua. Apalagi mereka itu kalau mandinya lama banget. Gak tahu deh ngapain aja.. hihihi” ujarku memancing. “Ih, mamaaaa… Devyta gak ngapa-ngapain kok di dalam sama Papa, iya kan Pa?” balas Devyta. “I-iya…” jawab suamiku tergagap. “Oh…. Gitu? terus waktu Papa kamu makein kamu baju kok juga lama ya?” godaku lagi pura- pura tidak tahu. Aku berusaha menahan tawa melihat ekspresi semua orang di sini, terlebih ekspresi teman-teman suamiku. Aku memang sengaja menanyakan semua hal ini sekarang di hadapan orang lain. Aku ingin tahu bagaimana respon mereka berdua dan respon teman- teman suamiku.
“Pak Joko juga makein Devyta baju??” tanya teman suamiku lagi makin terkejut. “Iya Pak, emang kenapa Pak? Kan putri sendiri. Iya kan Pa?” kataku membantu menjawab. “I-iya Pak” Ku lihat wajah mereka semua jadi mupeng karena ceritaku ini. Mereka pasti sudah membayangkan yang tidak-tidak tentang Devyta. Memang Devyta adalah putri suamiku sendiri, tapi pastinya tidak ada seorang ayah yang masih memandikan dan memakaikan baju anak gadisnya yang sudah sebesar ini. Mereka pasti iri sekali dengan suamiku, mereka mungkin ingin sekali jadi bapak angkatnya Devyta biar juga bisa ngerasain mandiin Devyta, hihihi. “Ya sudah Pak, saya permisi mau mandi dulu. Tunggu sebentar yah Pak. Yuk sayang…” ujar suamiku pada teman-temannya lalu mengajak Devyta ke kemar mandi. “Baiklah kalau begitu kami tunggu” balas teman-temannya.
Suami dan putriku lalu masuk ke kamar mandi. Aku sendiri kembali ke dapur karena tidak mungkin menguping apa yang mereka lakukan di dalam saat ini. Namun kali ini mereka mandi lebih cepat, sepertinya mereka tidak melakukan hal yang aneh sekarang karena ada teman- teman suamiku menunggu. Tapi astaga!! Devyta tetap seperti biasa bertelanjang bulat sehabis mandi menuju ke kamarnya!! Tentu saja hal itu dapat dilihat oleh teman-teman suamiku. Anak gadisku yang cantik sedang dinikmati ketelanjangannya oleh bapak-bapak ini. Dadaku berdebar kencang. Apa suamiku lupa kalau ada teman-temannya saat ini?? Ada orang lain yang menyaksikan tubuh telanjang putri kami, bukan anggota keluarga!! “Devyta!! kamu kok gak pakai handuk? Papa kamu mana?” tanyaku menyusul Devyta sebelum dia masuk ke kamar, entah kenapa aku jadi pengen menunjukkan tubuh putriku pada mereka. Mereka juga sudah melihat tubuh Devyta, sekalian saja ku goda. Tapi hanya menunjukkan sebentar saja, tidak lebih. “Itu Ma, Papa lagi eek. Ya Devyta keluar dulu, masak nungguin Papa selesai? bau!!” jawabnya polos.
“Iya, tapi masa kamu keluyuran bugil gini? Lihat tuh om om itu liatin kamu. Ntar mereka jadi cinta lho gara-gara liat susu kamu ini, hihihi” kataku sambil melirik ke arah teman-teman suamiku. Posisi Devyta menghadap ke arah mereka, jadi mata mereka dapat dengan leluasa melihat buah dada serta vagina Devyta. Mereka tampak mupeng melihat tubuh telanjang putriku ini, apalagi mendengar omonganku barusan. “Emangnya gak boleh yah Ma om om itu cinta sama Devyta? Nanti kontol om om itu tegang yah Ma?” aku tidak menyangka Devyta akan mengatakan itu, teman-teman suamiku mungkin mendengarnya!! Aku seharusnya mengajarkan Devyta agar tidak mengucapkan kata itu sembarangan, tapi terlambat. Ya sudah lah. “Bukannya gak boleh sih... tapi mereka kan udah cinta sama istrinya. Masa kamu ambil juga sih? Sudah sana masuk kamar pakai baju, atau Mama suruh om om itu yang makein? Mau? Om… tolong pakein Devyta baju dong… hihihi” godaku. Aku yakin bapak-bapak itu semakin mupeng sekarang, mereka mungkin berharap benar-benar dibolehkan memakaikan Devyta baju. Aku sebenarnya geli membayangkan bila putriku dipakaikan baju oleh bapak-bapak itu. Tapi tentu saja tidak akan ku lakukan, cuma ayahnya saja yang boleh menyentuh tubuh putriku.
“Gak mau, mau dipakein baju sama Papa!!” rengek Devyta. Untung Devyta juga hanya ingin sama Papanya. “Ya sudah tunggu di dalam kamar gih, jangan di luar gini. Malu dilihat sama om-om itu. Iya kan Om?” tanyaku pada bapak-bapak itu. “I-iya” jawab mereka serentak. “Ya deh Ma… Devyta masuk dulu yah om…” Devytapun masuk ke dalam kamarnya. “Maaf yah Pak… Devytanya bandel banget, habis mandi main nyelonong aja telanjang ke kamar” “Iya Bu gak apa. Tapi Devytanya kok udah tahu kontol yah bu Susi?” tanya salah satu mereka. Gawat!! Mereka memang mendengarnya!! “I-itu Pak… s-saya yang ajarin” kataku mengaku, aku tidak tahu harus berkata apa lagi. “Oh… bu Susi yang ajarin?” “Iya, itu agar dia ngerti sedikit saja kok bapak bapak” “Iya Bu Susi, anak remaja sekarang memang seharusnya diajari yang benar tentang hal begituan biar gak salah jjoko” ujar mereka. Fiuh, untung saja mereka menganggap positif omonganku barusan. Tapi ku yakin itu hanya di omongan saja, mereka pasti memang horni dan nafsu pada putri kami. Silahkan saja kalau mereka sekedar ingin menjadikan Devyta objek onaninya, tapi cukup sekian pertunjukannya. Tidak ada lagi!! Akupun kembali ke dapur. Aku sempat melihat salah satu dari mereka menyusul Devyta dan seperti ingin mengintip Devyta, tapi untung saja suamiku sudah selesai dari kamar mandi. “Mau kemana Pak Rudi?” tanya suamiku. “Eh, ng-nggak, mau ke kamar mandi” “Oh, silahkan Pak… sebelah sana” suamikupun masuk ke kamar Devyta. ~~
Setelah hari itu, aku rasa ketelanjangan putri kami semakin intens saja. Baik sebelum maupun sesudah mandi, dia sering keluyuran di dalam rumah tanpa busana. Sering pula Devyta mengajak ayahnya mandi sambil dia sudah mulai menanggalkan pakaiannya sendiri, padahal dia belum berada di kamar mandi. “Kamu ini, buka baju itu di dalam kamar mandi, jangan di luar gitu…” protes suamiku jaim. Pernah juga saat itu Devyta kelupaan mengajak Papanya, diapun keluar dari kamar mandi basah-basah telanjang bulat, lalu menyeret Papanya ke dalam kamar mandi. Sungguh pemandangan yang ganjil!! Aku tidak tahu apakah Devyta berbuat itu karena kepolosannya, namun dia terlihat seakan menikmati ketelanjangannya itu. Masalahnya tidak ayahnya saja yang melihatnya, tapi juga teman- teman ayahnya.
Saat berangkat sekolahpun dia kini tidak hanya mencium pipi ayahnya, tapi sudah mulai mencium bibir seperti waktu dia TK dulu. Omongannya, bahasa tubuhnya, kini terlihat lebih nakal dan menggemaskan bagi kaum lelaki. Aku tidak tahu apakah ini pengaruh dari video porno yang ku berikan. Tapi yang jelas Devyta menjadi seperti ini, itu semua gara-gara aku, ibunya. Suamiku memang belum menyetubuhi Devyta, tapi dia sudah memperlakukan anak gadisnya itu bagaikan ‘mainan seks’. Hasrat seksnya yang dia pendam selama ini karena tidak ku layani, dia lepaskan semuanya pada anak gadisnya. Begitupun halnya dengan Devyta, dia semakin hari juga semakin sempurna mengabdikan dirinya sebagai ‘mainan’ sang ayah, baik saat akan tidur, mandi, maupun saat mereka ku tinggal berduaan dimanapun itu. Aku memang ingin membuat kontak mata dan fisik sesering mungkin di antara mereka. Aku ingin hubungan mereka menjadi lebih intim sebagai ayah dan anak. Aku rela aku hanya bermasturbasi sendirian sedangkan suamiku bisa melampiaskan nafsunya ke putrinya. Sore itu aku mengintip lagi apa yang mereka lakukan setelah mandi sore. Mereka bukannya handukan di kamar mandi namun malah di dalam kamar Devyta. Itupun setelah ku lihat suamiku lebih seperti membelai Devyta dibanding menghanduki.
“Kenapa Pa? kok berhenti?” tanya Devyta melihat Papanya berhenti membelai, padahal tubuhnya masih sangat basah. Tapi aku rasa Devyta bertanya seperti iu bukan karena tubuhnya belum kering, namun karena dia ingin terus dibelai sang ayah. “Papa mau buang peju lagi?” tanya Devyta lagi menebak. “Iya, boleh kan sayang?” “Boleh kok Pa, boleh banget malah” jawab Devyta riang. Suamiku tersenyum. Dia kemudian bangkit lalu mencium bibir Devyta. Ini bukan sekedar ciuman ayah dan anak, tapi sudah ciuman sepasang kekasih karena ternyata mereka berciuman menggunakan lidah!! Tubuh telanjang mereka yang masih basah menempel berhadap- hadapan, menimbulkan suara decakan karena kulit basah mereka yang beradu. Entah siapa yang memulai, mereka kini sama-sama terjatuh ke atas ranjang. Mereka melanjutkan aksi cium- ciuman itu di sana, saling bergumul dan meraba tubuh. Membuat ranjang putrinya itu jadi ikut-ikutan basah. Sungguh pemandangan yang panas dan erotis!! Suamiku terlihat lebih bernafsu menjamah tubuh putrinya dibandingkan menjamah tubuhku, istrinya sendiri. Apalagi mereka melakukan ini seakan tidak peduli kalau aku ada di rumah. Aku cemburu luar biasa. Namun itu justru menimbulkan sensasi tersendiri. Suamiku tampak begitu bernafsu, mungkin karena dia sudah menahan nafsunya sekian lama. Devyta yang dijilati dan diciumi ayahnya malah tertawa geli cekikikan.
“Aw… Pa geli… hihihi” pinta Devyta manja sambil ketawa-ketawa. Namun yang ada itu malah membuat suamiku semakin bernafsu. “Pa… stop dulu.... Pah…” pinta Devyta, tapi suamiku tetap saja lanjut. “Pa.. geli, Ngh.. stop.. dulu” setelah berkali-kali memohon untuk berhenti barulah akhirnya suamiku menghentikan aktifitasnya. “Ish, Papa nafsuan amat ih… gak tahan banget yah sama Devyta? hihi” “Maaf sayang, Papa gak kuat. Tapi kenapa kok suruh berhenti?” tanya suamiku terengah-engah menahan nafsunya. “Katanya mau ngeluarin peju, kok malah jilat- jilatin Devyta sih?” tanya Devyta. “Itu juga cara biar Papa bisa keluar pejunya…” “Oh… tapi jangan lama-lama Pa, ntar ketahuan Mamah” Devyta lalu bangkit dari pelukan ayahnya, dia lalu menuju lemari dan mengambil sepotong celana dalam.
“Pakein dulu Pa…” kata Devyta sambil menyerahkan celana dalam itu. “Baru lagi ya sayang?” tanya suamiku memperhatikan celana dalam berenda yang ada di genggamannya. “Iya Pa, bagus kan?” “Bagus kok” Suamikupun memakaikan celana dalam itu tanpa mengelap badan anaknya dulu. Setelah celana dalam berenda itu menempel di pinggul Devyta, yang ada itu malah membuat nafsu suamiku semakin menjadi-jadi. Bagaimana tidak? tubuh remaja anak gadisnya yang masih sangat basah hanya dibalut celana dalam. Celana dalam itupun menjadi transparan karena basah sehingga memperlihatkan belahan vagina Devyta. Dia yang tidak tahan dengan pemandangan ini kembali menerkam tubuh putrinya, menariknya ke ranjang dan menciuminya dengan buas. Tubuh mungil Devyta kembali ditindih sang ayah. “Duh… Pa…. kok diciumi lagi sih?” rengek Devyta manja. Tapi kali ini suamiku sepertinya tidak peduli lagi dengan rengekan anaknya. Dia terus saja menjamah tubuh putrinya. Seorang pria dewasa yang telanjang bulat sedang menggerayangi tubuh remaja 14 tahun yang hanya mengenakan celana dalam di atas ranjangnya sendiri, yang mana tubuh mereka masih sama-sama basah. Sungguh erotis bukan?
Setelah beberapa lama, mereka duduk berhadap-hadapan di tepi ranjang. Devyta duduk di paha ayahnya. Mereka masih tetap berciuman dengan posisi itu. Mulut mereka seperti tidak ingin lepas, lidah mereka terus saja saling membelit. Mereka juga saling menjilati wajah satu sama lain. Wajah Devyta terlhat mengkilap karena dijilat-jilat sang ayah, begitupun wajah suamiku yang dijilat-jilat putriku. Tiba-tiba suamiku sedikit menyingkap celana dalam Devyta ke samping sehingga vagina putrinya terbuka, dan astaga!! Suamiku mengarahkan penisnya ke vagina putrinya. Penis tegangnya dia gesek-gesekkan ke belahan vagina Devyta. Suamiku seperti sedang berusaha memasukkan kontolnya ke sana. “Sssh… Pa…” Devyta merintih memanggil ayahnya. Dia tidak berusaha melepaskan diri sama sekali meskipun gerakan ayahnya semakin cabul. Malah dia juga ikut-ikutan menggoyangkan pinggulnya seirama gerakan pinggul ayahnya!! Mereka seperti masih menahan-nahan diri agar jangan sampai bersenggama, tapi tubuh mereka jelas menginginkan itu. Setelah beberapa saat, ku lihat wajah Devyta mengernyit seperti kesakitan. Mungkinkah? Mungkinkah vaginanya sudah dijejali penis ayahnya? Jantungku semakin berdetak cepat. “Ngghhh… Pa, sakit… hati-hati dong…” “Maaf sayang, Papa gak sengaja” Aku yakin kalau kepala penis suamiku baru saja masuk ke dalam vagina putrinya, tapi sepertinya dikeluarkan lagi olehnya karena mendengar rintihan Devyta barusan. Ku lihat dengan seksama kalau penis itu kembali bergesekkan dengan vagina Devyta, tapi kemudian terlihat menghilang lagi yang disertai rintihan putrinya, “Pa… Ssshh…” Kemudian ku lihat kelamin mereka bergesekan lagi. Begitu selalu seterusnya.
“Ih… Papa!! Kok gak sengajanya sering amat sih?” tanya Devyta. Suamiku tidak menjawab, dia hanya mengajak putrinya berciuman lagi sambil terus melanjutkan aksi menggesek-geseknya. Dia sudah sangat bernafsu. Setelah beberapa kali gesek-masuk gesek- masuk, ku lihat kepala penis suamiku kembali hilang, namun kali ini tidak keluar lagi. Devyta walaupun terlihat sangat kesakitan tapi dia tetap membiarkan penis ayahnya di dalam tubuhnya. Mereka bersetubuh!! Suami dan putriku bersetubuh!! Tubuhku panas dingin menyaksikannya.
Namun… “Dugh!! Kreekkk…” Aduh…!! Aku yang terlalu semangat dan penasaran membuat tumpuanku goyah. Akupun terjatuh, sehingga pintu tempat aku bersembunyi jadi terdorong terbuka. Terang saja mereka kaget bukan main melihat kedatanganku. Devyta ku lihat langsung melepaskan diri dari pangkuan ayahnya lalu membetulkan celana dalamnya. “Mama??” kata mereka hampir serentak. Duh… rencanaku untuk mengintip mereka bersetubuh diam-diam gagal!! Namun aku berusaha mengontrol diri karena akulah yang punya kendali saat ini. Aku tidak ingin seakan-akan akulah yang tertangkap basah sedang mengintip. “Ohh… jadi ini ya yang dilakukan ayah dan anak gadisnya tiap selesai mandi?” tanyaku pura- pura seakan baru tahu kelakuan mereka. “B-bukan Ma… i-ini…” suamiku tampak sangat panik, dia tentunya tidak menyangka benar- benar ketahuan olehku, namun Devyta terlihat lebih santai meskipun juga ikut diam. Tampak jelas raut wajah horni mereka berdua yang betul-betul merasa tanggung karena aksi cabul mereka tiba-tiba terhenti. “Apa? sudah jelas-jelas aku melihat kamu menyetubuhi putrimu sendiri Mas” tuduhku lagi. “Bu-bukan!!” “Terus kalau bukan, apa dong namanya?” Suamiku terdiam, aku yakin dia tidak bisa mengelak setelah tertangkap basah olehku. “Maaf Ma, a-aku… aku tidak tahan” kata suamiku akhirnya. “Sudah tidak tahan?” “Iya… Maaf Ma… Maaf….” “Baiklah aku maafkan, tapi ada syaratnya” “Syarat? Apa itu Ma?” Aku tersenyum sebentar sebelum berkata, “Aku ingin melihat kalian bersetubuh” “Hah?” suamiku terkejut bukan main. “Iya, aku ingin melihat kamu ngentot dengan Devyta”
“Tapi Ma…” “Kenapa Pa? Kalian belum selesai kan? lanjutin gih… Sudah terlanjur terjadi juga, jadi cepat selesaikan. Setubuhi Devyta” Suamiku diam sejenak. Dia tampaknya masih tidak percaya dengan apa yang baru ku katakan. Mungkin saja kalau dia tadi memang benar-benar tidak sengaja meskipun dia sudah sangat bernafsu. Entahlah, namun apapun itu aku ingin melihat mereka bersetubuh sekarang. “Tapi… apa itu tidak apa-apa? dia putriku sendiri, lagian dia masih 14 tahun” ujarnya kemudian masih berusaha meyakinkan diri. Dia masih ragu. Tentu saja, karena Devyta adalah putri kami sendiri. Tapi aku yakin nafsu bisa mengalahkan segjokoya. “Sudah Pa… Gak apa-apa Pa… Lanjutin saja. Kamu pasti sudah lama punya khayjoko untuk menyetubuhi putrimu ini bukan? Tidak usah pikirkan norma-norma. Bebaskan saja khayjoko dan fantasi kamu” “Sayang, kamu juga mau kan berzinah dengan Papa kamu?” tanyaku kini pada Devyta. “Berzinah? Berzinah itu ngentot yah Ma?” tanya Devyta polos. Aku sangat senang tiap mendengar Devyta mengulangi kata-kata yang ku ajarkan ini. “Iya… berzinah itu ngentot, kamu mau kan dizinahi sama ayah kandungmu? Mau kan memek kamu dikontolin sama Papa?” ujarku dengan menggunakan kata-kata ‘liar’ untuk memanaskan suasana. “Hmm… karena Devyta cinta sama Papa, Devyta mau deh Ma dizinahi” jawab Devyta dengan riangnya, seakan dizinahi ayahnya merupakan bentuk pengabdian pada orangtua. “Tuh Pa… putrimu sudah bersedia tuh untuk kamu zinahi, entotin gih… hihihi” “Devyta, kocokin dong kontol Papa… bikin ngaceng lagi” suruhku pada Devyta. Tanpa perlu disuruh dua kali Devytapun mendekat ke arah Papanya. Dia lalu meraih kontol suamiku yang tadi terlanjur menciut. “Devyta kocokin yah Pa…” kata Devyta minta izin ke Papanya.
“I-iya sayang…” jawab suamiku tidak menolak. Meskipun dia tadi sempat ragu, tapi memang tubuhnya tidak bisa berbohong untuk mendapatkan kenikmatan dari tubuh putrinya. Devyta lalu mulai mengocok, tidak butuh waktu lama untuk membuat kontol ayahnya tegang kembali karena kocokannya. Jemari Devyta yang mungil lentik mengocok penis ayahnya dengan telaten. Tapi kalau cuma mengocok saja aku sudah sering melihatnya. “Hmm… kayakya ada yang kurang, sayang… coba masukin ke mulut kamu” “Masukin ke mulut Ma?” “Iya… Kontol Papa kamu masukin ke mulut kamu. Kamu belum pernah coba kan? cobain gih… pasti ayahmu makin cinta sama kamu…” Devyta tidak langsung melakukannya, dia menatap dulu sekian lama padaku, lalu menatap ke ayahnya. “Mau Devyta emut Pa kontolnya?” kata Devyta yang lagi-lagi meminta izin dahulu pada ayahnya. “E-emang kamu bisa?” tanya suamiku. “Bisa kok, Devyta udah pernah lihat” jawab Devyta sambil melirik padaku. Tentu saja maksudnya itu sudah pernah lihat dari film porno yang ku berikan.
“Ya sudah sayang… silahkan” setuju suamiku yang dibalas senyum manis anaknya. Aku terpana melihat pemandangan ini. Aku yakin suamiku juga demikian. Anak gadisnya sendiri sedang mengoral penisnya. Devyta mengecup ujung kepala penis suamiku beberapa kali, kemudian berusaha memasukkan semua penis itu ke dalam mulut mungilnya. “Arggghh….” Erang suamiku. Suamiku pasti merasakan sensasi nikmat yang luar biasa. Penisnya sedang dikocok pakai mulut oleh anak gadisnya di hadapan istrinya sendiri!! Cukup lama Devyta mengemut penis ayahnya, dia terlihat sangat lihai meskipun ini yang pertama baginya. “Ugh… berhenti dulu sayang… Papa gak kuat” pinta suamiku setelah beberapa saat, Devytapun menghentikan aksinya. “Kenapa berhenti sih Pa? pejuin aja mulut Devyta…” kataku sambil tertawa kecil. Mendengar hal itu Devyta juga tertawa dan memasukkan penis itu sekali lagi dalam mulutnya. Tentu saja membuat ayahnya terkejut. “Dasar Devyta, kamu nakal yah ternyata… hihihi, ayo sayang… bikin Papamu enak” suruhku menyemangati Devyta. Gerakan kepala Devyta terlihat lebih cepat sekarang. “Nghh… Devyta… arggghhh” suamiku kini juga mulai memegang kepala putrinya lalu memaju- mundurkan seperti sedang menyetubuhi mulut anaknya. Sungguh cabul!! Gerakan pinggul suamiku semakin cepat, hingga akhirnya tubuhnya kelojotan dan memuncrakan pejunya ke dalam mulut Devyta. Putri kami terus menutup mulutnya, mengapit penis itu dengan bibir selama peju ayahnya menyemprot memenuhi rongga mulutnya. Dan dia melakukan itu sambil terus tersenyum pada ayahnya. “Sayang jangan langsung telan” suruhku, Devyta sedikit mengangguk.
“Sekarang kasih lihat sama Papa kamu…” suruhku lagi. Devytapun membuka mulutnya lebar-lebar dihadapan ayahnya, menunjukkan bagaimana benih-benih ayahnya yang dulu menciptakan dirinya kini malah dia tampung di mulutnya. Karena sperma itu sangat banyak, membuat sperma itu sebagian meluber ke dagu Devyta hingga ada yang tercecer ke buah dadanya karena tidak mampu ditampung oleh mulut Devyta yang kecil. “Gimana Pa, suka ya ngelihat Devyta seperti ini? Mulut anak gadis sendiri kok dipejuin sih? hihihi” tanyaku pada suamiku. Dia tidak menjawab, tapi aku tahu dia sangat suka. Pemandangan gadis remaja dengan mulut penuh sperma serta sebagian tubuh berceceran sperma seperti ini pastinya sangat menggairahkan bagi para lelaki. “Oke sayang, sekarang telan peju Papa kamu” suruhku pada Devyta, diapun menelan sperma itu perlahan. Semua sperma itu kini perpindah ke dalam lambung putri kami. Meskipun baru saja keluar, tapi penis suamiku hanya setengah layu. Mungkin birahinya yang masih tinggi membuatnya demikian. Tidak butuh waktu lama untuk penis itu kembali tegang sepenuhnya.
“Pa, Devyta…” panggilku pada mereka berdua. “Ya Ma?” jawab mereka serentak. “Tunggu apa lagi?” tanyaku sambil tersenyum. Mereka saling pandang, suamiku yang mengerti tanpa menunggu lagi langsung menciumi putri kami. Dia juga memainkan jarinya ke vagina Devyta tanpa melepaskan celana dalam putrinya itu terlebih dahulu. Dia kini tidak malu lagi melakukan hal bejat pada putrinya di depan istrinya. Dia ingin segera meraih kenikmatan dari tubuh putrinya. Suamiku lalu merebahkan Devyta ke atas ranjang. Dia lalu melepaskan celana dalam putrinya ini. Devyta yang sepertinya juga sudah horni nurut- nurut saja, bahkan dia membantu dengan mengangkat pinggulnya. Sekarang mereka sama-sama polos kembali. “Kamu yakin Ma tidak apa?” tanyanya padaku, ujung kepala penisnya sudah menempel di permukaan vagina Devyta. “Jangan tanya aku, tanya Devyta dong Pa…” “Sayang, kamu yakin?” “Iya Pa, masukin aja…. Zinah… zinahi Devyta…” rintih Devyta yang tampak tidak tahan untuk ditusuk-tusuk sang ayah. Suamiku yang mendengar persetujuan putrinya tanpa menunggu lagi langsung menghujamkan kontolnya. Penis suamiku kini masuk seutuhnya!!
“Arggghhhhhhh” jerit Devyta tertahan. Tampak darah perawannya mengalir pelan. Dia baru saja diperawani oleh ayahnya sendiri. “Sakit…. Sakit Pah…” rengek Devyta merintih. Aku tahu betapa sakitnya hilangnya perawan itu, terlebih bagi Devyta karena umurnya masih 14 tahun!! Suamiku lalu mendiamkan penisnya beberapa saat di dalam vagina Devyta agar terbiasa. “Lanjutin Pa…” ujar Devyta beberapa saat kemudian, sepertinya tubuhnya sudah terbiasa dengan benda tumpul itu. Suamiku kembali menggerakkan pinggulnya, makin lama semakin kencang. Wajah mereka sama-sama merah padam kerena saking birahinya, terlebih oleh suamiku. Kenyataan bahwa wanita mungil yang sedang digenjotnya saat ini adalah darah dagingnya sendiri pastilah membuatnya semakin bernafsu. Dia hentak-hentakkan penisnya dengan kuat. Devyta yang awalnya merintih kesakitan kini telah berubah menjadi rintihan kenikmatan. “Gimana Pa? enak?” tanyaku pada suamiku. Dia tidak menjawab. Aku juga menanyakan Devyta pertanyaan yang sama, dan dia juga tidak dijawab.
“Dasar… kalian ini, asik berzinah ria sampai- sampai Mama dicuekin, hihihi” ujarku. Tapi tidak masalah bagiku. Aku rela tidak tidak dihiraukan demi menyaksikan obsesiku yang jadi kenyataan ini. “Pa, dia itu putri kandungmu lho…” ujarku lagi menggoda suamiku. Aku ingin membuatnya makin terangsang. “Enak yah Pa ngentotin anak gadis sendiri?” “Dia masih empat belas tahun lho…. tapi kayaknya Devyta suka tuh dizinahi sama kamu. Entotin terus dia Pa, jangan kasih ampun” Aku terus menerus mengata-ngatai agar suamiku semakin bertambah birahinya. “Sayang… Papa mau keluarin peju…” erang suamiku. Tentu saja suamiku merasa ingin cepat keluar. Udah penisnya dijepit vagina remaja yang super rapat, terus mendengar omonganku lagi, siapa yang gak tahan coba pengen cepat-cepat ngecrot? “Keluarin saja di dalam rahim Devyta Pa, bikin putrimu…. Bunting” ujarku. “Croooottttt” suamiku sepertinya tidak kuasa mendengar kata ‘bunting’. Dia ejakulasi. Tubuhnya mengejang dengan hebatnya. Dia menyemprotkan pejunya ke rahim putrinya. Sangat banyak hingga meluber ke luar dari vagina Devyta, turun perlahan membasahi sprei tempat tidur anaknya ini. “Hihihi, Papa, banyak banget sih pejunya, kamu benar-benar pengen bikin Devyta bunting yah?” ujarku menggodanya.
“Sayang, kamu pengen gak dibuntingi sama Papa?” tanyaku pada Devyta, dia mengangguk. Aku merinding membayangkan kalau Devyta benar-benar sampai hamil oleh ayahnya di usianya yang baru 14 tahun dan masih duduk di bangku SMU ini. “Terus kalau Devyta benar-benar hamil gimana Ma?” tanya Devyta. “Kamu nikah saja sama Papa. Kamu mau kan nikah sama Papa kamu?” jawabku bercanda. “Mmh… Mau deh” aku tertawa mendengar jawaban polosnya. “Hihi, emang kamu mau kasih berapa anak ke Papa?” tanyaku. “Kalau tiga gimana?” “Boleeeh…” Kami kemudian sama-sama diam sejenak meresapi apa yang baru saja terjadi. Suami telah memperawani putrinya sendiri. Mas Joko juga sepertinya tidak percaya kalau akhirnya dia telah merenggut kewanitaan Devyta. Mungkin semua ini sangat melenceng dari norma, tapi sensasi persetubuhan sedarah itu pastinya sungguh sangat luar biasa. “Pa…” panggil Devyta. “Ya sayang?” “Lain kali lagi yuk….” “I-iya… kapanpun kamu mau” jawab suamiku. “Papa juga, kapanpun Papa pengen entotin Devyta, entotin aja Pa” kata Devyta sambil tersenyum. “Mmh… Terus Mama gimana?” tanya Devyta padaku. “Mamagak apa-apa kok sayang… kamu ngentot saja yang baik sama Papa, gak usah pikirin Mama, oke?” “Benar Ma gak apa-apa?” tanya suamiku juga. “Iya Pa, kalau kamu nanti mau tidur berdua di kamar Devyta juga gak apa kok” Devyta dan suamiku tersenyum, merekapun berciuman lagi. Bercumbuan dan saling menjamah di atas ranjang. Ku lihat penis suamiku tegang lagi.
“Ya, ampun… belum puas yah? Ya udah, kalian lanjutin gih main-mainnya… Mama gak bakal ikut-ikutan sekarang. Nih kunci dulu pintunya” kataku bangkit ke luar kamar. Sebelum menutup pintu aku berkata, “Selamat berzinah ria yah kaliannya…” ayah anak itu hanya senyum-senyum, lalu melanjutkan lagi berciuman, melanjutkan lagi perzinahan mereka. Aku buru-buru menuju dapur, membuka lemari pendingin dan mengambil terong dan timun. Aku tidak tahan untuk bermasturbasi. Ya… aku rela hanya bisa bermasturbasi, sedangkan suamiku sedang enak-enakan menggenjot putri kandungnya sekarang. ~~
Sejak saat itu, hampir tiap hari aku melihat suami dan anakku bersetubuh. Mereka melakukannya di berbagai tempat. Baik di kamar Devyta, di kamar mandi, bahkan di ranjang kamarku tempat aku dan suamiku biasa bersetubuh. Suara erangan dan rintihan nikmat persetubuhan sedarah itu selalu ku dengar. Entah sudah berapa kali mereka bersetubuh. Entah sudah berapa banyak sperma suamiku bersemayam dalam vagina putrinya. Sering suamiku menyetubuhi Devyta sampai larut malam. Kadang Devyta tidak sekolah karena saking ngantuk esok paginya. Obsesiku memang sudah kesampaian untuk melihat suamiku menyetubuhi putri kami sendiri. Tapi tenyata selanjutnya aku punya ide yang lebih gila lagi. Aku ingin teman-teman suamiku tahu kalau suamiku telah menyetubuhi Devyta. Aku ingin suamiku menyetubuhi Devyta di depan teman-temannya, bapak-bapak tetangga kami. Memang sungguh gila, tapi aku tidak kuasa menahan rasa penasaran akan sensasinya. Akupun memberi tahu suamiku tentang ideku ini pagi itu sesudah Devyta berangkat sekolah. “Kamu jangan gila Ma!! Masa aku menyetubuhi Devyta di depan orang lain!!?” tentu saja suamiku terkejut mendengar permintaanku. Walaupun begitu, aku dapat melihat dari mata suamiku kalau dia juga terangsang mendengar ideku ini. Tampak ada tonjolan dari balik celananya. “Mereka selama ini kan juga sudah punya pikiran jorok ke Devyta, kamu pasti sudah tahu itu kan Pa?” Ya… melihat Devyta bermanja-manjaan dengan Papanya saja itu sudah bisa bikin mereka horni, aku penasaran bila mereka melihat Devyta disetubuhi, apalagi oleh Papanya sendiri.
“I-iya… tapi kan….” “Mereka cuma boleh melihat saja kok… tidak boleh macam-macam sama Devyta. Juga mereka harus janji tidak boleh cerita sama orang lain. Lagian kita kan mau pindah rumah Pa… jadi kita gak bakal ketemu mereka lagi” bujukku terus. “Tapi gimana caranya? Terus kamunya?” “Ya kamu ngaku saja kalau kamu sudah pernah bersetubuh dengan Devyta. Terus mereka pasti tidak percaya tuh, suruh liat saja. Aku bakal keluar rumah hari itu, jadi kalian bebas pengen ngapain aja” jawabku. “Bukannya kamu pengen lihat kami gituan di depan teman-temanku Ma?” “Iya” “Terus?” “Kan sudah ku bilang kalau aku ingin membiarkan kalian bebas” jawabku. Sebenarnya hanya dengan membayangkannya saja itu sudah cukup bagiku. “Tapi… tolong kamu rekam saja untukku Pa, atau suruh teman-temanmu itu yang merekam” lanjutku lagi. “Hah!!?” Suamiku tampak makin terkejut saja dengan ideku ini. Tapi aku tahu dadanya sedang berdebar kencang memikirkan hal tersebut sekarang. Bersenggama dengan anak gadisnya di depan orang lain sambil direkam!! “Terus kalau nanti mereka tidak tahan gimana Ma?” “Ya kamu jaga dong anakmu… Gimana Pa? Setuju?” tanyaku lagi. Ia lalu berpikir sangat lama, wajar memang karena ide ini sangat gila dan beresiko.
“O-oke deh Ma…” setuju suamiku akhirnya. Hari minggu, teman-teman suamiku datang lagi ke rumah. Mereka dan suamiku asik ngobrol dengan tetap ada Devyta di samping suamiku. Ku dengar mereka sering bertanya-tanya tentang Devyta pada suamiku seperti, “Devytanya masih sering mandi sama Pak Joko? Masih dipakaikan baju juga?” Tampaknya mereka masih saja penasaran dengan itu. Mereka tentu saja belum tahu kalau akan dikasih liat pemandangan luar biasa, begitupun putriku yang juga tidak tahu akan disetubuhi di depan teman-teman ayahnya. “Devyta, mama pergi ke pasar yah… Kamu gak apa kan Mama tinggal?” kataku pamit pada Devyta. “Gak apa kok Ma” jawabnya. Akupun meninggalkan rumah. Membayangkan anak gadisku menjadi satu-satunya wanita di antara mereka makin membuatku birahi. Selama di pasar dadaku selalu berdebar-debar memikirkan apa yang sedang terjadi di rumahku. Bayangan- bayangan suami dan putri kami bersetubuh di depan bapak-bapak itu terus memenuhi pikiranku. Sampai-sampai aku bermasturbasi di toilet umum karenanya. Aku baru pulang menjelang magrib. Aku tiba bersamaan dengan teman-teman suamiku yang juga baru akan pulang. Kami berpapasan di depan pagar. “Sudah mau pulang bapak-bapak?” sapaku pada mereka.
“Eh, i-iya Bu Susi… Pamit dulu Bu…” jawab mereka agak tergagap. “Tumben buru-buru? Ada apa?” “Gak ada apa-apa kok Bu” “Oh.. Ya sudah, hati-hati di jjoko Pak” Akupun masuk ke dalam rumah. Aku langsung mencari suami dan anakku. Meskipun suamiku berkata akan merekamnya, tapi aku lebih penasaran mendengar ceritanya langsung. Ternyata mereka ada di dalam kamar Devyta, tapi astaga!!! Aku melihat tubuh putriku penuh dengan ceceran sperma!! “Pa…!!” “Eh, M-mama” jawab suamiku. “Kok Devytanya penuh peju gini sih Pa!!?” “Kamu gak apa sayang?” tanyaku pada Devyta. Apa anak gadisku baru saja dipejuin ramai- ramai oleh mereka? Kalau benar ini tentu saja di luar dugaanku, atau mungkin mereka juga…. . “Gak apa kok Ma… Tapi Papa tuh… masa ngentotin Devyta di depan om-om itu sih…” “Ha? Dasar Papa kamu ini” ujarku pura-pura tidak tahu sambil mencubit pinggang suamiku. “Emang gimana ceritanya sayang?” tanyaku lagi pada Devyta sambil mengambil handuk untuk mengelap badan Devyta, tapi tidak jadi ku lakukan. Soalnya Devyta terlihat lebih seksi dengan badan penuh sperma begini. “Iya, awalnya Devyta dicium-cium sama Papa… Om om itu muji-muji Devyta terus Ma. Terus Papa bilang kalau Papa pengen ngentotin Devyta di depan om-om itu” “Terus kamu bolehin?” “Agak malu sih ma, tapi Devyta bolehin juga” jawabnya. “Terus sayang?” “Papa suruh Om itu ngerekam Ma…” “Om itu Mau?” “Mau kok… terus Papa mulai telanjangi Devyta Ma di depan om-om itu, tapi Ma…” “Tapi apa sayang?” “Waktu Papa ambil handycam ke kamar, om-om itu yang lanjutin nelanjangi Devyta” lanjut putriku. Aku bergidik membayangkan bagaimana putriku ditelanjangi oleh bapak-bapak itu. Seorang gadis belia yang cantik jelita, membiarkan dirinya ditelanjangi oleh pria-pria berumur. Jantungku makin berdetak cepat.
“Kamu ditelanjangi sampai bugil?” “Iya Ma… Papa sih lama, Om om itu deh yang bantuin” “Kamu ini gimana sih Pa? kok orang lain sih yang telanjangi Devyta?” tanyaku pada suamiku. “Aku juga gak tahu Ma, waktu aku balik dari kamar, ternyata Devyta lagi ditelanjangi mereka” ujar suamiku. Ya sudahlah kalau begitu, menurutku tidak masalah. Toh cuma ditelanjangi, paling digerepe-gerepe 'sedikit'. “Terus sayang?” “Mereka mulai merekam Ma, Devyta disuruh hisap kontol Papa sambil liat ke kamera yang dipegang om itu Ma… ya Devyta ikutin” jawab Devyta enteng dengan lugunya. Membayangkan putriku yang cantik telanjang sendirian diantara pria-pria disana, bahkan mengulum penis ayahnya sungguh membuat dadaku berdebar. Aku tidak menyangka hanya mendengar ceritanya saja bisa membuatku sangat horni. “Terus?” “Devyta dientotin sama Papa Ma di ruang tamu…. Om itu terus aja muji Devyta. Eh, Papa bilang silahkan aja kalau mereka mau ngocok. Mereka ngocok deh Ma sambil liat Devyta dientotin sama Papa” terang Devyta. “Terus Papa kamu keluarin pejunya dimana sayang?” “Di dalam Ma… banyak banget” “Enak ya Pa ngentot di depan orang lain? hihihi” tanyaku pada suamiku, dia hanya tersenyum nyengir. “Udah? gitu aja?” “Belum selesai Ma…” kata Devyta. “Belum selesai?” “Iya Ma, soalnya om-om itu bilang gini Ma… Devytanya gak di anal sekalian Pak?” kata Devyta berusaha menirukan gaya bicara bapak-bapak itu. “Anal?” tanyaku terkejut, “Devyta nya kamu analin Pa?” tanyaku lagi pada suamiku. Aku tentu saja tidak menyangka kalau Devyta bakal dianal. “Iya Ma, Devyta nya mau kok, katanya dia juga penasaran” “Beneran sayang? Kamu gak dipaksa kan sama Papa? Emang gak sakit?” tanyaku pada Devyta. “Sakit sih Ma… Tapi gak dipaksa kok Ma…” “Oh…”
“Terus om-om itu pengen Devyta pake seragam sekolah Ma…” lanjut Devyta. “Ha? Kamu dianal sambil pake seragam??” “Awalnya sih iya Ma… tapi lama-lama kancing kemeja Devyta mulai dibukain satu-satu, terus cuma pake rok aja, terus Devyta bugil lagi” terang Devyta. Aku hanya bisa geleng-geleng kepala. Sungguh mesum, Devyta dicabuli beramai-ramai dengan seragam sekolah SMU nya. Ini melebihi khayjokoku, juga khayjoko suamiku tentunya. “Terus sayang?” “Terus mereka tumpahin pejunya ke seragam Devyta Ma, Papa juga. Basah deh seragam Devyta kena peju… lihat tuh Ma” kata Devyta sambil menunjuk ke sudut ruangan, ada seragam SMU nya Devyta yang berlumuran cairan putih kental di sana. “Udahan? Terus peju di badan kamu ini?” “Iya… terus kan kami istrihat. Devyta mandi sama Papa” “Mereka gak ikut mandiin kamu kan sayang?” “Gak Ma, gak boleh sama Papa. Tapi mereka bantu handukin Devyta” “Bantu handukin kamu?” “Iya… Mereka juga ambil foto-foto Devyta sambil handukin. Terus katanya mereka nafsu lagi, mereka bilang pengen ngentotin Devyta Ma, mereka pengen genjotin memek Devyta…” “Kamu bolehin!!??” “Nggak, Devyta maunya cuma sama Papa aja” “Oh…” bagus deh.
“Jadinya mereka ngocok deh Ma sambil pegang-pegang Devyta, gak apa kan Ma kalau cuma dipegang-pegang? Habisnya enak sih… hihihi” “Dasar kamu. Iya gak apa, terus mereka tumpahin ke badan kamu?” “Iya Ma… mereka tembakin peju mereka ke Devyta. Kotor lagi badan Devyta Ma, padahal Devyta baru mandi” ujar Devyta santai sambil membuka lebar tangannya, menunjukkan ceceran sperma yang mulai mengering di sekujur tubuhnya. Memang bukan bau sabun yang tercium dari tubuhnya, tapi bau peju yang pekat. “Masa kamu biarin aja sih Pa? Kalau Devyta nya diperkosa gimana coba?” tanyaku pada suamiku. “Aku juga gak mau Ma sebenarnya… Waktu itu aku sedang menerima telpon dari bos” jawab suamiku beralasan. “Jadi kamu cuma bisa ngelihatin anakmu dipejuin orang lain?” “Mau gimana lagi Ma, tidak mungkin aku menyela omongan Bos” ujar suamiku, tampaknya dia berkata jujur. “Ya sudah Pa, gimana lagi” “Tapi itu tandanya om om itu cinta sama Devyta kan Ma?” tanya Devyta polos.
“Iya… Om itu cinta sama kamu, hati-hati lho ntar kalau istri mereka tahu kamu bakal dimarahi, hihihi” ujarku, Devyta nya malah cekikikan sambil meletakkan telunjuk di bibirnya, tanda agar jangan memberi tahu mereka. Sungguh nakal dan menggemaskan tingkah putri kami ini. “Eh Ma… Tapi kontol om-om itu gede gede lho Ma, apalagi punya Om Rudi. Punya Papa aja kalah Ma… Devyta jadi ngebayangin kalau masuk ke memek Devyta gimana” kata Devyta kemudian. Aku terkejut bukan main mendengarnya, demikian juga suamiku. Devyta jadi keterusan!! Ku lihat raut wajah cemburu dari suamiku karena punyanya dibandingkan dengan punya bapak- bapak tetangga oleh putrinya sendiri. “Dasar kamu nakal, emangnya kamu mau memek kamu dimasuki kontol Om Rudi?” godaku yang sepertinya malah membuat suamiku makin cemburu. “Mmmh… Yang boleh masuk ke memek Devyta cuma punya Papa sih Ma, tapi…” “Tapi apa?” “Tapi kalau Papa kasih izin… Devyta gak nolak kok” katanya melirik nakal pada ayahnya. Makin terkejut aku dan suamiku mendengarnya.
Perkataannya sungguh bikin aku gemas. Polos dan lugu tapi ternyata putriku ini ‘nakal’ juga. Aku kini jadi ikut-ikutan tertarik membayangkan putriku disetubuhi oleh bapak tetangga itu. “Mama sih terserah Papa aja. Kalau Papa kasih izin Mama setuju aja kamu dimasukin kontol om-om tetangga kita itu” ujarku. Aku ingin tahu bagaimana respon suamiku. Devytapun benar- benar meminta izin pada ayahnya. “Gimana Pa? Boleh gak memek anak Papa dimasukin kontol Om Rudi? Papa rela gak?” tanyanya. Sungguh pertanyaan yang pastinya makin membuat perasaan suamiku tidak karuan. Suamiku tampak lama diam berpikir. Sepertinya dia juga penasaran!! Apa yang akan kau jawab mas? Apa kamu rela putrimu bersetubuh dengan orang lain? “Papa gak tahu, lihat nanti saja deh” cuma itu yang dikatakan suamiku. Diapun pergi ke kamarnya. Ya sudah, tapi kok Devyta nya… “Sayaaang!!! Kamu kok langsung tiduran gitu sih?” tanyaku pada Devyta karena dia seenaknya langsung tiduran di atas ranjang. Padahal ceceran sperma dibadannya masih belum dibersihkan.
“Ngantuk Ma… capeeeek” jawab Devyta santai. Aku paham dia pasti capek, tapi kan… “Iya Mama tahu, tapi bersihkan dulu dong badannya… Lihat tuh jadi kotor gitu spreinya” suruhku lagi, tapi dia tetap tidak menghiraukan. Tetap saja berbaring memeluk guling dengan nyamannya. Dasar Devyta… Apa dia tidak risih badannya lengket-lengket begitu? “Bandel banget sih… Ya sudah kamu tidur dulu bentar, tapi ntar jangan lupa bersih-bersih” kataku mengalah. Akupun membiarkan Devyta tertidur dengan badan masih berlumuran peju!! Bisa-bisanya putriku ini tidur dengan nyenyaknya dengan kondisi seperti itu, pemandangan yang sangat ganjil. Aku lalu keluar dari kamarnya yang penuh bau peju ini. Aku memutuskan untuk bermasturbasi sendiri sambil menonton rekaman persetubuhan putri dan suamiku barusan. Soalnya aku sudah horni dari tadi mendengar semua cerita mereka. ~~ Beberapa hari berlalu, tiap sore tetangga teman-teman suamiku ini selalu main ke rumah. Tentu saja aku tahu maksud tujuan kedatangan mereka yang sebenarnya. Namun mereka tidak berani berbuat macam-macam pada Devyta karena ada aku di rumah. Paling jauh mereka hanya punya kesempatan meraba Devyta sebentar saja.
….. “Sayang…” panggil suamiku pada Devyta hari itu. “Ya Pa?” “Papa mau bilang sesuatu sama kamu” “Hmm? Mau bilang apa Pa?” “Anu… tentang yang kamu bilang waktu itu” “Yang waktu itu yang mana sih Pa?” “Itu… Yang katanya kamu pengen cobain kontol Om Rudi” “Oh yang itu… Kenapa Pa? Papa pengen Devyta ngentot sama Om Rudi? Kapan Pa?” “…..” “Gimana Pa? Papa pengen lihat Devyta ngentot- ngentotan sama orang lain ya? Papa rela?” “Tidak!! Papa tidak rela. Papa tidak mau kamu disetubuhi sama orang lain!!” ujar suamiku. Aku tidak menyangka suamiku berkata demikian. Sesaat aku tadi berpikir kalau dia akan merelakan putrinya dientotin teman-temannya. Keraguannya lenyap, dia kini tampak benar- benar yakin kalau Devyta cuma miliknya. Ya... Menurutku memang lebih baik begitu, aku dan suamiku bukan germo yang mengobral anak gadis kami sendiri. Aku ingin hanya Papanya saja yang menyetubuhi Devyta. Hmm... Apa aku aja ya yang cobain punyanya Pak Rudi? Ups... apa sih yang ku pikirkan. “Papa cuma mau kamu milik Papa. Cuma Papa yang boleh ngentotin kamu” lanjutnya.
“….” “Pa…” panggil Devyta, dia terlihat tersenyum. “….Devyta juga gak rela kok” “Sayang…?” “Iya… Devyta juga gak rela kalau dientotin sama selain Papa. Devyta juga maunya cuma sama Papa aja. Papa cemburu ya waktu itu? Hihihi, maaf yah Pa…” “Tentu saja Papa cemburu sayang. Kamu itu milik Papa, masak Papa kasih ke orang” Senyum manis Devyta mengembang mendengar perkataan ayahnya ini. “Makasih Pa… Devyta jadi yakin kalau Papa benar- benar cinta sama Devyta.... sama kayak Devyta cinta sama Papa” “Jadi… jadi kamu sengaja ya bikin Papa cemburu?” “Iya Pa, maaf ya… hihihi” ujar Devyta sambil memeluk Papanya. “Dasar kamu memang nakal” Aku terpana melihat adegan ini. Sungguh manis. Sepertinya cinta suamiku terhadap putrinya jauh lebih besar dibandingkan cintanya padaku, tapi tidak masalah. Ini memang keinginanku. Ini memang obsesiku. Karena memang seharusnya seorang ayah adalah cinta pertama dan cinta sejati bagi anak gadisnya, bukan begitu? Mungkin inilah alasan kenapa ibu dan kakekku dulu bersetubuh. Karena mereka… saling mencintai. “Pa…” Panggil Devyta. “Ya sayang?’
“Berzinah lagi yuk…” pinta Devyta dengan senyum manis. “Kamu pengen Papa genjotin lagi?” “Iya Pa… sampai bunting kalau boleh” “Dasar kamu nakal, boleh kok” “Boleh kan Ma?” tanya Devyta padaku. Aku tersenyum mengangguk. Akupun meninggalkan mereka berduaan. Membiarkan mereka saling membagi cinta mereka. Kamipun pindah rumah dua minggu kemudian. Untung saja, kalau tidak, mungkin lama-lama Devyta benar akan disetubuhi oleh tetangga kami. Putri dan suamiku kini betul-betul menjadi kekasih sejati. Saling mencintai lebih dari sekedar ayah dan anak. Hubungan sedarah mereka tentu saja sangat tabu, tapi cinta dan nafsu mengalahkan segjokoya. Dan untuk apa- apa yang akan terjadi selanjutnya, biarlah waktu yang menjawab. Yang penting kami sama-sama mendapatkan kebahagian saat ini. Di luar akulah istri dari suamiku, tapi di dalam rumah Devytalah yang selalu melayani ayahnya. “Sayang…” panggilku pada putriku. “Ya Ma?” “Ini Mama baru beliin celana dalam lagi. Suruh Papamu pakein gih” kataku sambil menyerahkan bungkusan plastik berisi beberapa helai pakaian dalam. “Makasih Ma… Pa, lihat nih… baru lagi lho… Ih, ada empat helai Pa, lucu-lucu” kata Devyta menunjukkan bungkusan celana dalam itu pada Papanya. “Pa… Mandi bareng yuk Pa… Habis itu handukin Devyta” ujar Devyta manja. “Iya iya… Terus habis itu?” tanya suamiku. “Habis itu cobain celana dalam” “Terus, habis itu?” “Ngentot sama Papa sampai malam”
Ada sebuah pengalaman yang sangat membekas dalam ingatanku. Waktu kecil dulu aku pernah diam-diam melihat ibuku dientot oleh kakekku, ayah kandung ibuku sendiri. Aku tidak tahu apa yang membuat ibu dan kakek melakukan hubungan seperti itu, aku yang juga tidak tahu harus berbuat apa akhirnya memilih diam. Namun ternyata kejadian itu bukan hanya sekali, tapi berkali-kali. Kakekku dulu memang tinggal bersama dengan kami sehingga memungkinkan mereka berbuat seperti itu berulang-ulang di saat ayahku tidak di rumah. Kini saat sudah memiliki putri, aku sering membayangkan kalau suamiku bersetubuh dengan anak gadis kami. Membayangkan bagaimana suamiku menggenjot anak gadisnya sendiri sampai anak gadis kami ini hamil olehnya. Tentu saja itu merupakan khayjoko gila dari seorang ibu terhadap anak dan suaminya sendiri. Bagaimana bisa seorang ibu punya pikiran semacam itu!? Namun hal tersebut sangat membangkitkan gairahku. Bahkan aku sering bermasturbasi karena tidak tahan dengan khayjoko gilaku ini. Saat aku berhubungan badan dengan suamiku, aku juga menganggap kalau aku ini adalah Devyta, anak gadisnya. Hal itu membuatku orgasme lebih cepat. Selain itu, saat aku pergi ke pasar dan meninggalkan mereka berdua di rumah, aku juga sering membayangkan kalau mereka bersetubuh di belakangku selama aku pergi. Aku jadi berdebar-debar sendiri selama di pasar karena memikirkannya.
Seiring waktu, hanya dengan membayangkan tidak cukup lagi bagiku. Kini aku betul-betul berharap mereka berzinah, melakukan hubungan badan sedarah antara seorang ayah dan anak gadisnya. Akupun berusaha menciptakan situasi-situasi agar suami dan anakku menjadi tertarik satu sama lain. Aku sampai membelikan putriku pakaian-pakaian yang seksi, lalu mengajarinya cara berpakaian yang membuat lekuk tubuhnya tercetak. Tanktop dan celana pendekpun menjadi pakaiannya sehari-hari bila di rumah. Devyta tidak masalah dengan cara berpakaian yang ku ajarkan, malah dia sangat menyukainya. Sebenarnya sering suamiku memprotes cara berpakaian putri kami. Tapi tentu saja aku membela Devyta.
“Memangnya kenapa sih Pa? kan cuma di rumah saja. Lagian cuma Papa sendiri laki-laki di sini” ujarku. “Iya sih” “Kalau gitu ya gak apa-apa dong Pa…” “Tapi kan….. Ya sudah lah” kata suamiku akhirnya mengalah. Maka bebaslah Devyta berpakaian seperti itu di hadapan ayahnya. Mungkin kalau pria lain yang melihat keadaan putri kami, pria itu sudah pasti akan sangat bernafsu. Bagaimana tidak? Seorang gadis cantik yang sedang segar-segarnya tampil dengan pakaian yang menggemaskan dan membangkitkan birahi, yang mana ibunya sendiri yang mengajarkan cara berpakaiannya itu. Itupun sebenarnya cukup sering terjadi, karena teman-teman suamiku sering mampir ke rumah, begitupun bapak-bapak tetangga sebelah. Aku seorang ibu yang sedang mengajarkan putrinya menjadi seorang eksibisonis!!
“Wah, Devyta udah gede yah… cantik lagi” Itu yang selalu mereka katakan bila melihat putriku di rumah. Aku lihat mata mereka selalu melirik ke tubuh putri kami. Rasanya sungguh aneh saat anak gadisku dipelototin begitu, antara marah dan bangga karena putriku banyak yang menyukai. Dengan keadaan Devyta yang berpakaian seperti itu, aku jadi lebih sering meninggalkan suami dan putri kami berdua menonton tv, atau menyuruh suamiku membantu Devyta mengerjakan PR-nya di dalam kamarnya Devyta. Saat mereka berduaan, akupun diam-diam memperhatikan dari jauh. Aku ingin tahu apakah suamiku mencuri-curi pandang ke arah anaknya. Tapi ternyata tidak. Meskipun ada sesekali melirik ke anaknya, tapi yang ku lihat masih pandangan tanpa nafsu. Tidak lebih dari seorang ayah yang sedang membantu putrinya. Namun ini tidak membuatku menyerah. Malam ini kami sedang duduk bersama menonton acara televisi. Sebenarnya ini adalah keadaan dan suasana yang biasa, hanya pikiranku saja yang tidak beres. “Sayang, ayo sini mama pangku” kataku mulai melancarkan aksiku. Devyta saat itu masih tetap setia mengenakan tanktop dan celana pendek sepaha bila sedang di rumah. “Ihh… mama. Devyta kan udah gede. Masa masih dipangku!?” “Hihihi, udah gede apanya? udah gede apanya ayo…” kataku sambil menarik Devyta, memeluknya lalu mengangkatnya ke pangkuanku sambil ku gelitiki. “Hahaha… geli mah, ampun….” “Ininya yah yang udah gede?” tanyaku sambil menyentil buah dadanya yang hanya ditutupi tanktop. “Mama!! Geli…!!” Bercanda seperti inipun memang sudah sering kami lakukan. Saling menggelitik dan bermain- main saat bersama-sama duduk menonton tv. Tapi kini aku mempunyai tujuan lain, yaitu sengaja membuat suamiku jadi terangsang dan bernafsu pada anaknya sendiri. “Hihihi, Pa, lihat nih anakmu udah gede” ujarku memanggil Mas Joko. Kaki Devyta ku buat jadi membuka lebar saat itu. Aku ingin suamiku melihat betapa putrinya kini sudah menjadi seorang gadis yang cantik dan menggairahkan. Membuat suamiku jadi berpikiran kotor pada anak gadisnya sendiri. Mas Joko memang melirik ke arah kami, tapi dapat ku baca dari wajahnya kalau yang dimaksud ‘gede’ olehnya hanyalah umur putrinya yang sudah semakin bertambah, bukan ukuran-ukuran kewanitaan seperti buah dada, pinggul dan lekuk tubuh putrinya.
“Ayo sayang , minta pangku juga sama papa kamu sana” suruhku pada Devyta. “Pa… pangkuin Devyta dong…” minta Devyta manja. “Iya-iya sini” kata mas Joko sambil membiarkan Devyta duduk di pangkuannya. Mereka kini sama- sama menghadap ke arah tv. Suamiku tampak biasa-biasa saja, tidak terlihat tanda-tanda nafsu meskipun saat ini ada seorang gadis cantik yang sedang duduk di pangkuannya. Padahal aku berharap kalau suamiku ereksi, sehingga penis tegangnya akan mengganjal pantat anak gadis kami. “Duh, iya nih kamu sudah gede. Berat amat sekarang” ujar mas Joko sambil mengusap- ngusap rambut Devyta. “Biarin… week. Nih rasain!!” Devyta lalu mengangkat sedikit pinggulnya, lalu menurunkannya lagi tiba-tiba ke bawah. Seakan menunjukkan kalau dia memang sudah lebih berat sekarang karena semakin dewasa. Namun yang ada itu malah membuat penis suamiku tertekan pantat putrinya. “Duh, kamu ini” gerutu suamiku. Namun tetap membiarkan Devyta terus di pangkuannya. Devyta tampak nyaman sekali dipangku ayahnya, mereka begitu mesra. Merekapun terus menonton tv dengan posisi berduaan begitu, dan aku terus hanya memperhatikan. Semakin lama, ku lihat sesekali pantat putriku ini bergeser-geser kesana-kemari di pangkuan suamiku. Apa suamiku sedang ereksi? Sehingga membuat Devyta merasa tidak nyaman karena pantatnya terganjal? Kalau benar, apa putriku ini tahu kalau penis tegang ayahnyalah yang sedang mengganjal pantatnya saat ini? Oh tuhan… Aku jadi berdebar-debar memikirkannya. Aku lalu bangkit dari tempat dudukku. Aku ingin meninggalkan mereka berdua lagi kali ini. “Mau kemana ma?” tanya suamiku. “Mau ke kamar, sudah ngantuk” jawabku sekenanya, karena tujuanku sebenarnya hanyalah ingin membiarkan mereka berduaan. “Kamu mau tidur juga sayang?” tanyanya kini pada Devyta. “Belum ngaktuk Pa” jawab Devyta cuek sambil tetap asik menonton tv. “Ya sudah” Akupun masuk ke kamar dan membiarkan suami dan anakku berduaan di sana. Dari dalam kamar aku mencoba mengintip mereka, tapi tidak ada gerakan ataupun obrolan yang aneh- aneh meski posisi mereka tetap tidak berubah. Akupun memutuskan untuk berbaring di ranjang. Tapi tanpa sadar aku benar-benar tertidur!! Saat aku terbangun esok paginya dadaku begitu berdebar-debar. Entah apa yang sudah ku lewatkan tadi malam. Apa mereka melakukan sesuatu selagi aku tidur? Atau bahkan suamiku dan putri kami sudah bersenggama? Pikiran- pikiran itu terus melintas di kepalaku. Perasaanku semakin tidak karuan karena aku tidak mengetahui apa yang sebenarnya terjadi, meskipun belum tentu semua yang ku pikirkan tadi benar-benar terjadi. Tapi sensasi membayangkan kalau mereka bermain diam- diam dibelakangku ini sungguh mengaduk-aduk perasaanku, dan aku berharap mereka benar- benar telah melakukannya. ~~
Akupun melanjutkan terus aksiku. Ketika itu dengan nada bercanda aku menyuruh Mas Joko untuk memandikan Devyta, tapi tentu saja baik Devyta maupun suamiku menolaknya. “Gak mau ah, Devyta kan udah gede, masa dimandikan Papa” jawab Devyta. “Iya nih, mama ada-ada aja” kata suamiku ikut- ikutan. “Hihihi… Kalau mama yang mandikan Devyta, mau?” tanyaku lagi. “Gak mau juga!!” Namun akhirnya Devyta mau juga mandi denganku. Dia benar-benar sudah menjadi seorang gadis muda yang cantik. Tanda-tanda kewanitaannya benar-benar sedang tumbuh dengan baik. Pastinya akan membuat nafsu para lelaki bila melihat dia telanjang dan basah- basahan seperti sekarang ini. Aku ingin ayahnya juga melihatnya dengan pandangan nafsu. Waktu aku ingin menyabuni badan, ku temukan botol sabun sudah mau habis. Ini kesempatanku!! “Sayang, sabunnya habis nih. Kamu ambilin gih ke belakang” suruhku pada Devyta. “Kok Devyta sih ma?” “Iya dong, masa mama yang ambil. Sana” “Iyaa…” Devyta lalu melilitkan handuk ke tubuhnya, tapi ku cegah. Aku ingin memamerkan tubuh indah Devyta kepada ayahnya saat ini. Tanpa banyak tanya Devytapun menuruti. Aku memanfaatkan sifatnya yang masih polos dan belum mengerti betapa pentingnya menutupi bagian-bagian kewanitaaannya itu. Jadilah dia bertelanjang bulat dari kamar mandi ke dapur. Pintu kamar mandi ku buka sedikit agar aku dapat mendengar apa yang akan terjadi. Dari sini aku memang tidak bisa melihat apa yang terjadi, namun aku masih bisa mendengar dengan jelas. Ku dengar suamiku terkejut dan menegur Devyta kenapa keluyuran telanjang begitu di dalam rumah. Dijawab Devyta kalau ingin mengambil sabun. “Sabunnya dimana Pa? gak ketemu nih…” “Bentar papa ambilkan” Tidak terdengar suara sama sekali selama beberapa saat kemudian. Dadaku berdebar memikirkan suamiku sedang bersama putri kami yang bertelanjang bulat!! Pastinya jarak antara ayah dan anak itu sangat dekat. Aku tidak tahu apa suamiku terangsang saat ini. Namun yang pasti, akulah yang terangsang berat karena memikirkan hal tersebut. “Makasih Pa” “Iya, sana cepat ke kamar mandi. Nanti malah masuk angin lama-lama telanjang di luar” “Iya Pa” Tidak lama kemudian Devyta masuk kembali ke kamar mandi. “Mama lagi ngapaiiiin!??” “Eh, n-nggak lagi ngapa-ngapain” jawabku tergagap. Aku kedapatan olehnya sedang masturbasi menyemprotkan shower ke vaginaku!! Untung kemudian bisa ku jelaskan kalau aku sedang membersihkan bagian tersebut. Kamipun mandi seperti biasa selanjutnya. Handuk yang kami bawa saat itu cuma satu, jadi kami pakai berdua bergantian setelah selesai mandi. Tentu aku yang mengenakan handuk itu, sedangkan Devyta ku suruh bertelanjang menuju ke kamarnya. Sekali lagi ketelanjangannya di lihat oleh ayahnya. ~~
Malam harinya aku mengajak Devyta tidur bersama di kamar kami. Tentunya ini juga bagian dari rencanaku yang lain. Suamiku awalnya menolak karena harus berbagi ranjang dengan Devyta, mungkin karena anak perempuannya itu sudah besar. Tapi setelah ku bujuk terus akhirnya dia mau juga. “Kamu suka sayang kita tidur sama-sama kayak dulu lagi?” tanyaku pada Devyta. “Suka ma, udah lama nggak” Sebelum tidur kami menghabiskan waktu untuk ngobrol-ngobrol tentang sekolahnya, teman- temannya, rencana liburan, hadiah ulang tahunnya yang akan datang dan lain-lain. Posisi Devyta berada di tengah-tengah diapit oleh kami berdua. “Menurut kamu Papa orangnya gimana sayang?” tanyaku kini mencoba membahas tentang ayahnya. “Baik, gak pemarah” “Kamu sayang tidak sama Papa?” “Iya, Devyta sayang banget sama Papa” “Cuma sayang saja? Tidak cinta?” tanyaku lagi. “Iya, Devyta juga cinta Papa” jawab Devyta polos. Tentu saja cinta yang dimaksud Devyta bukanlah seperti perasaan cinta kepada kekasih, namun hanya perasaan cinta dari seorang anak kepada orangtuanya. “Tuh Pa, anak kamu saja cinta sama kamu, masa kamu enggak? hihihi” tanyaku kini pada mas Joko. Aku ingin tahu bagaimana responnya. “Ihh… Papa gak cinta yah sama Devyta?” rengek Devyta manja. “Ah, gara-gara kamu ini Ma. Iya sayaaang… Papa juga cinta kok sama kamu” ucap suamiku yang disambut tawa renyah Devyta. Mendengar hal ini membuatku semakin bersemangat. Ku dekati Devyta dan ku bisikkan sesuatu padanya. “Pa, kalau Papa cinta sama Devyta, cium Devyta dong Pa…” kata Devyta kemudian. Ia menuruti apa yang ku bisikkan padanya barusan. Mas Joko yang mendengar permintaan Devyta itu dibuat terkejut, diapun melotot kepadaku karena sudah mengatakan yang tidak-tidak pada putri kami. Aku hanya tertawa kecil saja. “Iya, sini sayang…” ucap Mas Joko mau juga akhirnya, “Cup” “Yang kanan juga Pa” pinta Devyta lagi. “Iya-iya” saat mencium pipi kanan, suamiku sedikit menghimpit Devyta karena putrinya itu berada di sisi kirinya. “Devyta juga cium dong Papanya” suruhku lagi, Devyta pun melakukannya. Dia kini gantian menciumi pipi Papanya. Darahku berdesir melihat pemandangan cium-ciuman ini. Adegan cium-ciuman antara ayah dan putrinya. Walau sebenarnya hal ini tidak asing, namun baru kali ini mereka saling mencium berkali-kali, bahkan melakukannya di atas ranjang. Saat putri kami sudah tidur, akupun melanjutkan aksiku untuk merangsang suamiku. Aku bermasturbasi di sebelah Devyta. Suamiku tentunya terkejut melihat aksiku karena ada Devyta di dekat kami, aku senyum-senyum saja. Ku katakan kalau aku sedang kepengen. Tentu saja suamiku menolaknya, mana mungkin kami ngentot saat Devyta ada di tengah-tengah kami. Akhirnya aku setuju untuk hanya saling bermasturbasi. Dia memainkan vaginaku dan aku mengocok penisnya. Saat mengocoknya, sering aku menyentuhkan penisnya ke paha putri kami. Tentunya aku pura-pura tidak sengaja saat melakukannya. “Ma… hati-hati dong…” “Kenapa Pa? geli yah kena paha Devyta? Hihihi” “Bukan gitu… Nanti kalau dia bangun gimana coba?” “Iya deh… sorry” kataku sambil tersenyum. Ku lanjutkan terus kocokanku sampai akhirnya dia muncrat, tapi sengaja ku arahkan ke selangakangan putri kami. Jadilah celana pendek serta paha Devyta berceceran sperma ayah kandungnya. “Duh Ma… kena Devyta nih… Makanya aku bilang hati-hati!!” ujar suamiku berbisik keras. “Wah… Gak sengaja Pa. Papa yang bersihkan yah, aku mau ke wc dulu” “Lho? Kok aku sih ma yang ngebersihin?” tanya suamiku jengkel, namun aku terus saja memalingkan tubuhku berjjoko ke wc. Saat aku sudah keluar dari kamar, aku mengintip apa yang akan dilakukan suamiku. Dia tampak kerepotan membersihkan ceceran spermanya yang ada di sekitar selangkangan anak gadisnya. Sayangnya dia hanya sekedar membersihkan, tidak berperilaku aneh. ~~
Malam itu baru permulaan, karena setelah itu semakin sering ku ajak Devyta tidur bareng dengan kami. Devyta sepertinya amat senang bisa tidur bersama-sama dan sepertinya dia ketagihan, dia bahkan tidak mau lagi tidur di kamarnya. Bagiku ini pertanda bagus untuk mewujudkan khayjokoku. Sama seperti malam itu, aku dan suamiku juga terus saling membantu bermasturbasi walau ada Devyta di tengah-tengah kami. Sehingga makin seringlah Devyta terkena semprotan peju ayahnya karena selalu sengaja ku tembakkan ke arah selangkangannya. Kadang tidak hanya paha dan celana pendeknya saja yang kena, namun juga tangan dan bajunya. Bahkan pernah suamiku menyemprot sangat kencang hingga ada yang mengenai wajah putri kami. Dan lagi-lagi, suamikulah yang ku suruh membersihkan ceceran spermanya itu. Mas Joko sepertinya sudah tidak keberatan lagi dengan kehadiran Devyta di tempat tidur. Spermanya yang berceceran di tubuh putrinya tidak menjadi masalah lagi baginya. Entah ada hubungannya atau tidak. Suamiku jadi lebih sering meminta ML. Apa ini sebagai pelampiasan nafsunya yang tak tersalurkan pada putrinya? Aku harap iya. Tentunya dia memintanya saat siang hari karena kalau malam ada Devyta di tempat tidur kami. Walaupun sering aku mencoba mengajaknya ngentot setelah putri kami tidur, namun dia tetap menolaknya. Sering saat kami ngeseks di kamar waktu siang hari, pintu kamar ku buat agak terbuka. Padahal ada Devyta di rumah saat itu. Ya… aku sengaja membukanya sedikit dan berharap putri kami melihat apa yang sedang ku buat dengan ayahnya. Dan itu benar terjadi!! Sering aku melihat kalau putriku sedang mengintip kami bersenggama. Aku penasaran apa yang ada dipikiran putri kami saat itu. Aku kini berpikir untuk tidak memberi jatah lagi pada suamiku. Saat suamiku kepengen, akupun menolaknya dengan berbagai macam alasan seperti sedang capek, sibuk dan sebagainya. Namun malamnya aku tetap membantu mengocok penisnya di samping anakku seperti biasa. Karena memang ini tujuanku, aku tidak ingin melayani suamiku agar malamnya dia melampiaskan nafsunya di samping putri kami. “Ma, kita ML yuk…” pinta suamiku malam itu, akhirnya kini dia meminta ngeseks walau ada Devyta yang sedang tidur di antara kami. Tapi aku sudah punya rencana lain. Aku tetap tidak akan memberinya jatah lagi. “Capek Pa…” jawabku pura-pura lemas. “Ayo lah Ma… Papa lagi kepengen nih…” “Mama kocokin aja yah…” tawarku. “Ya sudah Ma” Dia lalu bangkit dan berlutut, sedangkan aku masih tetap berbaring sambil mengocok penisnya. Namun posisi Devyta masih ada di antara kami. “Devyta cantik yah Pa?” tanyaku memancing sambil tetap mengocok penis suamiku. “Iya, sama kayak mamanya” aku tersenyum. “Anak gadis Papa ini udah makin gede aja… lihat nih kulit putihnya lembut, mulus dan licin” ujarku sambil menampar-nampar penis suamiku ke tangan anak kami. Suamiku hanya diam saja!! biasanya dia pasti protes!! namun kali ini tidak berkata apa-apa!! “Enak yah Pa?” tanyaku. Tentu saja yang ku maksud enak atau tidak waktu penisnya bersentuhan dengan kulit putri kami. “Ngghh… Enak ma…” “Geser dikit Pa, biar lebih enak mama ngocokinnya” pintaku. Diapun menggeser tubuhnya ke atas sehingga kini penis tegangnya tepat mengarah ke wajah Devyta. Posisinya seperti akan men-cumshoot putri kami !! Ku melirik ke arah suamiku, dia ternyata memang sedang menatap wajah putri kami sambil penisnya tetap ku kocok. Aku harap dia memang sedang berpikiran kotor terhadap Devyta. Setelah sekian lama ku kocok, akhirnya dia muncrat juga. Anehnya dia tidak berusaha mengarahkan muncratannya ke tempat lain. Jadilah wajah putri kami berlumuran sperma kental suamiku. Pemandangan ini membuatku bergidik. Devyta yang sedang tidur baru saja disemprotin peju, dan pelakunya adalah ayah kandungnya!! Sungguh banyak, kental dan menggumpal di wajah cantiknya. “Ihh.. Pa, kok muncratnya ke wajah Devyta sih? banyak banget lagi… udah gak tahan yah?” godaku. “I-iya Ma… kocokan mama enak banget” jawabnya. Kocokanku yang enak atau kamu yang nafsu sama putrimu? Sampai-sampai muka putrimu sendiri dipejuin gitu, ujarku dalam hati. Tampak Devyta sedikit menggeliatkan badannya, mungkin tidurnya terganggu karena ada sesuatu yang mengenai mukanya. “Cup cup cup… Devyta sayang… tidur… tidur…” kataku berbisik sambil mengusap-ngusap bahunya agar dia tertidur lagi. “Tuh Papa… untung Devytanya gak kebangun. Ya sudah, mama tidur duluan yah Pa. Gak pengen nambah lagi kan ngepejuin muka Devyta nya?” kataku menggoda suamiku. “Apaan sih kamu ma? Aku kan gak sengaja nyemprot di muka Devyta” katanya beralasan. “Ya sudah, buruan bersihin gih, ntar dia beneran bangun. Kan gak lucu pas dia bangun nemuin peju di mukanya, peju papanya pula, hihihi” Baru saja ku berbicara begitu, Devyta kembali menggeliat. Tangan Devyta tampak mengusap wajahnya sendiri. Mungkin dia berpikir kalau ada nyamuk di wajahnya, padahal itu sperma ayah kandungnya. “Cup cup cup… tidur sayang….” Kataku lagi buru-buru mengusap bahu Devyta biar dia lelap lagi. “Kalau gak bobo ntar kena pejuin Papa lagi lho… hihihi” kataku lagi. “Ma!! Kamu ini, masa ngomongnya begitu!!” katanya, aku hanya senyum-senyum saja, lalu merebahkan badanku pura-pura tidur, membiarkan suamiku sibuk membersihkan ceceran peju di wajah putrinya itu. ~~
“Ma… kocokin lagi dong…” Malam esoknya juga demikan, dia meminta untuk dikocokin lagi olehku setelah aku tidak menyetujui menerima ajakan ngentotnya. Tapi kali ini aku tidak ingin membantunya. Aku ingin tahu apa yang akan dilakukan olehnya bila tidak ku bantu menuntaskan nafsunya itu. Aku berharap dia khilaf karena tidak tahan menahan nafsu hingga mencabuli putri kandungnya sendiri. “Mama ngantuk banget pa, badan mama rasanya juga gak enak. Papa ngocok sendiri aja yah…” “Yah… Kok gitu sih Ma?” Aku tidak menjawab dan berpura-pura tidur setelahnya. Posisi tidurku menghadap ke arah suami dan putri kami. Dengan sedikit membuka kelopak mata, akupun mengintip bagaimana suamiku menuntaskan nafsunya. Akhirnya dia tetap juga mengocok penisnya di sana, di samping Devyta. Entah dia sengaja atau tidak, dia sangat sering menempelkan penisnya ke paha putri kami. Dan astaga!! dia lalu bangkit dan menempelkan tubuhnya ke Devyta, membuat batang penisnya jadi terselip di antara kedua paha anak gadis kami ini. Dia tampak ragu apa yang akan dilakukannya selanjutnya, diapun melirik ke arahku berkali-kali. Sepertinya ingin memastikan kalu aku sudah tertidur. Suamiku melanjutkan aksinya lagi, sepertinya nafsunya yang sudah diubun-ubun tidak memikirkan lagi kalau gadis muda yang sedang ditindihnya itu adalah anak kandungnya sendiri. Aku memang tidak bisa melihat dengan jelas, tapi dia tampak sedang menggesek-gesekkan penisnya keluar masuk di sela-sela paha Devyta. “Nggggghh… Devytaaa” erang suamiku sambil menyebut nama putri kami!! Tidak lama kemudian tubuh suamiku mengejang. Dia klimaks!! Suamiku menumpahkan lagi pejunya ke tubuh putrinya, ke sekitaran selangkangan Devyta. Bedanya kali ini bukan aku yang mengarahkannya, namun dia sendiri yang melakukannya dengan sengaja!! Jantungku berdegub kencang. Oh tuhan… ini hampir mewujudkan khayjokoku. Sedikit lagi… tinggal sedikit lagi… lalu mereka akan bersetubuh. Sebuah persetubuhan sedarah antara seorang ayah dan anak gadisnya. Antara suami dan putriku. ***
Sejak kejadian malam itu, aku terus berpura- pura malas untuk melayani suamiku. Sehingga membuat suamiku akan terus mengulangi perbuatannya mengocok sebelum tidur di samping Devyta, hingga akhirnya memuncratkan spermanya dengan sengaja ke arah putrinya ini. Baik paha, tangan maupun wajah Devyta selalu menjadi sasaran tembak sperma ayah kandungnya. Melihat putri kami terkena ceceran sperma ayahnya betul-betul membuatku horni.
Aku juga makin sering mandi bersama Devyta saat ada ayahnya di rumah. Tentu saja setelah itu Devyta ku suruh ke kamarnya dengan bertelanjang bulat. Suamiku yang sudah hampir dua minggu tidak ku layani, ku cekoki dengan pemandangan bugil putri kandungnya sesering mungkin. “Teruslah lihat tubuh putrimu ini suamiku sayang, membuatmu nafsu bukan?” Entah mungkin karena jarang ku layani, suamiku kini kelihatan jadi lebih sering memanjakan putrinya. Devyta juga sepertinya semakin nempel pada suamiku. Ia sekarang jadi lebih banyak menghabiskan waktu dengan ayahnya dibanding denganku. Bahkan saat ada teman-teman ayahnya, Devyta tetap saja berpangku-pangku dan bermanjaan pada ayahnya. Tentunya merupakan pemandangan yang ganjil bagi mereka melihat gadis muda cantik dengan pakaian minim bergelayutan manja di pangkuan pria dewasa, meskipun itu adalah ayahnya sendri. Siang dimanjain, malamnya Devyta dipejuin. Begitu terus setiap hari.
“Pa, tadi malam onani lagi?” “Iya mah, mama sih gak mau bantuin” “Mama kan beneran capek Pa… Terus peju papa gimana? Kena Devyta lagi dong?” “Ya gak sengaja kena Devyta nya…” jawabnya berbohong, padahal jelas-jelas yang ku lihat dia sengaja menyemprotkannya ke tubuh putrinya. “Soalnya Devyta suka ngeluh tuh ke aku, katanya badannya sering terasa lengket waktu bangun” “Oh… gitu yah Ma, maaf deh. Papa bakal hati- hati” jawabnya. Dia mengatakan akan hati-hati? Seharusnya dia tidak onani lagi dan memaksaku untuk melayaninya, tapi ternyata tidak. Berarti dia memang ingin terus mengulangi perbuatannya untuk terus mengocok di samping putri kami. Benar saja, dia tetap terus mengulanginya. Meskipun dia berkata akan hati-hati tapi dia tetap sengaja menumpahkan pejunya ke tubuh Devyta. Aku yakin kalau suamiku sudah tertarik pada putri kandungnya sendiri.
Hingga akhirnya malam itu yang suamiku takuti terjadi juga. Devyta terbangun sesaat setelah wajahnya disemprotin peju. “Nghhh… Paaaaaaaaa!!! Apaan sih iniiiih???” teriak Devyta kencang. Suamiku langsung terdiam tidak tahu harus berkata dan berbuat apa. Aku juga pura-pura terbangun. “M-maaf sayang… i-itu…” “Ihh.. kok Devyta dikencingin siiiiiih?” Devyta terlihat seperti ingin menangis saat itu. Diapun langsung berlari menuju ke kamar mandi yang ada di dalam kamar untuk mencuci muka. Saat kembali, wajahnya terlihat ngambek, dia sepertinya marah. Diapun keluar kamar untuk tidur di kamarnya. Baik aku dan suamiku sama- sama terdiam. “Tuh kan Pa… makanya ku bilang hati-hati” kataku akhirnya dengan nada serius pada suamiku, padahal hatiku sangat senang karena akhirnya Devyta mengetahui perbuatan Papanya. Aku penasaran apa yang akan terjadi setelah ini. ~~
Besoknya, dari pagi sampai Devyta pulang sekolah dia tetap saja diam. Akupun menyuruh suamiku ke kamar putri kami untuk membujuknya agak tidak ngambek lagi. “Mama gak ikutan bujuk? Masa cuma papa sendiri?” “Mama lagi masak Pa… papa aja deh. Lagian itu kan salah kamu Pa” tolakku. Tentunya itu hanyalah alasanku agar mereka kembali berduaan, sekaligus aku ingin tahu bagaimana suamiku mengatasi masalah ini. Setelah beberapa menit mereka di dalam, akupun memutuskan untuk menguping apa yang sedang mereka bicarakan. “……..” “……I-tu... itu bukan pipis sayang” terdengar suara suamiku. Sepertinya Devyta masih mengira kalau cairan itu adalah pipis ayahnya. “Bukan pipis? Terus?” “Itu peju, beda sama pipis” jelas suamiku. “Pejuh? Tapi sama aja kan Pa, masa muka Devyta dipe… dipejuhin sih?” tanya Devyta polos. “M-maaf sayang. Soalnya papa lagi nafsu waktu itu” “Nafsu?” “Iya.. nafsu. Papa tertarik sama kamu” “Tertarik sama aku? Maksudnya Papa suka sama Devyta?” “Iya, karena papa suka dan cinta kamu” “Gitu yah Pa? Jadi karena Papa nafsu sama Devyta, terus papa buang pejuh ke Devyta?” tanya Devyta berusaha menyimpulkan. “I-iya sayang… maaf yah” “Gak apa kok Pa… kalau memang gitu Papa boleh kok nafsu terus sama Devyta” ujar Devyta santai. Tampaknya dia salah menyimpulkan penjelasan Papanya. “Hah? I-iya, makasih sayang” “Iya, sama-sama. Emang apa yang bikin Papa nafsu sama Devyta? Jujur!” tanya Devyta. “I-tu… soalnya kamu cantik, terus badan kamu, terus pakaian kamu itu… Papa suka banget, bikin Papa nafsu” jelas suamiku kesusahan menjawab pertanyaan anaknya. Devyta tertawa renyah mendengar jawaban Papanya karena menganggapnya pujian.
“Hihihi, makasih Pa. Berarti sekarang Papa nafsu dong sama Devyta?” tanya Devyta sambil tersenyum manis. Saat itu dia memang mengenakan tanktop ketat dan celana pendek sepaha seperti biasa. “I-iya sayang… Papa nafsu lihat kamu” “Hmm… kalau gitu Papa boleh kok kalau mau buang pejunya ke Devyta lagi, Devyta gak bakal marah” ujar putri kami. Darahku berdesir mendengarnya. Aku tidak menyangka kalau Devyta akan berkata seperti itu. Memperbolehkan ayah kandungnya muncratin peju ke dia lagi!! “K-kamu serius sayang?” terdengar suamiku juga terkejut mendengar perkataan anaknya. “Iya… disiramin pejuh Papa lagi. Itu tanda suka dan cinta dari Papa kan? Sekarang boleh kok kalau Papa mau” “Tapi… itu kan…” Suamiku tampaknya bingung dengan apa yang harus dia lakukan. “Apa yang akan kau jawab suamiku? Anak gadismu meminta spermamu di tubuhnya. Itu yang kamu mau bukan? Kau ketagihan ngepejuin anak gadismu sendiri bukan?” kataku dalam hati. Dadaku sungguh berdebar-debar menanti jawaban suamiku. “Kenapa Pa?” “Baiklah kalau begitu, tapi jangan sekarang, nanti ketahuan Mama” jawab Mas Joko. Suamiku menyetujuinya!! “Emang Mama gak boleh tahu Pa?” “Iya, kamu jangan kasih tahu mama yah… jangan kasih tahu mama apa yang baru kita bicarakan. Bilang saja kalau kamu udah maafin Papa” “Oh… ya udah. Ini bakal jadi rahasia kecil kita berdua. Devyta bakal rahasiakan kalau Papa nafsu sama Devyta, gitu Pa? Oke?” “Oke sayang... kamu memang pintar” Ini sungguh situasi yang aneh. Mereka merahasiakan hal itu padaku, padahal akulah yang membuat mereka menjadi seperti sekarang ini. “Terus kapan Papa mau buang peju ke Devyta lagi?” tanya Devyta kemudian. “Kamu nanti malam tidur sama Papa Mama lagi kan?” “Hmm… Iya Pa..” “Kalau gitu nanti malam Papa bakal pejuin kamu lagi seperti biasa. Boleh kan sayang?” “Ihhh…. Jadi tiap malam Devyta kena semprot pejuh Papa terus !??” Devyta balik bertanya. “Iya sayang, Maaf yah.. hehe” “Ohh.. pantesan badan Devyta lengket terus waktu bangun. Ya udah, nanti malam yah Pa. Gak usah diam-diam lagi, Devyta mau kok bantuin”
Sepertinya sudah cukup apa yang ku dengar. Aku segera kembali ke dapur dan pura-pura tidak mendengar apa yang terjadi barusan. Sensasi ini sungguh luar biasa. Obsesiku semakin mendekati kenyataan. Aku tidak sabar menunggu malam tiba. Malamnya Devyta tidur lagi bersama kami. Suamikupun lagi-lagi meminta agar aku mau melayaninya, setidaknya membantu mengocok penisnya. Tapi aku yakin itu hanya pura-pura saja. Begitupun dengan diriku yang masih pura- pura malas melayaninya serta bertingkah seakan tidak mengetahui apa yang akan terjadi. Setelah aku pura-pura terlelap merekapun memulai aksinya. Sesekali ku buka sedikit mataku agar bisa melihat apa yang mereka lakukan. Suamiku tampak membangunkan Devyta yang sudah beneran tertidur. “Sayang, bangun…” suamiku berbisik membangunkan putrinya. “Nggmmhh… Papa mau pejuin Devyta sekarang?” “Ssssst… pelanin suaranya sayang!! ntar mama bangun” “Ups, Papa mau pejuin Devyta sekarang?” tanya Devyta lagi dengan berbisik pelan. “Iya, Papa mau ngepejuin anak gadis Papa sekarang, boleh kan sayang?” “Boleh banget kok…” Suamiku lalu tampak membuka celana tidurnya. Kemudian kembali tiduran di samping putri kami. “Kocokin sayang” suruh suamiku. “Gimana caranya Pa?” “Gini…” Aku tidak dapat melihat dengan jelas, tapi ku yakin Devyta sedang mengocok penis ayahnya saat ini. “Kamu memang pintar sayang” “Hihi.. Makasih Pa… masih lama Pa keluar pejunya?” “Bentar lagi kok, kamu mau papa keluarin dimana?” “Terserah Papa aja, dimana yang papa suka” jawab Devyta sambil tersenyum manis. Beberapa saat kemudian suamiku bangkit dan berlutut di samping putri kami. Dia tampaknya akan menembakkan pejunya ke wajah Devyta lagi!! “Sayang.. Papa mau keluarin peju nih…” “Iya Pah.. tumpahin aja” “Crooot.. crooot” sperma suamiku dimuncratkan
lagi ke wajah anak gadisnya itu. Bedanya kali ini putri kami sadar dan melihat langsung bagaimana penis ayahnya menembakkan sperma kental di wajah cantiknya!! Pemandangan yang sungguh membuatku blingsatan. Jantungku berdetak sangat kencang. “Ih.. Pa, banyak banget. Geli, bau…” “Maaf sayang…” “Hihihi… Gak apa kok Pa, pasti karena Papa nafsu banget kan sama Devyta?” “Iya.. Papa nafsu banget. Sini biar Papa bersihin mukanya” Suamiku lalu mengambil tisu dan membersihkan wajah anaknya. “Cuma sekali aja Pa?” tanya Devyta sambil membiarkan wajahnya dibersihkan Papanya. “Kenapa? kamu masih mau Papa pejuin lagi? nakal yah…” “Hehe, Mau aja kok…” “Sudah, besok malam lagi. Ntar mama kamu bangun” “Iya yah… ntar mama tahu rahasia kita lagi. Hmm… Papa suka pejuin muka mama juga?” tanya Devyta polos. “Pernah sih...” “Enakan mana dari pejuin muka Devyta?” “Enakan pejuin muka kamu dong... soalnya kamu anak gadis Papa yang paling cantik” “Emang cantikan mana, mama atau anak papa ini? Jujur lho…” “Lebih cantik kamu…” “Terus, nafsuin mana? Papa lebih nafsu sama siapa?” “Nafsuin kamuuuu… anak papa sayaaaang” “Hihihi, makasih Pa” “Iya, sudah sana tidur. Besok kamu sekolah” “Oke Pa… Malam…” Hatiku serasa diaduk-aduk!! Devyta mungkin memang polos bertanya seperti itu pada ayahnya, sedangkan ayahnya mungkin saja menjawabnya sesuai keinginan Devyta. Tapi aku merasakan cemburu yang luar biasa dibanding- bandingkan dengan putriku sendiri seperti itu, namun memang ini yang aku inginkan. ~~ Setelah malam itu, merekapun terus mengulangi perbuatan tersebut. Putri kami selalu jadi pelampiasan nafsu suamiku. Tiap malam Devyta pasti selalu disemprot peju ayah kandungnya. Pakaian, tangan, paha, dan mukanya ia relakan sebagai sasaran muncratan peju ayahnya. Bahkan sekarang mereka sudah berani diam-diam melakukannya di siang hari. Awalnya aku tidak tahu, namun waktu itu aku mendapati suamiku sedang dicoliin putrinya di kamar Devyta. Parahnya waktu itu Devyta sedang telanjang bulat karena baru selesai mandi. Jadilah tubuh telanjangnya yang masih basah itu terkena muncratan peju ayahnya, padahal dia baru saja mandi.
Pernah juga waktu itu aku tidak sengaja melihat mereka melakukannya saat Devyta baru pulang sekolah. Devyta mengocok penis ayahnya sambil masih mengenakan seragam SMU, pemandangan yang sangat menggairahkan. “Duh, sayang… kamu cantik banget pake seragam gini” “Hihihi… kenapa Pa? Papa mau pejuin seragam Devyta juga? Boleh kok…” “Terus besok kamu pakai apa?” “Besok kan udah kering Pa” “Tapi apa nggak bau sayang?” “Gak apa kok… jadi pejuin aja kalau Papa memang mau...” Setelah sekian lama mengocok penis ayahnya, suamikupun akhirnya muncrat. Pejunya menyemprot bertubi-tubi ke arah seragam putrinya. Baik kemeja putih maupun rok biru itu terkena ceceran sperma ayah kandungnya!! Dan Devyta menerima dengan senang hati seragam sekolahnya dibuat kotor begitu. “Udah Pa? lihat nih seragam Devyta jadi kotor gini… Suka Pa?” “Iya… makasih sayang… sana cepat ganti baju. Ntar ketahuan sama mama kamu” “Oce Pa, hmm… Pa” “Ya sayang?” “Nanti Mama katanya mau pergi ke pasar. Kalau ntar papa mau pejuin Devyta lagi boleh kok, Papa mau Devyta pakai seragam apa? Mau pejuin seragam pramuka Devyta juga? boleh kok… hihihi” “Wah… boleh juga tuh sayang…” “Ya udah, kita tunggu Mama pergi ya Pa…” ujar Devyta. Mereka berencana berbuat mesum lagi nanti ketika aku pergi!! Benar saja, saat aku kembali aku memang menemukan ceceran sperma pada seragam pramuka putri kami. Perbuatan mereka semakin hari semakin menjadi-jadi. Aku juga semakin sering meninggalkan mereka berdua dengan berbagai alasan seperti pergi ke pasar. Sensasinya sungguh aneh. Cemburu, tapi juga membuatku birahi. Suami dan putri kami tentunya sedang berbuat mesum selama aku tidak di rumah. Tidak jarang bila ku pulang, aku mendapati ceceran peju baik di ruang tamu, di atas tempat tidur Devyta, bahkan di meja makan. Entah bagaimana caranya sperma ini bisa ada di atas meja makan. Aku jadi horni memikirkan mereka yang berbuat cabul di sembarang tempat begini. Pernah juga aku melihat ada secuil peju di rambut Devyta yang sepertinya luput saat dibersihkan, Aku pikir hanya itu, tapi ternyata juga ada noda yang sama di sela bibirnya!! Astaga!! Apa suamiku tadi menembakkan spermanya ke dalam mulut putri kami? Sepertinya memang iya karena nafas Devyta bau peju. Aku pura-pura saja tidak tahu, bahkan membantu membersihkan noda itu dari sela birbinya.
“Kalau makan yang benar dong sayang… masa belepotan gitu” ujarku sambil tertawa. Devyta juga ikutan tertawa. “Hihihi, Habis Papa sih ma… Ups!!” “Papa? Papa kenapa sayang?” tanyaku. “Eh, Itu… tadi Papa ngasih Devyta es krim” jawabnya berbohong. Aku hanya tersenyum mendengar jawaban bohongnya sambil mengusap lembut kepjokoya. “Kamu suka dikasih es krim sama Papa?” “Suka banget…” “Pasti enak banget yah es krim nya?” “Enak banget mah… Devyta jadi kepengen lagi” “Kalau gitu minta aja lagi sama Papa” “Boleh yah Ma?” “Ya boleh dong… kamu minta yang sering yah es krimnya, minta yang banyak” “Iya ma… ntar Devyta minta lagi es krim yang banyak sama Papa, hihihi” Sebuah tanya jawab yang aneh karena kami saling menyembunyikan sesuatu. Aku tentu tahu apa yang dimaksudnya dengan es krim itu adalah sperma kental ayahnya. Ternyata suamiku memang sudah mulai ngepejuin mulut putrinya sendiri. Dadaku berdebar sangat kencang melihat pemandangan itu. Devyta yang tidur terlentang di sampingku, dikangkangi suamiku lalu ditembakkan sperma kental ayahnya ke mulutnya. Devyta menerima sperma ayahnya dengan senang hati, bahkan astaga!! Dia menelannya!! “Enak es krim papa sayang?” “Agak bau sih, tapi enak kok.. Devyta telan semua yah Pa?” “Iya sayang…” “Eh Pa, Mama tadi bilang agar Devyta minta es krim yang banyak sama Papa lho…” kata Devyta polos. “Mama kamu bilang gitu?” “Iya…” “Kalau gitu Papa turutin deh… Ntar kamu bilang ke Mama yah kalau Papa bakal kasih kamu es krim tiap hari” “Sip Pa… hihihi” Darahku berdesir mendengar obrolan mereka ini. Devyta akan selalu dipejuin ayahnya!! Esoknya Devyta bahkan benar-benar mengatakan kalau Papa setuju untuk ngasih dia es krim tiap hari. Aku tersenyum saja padanya seakan tidak tahu apa es krim yang mereka maksud sebenarnya. Putri kami betul-betul jadi tempat pembuangan peju ayahnya setelah itu. Tidak hanya di pakaian atau badan Devyta, namun sekarang di dalam mulutnya. Devyta jadi selalu berbau peju bila di rumah.
Tapi semua itu belum cukup bagiku. Obsesiku untuk melihat suami dan anakku bersetubuh masih belum kesampaian. Mereka belum melakukan perzinahan yang sesungguhnya. Aku ingin suamiku ngentotin putri kami. Aku ingin suamiku menyemprotkan pejunya tidak hanya di dalam mulut Devyta, tapi juga di dalam rahimnya hingga membuat putri kami ini hamil. Namun sepertinya suamiku masih belum punya niat untuk benar-benar melakukan itu. Padahal sudah hampir dua bulan aku tidak memberi jatah pada suamiku. Aku yakin suamiku sudah merindukan yang namanya bersenggama. Atau… apa mereka sudah pernah melakukannya? Sore ini aku kembali meninggalkan mereka berdua nonton tv dan mengintip mereka dari jauh. Mereka duduk berpangku-pangkuan. Aku pikir mereka hanya akan sekedar duduk mesra berduaan saja seperti biasa, tapi astaga!! Ku lihat suamiku mengeluarkan penisnya, setelah itu suamiku juga menyelipkan penisnya ke balik rok pendek Devyta. “Papa ngapain? Kok burungnya dikeluarin sih Pa?” tanya Devyta berbisik. “Gak ngapa-ngapain kok... Gak boleh sayang?” “Iya, boleh kok. Tapi ngeganjal nih…” Devyta lalu membiarkan ayahnya menggesek- gesekkan penisnya ke selangkangannya. Sepertinya Devyta juga sangat menikmatinya, ia bahkan ikut memaju-mundurkan pinggulnya seirama goyangan pinggul ayahnya. “Devyta, udah mau malam, buruan mandi gih…” kataku tiba-tiba muncul di hadapan mereka. Ayah dan anak itu tentu saja terkejut bukan main karena kedatanganku. Terlebih suamiku karena penisnya ada di balik rok Devyta saat ini. Namun aku pura-pura tidak mengetahuinya. “Iya ma… bentar lagi” jawab Devyta yang lebih terlihat santai. “Kenapa bentar lagi sih? buruan dong... manja banget sama Papa kamu. Atau kamu mau mandi bareng sama Papa? Pa, mandiin anakmu gih…” suruhku pada suamiku. Setahuku mereka belum pernah sama-sama telanjang bulat, jadi ini kesempatanku untuk lebih mendekatkan mereka. “Mandiin Devyta mah?” tanya suamiku. “Iya, kamu mau kan Devyta dimandiin Papamu?” “Nghhh…. Mau deh Ma” jawab Devyta tidak lagi menolak. “Tuh Pa, dia mau tuh. Buruan gih, ntar keburu malam. Devyta, ajak papa kamu mandi bareng dong…” suruhku pada Devyta. “Pa, mandi bareng yuk… Kan udah lama Devyta gak mandi bareng Papa” pinta Devyta manja. Suamiku tidak langsung menjawab. Mungkin dia ragu. “I-iya deh” setuju suamiku akhirnya. Merekapun setuju untuk mandi bersama. Setelah aku meninggalkan mereka lagi, Devyta lalu bangkit dan berjjoko ke kamar mandi kemudian disusul ayahnya. Aku sangat bersemangat menantikan mereka bakal sama- sama telanjang di dalam ruangan yang sempit. Aku harap suamiku jadi terangsang berat di dalam sana.
“Pa, mandiin Devyta yang bersih yah…” teriakku pada suamiku dari balik pintu kamar mandi. “Iya ma” “Devyta, kamu jangan nakal di dalam. Ntar gak dikasih es krim lagi lho” kataku kini pada Devyta. “Paling Papa yang nakal ma, hihihi” jawab Devyta sambil tertawa. Terdengar suara air tidak lama kemudian. Sepertinya mereka sudah mulai saling membilas dan menyabuni badan satu sama lain. Aku berusaha mencuri dengar apa yang mereka obrolkan di dalam. Devyta sesekali tertawa geli cekikikan, mungkin karena geli karena badannya diusap-usap Papanya. “Geli pa… jangan diremas-remas dong...” “Ssstt… kamu ini kencang banget suaranya!!” “Ups, sorry. Geli pa.. jangan diremas-remas gitu dong susu Devyta…” “Cuma ngebersihin kok sayang…” “Tapi kan geli… ntar burung Papa aku remas juga lho biar keluar lagi es krimnya” “Dasar kamu nakal. Kamu dengar kan tadi mama bilang jangan nakal?” “Hihihi, iya yah… tapi kan Mama gak ngelihat Pa” “Terus? Kamu mau kita nakal-nakjoko sekarang?” “Aku mau aja, emang Papa gak mau nakalin Devyta?” “Mau kok… ya udah nih Papa nakalin…” “Ih… Pa, ngapain? kok burungnya diselipin di sana sih?” “Iya sayang… Papa mau nyabunin sela-sela paha kamu pakai burung Papa” Setelah itu hanya desahan-desahan saja yang terdengar samar-samar. Aku yang mendengar dari sini juga ikut-ikutan horni karenanya. Suamiku sedang menggesek-gesekan penisnya di antara paha Devyta!! Ingin sekali rasanya aku melihat langsung apa yang mereka lakukan, tapi aku tidak bisa karena tidak ada celah. Apapun itu, mereka betul-betul melakukan perbuatan mesum sekarang. Hingga akhirnya ku dengar suamiku melenguh, dia klimaks. Entah di bagian tubuh Devyta yang mana yang dipejuin. Setelah itu barulah mereka mandi seperti biasa meskipun masih juga terdengar sesekali Devyta cekikikan geli. “Asik yah mandinya? Lama banget?” tanyaku pada mereka saat keluar dari kamar mandi. “Tau tuh Papa” jawab Devyta cuek. Tampak hanya suamiku saja yang mengenakan handuk, sedangkan Devyta dengan santainya berjjoko telanjang bulat ke kamarnya. “Pa,” panggilku pada suamiku. “Iya ma?” “Pakein Devyta baju gih sekalian” “Hah?” ***
“Pa,” panggilku pada suamiku. “Iya ma?” “Pakein Devyta baju gih sekalian” “Hah?” “Iya… Pakein Devyta baju. Badan Devyta tadi juga belum kering, handukin yang benar dong Pa… gimana sih? Buruan sana” ujarku lagi menegaskan. Aku bersikap sewajar mungkin agar suamiku tidak curiga. “Tapi Papa pakai baju dulu yah ma…” katanya, tentu saja tidak aku bolehkan. Tadi di kamar mandi aku hanya mendengar suara-suara mereka saja, aku ingin melihat mereka sama- sama telanjang sekarang. “Nanti saja Pa… pakein baju dulu Devytanya” “Ngmm… Ya sudah kalau begitu Ma” Dengan masih hanya mengenakan handuk, suamikupun menyusul Devyta ke dalam kamarnya. Pintu kamar Devyta yang tidak ditutup dengan rapat membuat aku bisa mengintip apa yang mereka lakukan di dalam. Aku memang tidak pernah puas melihat suami dan putriku bersama-sama dalam keadaan mesum begini. Devyta masih dalam keadaan telanjang bulat sedangkan ayah kandungnya hanya mengenakan handuk. “Ngapain Pa?” tanya Devyta yang sepertinya heran karena Papanya ikut masuk ke kamarnya. “Disuruh mama handukin kamu yang benar, terus pakein kamu baju” “Ih, emangnya Devyta masih kecil dipakein baju segala” “Tau tuh mama kamu” Suamiku lalu menanggalkan handuk yang dikenakannya, sehingga penis tegangnya tampak sekali lagi dihadapan putrinya ini. Akhirnya aku bisa melihat mereka sama-sama bertelanjang bulat. Devyta
Handuk yang baru saja menutupi penisnya itu sekarang dia gunakan lagi untuk mengeringkan tubuh putrinya. Rambut, wajah, badan, hingga kaki Devyta dihanduki sekali lagi oleh ayah kandungnya. Bahkan suamiku masih saja terus menghanduki putrinya walau tubuh putrinya itu sudah kering. Dapat ku lihat kalau penis suamiku yang sedang tegang sengaja sering- sering digesekkan ke kulit tubuh Devyta selama menghanduki anaknya ini. Suamiku sepertinya sangat menikmati setiap momen menghanduki anak gadisnya. Begitupun dengan Devyta, ia tampak sangat menikmati gesekan-gesekan dari handuk itu di kulitnya. Saat handuk itu sampai di bagian selangkangannya, Devyta terdengar merintih-rintih kecil. Ayahnya yang mendengar rintihan anak gadis remajanya jadi semakin bersemangat, dia makin cepat menggesek-gesekkan handuk itu di selangkangan putrinya.
Devyta sampai memegang tangan ayahnya karena menerima gesekan handuk yang semakin menjadi-jadi diselangkangannya, entah itu isyarat agar jangan berhenti atau isyarat supaya berhenti. Tapi sepertinya itu adalah isyarat agar jangan berhenti karena yang ku lihat berikutnya cukup mengejutkanku, Devyta menggoyang-goyangkan pinggulnya!! Sepertinya Devyta merasakan birahinya terpancing karena gesekan-gesekan handuk di vaginanya. Dia sudah 14 tahun dan sudah memasuki masa puber, jadi wajar bila insting seksnya sudah muncul dan merasakan nikmat bila kewanitaannya digesek-gesek seperti itu. Tapi yang membuat hal ini tidak wajar adalah karena yang menggesek-gesekkan kelaminnya adalah ayah kandungnya sendiri. Setelah beberapa lama ku lihat tubuh Devyta mengejang dan kelojotan. Ya tuhan!! putri kami orgasme. Itu mungkin orgasme pertamanya. Ayahnya telah membuat anak gadisnya sendiri orgasme. Tapi suamiku bukannya berhenti, dia terus saja menggesek-gesekkan kelamin Devyta. Hal itu membuat tubuh Devyta kembali kelojotan tidak lama kemudian. Putri kami double klimaks!! “Enak tidak sayang?” “Nghh…. Enak Pa… kok bisa… ngh… kok bisa gitu yah?” “Kamu tadi itu orgasme” “Orgasme? Hmm… Pa, lap lagi dong… sepertinya masih belum kering nih…” pinta Devyta. Tampaknya Devyta ketagihan dengan sensasi nikmat yang baru dia kenal ini. Suamikupun menuruti kemauan Devyta. Ia handuki lagi tubuh putrinya, atau lebih tepatnya menggesek-gesekkan handuk itu ke sekitaran vagina putrinya. Lagi-lagi tidak butuh waktu lama untuk membuat Devyta mendapatkan orgasmenya kembali.
Suamiku tampaknya sudah sangat horni. Dia kemudian bangkit, lalu penis tegangnya kini secara vulgar dia gesekkan ke pantat putrinya. Dia menggerakkan pinggulnya seperti sedang meyetubuhi Devyta, betul-betul ayah yang cabul!! “Nghh… Papa mau keluarin peju Papa lagi ya?” tanya Devyta pada ayahnya yang ada di belakangnya. “Eh, i-i-iya, Papa mau keluarin peju lagi” jawab suamiku tergagap saking bernafsunya. “Ya udah, keluarin aja Pa… yang banyak” kata Devyta memperbolehkan. “Kamu nungging dong…” Aku terkejut mendengarnya. Apa suamiku akan menyetubuhi putrinya sekarang? Dadaku begitu berdebar- debar. “Nungging? Papa mau Devyta ngapain?” “Nyelipin burung Papa juga kok, Papa mau coba sambil kamu nungging” jawabnya. Ternyata masih belum, kecewa akunya. “Oh… Papa pengen ngocok di sana yah Pa? Iya deh, suka-suka Papa aja” Suamikupun kembali menggesekkan penisnya ke belahan pantat Devyta dalam posisi putrinya ini sedang menungging. Setelah beberapa saat dia lalu menggesekkan penisnya di sela paha Devyta, tepat di bawah vagina putrinya. Aku bergidik melihat suami dan putri kami telanjang- telanjangan dengan posisi begitu. Kalau ku lihat dari sini mereka seperti sedang bersetubuh dalam posisi doggy. Rambut panjang Devyta yang masih lembab tergerai dengan indahnya, sungguh seksi. Apalagi Devyta juga mengeluarkan suara desahan di setiap kocokan penis ayahnya di pahanya. Aku yakin lelaki manapun tidak akan tahan melihat kondisi putriku saat ini. Apalagi oleh suamiku yang sedang mupeng- mupengnya menggesekkan penisnya di selangkangan Devyta. Goyangan pinggulnya semakin lama semakin kencang. Dia akan segera klimaks!!
Cepat-cepat dia raih handuk tadi, dibentangkannya di sebelahnya, lalu dia tumpahkan spermanya di sana. Sangat banyak. Sepertinya dia tidak ingin mengotori tubuh Devyta yang baru saja selesai mandi. “Udah keluar Pa pejunya?” “Udah sayang… makasih ya” “Iya…” jawab Devyta sambil tersenyum manis. Ada kebanggan tersendiri sepertinya bagi Devyta membahagiakan ayah kandungnya dengan cara seperti ini, dengan cara memberikan tubuhnya sebagai pelampiasan nafsu ayahnya. Devyta Devyta… kamu seharusnya memberikan lebih dari ini, ujarku dalam hati. Mendadak timbul niat isengku untuk menganggu mereka. Akupun memutuskan untuk masuk ke dalam kamar. “Belum selesai Pa handukin Devytanya?” tanyaku tiba-tiba. Suamiku menjadi salah tingkah karena terkejut, handuk tadi dia lap-lapkan lagi ke tubuh putrinya seakan belum selesai menghanduki Devyta. Dia lupa kalau handuk itu baru saja dia gunakan sebagai wadah penampung spermanya!! Jadilah tubuh Devyta terkena lagi cairan peju ayahnya. Suamiku baru sadar setelah bagian depan tubuh anaknya tampak mengkilap. “Tuh, kok masih basah saja sih badan Devytanya?” tanyaku pada Mas Joko pura-pura tidak tahu kalau itu adalah sperma. Devyta tampak tidak terlalu peduli kalau tubuhnya terkena sperma ayahnya, tapi suamiku betul- betul terlihat panik. Saat dia mencoba mengelap badan Devyta, yang ada peju itu jadi semakin menyebar merata di tubuh putrinya. Yang mana niatnya tadi tidak ingin mengotori tubuh anaknya malah sekarang jadi kotor merata oleh peju. Aku jadi ingin tertawa dibuatnya, tapi ku tahan. Barulah kemudian dia gunakan sisi handuk yang tidak ada ceceran spermanya untuk mengelap badan Devyta.
Barulah sekarang benar-benar kering, hihihi. “Sudah selesai Pa?” tanyaku kemudian. “Su-sudah Ma” Suamiku kini mengenakan handuknya kembali. Aku sedikit kecewa sih. Aku ingin suamiku terus telanjang di hadapan putrinya. Aku ingin Devyta melihat penis ayahnya sesering mungkin. Aku ingin Devyta tahu kalau Papanya ini selalu ngaceng dan horni bila di dekatnya. Tapi tidak mungkin aku memaksa suamiku terus bertelanjang, dia bisa curiga. “Ma, mumpung kamu udah di sini. Kamu saja ya yang makein Devyta baju” ujar suamiku masih berlagak keberatan, padahal aku tahu kalau dia sebenarnya ingin melakukannya. “Lho? Kok gitu sih Pa? nanggung… Sayang, celana dalam yang Mama beliin kemarin belum kamu coba kan?” tanyaku pada Devyta. “Belum Ma” “Suruh Papa kamu pakein gih… sekaligus Mama pengen tahu pendapat Papa kamu bagus apa tidak” kataku pada Devyta sambil tersenyum melirik ke suamiku. “Oce Ma”
Devyta kemudian mengambil bungkusan yang berisi dalaman yang ku maksud lalu menyerahkan ke Papanya. Sungguh ganjil, seorang anak gadis baru saja menyerahkan celana dalam ke ayah kandungnya untuk dipakaikan!! Awalnya suamiku tampak ragu menerimanya, namun akhirnya dia tetap memakaikan celana dalam itu pada putrinya. Sebuah pemandangan yang membuat darahku berdesir. Mungkin kalau Devyta masih kecil hal seperti ini bukan sesuatu yang aneh, namun tidak jika anak gadisnya ini sudah remaja seperti sekarang.
“Gimana sayang? Bagus kan pilihan Mama? Cocok gak Pa?” tanyaku pada mereka berdua setelah celana dalam bergaris-garis putih biru itu melekat di pinggul Devyta. “Bagus kok Ma, cocok. Iya kan Pa?” tanya Devyta juga pada Papanya sambil memutar tubuhnya. Pastinya pria manapun bakal mupeng berat melihat keadaan putri kami sekarang. Seorang gadis remaja SMU dengan tubuh yang sedang ranum-ranumnya hanya memakai celana dalam seksi!! Benar saja, ku lihat handuk yang dikenakan suamiku tidak bisa menyembunyikan kalau penisnya sedang tegang luar biasa saat ini. Kamu pasti nafsu kan Mas pada putrimu? Pengen kamu entotin kan? Senggamai dia suamiku, genjot memek anakmu!! Batinku seakan mencoba mengendalikan pikiran suamiku.
“I-iya bagus. Terus bh sama bajunya?” tanya suamiku tampak tidak tenang, sepertinya dia sudah sangat horni. Teruslah begitu suamiku, sering-seringlah berpikir jorok pada putrimu. “Kalau Bh gak usah kali Pa, kan cuma di rumah saja. Iya kan sayang?” “Iya Pa, gak usah” jawab Devyta. Aku memang sudah mengajarkan putriku ini kalau tidak perlu memakai bh jika di rumah, apalagi tujuannya kalau bukan untuk memancing nafsu ayahnya. “Nah… Kalau baju, kamu saja yang pilih Pa…” suruhku pada suamiku. “Iya, Papa aja yang milihin” kata Devyta setuju. “Papa yang milih?” tanya suamiku tampak terkejut. “Kenapa Pa? atau kamu mau kalau Devyta gak usah pake baju? Pengen Devyta cuma pake celana dalam kayak gini saja ya?” godaku. “Kamu mau sayang tidak usah pakai baju?” tanyaku iseng pada Devyta. “M-masa tidak pakai baju? Kayak gembel saja. Iya iya Papa yang milihiin” kata suamiku akhirnya setuju.
Suamiku lalu memilihkan baju dari dalam lemari. Dia memilihkan model pakaian yang belakangan sering dipakai putri kami, tanktop dan celana pendek ketat. Dulu dia memprotes pakaian anaknya itu, namun kini dia sendiri yang memilihkannya. Dia lalu membantu Devyta berpakaian. Ya… walaupun sudah berpakaianpun sebenarnya Devyta tetap terlihat cantik dan menggairahkan juga. “Ayo Devyta, bilang apa sama Papa?” tanyaku pada Devyta setelah dia selesai dipakaikan baju oleh Papanya. “Hmm… makasih yah Pa” “Makasih ngapain? Yang lengkap dong…” suruhku. “Makasih Pa udah mandiin Devyta, ngelap badan Devyta, terus makein Devyta baju” ujar Devyta dengan senyum manis pada Papanya. “Iya sayang… sama-sama” jawab suamiku. “Hmm… Ma, kapan-kapan boleh kan Devyta mandi sama Papa lagi?” tanya Devyta. “Kamu pengen mandi sama Papa kamu lagi?” “Iya Ma…” “Boleh kok sayang. Gak usah kapan-kapan, tiap kamu mau mandi ajak saja Papamu. Papa kamu gak bakal nolak kok mandi telanjang berdua sama gadis cantik kayak kamu. Iya kan Pa?” tanyaku pada suamiku dengan senyuman penuh arti. Suamiku tampak sangat malu, sedangkan putri kami tertawa polos karena dipuji begitu. “I-iya sayang. Kalau itu mau kamu” jawab suamiku.
“Terus nanti Papa yang handukin sama makein Devyta baju lagi kan Ma?” tanya Devyta lagi. “Iya… habis kamu dimandiin, terus dihanduki dan dipej- dipakein baju sama Papa, mau kan Pa?” tanyaku lagi, ups… hampir saja keceplosan nyebut ‘dipejuin’. “Kalau kamu mau, kamu boleh kok gantian yang makein Papa baju” sambungku lagi. “Kamu apaan sih Ma…!!” “Bercanda Pa, hihihi” tawaku, Devyta juga tertawa cekikikan. “Ya sudah… yuk makan malam” ajakku. Acarapun selesai.
Sejak saat itu Devyta selalu mandi dengan ayah kandungnya. Tiap akan mandi putri kami akan mengajak Papanya, “Pa… mandi bareng Devyta yuk…” Lelaki mana yang akan menolak diajak mandi oleh Devyta? Lelaki mana yang tidak akan horni bila mendengar ajakan manja dari seorang gadis cantik untuk mandi bersama? Tak terkecuali ayahnya sendiri. Setelah mereka selesai mandi aku masih sering melihat suamiku berbuat cabul pada putrinya. Tidak jarang saat menghanduki maupun memakaikan Devyta baju, aku melihat suamiku memainkan penisnya ke tubuh putrinya sampai dia muncrat-muncrat. Dia biasanya akan menumpahkan pejunya ke tisu atau handuk. Bila suamiku sedang nafsu-nafsunya barulah dia akan menumpahkan peju kentalnya itu ke langit-langit mulut putrinya maupun ke sekujur tubuh Devyta, tidak peduli kalau putrinya ini baru saja mandi. Bahkan sering juga dia tumpahkan ke celana dalam Devyta, padahal itu celana dalam yang baru saja ku belikan. Ya… Aku juga memang makin sering membelikan putriku pakaian dalam model terbaru yang super seksi dan imut, semua itu dicobakan di depan ayahnya. Dan aku selalu berlagak seakan-akan hanya mengetahui kalau suamiku cuma sekedar memandikan, menghanduki dan memakaikan Devyta pakaian.
Pagi itu sebelum Devyta pergi ke sekolah, aku melihat mereka akan melakukannya lagi. Suamiku sepertinya menjadi nafsu setelah memakaikan Devyta seragam. Devyta memang terlihat sangat cantik dengan seragam SMU putih biru itu, ditambah kaos kaki putih yang melekat di kakinya. “Papa mau keluarin peju lagi ya?” tanya Devyta melihat sang ayah mengelus-elus penisnya sendiri. “Iya sayang… tolong kocokin yah...” “Iya Pa” Pemandangan gadis SMU berseragam lengkap sedang mengocok penis pria dewasa seperti ini pastinya membuat semua orang terpana. Terlebih mereka adalah ayah dan anak kandung. Ayahnya duduk di atas tempat tidur, sedangkan anak gadisnya berlutut di lantai. Tidak butuh waktu lama bagi suamiku, pejunya pun muncrat-muncrat dengan banyaknya ke arah putrinya. Sebagian mengenai wajahnya, sebagian lagi mengenai seragam sekolahnya. Rok Devyta yang paling banyak terkena ceceran sperma.
“Ih… Pa, kok muncratin pejunya ke seragam Devyta sih?” protes Devyta. Kalau itu sesudah pulang sekolah seperti yang ku lihat sebelumnya Devyta memang tidak akan memprotes, tapi sekarang dia baru akan berangkat sekolah. “M-maaf sayang… Papa gak tahan” Suamikupun membantu membersihkan wajah dan seragam Devyta sebisa mungkin dengan handuk. Lalu menyemprotkan parfum yang banyak ke area seragam yang terkena peju. Tapi aku punya keinginan lain. “Devyta, buruan…. Entar telat” Teriakku dari balik pintu. “I-iya Ma” sahutnya. “Pa… udah, biarin aja, ntar Devyta telat” sambungnya lagi pelan pada Papanya. Aku tidak ingin ceceran peju itu bersih-bersih amat. Sepertinya Devyta terkesan lebih seksi bila pergi ke sekolah dengan sedikit bau peju dan sedikit bekas ceceran peju di seragamnya. Peju ayahnya akan menemani aktifitas belajarnya di sekolah. Aku jadi senyum-senyum sendiri memikirkannya. ~~
Waktu terus berlalu. Sekarang tidak hanya ayahnya yang terus ku coba pancing nafsunya, namun juga putri kami. Aku ingin Devyta menjadi sedikit nakal di depan Papanya. Aku bahkan sengaja mendownload film porno lalu ku tunjukkan pada putriku. Devyta tentu saja geli awalnya dipertontonkan adegan seperti itu. Tapi aku senang karena ternyata putriku ini cukup antusias. Devyta sering bertanya padaku tentang apa-apa yang dilakukan pasangan di dalam film itu. “Kok burungnya dimasukin ke sana sih Ma?” tanya Devyta polos. Dia yang masih belum ngerti tentu saja heran melihat kelamin wanita dimasuki penis. “Itu namanya ngentot sayang…” “Ngentot?” “Iya, ngentot. Terus yang itu namanya bukan burung tapi kontol, dan punya kamu itu namanya memek” jelasku. Aku tidak menyangka akhirnya aku mengajarkan kata- kata sevulgar ini pada putriku sendiri. “Kontol? memek?” tanya Devyta, rasanya sungguh aneh saat dia mengulangi setiap kata-kata yang baru ku ajarkan itu dari mulut mungilnya. “Hmm… jadi yang waktu itu Papa dan Mama ngentot yah?” tanyanya lagi. Ternyata dia memang pernah melihat aku dan Papanya bersetubuh.
“Iya… Ih, kamu ngintip ya? Dasar nakal, hihihi” “Hihi, enak yah Ma rasanya ngentot itu?” “Enak dong… kamu pengen gak dientotin? Mau gak memek kamu dikontolin?” “Dikontolin? Ih… gak ah, sakit pasti” “Kok gak mau sih? itu kan tanda cinta” “Tanda cinta? Kok gitu sih Ma?” “Iya… Waktu itu kamu lihat kan kontol Mama ditusuk-tusuk kontol Papa? Itu tandanya Papa cinta sama Mama. Terus waktu kamu mandi sama Papa pasti kontol Papa tegang kan? Itu berarti Papa juga cinta sama kamu” “Oh… Iya yah… dulu Papa kan pernah bilang kalau dia cinta sama Devyta. Jadi karena Papa cinta sama Devyta makanya kontolnya Papa jadi tegang ya Ma?” “Iya… tuh kamu pintar” pujiku sambil mengelus rambutnya, dia hanya tersenyum manis. Dia terus bertanya-tanya selama menonton, seperti “Ih… kok kontolnya dimasukin ke mulut sih Ma? Gak jijik apa?” Atau dia bertanya “Itu cowoknya kok nyusu sih? Emang ada air susunya? Kok pantat ceweknya dimasukin kontol juga sih Ma?” dan berbagai macam pertanyaan polos lainnya. Semua pertanyaan putriku ini ku jawab dengan rinci dan memakai bahasa yang vulgar. Saat ada bagian si cowok nyemprotkan peju ke mulut si cewek, barulah Devyta tidak bertanya.
“Kenapa sayang? Kamu udah pernah lihat peju?” pancingku. “Eh, gak kok ma. Mirip es krim yah Ma peju itu…” “Iya, mirip es krim yang sering dikasih Papa sama kamu” jawabku. Dasar Devyta, dia pikir aku tidak tahu apa, hihihi. “Mmmh… Kalau cewek juga bisa orgasme kan Ma?” “Bisa dong… kenapa? Kamu udah pernah orgasme? Kapan?” tanyaku menggodanya, aku tentu saja tahu kalau putriku ini pernah orgasme, orgasme yang didapatkannya pertama kali dari ayahnya sendiri. “Eh, nggak pernah kok Ma…” “Beneran?” “Iyah… sumpah deh” “Iya-iya Mama percaya… hihihi. Oh ya sayang, kamu jangan kasih tau Papa ya kalau Mama ajarin beginian” “Hmm? Gak boleh ya Ma?” “Iya, jangan ya…” “Oce Ma” Tidak hanya satu video tentunya yang aku perlihatkan padanya, tapi banyak. Mungkin lebih dari satu jam kami ibu dan anak nonton film porno bersama. Aku sampai horni sendiri, aku penasaran apa Devyta juga horni, mungkin saja iya. Devyta yang sangat tertarik bahkan meminta dikirimkan ke ponselnya. Aku penasaran apa yang akan terjadi pada anak gadisku setelah menonton semua film-flm porno ini. Aku penasaran apakah dia akan mengajak Papanya bersenggama. Bila iya, apakah suamiku akan menerima ajakan bersetubuh dari putrinya ini? Aku sungguh penasaran.
Tidak lama kemudian terdengar suara ketukan pintu. Suamiku pulang!! Cepat-cepat ku matikan film porno yang masih diputar di laptop. “Tuh, bukain pintu… Papa pulang” suruhku pada Devyta. “Iya Mah…” “Ingat ya jangan kasih tau Papa” kataku lagi mengingatkan, Devyta mengangguk paham. Devyta pergi ke depan membukakan pintu untuk ayahnya. Aku menyusul tidak lama kemudian. Ternyata suamiku membawa dua orang temannya lagi. Belakangan ini mereka memang jadi sering kemari. Devyta mencium tangan kedua bapak itu. Seakan mencuri kesempatan, ku lihat mereka mengelus rambut Devyta, matanya juga kelayapan menelanjangi anak gadisku. Ternyata putriku memang punya daya tarik yang tinggi. Dan sepertinya bapak bapak ini juga punya pikiran jorok pada putriku. Ya… kalau itu cuma sekedar dalam pikiran mereka ya tidak apa, aku tidak bisa berbuat banyak. Pria manapun memang akan horni bila melihat anak gadis remajaku ini. Dan itu memang salahku juga karena mengajarkan Devyta cara berpakaian yang seksi seperti sekarang. “Udah pulang Pa?” tanyaku. “Iya… ada tamu nih. Tolong buatkan minum dong Ma” “Iya Pa, bentar”
“Devyta, bantuin Mama kamu gih…” suruh suamiku. “Enggak ah, malas…” jawab Devyta enteng lalu duduk di samping Papanya. Dari dapur aku dapat melihat mereka. Seperti biasa, Devyta tetap saja nempel pada Papanya meskipun di depan teman-teman ayahnya. Suamikupun tetap berusaha meladeni obrolan teman-temannya meskipun Devyta terus bergelayutan manja di pangkuannya. Aku yakin suamiku sedang ngaceng sekarang, bahkan mungkin tidak hanya dia, tapi juga teman-temannya. “Duh, Devytanya manja amat Pak Joko” komentar salah satu teman suamiku, Pak Rudi. “Iya nih Pak, beruntung banget bapak punya anak gadis secantik Devyta” ujar Pak Prabu ikut- ikutan. “Haha, bisa aja bapak-bapak ini” jawab suamiku. Aku yang baru mengantarkan minum kemudian juga ikut duduk bersama mereka. “Iya nih bapak-bapak, Devyta manja banget sama Papanya. Papanya sih suka ngasih dia es krim” ujarku menimpali. Suamiku tampak sedikit terperanjat mendengar omonganku barusan. “Oh… Devyta suka es krim?” “Iya om…” jawab Devyta. “Kapan-kapan Om kasih es krim mau?” tawar bapak itu pada Devyta. Ku lihat Devyta melirik ke ayahnya sambil tersenyum. “Mau banget Om… Boleh kan Pa? Boleh kan Ma?” “Iya… boleh kok” jawab suamiku. Aku juga mengangguk boleh sambil tersenyum kecil. Tentu saja yang dimaksud Bapak ini adalah benar-benar es krim. Bukan ‘es krim kental’ yang biasa diberikan Papanya. Aku bergidik membayangkan kalau mereka juga memberikan putriku ‘es krim’ yang seperti diberikan suamiku.
“Sayang, udah sore.. cepat mandi sana. Pa, mandiin Devyta nya dulu…” suruhku pada suami dan putri kami. “Hah? Devyta nya masih mandi sama Papanya?” Tentu saja tema-teman suamiku tidak habis pikir mendengar Devyta yang sudah sebesar itu masih saja mandi dengan ayahnya. Devyta yang sudah jadi gadis remaja cantik, memang sangat ganjil rasanya mandi bertelanjang bulat dengan pria dewasa meskipun itu adalah ayah kandungnya sendiri. “Iya Pak, mandi telanjang berdua. Apalagi mereka itu kalau mandinya lama banget. Gak tahu deh ngapain aja.. hihihi” ujarku memancing. “Ih, mamaaaa… Devyta gak ngapa-ngapain kok di dalam sama Papa, iya kan Pa?” balas Devyta. “I-iya…” jawab suamiku tergagap. “Oh…. Gitu? terus waktu Papa kamu makein kamu baju kok juga lama ya?” godaku lagi pura- pura tidak tahu. Aku berusaha menahan tawa melihat ekspresi semua orang di sini, terlebih ekspresi teman-teman suamiku. Aku memang sengaja menanyakan semua hal ini sekarang di hadapan orang lain. Aku ingin tahu bagaimana respon mereka berdua dan respon teman- teman suamiku.
“Pak Joko juga makein Devyta baju??” tanya teman suamiku lagi makin terkejut. “Iya Pak, emang kenapa Pak? Kan putri sendiri. Iya kan Pa?” kataku membantu menjawab. “I-iya Pak” Ku lihat wajah mereka semua jadi mupeng karena ceritaku ini. Mereka pasti sudah membayangkan yang tidak-tidak tentang Devyta. Memang Devyta adalah putri suamiku sendiri, tapi pastinya tidak ada seorang ayah yang masih memandikan dan memakaikan baju anak gadisnya yang sudah sebesar ini. Mereka pasti iri sekali dengan suamiku, mereka mungkin ingin sekali jadi bapak angkatnya Devyta biar juga bisa ngerasain mandiin Devyta, hihihi. “Ya sudah Pak, saya permisi mau mandi dulu. Tunggu sebentar yah Pak. Yuk sayang…” ujar suamiku pada teman-temannya lalu mengajak Devyta ke kemar mandi. “Baiklah kalau begitu kami tunggu” balas teman-temannya.
Suami dan putriku lalu masuk ke kamar mandi. Aku sendiri kembali ke dapur karena tidak mungkin menguping apa yang mereka lakukan di dalam saat ini. Namun kali ini mereka mandi lebih cepat, sepertinya mereka tidak melakukan hal yang aneh sekarang karena ada teman- teman suamiku menunggu. Tapi astaga!! Devyta tetap seperti biasa bertelanjang bulat sehabis mandi menuju ke kamarnya!! Tentu saja hal itu dapat dilihat oleh teman-teman suamiku. Anak gadisku yang cantik sedang dinikmati ketelanjangannya oleh bapak-bapak ini. Dadaku berdebar kencang. Apa suamiku lupa kalau ada teman-temannya saat ini?? Ada orang lain yang menyaksikan tubuh telanjang putri kami, bukan anggota keluarga!! “Devyta!! kamu kok gak pakai handuk? Papa kamu mana?” tanyaku menyusul Devyta sebelum dia masuk ke kamar, entah kenapa aku jadi pengen menunjukkan tubuh putriku pada mereka. Mereka juga sudah melihat tubuh Devyta, sekalian saja ku goda. Tapi hanya menunjukkan sebentar saja, tidak lebih. “Itu Ma, Papa lagi eek. Ya Devyta keluar dulu, masak nungguin Papa selesai? bau!!” jawabnya polos.
“Iya, tapi masa kamu keluyuran bugil gini? Lihat tuh om om itu liatin kamu. Ntar mereka jadi cinta lho gara-gara liat susu kamu ini, hihihi” kataku sambil melirik ke arah teman-teman suamiku. Posisi Devyta menghadap ke arah mereka, jadi mata mereka dapat dengan leluasa melihat buah dada serta vagina Devyta. Mereka tampak mupeng melihat tubuh telanjang putriku ini, apalagi mendengar omonganku barusan. “Emangnya gak boleh yah Ma om om itu cinta sama Devyta? Nanti kontol om om itu tegang yah Ma?” aku tidak menyangka Devyta akan mengatakan itu, teman-teman suamiku mungkin mendengarnya!! Aku seharusnya mengajarkan Devyta agar tidak mengucapkan kata itu sembarangan, tapi terlambat. Ya sudah lah. “Bukannya gak boleh sih... tapi mereka kan udah cinta sama istrinya. Masa kamu ambil juga sih? Sudah sana masuk kamar pakai baju, atau Mama suruh om om itu yang makein? Mau? Om… tolong pakein Devyta baju dong… hihihi” godaku. Aku yakin bapak-bapak itu semakin mupeng sekarang, mereka mungkin berharap benar-benar dibolehkan memakaikan Devyta baju. Aku sebenarnya geli membayangkan bila putriku dipakaikan baju oleh bapak-bapak itu. Tapi tentu saja tidak akan ku lakukan, cuma ayahnya saja yang boleh menyentuh tubuh putriku.
“Gak mau, mau dipakein baju sama Papa!!” rengek Devyta. Untung Devyta juga hanya ingin sama Papanya. “Ya sudah tunggu di dalam kamar gih, jangan di luar gini. Malu dilihat sama om-om itu. Iya kan Om?” tanyaku pada bapak-bapak itu. “I-iya” jawab mereka serentak. “Ya deh Ma… Devyta masuk dulu yah om…” Devytapun masuk ke dalam kamarnya. “Maaf yah Pak… Devytanya bandel banget, habis mandi main nyelonong aja telanjang ke kamar” “Iya Bu gak apa. Tapi Devytanya kok udah tahu kontol yah bu Susi?” tanya salah satu mereka. Gawat!! Mereka memang mendengarnya!! “I-itu Pak… s-saya yang ajarin” kataku mengaku, aku tidak tahu harus berkata apa lagi. “Oh… bu Susi yang ajarin?” “Iya, itu agar dia ngerti sedikit saja kok bapak bapak” “Iya Bu Susi, anak remaja sekarang memang seharusnya diajari yang benar tentang hal begituan biar gak salah jjoko” ujar mereka. Fiuh, untung saja mereka menganggap positif omonganku barusan. Tapi ku yakin itu hanya di omongan saja, mereka pasti memang horni dan nafsu pada putri kami. Silahkan saja kalau mereka sekedar ingin menjadikan Devyta objek onaninya, tapi cukup sekian pertunjukannya. Tidak ada lagi!! Akupun kembali ke dapur. Aku sempat melihat salah satu dari mereka menyusul Devyta dan seperti ingin mengintip Devyta, tapi untung saja suamiku sudah selesai dari kamar mandi. “Mau kemana Pak Rudi?” tanya suamiku. “Eh, ng-nggak, mau ke kamar mandi” “Oh, silahkan Pak… sebelah sana” suamikupun masuk ke kamar Devyta. ~~
Setelah hari itu, aku rasa ketelanjangan putri kami semakin intens saja. Baik sebelum maupun sesudah mandi, dia sering keluyuran di dalam rumah tanpa busana. Sering pula Devyta mengajak ayahnya mandi sambil dia sudah mulai menanggalkan pakaiannya sendiri, padahal dia belum berada di kamar mandi. “Kamu ini, buka baju itu di dalam kamar mandi, jangan di luar gitu…” protes suamiku jaim. Pernah juga saat itu Devyta kelupaan mengajak Papanya, diapun keluar dari kamar mandi basah-basah telanjang bulat, lalu menyeret Papanya ke dalam kamar mandi. Sungguh pemandangan yang ganjil!! Aku tidak tahu apakah Devyta berbuat itu karena kepolosannya, namun dia terlihat seakan menikmati ketelanjangannya itu. Masalahnya tidak ayahnya saja yang melihatnya, tapi juga teman- teman ayahnya.
Saat berangkat sekolahpun dia kini tidak hanya mencium pipi ayahnya, tapi sudah mulai mencium bibir seperti waktu dia TK dulu. Omongannya, bahasa tubuhnya, kini terlihat lebih nakal dan menggemaskan bagi kaum lelaki. Aku tidak tahu apakah ini pengaruh dari video porno yang ku berikan. Tapi yang jelas Devyta menjadi seperti ini, itu semua gara-gara aku, ibunya. Suamiku memang belum menyetubuhi Devyta, tapi dia sudah memperlakukan anak gadisnya itu bagaikan ‘mainan seks’. Hasrat seksnya yang dia pendam selama ini karena tidak ku layani, dia lepaskan semuanya pada anak gadisnya. Begitupun halnya dengan Devyta, dia semakin hari juga semakin sempurna mengabdikan dirinya sebagai ‘mainan’ sang ayah, baik saat akan tidur, mandi, maupun saat mereka ku tinggal berduaan dimanapun itu. Aku memang ingin membuat kontak mata dan fisik sesering mungkin di antara mereka. Aku ingin hubungan mereka menjadi lebih intim sebagai ayah dan anak. Aku rela aku hanya bermasturbasi sendirian sedangkan suamiku bisa melampiaskan nafsunya ke putrinya. Sore itu aku mengintip lagi apa yang mereka lakukan setelah mandi sore. Mereka bukannya handukan di kamar mandi namun malah di dalam kamar Devyta. Itupun setelah ku lihat suamiku lebih seperti membelai Devyta dibanding menghanduki.
“Kenapa Pa? kok berhenti?” tanya Devyta melihat Papanya berhenti membelai, padahal tubuhnya masih sangat basah. Tapi aku rasa Devyta bertanya seperti iu bukan karena tubuhnya belum kering, namun karena dia ingin terus dibelai sang ayah. “Papa mau buang peju lagi?” tanya Devyta lagi menebak. “Iya, boleh kan sayang?” “Boleh kok Pa, boleh banget malah” jawab Devyta riang. Suamiku tersenyum. Dia kemudian bangkit lalu mencium bibir Devyta. Ini bukan sekedar ciuman ayah dan anak, tapi sudah ciuman sepasang kekasih karena ternyata mereka berciuman menggunakan lidah!! Tubuh telanjang mereka yang masih basah menempel berhadap- hadapan, menimbulkan suara decakan karena kulit basah mereka yang beradu. Entah siapa yang memulai, mereka kini sama-sama terjatuh ke atas ranjang. Mereka melanjutkan aksi cium- ciuman itu di sana, saling bergumul dan meraba tubuh. Membuat ranjang putrinya itu jadi ikut-ikutan basah. Sungguh pemandangan yang panas dan erotis!! Suamiku terlihat lebih bernafsu menjamah tubuh putrinya dibandingkan menjamah tubuhku, istrinya sendiri. Apalagi mereka melakukan ini seakan tidak peduli kalau aku ada di rumah. Aku cemburu luar biasa. Namun itu justru menimbulkan sensasi tersendiri. Suamiku tampak begitu bernafsu, mungkin karena dia sudah menahan nafsunya sekian lama. Devyta yang dijilati dan diciumi ayahnya malah tertawa geli cekikikan.
“Aw… Pa geli… hihihi” pinta Devyta manja sambil ketawa-ketawa. Namun yang ada itu malah membuat suamiku semakin bernafsu. “Pa… stop dulu.... Pah…” pinta Devyta, tapi suamiku tetap saja lanjut. “Pa.. geli, Ngh.. stop.. dulu” setelah berkali-kali memohon untuk berhenti barulah akhirnya suamiku menghentikan aktifitasnya. “Ish, Papa nafsuan amat ih… gak tahan banget yah sama Devyta? hihi” “Maaf sayang, Papa gak kuat. Tapi kenapa kok suruh berhenti?” tanya suamiku terengah-engah menahan nafsunya. “Katanya mau ngeluarin peju, kok malah jilat- jilatin Devyta sih?” tanya Devyta. “Itu juga cara biar Papa bisa keluar pejunya…” “Oh… tapi jangan lama-lama Pa, ntar ketahuan Mamah” Devyta lalu bangkit dari pelukan ayahnya, dia lalu menuju lemari dan mengambil sepotong celana dalam.
“Pakein dulu Pa…” kata Devyta sambil menyerahkan celana dalam itu. “Baru lagi ya sayang?” tanya suamiku memperhatikan celana dalam berenda yang ada di genggamannya. “Iya Pa, bagus kan?” “Bagus kok” Suamikupun memakaikan celana dalam itu tanpa mengelap badan anaknya dulu. Setelah celana dalam berenda itu menempel di pinggul Devyta, yang ada itu malah membuat nafsu suamiku semakin menjadi-jadi. Bagaimana tidak? tubuh remaja anak gadisnya yang masih sangat basah hanya dibalut celana dalam. Celana dalam itupun menjadi transparan karena basah sehingga memperlihatkan belahan vagina Devyta. Dia yang tidak tahan dengan pemandangan ini kembali menerkam tubuh putrinya, menariknya ke ranjang dan menciuminya dengan buas. Tubuh mungil Devyta kembali ditindih sang ayah. “Duh… Pa…. kok diciumi lagi sih?” rengek Devyta manja. Tapi kali ini suamiku sepertinya tidak peduli lagi dengan rengekan anaknya. Dia terus saja menjamah tubuh putrinya. Seorang pria dewasa yang telanjang bulat sedang menggerayangi tubuh remaja 14 tahun yang hanya mengenakan celana dalam di atas ranjangnya sendiri, yang mana tubuh mereka masih sama-sama basah. Sungguh erotis bukan?
Setelah beberapa lama, mereka duduk berhadap-hadapan di tepi ranjang. Devyta duduk di paha ayahnya. Mereka masih tetap berciuman dengan posisi itu. Mulut mereka seperti tidak ingin lepas, lidah mereka terus saja saling membelit. Mereka juga saling menjilati wajah satu sama lain. Wajah Devyta terlhat mengkilap karena dijilat-jilat sang ayah, begitupun wajah suamiku yang dijilat-jilat putriku. Tiba-tiba suamiku sedikit menyingkap celana dalam Devyta ke samping sehingga vagina putrinya terbuka, dan astaga!! Suamiku mengarahkan penisnya ke vagina putrinya. Penis tegangnya dia gesek-gesekkan ke belahan vagina Devyta. Suamiku seperti sedang berusaha memasukkan kontolnya ke sana. “Sssh… Pa…” Devyta merintih memanggil ayahnya. Dia tidak berusaha melepaskan diri sama sekali meskipun gerakan ayahnya semakin cabul. Malah dia juga ikut-ikutan menggoyangkan pinggulnya seirama gerakan pinggul ayahnya!! Mereka seperti masih menahan-nahan diri agar jangan sampai bersenggama, tapi tubuh mereka jelas menginginkan itu. Setelah beberapa saat, ku lihat wajah Devyta mengernyit seperti kesakitan. Mungkinkah? Mungkinkah vaginanya sudah dijejali penis ayahnya? Jantungku semakin berdetak cepat. “Ngghhh… Pa, sakit… hati-hati dong…” “Maaf sayang, Papa gak sengaja” Aku yakin kalau kepala penis suamiku baru saja masuk ke dalam vagina putrinya, tapi sepertinya dikeluarkan lagi olehnya karena mendengar rintihan Devyta barusan. Ku lihat dengan seksama kalau penis itu kembali bergesekkan dengan vagina Devyta, tapi kemudian terlihat menghilang lagi yang disertai rintihan putrinya, “Pa… Ssshh…” Kemudian ku lihat kelamin mereka bergesekan lagi. Begitu selalu seterusnya.
“Ih… Papa!! Kok gak sengajanya sering amat sih?” tanya Devyta. Suamiku tidak menjawab, dia hanya mengajak putrinya berciuman lagi sambil terus melanjutkan aksi menggesek-geseknya. Dia sudah sangat bernafsu. Setelah beberapa kali gesek-masuk gesek- masuk, ku lihat kepala penis suamiku kembali hilang, namun kali ini tidak keluar lagi. Devyta walaupun terlihat sangat kesakitan tapi dia tetap membiarkan penis ayahnya di dalam tubuhnya. Mereka bersetubuh!! Suami dan putriku bersetubuh!! Tubuhku panas dingin menyaksikannya.
Namun… “Dugh!! Kreekkk…” Aduh…!! Aku yang terlalu semangat dan penasaran membuat tumpuanku goyah. Akupun terjatuh, sehingga pintu tempat aku bersembunyi jadi terdorong terbuka. Terang saja mereka kaget bukan main melihat kedatanganku. Devyta ku lihat langsung melepaskan diri dari pangkuan ayahnya lalu membetulkan celana dalamnya. “Mama??” kata mereka hampir serentak. Duh… rencanaku untuk mengintip mereka bersetubuh diam-diam gagal!! Namun aku berusaha mengontrol diri karena akulah yang punya kendali saat ini. Aku tidak ingin seakan-akan akulah yang tertangkap basah sedang mengintip. “Ohh… jadi ini ya yang dilakukan ayah dan anak gadisnya tiap selesai mandi?” tanyaku pura- pura seakan baru tahu kelakuan mereka. “B-bukan Ma… i-ini…” suamiku tampak sangat panik, dia tentunya tidak menyangka benar- benar ketahuan olehku, namun Devyta terlihat lebih santai meskipun juga ikut diam. Tampak jelas raut wajah horni mereka berdua yang betul-betul merasa tanggung karena aksi cabul mereka tiba-tiba terhenti. “Apa? sudah jelas-jelas aku melihat kamu menyetubuhi putrimu sendiri Mas” tuduhku lagi. “Bu-bukan!!” “Terus kalau bukan, apa dong namanya?” Suamiku terdiam, aku yakin dia tidak bisa mengelak setelah tertangkap basah olehku. “Maaf Ma, a-aku… aku tidak tahan” kata suamiku akhirnya. “Sudah tidak tahan?” “Iya… Maaf Ma… Maaf….” “Baiklah aku maafkan, tapi ada syaratnya” “Syarat? Apa itu Ma?” Aku tersenyum sebentar sebelum berkata, “Aku ingin melihat kalian bersetubuh” “Hah?” suamiku terkejut bukan main. “Iya, aku ingin melihat kamu ngentot dengan Devyta”
“Tapi Ma…” “Kenapa Pa? Kalian belum selesai kan? lanjutin gih… Sudah terlanjur terjadi juga, jadi cepat selesaikan. Setubuhi Devyta” Suamiku diam sejenak. Dia tampaknya masih tidak percaya dengan apa yang baru ku katakan. Mungkin saja kalau dia tadi memang benar-benar tidak sengaja meskipun dia sudah sangat bernafsu. Entahlah, namun apapun itu aku ingin melihat mereka bersetubuh sekarang. “Tapi… apa itu tidak apa-apa? dia putriku sendiri, lagian dia masih 14 tahun” ujarnya kemudian masih berusaha meyakinkan diri. Dia masih ragu. Tentu saja, karena Devyta adalah putri kami sendiri. Tapi aku yakin nafsu bisa mengalahkan segjokoya. “Sudah Pa… Gak apa-apa Pa… Lanjutin saja. Kamu pasti sudah lama punya khayjoko untuk menyetubuhi putrimu ini bukan? Tidak usah pikirkan norma-norma. Bebaskan saja khayjoko dan fantasi kamu” “Sayang, kamu juga mau kan berzinah dengan Papa kamu?” tanyaku kini pada Devyta. “Berzinah? Berzinah itu ngentot yah Ma?” tanya Devyta polos. Aku sangat senang tiap mendengar Devyta mengulangi kata-kata yang ku ajarkan ini. “Iya… berzinah itu ngentot, kamu mau kan dizinahi sama ayah kandungmu? Mau kan memek kamu dikontolin sama Papa?” ujarku dengan menggunakan kata-kata ‘liar’ untuk memanaskan suasana. “Hmm… karena Devyta cinta sama Papa, Devyta mau deh Ma dizinahi” jawab Devyta dengan riangnya, seakan dizinahi ayahnya merupakan bentuk pengabdian pada orangtua. “Tuh Pa… putrimu sudah bersedia tuh untuk kamu zinahi, entotin gih… hihihi” “Devyta, kocokin dong kontol Papa… bikin ngaceng lagi” suruhku pada Devyta. Tanpa perlu disuruh dua kali Devytapun mendekat ke arah Papanya. Dia lalu meraih kontol suamiku yang tadi terlanjur menciut. “Devyta kocokin yah Pa…” kata Devyta minta izin ke Papanya.
“I-iya sayang…” jawab suamiku tidak menolak. Meskipun dia tadi sempat ragu, tapi memang tubuhnya tidak bisa berbohong untuk mendapatkan kenikmatan dari tubuh putrinya. Devyta lalu mulai mengocok, tidak butuh waktu lama untuk membuat kontol ayahnya tegang kembali karena kocokannya. Jemari Devyta yang mungil lentik mengocok penis ayahnya dengan telaten. Tapi kalau cuma mengocok saja aku sudah sering melihatnya. “Hmm… kayakya ada yang kurang, sayang… coba masukin ke mulut kamu” “Masukin ke mulut Ma?” “Iya… Kontol Papa kamu masukin ke mulut kamu. Kamu belum pernah coba kan? cobain gih… pasti ayahmu makin cinta sama kamu…” Devyta tidak langsung melakukannya, dia menatap dulu sekian lama padaku, lalu menatap ke ayahnya. “Mau Devyta emut Pa kontolnya?” kata Devyta yang lagi-lagi meminta izin dahulu pada ayahnya. “E-emang kamu bisa?” tanya suamiku. “Bisa kok, Devyta udah pernah lihat” jawab Devyta sambil melirik padaku. Tentu saja maksudnya itu sudah pernah lihat dari film porno yang ku berikan.
“Ya sudah sayang… silahkan” setuju suamiku yang dibalas senyum manis anaknya. Aku terpana melihat pemandangan ini. Aku yakin suamiku juga demikian. Anak gadisnya sendiri sedang mengoral penisnya. Devyta mengecup ujung kepala penis suamiku beberapa kali, kemudian berusaha memasukkan semua penis itu ke dalam mulut mungilnya. “Arggghh….” Erang suamiku. Suamiku pasti merasakan sensasi nikmat yang luar biasa. Penisnya sedang dikocok pakai mulut oleh anak gadisnya di hadapan istrinya sendiri!! Cukup lama Devyta mengemut penis ayahnya, dia terlihat sangat lihai meskipun ini yang pertama baginya. “Ugh… berhenti dulu sayang… Papa gak kuat” pinta suamiku setelah beberapa saat, Devytapun menghentikan aksinya. “Kenapa berhenti sih Pa? pejuin aja mulut Devyta…” kataku sambil tertawa kecil. Mendengar hal itu Devyta juga tertawa dan memasukkan penis itu sekali lagi dalam mulutnya. Tentu saja membuat ayahnya terkejut. “Dasar Devyta, kamu nakal yah ternyata… hihihi, ayo sayang… bikin Papamu enak” suruhku menyemangati Devyta. Gerakan kepala Devyta terlihat lebih cepat sekarang. “Nghh… Devyta… arggghhh” suamiku kini juga mulai memegang kepala putrinya lalu memaju- mundurkan seperti sedang menyetubuhi mulut anaknya. Sungguh cabul!! Gerakan pinggul suamiku semakin cepat, hingga akhirnya tubuhnya kelojotan dan memuncrakan pejunya ke dalam mulut Devyta. Putri kami terus menutup mulutnya, mengapit penis itu dengan bibir selama peju ayahnya menyemprot memenuhi rongga mulutnya. Dan dia melakukan itu sambil terus tersenyum pada ayahnya. “Sayang jangan langsung telan” suruhku, Devyta sedikit mengangguk.
“Sekarang kasih lihat sama Papa kamu…” suruhku lagi. Devytapun membuka mulutnya lebar-lebar dihadapan ayahnya, menunjukkan bagaimana benih-benih ayahnya yang dulu menciptakan dirinya kini malah dia tampung di mulutnya. Karena sperma itu sangat banyak, membuat sperma itu sebagian meluber ke dagu Devyta hingga ada yang tercecer ke buah dadanya karena tidak mampu ditampung oleh mulut Devyta yang kecil. “Gimana Pa, suka ya ngelihat Devyta seperti ini? Mulut anak gadis sendiri kok dipejuin sih? hihihi” tanyaku pada suamiku. Dia tidak menjawab, tapi aku tahu dia sangat suka. Pemandangan gadis remaja dengan mulut penuh sperma serta sebagian tubuh berceceran sperma seperti ini pastinya sangat menggairahkan bagi para lelaki. “Oke sayang, sekarang telan peju Papa kamu” suruhku pada Devyta, diapun menelan sperma itu perlahan. Semua sperma itu kini perpindah ke dalam lambung putri kami. Meskipun baru saja keluar, tapi penis suamiku hanya setengah layu. Mungkin birahinya yang masih tinggi membuatnya demikian. Tidak butuh waktu lama untuk penis itu kembali tegang sepenuhnya.
“Pa, Devyta…” panggilku pada mereka berdua. “Ya Ma?” jawab mereka serentak. “Tunggu apa lagi?” tanyaku sambil tersenyum. Mereka saling pandang, suamiku yang mengerti tanpa menunggu lagi langsung menciumi putri kami. Dia juga memainkan jarinya ke vagina Devyta tanpa melepaskan celana dalam putrinya itu terlebih dahulu. Dia kini tidak malu lagi melakukan hal bejat pada putrinya di depan istrinya. Dia ingin segera meraih kenikmatan dari tubuh putrinya. Suamiku lalu merebahkan Devyta ke atas ranjang. Dia lalu melepaskan celana dalam putrinya ini. Devyta yang sepertinya juga sudah horni nurut- nurut saja, bahkan dia membantu dengan mengangkat pinggulnya. Sekarang mereka sama-sama polos kembali. “Kamu yakin Ma tidak apa?” tanyanya padaku, ujung kepala penisnya sudah menempel di permukaan vagina Devyta. “Jangan tanya aku, tanya Devyta dong Pa…” “Sayang, kamu yakin?” “Iya Pa, masukin aja…. Zinah… zinahi Devyta…” rintih Devyta yang tampak tidak tahan untuk ditusuk-tusuk sang ayah. Suamiku yang mendengar persetujuan putrinya tanpa menunggu lagi langsung menghujamkan kontolnya. Penis suamiku kini masuk seutuhnya!!
“Arggghhhhhhh” jerit Devyta tertahan. Tampak darah perawannya mengalir pelan. Dia baru saja diperawani oleh ayahnya sendiri. “Sakit…. Sakit Pah…” rengek Devyta merintih. Aku tahu betapa sakitnya hilangnya perawan itu, terlebih bagi Devyta karena umurnya masih 14 tahun!! Suamiku lalu mendiamkan penisnya beberapa saat di dalam vagina Devyta agar terbiasa. “Lanjutin Pa…” ujar Devyta beberapa saat kemudian, sepertinya tubuhnya sudah terbiasa dengan benda tumpul itu. Suamiku kembali menggerakkan pinggulnya, makin lama semakin kencang. Wajah mereka sama-sama merah padam kerena saking birahinya, terlebih oleh suamiku. Kenyataan bahwa wanita mungil yang sedang digenjotnya saat ini adalah darah dagingnya sendiri pastilah membuatnya semakin bernafsu. Dia hentak-hentakkan penisnya dengan kuat. Devyta yang awalnya merintih kesakitan kini telah berubah menjadi rintihan kenikmatan. “Gimana Pa? enak?” tanyaku pada suamiku. Dia tidak menjawab. Aku juga menanyakan Devyta pertanyaan yang sama, dan dia juga tidak dijawab.
“Dasar… kalian ini, asik berzinah ria sampai- sampai Mama dicuekin, hihihi” ujarku. Tapi tidak masalah bagiku. Aku rela tidak tidak dihiraukan demi menyaksikan obsesiku yang jadi kenyataan ini. “Pa, dia itu putri kandungmu lho…” ujarku lagi menggoda suamiku. Aku ingin membuatnya makin terangsang. “Enak yah Pa ngentotin anak gadis sendiri?” “Dia masih empat belas tahun lho…. tapi kayaknya Devyta suka tuh dizinahi sama kamu. Entotin terus dia Pa, jangan kasih ampun” Aku terus menerus mengata-ngatai agar suamiku semakin bertambah birahinya. “Sayang… Papa mau keluarin peju…” erang suamiku. Tentu saja suamiku merasa ingin cepat keluar. Udah penisnya dijepit vagina remaja yang super rapat, terus mendengar omonganku lagi, siapa yang gak tahan coba pengen cepat-cepat ngecrot? “Keluarin saja di dalam rahim Devyta Pa, bikin putrimu…. Bunting” ujarku. “Croooottttt” suamiku sepertinya tidak kuasa mendengar kata ‘bunting’. Dia ejakulasi. Tubuhnya mengejang dengan hebatnya. Dia menyemprotkan pejunya ke rahim putrinya. Sangat banyak hingga meluber ke luar dari vagina Devyta, turun perlahan membasahi sprei tempat tidur anaknya ini. “Hihihi, Papa, banyak banget sih pejunya, kamu benar-benar pengen bikin Devyta bunting yah?” ujarku menggodanya.
“Sayang, kamu pengen gak dibuntingi sama Papa?” tanyaku pada Devyta, dia mengangguk. Aku merinding membayangkan kalau Devyta benar-benar sampai hamil oleh ayahnya di usianya yang baru 14 tahun dan masih duduk di bangku SMU ini. “Terus kalau Devyta benar-benar hamil gimana Ma?” tanya Devyta. “Kamu nikah saja sama Papa. Kamu mau kan nikah sama Papa kamu?” jawabku bercanda. “Mmh… Mau deh” aku tertawa mendengar jawaban polosnya. “Hihi, emang kamu mau kasih berapa anak ke Papa?” tanyaku. “Kalau tiga gimana?” “Boleeeh…” Kami kemudian sama-sama diam sejenak meresapi apa yang baru saja terjadi. Suami telah memperawani putrinya sendiri. Mas Joko juga sepertinya tidak percaya kalau akhirnya dia telah merenggut kewanitaan Devyta. Mungkin semua ini sangat melenceng dari norma, tapi sensasi persetubuhan sedarah itu pastinya sungguh sangat luar biasa. “Pa…” panggil Devyta. “Ya sayang?” “Lain kali lagi yuk….” “I-iya… kapanpun kamu mau” jawab suamiku. “Papa juga, kapanpun Papa pengen entotin Devyta, entotin aja Pa” kata Devyta sambil tersenyum. “Mmh… Terus Mama gimana?” tanya Devyta padaku. “Mamagak apa-apa kok sayang… kamu ngentot saja yang baik sama Papa, gak usah pikirin Mama, oke?” “Benar Ma gak apa-apa?” tanya suamiku juga. “Iya Pa, kalau kamu nanti mau tidur berdua di kamar Devyta juga gak apa kok” Devyta dan suamiku tersenyum, merekapun berciuman lagi. Bercumbuan dan saling menjamah di atas ranjang. Ku lihat penis suamiku tegang lagi.
“Ya, ampun… belum puas yah? Ya udah, kalian lanjutin gih main-mainnya… Mama gak bakal ikut-ikutan sekarang. Nih kunci dulu pintunya” kataku bangkit ke luar kamar. Sebelum menutup pintu aku berkata, “Selamat berzinah ria yah kaliannya…” ayah anak itu hanya senyum-senyum, lalu melanjutkan lagi berciuman, melanjutkan lagi perzinahan mereka. Aku buru-buru menuju dapur, membuka lemari pendingin dan mengambil terong dan timun. Aku tidak tahan untuk bermasturbasi. Ya… aku rela hanya bisa bermasturbasi, sedangkan suamiku sedang enak-enakan menggenjot putri kandungnya sekarang. ~~
Sejak saat itu, hampir tiap hari aku melihat suami dan anakku bersetubuh. Mereka melakukannya di berbagai tempat. Baik di kamar Devyta, di kamar mandi, bahkan di ranjang kamarku tempat aku dan suamiku biasa bersetubuh. Suara erangan dan rintihan nikmat persetubuhan sedarah itu selalu ku dengar. Entah sudah berapa kali mereka bersetubuh. Entah sudah berapa banyak sperma suamiku bersemayam dalam vagina putrinya. Sering suamiku menyetubuhi Devyta sampai larut malam. Kadang Devyta tidak sekolah karena saking ngantuk esok paginya. Obsesiku memang sudah kesampaian untuk melihat suamiku menyetubuhi putri kami sendiri. Tapi tenyata selanjutnya aku punya ide yang lebih gila lagi. Aku ingin teman-teman suamiku tahu kalau suamiku telah menyetubuhi Devyta. Aku ingin suamiku menyetubuhi Devyta di depan teman-temannya, bapak-bapak tetangga kami. Memang sungguh gila, tapi aku tidak kuasa menahan rasa penasaran akan sensasinya. Akupun memberi tahu suamiku tentang ideku ini pagi itu sesudah Devyta berangkat sekolah. “Kamu jangan gila Ma!! Masa aku menyetubuhi Devyta di depan orang lain!!?” tentu saja suamiku terkejut mendengar permintaanku. Walaupun begitu, aku dapat melihat dari mata suamiku kalau dia juga terangsang mendengar ideku ini. Tampak ada tonjolan dari balik celananya. “Mereka selama ini kan juga sudah punya pikiran jorok ke Devyta, kamu pasti sudah tahu itu kan Pa?” Ya… melihat Devyta bermanja-manjaan dengan Papanya saja itu sudah bisa bikin mereka horni, aku penasaran bila mereka melihat Devyta disetubuhi, apalagi oleh Papanya sendiri.
“I-iya… tapi kan….” “Mereka cuma boleh melihat saja kok… tidak boleh macam-macam sama Devyta. Juga mereka harus janji tidak boleh cerita sama orang lain. Lagian kita kan mau pindah rumah Pa… jadi kita gak bakal ketemu mereka lagi” bujukku terus. “Tapi gimana caranya? Terus kamunya?” “Ya kamu ngaku saja kalau kamu sudah pernah bersetubuh dengan Devyta. Terus mereka pasti tidak percaya tuh, suruh liat saja. Aku bakal keluar rumah hari itu, jadi kalian bebas pengen ngapain aja” jawabku. “Bukannya kamu pengen lihat kami gituan di depan teman-temanku Ma?” “Iya” “Terus?” “Kan sudah ku bilang kalau aku ingin membiarkan kalian bebas” jawabku. Sebenarnya hanya dengan membayangkannya saja itu sudah cukup bagiku. “Tapi… tolong kamu rekam saja untukku Pa, atau suruh teman-temanmu itu yang merekam” lanjutku lagi. “Hah!!?” Suamiku tampak makin terkejut saja dengan ideku ini. Tapi aku tahu dadanya sedang berdebar kencang memikirkan hal tersebut sekarang. Bersenggama dengan anak gadisnya di depan orang lain sambil direkam!! “Terus kalau nanti mereka tidak tahan gimana Ma?” “Ya kamu jaga dong anakmu… Gimana Pa? Setuju?” tanyaku lagi. Ia lalu berpikir sangat lama, wajar memang karena ide ini sangat gila dan beresiko.
“O-oke deh Ma…” setuju suamiku akhirnya. Hari minggu, teman-teman suamiku datang lagi ke rumah. Mereka dan suamiku asik ngobrol dengan tetap ada Devyta di samping suamiku. Ku dengar mereka sering bertanya-tanya tentang Devyta pada suamiku seperti, “Devytanya masih sering mandi sama Pak Joko? Masih dipakaikan baju juga?” Tampaknya mereka masih saja penasaran dengan itu. Mereka tentu saja belum tahu kalau akan dikasih liat pemandangan luar biasa, begitupun putriku yang juga tidak tahu akan disetubuhi di depan teman-teman ayahnya. “Devyta, mama pergi ke pasar yah… Kamu gak apa kan Mama tinggal?” kataku pamit pada Devyta. “Gak apa kok Ma” jawabnya. Akupun meninggalkan rumah. Membayangkan anak gadisku menjadi satu-satunya wanita di antara mereka makin membuatku birahi. Selama di pasar dadaku selalu berdebar-debar memikirkan apa yang sedang terjadi di rumahku. Bayangan- bayangan suami dan putri kami bersetubuh di depan bapak-bapak itu terus memenuhi pikiranku. Sampai-sampai aku bermasturbasi di toilet umum karenanya. Aku baru pulang menjelang magrib. Aku tiba bersamaan dengan teman-teman suamiku yang juga baru akan pulang. Kami berpapasan di depan pagar. “Sudah mau pulang bapak-bapak?” sapaku pada mereka.
“Eh, i-iya Bu Susi… Pamit dulu Bu…” jawab mereka agak tergagap. “Tumben buru-buru? Ada apa?” “Gak ada apa-apa kok Bu” “Oh.. Ya sudah, hati-hati di jjoko Pak” Akupun masuk ke dalam rumah. Aku langsung mencari suami dan anakku. Meskipun suamiku berkata akan merekamnya, tapi aku lebih penasaran mendengar ceritanya langsung. Ternyata mereka ada di dalam kamar Devyta, tapi astaga!!! Aku melihat tubuh putriku penuh dengan ceceran sperma!! “Pa…!!” “Eh, M-mama” jawab suamiku. “Kok Devytanya penuh peju gini sih Pa!!?” “Kamu gak apa sayang?” tanyaku pada Devyta. Apa anak gadisku baru saja dipejuin ramai- ramai oleh mereka? Kalau benar ini tentu saja di luar dugaanku, atau mungkin mereka juga…. . “Gak apa kok Ma… Tapi Papa tuh… masa ngentotin Devyta di depan om-om itu sih…” “Ha? Dasar Papa kamu ini” ujarku pura-pura tidak tahu sambil mencubit pinggang suamiku. “Emang gimana ceritanya sayang?” tanyaku lagi pada Devyta sambil mengambil handuk untuk mengelap badan Devyta, tapi tidak jadi ku lakukan. Soalnya Devyta terlihat lebih seksi dengan badan penuh sperma begini. “Iya, awalnya Devyta dicium-cium sama Papa… Om om itu muji-muji Devyta terus Ma. Terus Papa bilang kalau Papa pengen ngentotin Devyta di depan om-om itu” “Terus kamu bolehin?” “Agak malu sih ma, tapi Devyta bolehin juga” jawabnya. “Terus sayang?” “Papa suruh Om itu ngerekam Ma…” “Om itu Mau?” “Mau kok… terus Papa mulai telanjangi Devyta Ma di depan om-om itu, tapi Ma…” “Tapi apa sayang?” “Waktu Papa ambil handycam ke kamar, om-om itu yang lanjutin nelanjangi Devyta” lanjut putriku. Aku bergidik membayangkan bagaimana putriku ditelanjangi oleh bapak-bapak itu. Seorang gadis belia yang cantik jelita, membiarkan dirinya ditelanjangi oleh pria-pria berumur. Jantungku makin berdetak cepat.
“Kamu ditelanjangi sampai bugil?” “Iya Ma… Papa sih lama, Om om itu deh yang bantuin” “Kamu ini gimana sih Pa? kok orang lain sih yang telanjangi Devyta?” tanyaku pada suamiku. “Aku juga gak tahu Ma, waktu aku balik dari kamar, ternyata Devyta lagi ditelanjangi mereka” ujar suamiku. Ya sudahlah kalau begitu, menurutku tidak masalah. Toh cuma ditelanjangi, paling digerepe-gerepe 'sedikit'. “Terus sayang?” “Mereka mulai merekam Ma, Devyta disuruh hisap kontol Papa sambil liat ke kamera yang dipegang om itu Ma… ya Devyta ikutin” jawab Devyta enteng dengan lugunya. Membayangkan putriku yang cantik telanjang sendirian diantara pria-pria disana, bahkan mengulum penis ayahnya sungguh membuat dadaku berdebar. Aku tidak menyangka hanya mendengar ceritanya saja bisa membuatku sangat horni. “Terus?” “Devyta dientotin sama Papa Ma di ruang tamu…. Om itu terus aja muji Devyta. Eh, Papa bilang silahkan aja kalau mereka mau ngocok. Mereka ngocok deh Ma sambil liat Devyta dientotin sama Papa” terang Devyta. “Terus Papa kamu keluarin pejunya dimana sayang?” “Di dalam Ma… banyak banget” “Enak ya Pa ngentot di depan orang lain? hihihi” tanyaku pada suamiku, dia hanya tersenyum nyengir. “Udah? gitu aja?” “Belum selesai Ma…” kata Devyta. “Belum selesai?” “Iya Ma, soalnya om-om itu bilang gini Ma… Devytanya gak di anal sekalian Pak?” kata Devyta berusaha menirukan gaya bicara bapak-bapak itu. “Anal?” tanyaku terkejut, “Devyta nya kamu analin Pa?” tanyaku lagi pada suamiku. Aku tentu saja tidak menyangka kalau Devyta bakal dianal. “Iya Ma, Devyta nya mau kok, katanya dia juga penasaran” “Beneran sayang? Kamu gak dipaksa kan sama Papa? Emang gak sakit?” tanyaku pada Devyta. “Sakit sih Ma… Tapi gak dipaksa kok Ma…” “Oh…”
“Terus om-om itu pengen Devyta pake seragam sekolah Ma…” lanjut Devyta. “Ha? Kamu dianal sambil pake seragam??” “Awalnya sih iya Ma… tapi lama-lama kancing kemeja Devyta mulai dibukain satu-satu, terus cuma pake rok aja, terus Devyta bugil lagi” terang Devyta. Aku hanya bisa geleng-geleng kepala. Sungguh mesum, Devyta dicabuli beramai-ramai dengan seragam sekolah SMU nya. Ini melebihi khayjokoku, juga khayjoko suamiku tentunya. “Terus sayang?” “Terus mereka tumpahin pejunya ke seragam Devyta Ma, Papa juga. Basah deh seragam Devyta kena peju… lihat tuh Ma” kata Devyta sambil menunjuk ke sudut ruangan, ada seragam SMU nya Devyta yang berlumuran cairan putih kental di sana. “Udahan? Terus peju di badan kamu ini?” “Iya… terus kan kami istrihat. Devyta mandi sama Papa” “Mereka gak ikut mandiin kamu kan sayang?” “Gak Ma, gak boleh sama Papa. Tapi mereka bantu handukin Devyta” “Bantu handukin kamu?” “Iya… Mereka juga ambil foto-foto Devyta sambil handukin. Terus katanya mereka nafsu lagi, mereka bilang pengen ngentotin Devyta Ma, mereka pengen genjotin memek Devyta…” “Kamu bolehin!!??” “Nggak, Devyta maunya cuma sama Papa aja” “Oh…” bagus deh.
“Jadinya mereka ngocok deh Ma sambil pegang-pegang Devyta, gak apa kan Ma kalau cuma dipegang-pegang? Habisnya enak sih… hihihi” “Dasar kamu. Iya gak apa, terus mereka tumpahin ke badan kamu?” “Iya Ma… mereka tembakin peju mereka ke Devyta. Kotor lagi badan Devyta Ma, padahal Devyta baru mandi” ujar Devyta santai sambil membuka lebar tangannya, menunjukkan ceceran sperma yang mulai mengering di sekujur tubuhnya. Memang bukan bau sabun yang tercium dari tubuhnya, tapi bau peju yang pekat. “Masa kamu biarin aja sih Pa? Kalau Devyta nya diperkosa gimana coba?” tanyaku pada suamiku. “Aku juga gak mau Ma sebenarnya… Waktu itu aku sedang menerima telpon dari bos” jawab suamiku beralasan. “Jadi kamu cuma bisa ngelihatin anakmu dipejuin orang lain?” “Mau gimana lagi Ma, tidak mungkin aku menyela omongan Bos” ujar suamiku, tampaknya dia berkata jujur. “Ya sudah Pa, gimana lagi” “Tapi itu tandanya om om itu cinta sama Devyta kan Ma?” tanya Devyta polos.
“Iya… Om itu cinta sama kamu, hati-hati lho ntar kalau istri mereka tahu kamu bakal dimarahi, hihihi” ujarku, Devyta nya malah cekikikan sambil meletakkan telunjuk di bibirnya, tanda agar jangan memberi tahu mereka. Sungguh nakal dan menggemaskan tingkah putri kami ini. “Eh Ma… Tapi kontol om-om itu gede gede lho Ma, apalagi punya Om Rudi. Punya Papa aja kalah Ma… Devyta jadi ngebayangin kalau masuk ke memek Devyta gimana” kata Devyta kemudian. Aku terkejut bukan main mendengarnya, demikian juga suamiku. Devyta jadi keterusan!! Ku lihat raut wajah cemburu dari suamiku karena punyanya dibandingkan dengan punya bapak- bapak tetangga oleh putrinya sendiri. “Dasar kamu nakal, emangnya kamu mau memek kamu dimasuki kontol Om Rudi?” godaku yang sepertinya malah membuat suamiku makin cemburu. “Mmmh… Yang boleh masuk ke memek Devyta cuma punya Papa sih Ma, tapi…” “Tapi apa?” “Tapi kalau Papa kasih izin… Devyta gak nolak kok” katanya melirik nakal pada ayahnya. Makin terkejut aku dan suamiku mendengarnya.
Perkataannya sungguh bikin aku gemas. Polos dan lugu tapi ternyata putriku ini ‘nakal’ juga. Aku kini jadi ikut-ikutan tertarik membayangkan putriku disetubuhi oleh bapak tetangga itu. “Mama sih terserah Papa aja. Kalau Papa kasih izin Mama setuju aja kamu dimasukin kontol om-om tetangga kita itu” ujarku. Aku ingin tahu bagaimana respon suamiku. Devytapun benar- benar meminta izin pada ayahnya. “Gimana Pa? Boleh gak memek anak Papa dimasukin kontol Om Rudi? Papa rela gak?” tanyanya. Sungguh pertanyaan yang pastinya makin membuat perasaan suamiku tidak karuan. Suamiku tampak lama diam berpikir. Sepertinya dia juga penasaran!! Apa yang akan kau jawab mas? Apa kamu rela putrimu bersetubuh dengan orang lain? “Papa gak tahu, lihat nanti saja deh” cuma itu yang dikatakan suamiku. Diapun pergi ke kamarnya. Ya sudah, tapi kok Devyta nya… “Sayaaang!!! Kamu kok langsung tiduran gitu sih?” tanyaku pada Devyta karena dia seenaknya langsung tiduran di atas ranjang. Padahal ceceran sperma dibadannya masih belum dibersihkan.
“Ngantuk Ma… capeeeek” jawab Devyta santai. Aku paham dia pasti capek, tapi kan… “Iya Mama tahu, tapi bersihkan dulu dong badannya… Lihat tuh jadi kotor gitu spreinya” suruhku lagi, tapi dia tetap tidak menghiraukan. Tetap saja berbaring memeluk guling dengan nyamannya. Dasar Devyta… Apa dia tidak risih badannya lengket-lengket begitu? “Bandel banget sih… Ya sudah kamu tidur dulu bentar, tapi ntar jangan lupa bersih-bersih” kataku mengalah. Akupun membiarkan Devyta tertidur dengan badan masih berlumuran peju!! Bisa-bisanya putriku ini tidur dengan nyenyaknya dengan kondisi seperti itu, pemandangan yang sangat ganjil. Aku lalu keluar dari kamarnya yang penuh bau peju ini. Aku memutuskan untuk bermasturbasi sendiri sambil menonton rekaman persetubuhan putri dan suamiku barusan. Soalnya aku sudah horni dari tadi mendengar semua cerita mereka. ~~ Beberapa hari berlalu, tiap sore tetangga teman-teman suamiku ini selalu main ke rumah. Tentu saja aku tahu maksud tujuan kedatangan mereka yang sebenarnya. Namun mereka tidak berani berbuat macam-macam pada Devyta karena ada aku di rumah. Paling jauh mereka hanya punya kesempatan meraba Devyta sebentar saja.
….. “Sayang…” panggil suamiku pada Devyta hari itu. “Ya Pa?” “Papa mau bilang sesuatu sama kamu” “Hmm? Mau bilang apa Pa?” “Anu… tentang yang kamu bilang waktu itu” “Yang waktu itu yang mana sih Pa?” “Itu… Yang katanya kamu pengen cobain kontol Om Rudi” “Oh yang itu… Kenapa Pa? Papa pengen Devyta ngentot sama Om Rudi? Kapan Pa?” “…..” “Gimana Pa? Papa pengen lihat Devyta ngentot- ngentotan sama orang lain ya? Papa rela?” “Tidak!! Papa tidak rela. Papa tidak mau kamu disetubuhi sama orang lain!!” ujar suamiku. Aku tidak menyangka suamiku berkata demikian. Sesaat aku tadi berpikir kalau dia akan merelakan putrinya dientotin teman-temannya. Keraguannya lenyap, dia kini tampak benar- benar yakin kalau Devyta cuma miliknya. Ya... Menurutku memang lebih baik begitu, aku dan suamiku bukan germo yang mengobral anak gadis kami sendiri. Aku ingin hanya Papanya saja yang menyetubuhi Devyta. Hmm... Apa aku aja ya yang cobain punyanya Pak Rudi? Ups... apa sih yang ku pikirkan. “Papa cuma mau kamu milik Papa. Cuma Papa yang boleh ngentotin kamu” lanjutnya.
“….” “Pa…” panggil Devyta, dia terlihat tersenyum. “….Devyta juga gak rela kok” “Sayang…?” “Iya… Devyta juga gak rela kalau dientotin sama selain Papa. Devyta juga maunya cuma sama Papa aja. Papa cemburu ya waktu itu? Hihihi, maaf yah Pa…” “Tentu saja Papa cemburu sayang. Kamu itu milik Papa, masak Papa kasih ke orang” Senyum manis Devyta mengembang mendengar perkataan ayahnya ini. “Makasih Pa… Devyta jadi yakin kalau Papa benar- benar cinta sama Devyta.... sama kayak Devyta cinta sama Papa” “Jadi… jadi kamu sengaja ya bikin Papa cemburu?” “Iya Pa, maaf ya… hihihi” ujar Devyta sambil memeluk Papanya. “Dasar kamu memang nakal” Aku terpana melihat adegan ini. Sungguh manis. Sepertinya cinta suamiku terhadap putrinya jauh lebih besar dibandingkan cintanya padaku, tapi tidak masalah. Ini memang keinginanku. Ini memang obsesiku. Karena memang seharusnya seorang ayah adalah cinta pertama dan cinta sejati bagi anak gadisnya, bukan begitu? Mungkin inilah alasan kenapa ibu dan kakekku dulu bersetubuh. Karena mereka… saling mencintai. “Pa…” Panggil Devyta. “Ya sayang?’
“Berzinah lagi yuk…” pinta Devyta dengan senyum manis. “Kamu pengen Papa genjotin lagi?” “Iya Pa… sampai bunting kalau boleh” “Dasar kamu nakal, boleh kok” “Boleh kan Ma?” tanya Devyta padaku. Aku tersenyum mengangguk. Akupun meninggalkan mereka berduaan. Membiarkan mereka saling membagi cinta mereka. Kamipun pindah rumah dua minggu kemudian. Untung saja, kalau tidak, mungkin lama-lama Devyta benar akan disetubuhi oleh tetangga kami. Putri dan suamiku kini betul-betul menjadi kekasih sejati. Saling mencintai lebih dari sekedar ayah dan anak. Hubungan sedarah mereka tentu saja sangat tabu, tapi cinta dan nafsu mengalahkan segjokoya. Dan untuk apa- apa yang akan terjadi selanjutnya, biarlah waktu yang menjawab. Yang penting kami sama-sama mendapatkan kebahagian saat ini. Di luar akulah istri dari suamiku, tapi di dalam rumah Devytalah yang selalu melayani ayahnya. “Sayang…” panggilku pada putriku. “Ya Ma?” “Ini Mama baru beliin celana dalam lagi. Suruh Papamu pakein gih” kataku sambil menyerahkan bungkusan plastik berisi beberapa helai pakaian dalam. “Makasih Ma… Pa, lihat nih… baru lagi lho… Ih, ada empat helai Pa, lucu-lucu” kata Devyta menunjukkan bungkusan celana dalam itu pada Papanya. “Pa… Mandi bareng yuk Pa… Habis itu handukin Devyta” ujar Devyta manja. “Iya iya… Terus habis itu?” tanya suamiku. “Habis itu cobain celana dalam” “Terus, habis itu?” “Ngentot sama Papa sampai malam”
Sunday, August 2, 2015
Namaku Susi. Aku sudah menikah dan memiliki seorang putri tunggal, Devyta
Asterina namanya. Umurnya kini sudah 17 tahun dan duduk di kelas 2 SMU. Usianya
yang sudah beranjak remaja telah membuat dirinya tampak menarik. Wajahnya yang
cantik dan imut menjadi nilai lebih darinya. Umurku sendiri baru 40 tahun,
sedangkan suamiku, Mas Joko, 42 tahun.
Ada sebuah pengalaman yang sangat membekas dalam ingatanku. Waktu kecil dulu aku pernah diam-diam melihat ibuku dientot oleh kakekku, ayah kandung ibuku sendiri. Aku tidak tahu apa yang membuat ibu dan kakek melakukan hubungan seperti itu, aku yang juga tidak tahu harus berbuat apa akhirnya memilih diam. Namun ternyata kejadian itu bukan hanya sekali, tapi berkali-kali. Kakekku dulu memang tinggal bersama dengan kami sehingga memungkinkan mereka berbuat seperti itu berulang-ulang di saat ayahku tidak di rumah. Kini saat sudah memiliki putri, aku sering membayangkan kalau suamiku bersetubuh dengan anak gadis kami. Membayangkan bagaimana suamiku menggenjot anak gadisnya sendiri sampai anak gadis kami ini hamil olehnya. Tentu saja itu merupakan khayjoko gila dari seorang ibu terhadap anak dan suaminya sendiri. Bagaimana bisa seorang ibu punya pikiran semacam itu!? Namun hal tersebut sangat membangkitkan gairahku. Bahkan aku sering bermasturbasi karena tidak tahan dengan khayjoko gilaku ini. Saat aku berhubungan badan dengan suamiku, aku juga menganggap kalau aku ini adalah Devyta, anak gadisnya. Hal itu membuatku orgasme lebih cepat. Selain itu, saat aku pergi ke pasar dan meninggalkan mereka berdua di rumah, aku juga sering membayangkan kalau mereka bersetubuh di belakangku selama aku pergi. Aku jadi berdebar-debar sendiri selama di pasar karena memikirkannya.
Seiring waktu, hanya dengan membayangkan tidak cukup lagi bagiku. Kini aku betul-betul berharap mereka berzinah, melakukan hubungan badan sedarah antara seorang ayah dan anak gadisnya. Akupun berusaha menciptakan situasi-situasi agar suami dan anakku menjadi tertarik satu sama lain. Aku sampai membelikan putriku pakaian-pakaian yang seksi, lalu mengajarinya cara berpakaian yang membuat lekuk tubuhnya tercetak. Tanktop dan celana pendekpun menjadi pakaiannya sehari-hari bila di rumah. Devyta tidak masalah dengan cara berpakaian yang ku ajarkan, malah dia sangat menyukainya. Sebenarnya sering suamiku memprotes cara berpakaian putri kami. Tapi tentu saja aku membela Devyta.
“Memangnya kenapa sih Pa? kan cuma di rumah saja. Lagian cuma Papa sendiri laki-laki di sini” ujarku. “Iya sih” “Kalau gitu ya gak apa-apa dong Pa…” “Tapi kan….. Ya sudah lah” kata suamiku akhirnya mengalah. Maka bebaslah Devyta berpakaian seperti itu di hadapan ayahnya. Mungkin kalau pria lain yang melihat keadaan putri kami, pria itu sudah pasti akan sangat bernafsu. Bagaimana tidak? Seorang gadis cantik yang sedang segar-segarnya tampil dengan pakaian yang menggemaskan dan membangkitkan birahi, yang mana ibunya sendiri yang mengajarkan cara berpakaiannya itu. Itupun sebenarnya cukup sering terjadi, karena teman-teman suamiku sering mampir ke rumah, begitupun bapak-bapak tetangga sebelah. Aku seorang ibu yang sedang mengajarkan putrinya menjadi seorang eksibisonis!!
“Wah, Devyta udah gede yah… cantik lagi” Itu yang selalu mereka katakan bila melihat putriku di rumah. Aku lihat mata mereka selalu melirik ke tubuh putri kami. Rasanya sungguh aneh saat anak gadisku dipelototin begitu, antara marah dan bangga karena putriku banyak yang menyukai. Dengan keadaan Devyta yang berpakaian seperti itu, aku jadi lebih sering meninggalkan suami dan putri kami berdua menonton tv, atau menyuruh suamiku membantu Devyta mengerjakan PR-nya di dalam kamarnya Devyta. Saat mereka berduaan, akupun diam-diam memperhatikan dari jauh. Aku ingin tahu apakah suamiku mencuri-curi pandang ke arah anaknya. Tapi ternyata tidak. Meskipun ada sesekali melirik ke anaknya, tapi yang ku lihat masih pandangan tanpa nafsu. Tidak lebih dari seorang ayah yang sedang membantu putrinya. Namun ini tidak membuatku menyerah. Malam ini kami sedang duduk bersama menonton acara televisi. Sebenarnya ini adalah keadaan dan suasana yang biasa, hanya pikiranku saja yang tidak beres. “Sayang, ayo sini mama pangku” kataku mulai melancarkan aksiku. Devyta saat itu masih tetap setia mengenakan tanktop dan celana pendek sepaha bila sedang di rumah. “Ihh… mama. Devyta kan udah gede. Masa masih dipangku!?” “Hihihi, udah gede apanya? udah gede apanya ayo…” kataku sambil menarik Devyta, memeluknya lalu mengangkatnya ke pangkuanku sambil ku gelitiki. “Hahaha… geli mah, ampun….” “Ininya yah yang udah gede?” tanyaku sambil menyentil buah dadanya yang hanya ditutupi tanktop. “Mama!! Geli…!!” Bercanda seperti inipun memang sudah sering kami lakukan. Saling menggelitik dan bermain- main saat bersama-sama duduk menonton tv. Tapi kini aku mempunyai tujuan lain, yaitu sengaja membuat suamiku jadi terangsang dan bernafsu pada anaknya sendiri. “Hihihi, Pa, lihat nih anakmu udah gede” ujarku memanggil Mas Joko. Kaki Devyta ku buat jadi membuka lebar saat itu. Aku ingin suamiku melihat betapa putrinya kini sudah menjadi seorang gadis yang cantik dan menggairahkan. Membuat suamiku jadi berpikiran kotor pada anak gadisnya sendiri. Mas Joko memang melirik ke arah kami, tapi dapat ku baca dari wajahnya kalau yang dimaksud ‘gede’ olehnya hanyalah umur putrinya yang sudah semakin bertambah, bukan ukuran-ukuran kewanitaan seperti buah dada, pinggul dan lekuk tubuh putrinya.
“Ayo sayang , minta pangku juga sama papa kamu sana” suruhku pada Devyta. “Pa… pangkuin Devyta dong…” minta Devyta manja. “Iya-iya sini” kata mas Joko sambil membiarkan Devyta duduk di pangkuannya. Mereka kini sama- sama menghadap ke arah tv. Suamiku tampak biasa-biasa saja, tidak terlihat tanda-tanda nafsu meskipun saat ini ada seorang gadis cantik yang sedang duduk di pangkuannya. Padahal aku berharap kalau suamiku ereksi, sehingga penis tegangnya akan mengganjal pantat anak gadis kami. “Duh, iya nih kamu sudah gede. Berat amat sekarang” ujar mas Joko sambil mengusap- ngusap rambut Devyta. “Biarin… week. Nih rasain!!” Devyta lalu mengangkat sedikit pinggulnya, lalu menurunkannya lagi tiba-tiba ke bawah. Seakan menunjukkan kalau dia memang sudah lebih berat sekarang karena semakin dewasa. Namun yang ada itu malah membuat penis suamiku tertekan pantat putrinya. “Duh, kamu ini” gerutu suamiku. Namun tetap membiarkan Devyta terus di pangkuannya. Devyta tampak nyaman sekali dipangku ayahnya, mereka begitu mesra. Merekapun terus menonton tv dengan posisi berduaan begitu, dan aku terus hanya memperhatikan. Semakin lama, ku lihat sesekali pantat putriku ini bergeser-geser kesana-kemari di pangkuan suamiku. Apa suamiku sedang ereksi? Sehingga membuat Devyta merasa tidak nyaman karena pantatnya terganjal? Kalau benar, apa putriku ini tahu kalau penis tegang ayahnyalah yang sedang mengganjal pantatnya saat ini? Oh tuhan… Aku jadi berdebar-debar memikirkannya. Aku lalu bangkit dari tempat dudukku. Aku ingin meninggalkan mereka berdua lagi kali ini. “Mau kemana ma?” tanya suamiku. “Mau ke kamar, sudah ngantuk” jawabku sekenanya, karena tujuanku sebenarnya hanyalah ingin membiarkan mereka berduaan. “Kamu mau tidur juga sayang?” tanyanya kini pada Devyta. “Belum ngaktuk Pa” jawab Devyta cuek sambil tetap asik menonton tv. “Ya sudah” Akupun masuk ke kamar dan membiarkan suami dan anakku berduaan di sana. Dari dalam kamar aku mencoba mengintip mereka, tapi tidak ada gerakan ataupun obrolan yang aneh- aneh meski posisi mereka tetap tidak berubah. Akupun memutuskan untuk berbaring di ranjang. Tapi tanpa sadar aku benar-benar tertidur!! Saat aku terbangun esok paginya dadaku begitu berdebar-debar. Entah apa yang sudah ku lewatkan tadi malam. Apa mereka melakukan sesuatu selagi aku tidur? Atau bahkan suamiku dan putri kami sudah bersenggama? Pikiran- pikiran itu terus melintas di kepalaku. Perasaanku semakin tidak karuan karena aku tidak mengetahui apa yang sebenarnya terjadi, meskipun belum tentu semua yang ku pikirkan tadi benar-benar terjadi. Tapi sensasi membayangkan kalau mereka bermain diam- diam dibelakangku ini sungguh mengaduk-aduk perasaanku, dan aku berharap mereka benar- benar telah melakukannya. ~~
Akupun melanjutkan terus aksiku. Ketika itu dengan nada bercanda aku menyuruh Mas Joko untuk memandikan Devyta, tapi tentu saja baik Devyta maupun suamiku menolaknya. “Gak mau ah, Devyta kan udah gede, masa dimandikan Papa” jawab Devyta. “Iya nih, mama ada-ada aja” kata suamiku ikut- ikutan. “Hihihi… Kalau mama yang mandikan Devyta, mau?” tanyaku lagi. “Gak mau juga!!” Namun akhirnya Devyta mau juga mandi denganku. Dia benar-benar sudah menjadi seorang gadis muda yang cantik. Tanda-tanda kewanitaannya benar-benar sedang tumbuh dengan baik. Pastinya akan membuat nafsu para lelaki bila melihat dia telanjang dan basah- basahan seperti sekarang ini. Aku ingin ayahnya juga melihatnya dengan pandangan nafsu. Waktu aku ingin menyabuni badan, ku temukan botol sabun sudah mau habis. Ini kesempatanku!! “Sayang, sabunnya habis nih. Kamu ambilin gih ke belakang” suruhku pada Devyta. “Kok Devyta sih ma?” “Iya dong, masa mama yang ambil. Sana” “Iyaa…” Devyta lalu melilitkan handuk ke tubuhnya, tapi ku cegah. Aku ingin memamerkan tubuh indah Devyta kepada ayahnya saat ini. Tanpa banyak tanya Devytapun menuruti. Aku memanfaatkan sifatnya yang masih polos dan belum mengerti betapa pentingnya menutupi bagian-bagian kewanitaaannya itu. Jadilah dia bertelanjang bulat dari kamar mandi ke dapur. Pintu kamar mandi ku buka sedikit agar aku dapat mendengar apa yang akan terjadi. Dari sini aku memang tidak bisa melihat apa yang terjadi, namun aku masih bisa mendengar dengan jelas. Ku dengar suamiku terkejut dan menegur Devyta kenapa keluyuran telanjang begitu di dalam rumah. Dijawab Devyta kalau ingin mengambil sabun. “Sabunnya dimana Pa? gak ketemu nih…” “Bentar papa ambilkan” Tidak terdengar suara sama sekali selama beberapa saat kemudian. Dadaku berdebar memikirkan suamiku sedang bersama putri kami yang bertelanjang bulat!! Pastinya jarak antara ayah dan anak itu sangat dekat. Aku tidak tahu apa suamiku terangsang saat ini. Namun yang pasti, akulah yang terangsang berat karena memikirkan hal tersebut. “Makasih Pa” “Iya, sana cepat ke kamar mandi. Nanti malah masuk angin lama-lama telanjang di luar” “Iya Pa” Tidak lama kemudian Devyta masuk kembali ke kamar mandi. “Mama lagi ngapaiiiin!??” “Eh, n-nggak lagi ngapa-ngapain” jawabku tergagap. Aku kedapatan olehnya sedang masturbasi menyemprotkan shower ke vaginaku!! Untung kemudian bisa ku jelaskan kalau aku sedang membersihkan bagian tersebut. Kamipun mandi seperti biasa selanjutnya. Handuk yang kami bawa saat itu cuma satu, jadi kami pakai berdua bergantian setelah selesai mandi. Tentu aku yang mengenakan handuk itu, sedangkan Devyta ku suruh bertelanjang menuju ke kamarnya. Sekali lagi ketelanjangannya di lihat oleh ayahnya. ~~
Malam harinya aku mengajak Devyta tidur bersama di kamar kami. Tentunya ini juga bagian dari rencanaku yang lain. Suamiku awalnya menolak karena harus berbagi ranjang dengan Devyta, mungkin karena anak perempuannya itu sudah besar. Tapi setelah ku bujuk terus akhirnya dia mau juga. “Kamu suka sayang kita tidur sama-sama kayak dulu lagi?” tanyaku pada Devyta. “Suka ma, udah lama nggak” Sebelum tidur kami menghabiskan waktu untuk ngobrol-ngobrol tentang sekolahnya, teman- temannya, rencana liburan, hadiah ulang tahunnya yang akan datang dan lain-lain. Posisi Devyta berada di tengah-tengah diapit oleh kami berdua. “Menurut kamu Papa orangnya gimana sayang?” tanyaku kini mencoba membahas tentang ayahnya. “Baik, gak pemarah” “Kamu sayang tidak sama Papa?” “Iya, Devyta sayang banget sama Papa” “Cuma sayang saja? Tidak cinta?” tanyaku lagi. “Iya, Devyta juga cinta Papa” jawab Devyta polos. Tentu saja cinta yang dimaksud Devyta bukanlah seperti perasaan cinta kepada kekasih, namun hanya perasaan cinta dari seorang anak kepada orangtuanya. “Tuh Pa, anak kamu saja cinta sama kamu, masa kamu enggak? hihihi” tanyaku kini pada mas Joko. Aku ingin tahu bagaimana responnya. “Ihh… Papa gak cinta yah sama Devyta?” rengek Devyta manja. “Ah, gara-gara kamu ini Ma. Iya sayaaang… Papa juga cinta kok sama kamu” ucap suamiku yang disambut tawa renyah Devyta. Mendengar hal ini membuatku semakin bersemangat. Ku dekati Devyta dan ku bisikkan sesuatu padanya. “Pa, kalau Papa cinta sama Devyta, cium Devyta dong Pa…” kata Devyta kemudian. Ia menuruti apa yang ku bisikkan padanya barusan. Mas Joko yang mendengar permintaan Devyta itu dibuat terkejut, diapun melotot kepadaku karena sudah mengatakan yang tidak-tidak pada putri kami. Aku hanya tertawa kecil saja. “Iya, sini sayang…” ucap Mas Joko mau juga akhirnya, “Cup” “Yang kanan juga Pa” pinta Devyta lagi. “Iya-iya” saat mencium pipi kanan, suamiku sedikit menghimpit Devyta karena putrinya itu berada di sisi kirinya. “Devyta juga cium dong Papanya” suruhku lagi, Devyta pun melakukannya. Dia kini gantian menciumi pipi Papanya. Darahku berdesir melihat pemandangan cium-ciuman ini. Adegan cium-ciuman antara ayah dan putrinya. Walau sebenarnya hal ini tidak asing, namun baru kali ini mereka saling mencium berkali-kali, bahkan melakukannya di atas ranjang. Saat putri kami sudah tidur, akupun melanjutkan aksiku untuk merangsang suamiku. Aku bermasturbasi di sebelah Devyta. Suamiku tentunya terkejut melihat aksiku karena ada Devyta di dekat kami, aku senyum-senyum saja. Ku katakan kalau aku sedang kepengen. Tentu saja suamiku menolaknya, mana mungkin kami ngentot saat Devyta ada di tengah-tengah kami. Akhirnya aku setuju untuk hanya saling bermasturbasi. Dia memainkan vaginaku dan aku mengocok penisnya. Saat mengocoknya, sering aku menyentuhkan penisnya ke paha putri kami. Tentunya aku pura-pura tidak sengaja saat melakukannya. “Ma… hati-hati dong…” “Kenapa Pa? geli yah kena paha Devyta? Hihihi” “Bukan gitu… Nanti kalau dia bangun gimana coba?” “Iya deh… sorry” kataku sambil tersenyum. Ku lanjutkan terus kocokanku sampai akhirnya dia muncrat, tapi sengaja ku arahkan ke selangakangan putri kami. Jadilah celana pendek serta paha Devyta berceceran sperma ayah kandungnya. “Duh Ma… kena Devyta nih… Makanya aku bilang hati-hati!!” ujar suamiku berbisik keras. “Wah… Gak sengaja Pa. Papa yang bersihkan yah, aku mau ke wc dulu” “Lho? Kok aku sih ma yang ngebersihin?” tanya suamiku jengkel, namun aku terus saja memalingkan tubuhku berjjoko ke wc. Saat aku sudah keluar dari kamar, aku mengintip apa yang akan dilakukan suamiku. Dia tampak kerepotan membersihkan ceceran spermanya yang ada di sekitar selangkangan anak gadisnya. Sayangnya dia hanya sekedar membersihkan, tidak berperilaku aneh. ~~
Malam itu baru permulaan, karena setelah itu semakin sering ku ajak Devyta tidur bareng dengan kami. Devyta sepertinya amat senang bisa tidur bersama-sama dan sepertinya dia ketagihan, dia bahkan tidak mau lagi tidur di kamarnya. Bagiku ini pertanda bagus untuk mewujudkan khayjokoku. Sama seperti malam itu, aku dan suamiku juga terus saling membantu bermasturbasi walau ada Devyta di tengah-tengah kami. Sehingga makin seringlah Devyta terkena semprotan peju ayahnya karena selalu sengaja ku tembakkan ke arah selangkangannya. Kadang tidak hanya paha dan celana pendeknya saja yang kena, namun juga tangan dan bajunya. Bahkan pernah suamiku menyemprot sangat kencang hingga ada yang mengenai wajah putri kami. Dan lagi-lagi, suamikulah yang ku suruh membersihkan ceceran spermanya itu. Mas Joko sepertinya sudah tidak keberatan lagi dengan kehadiran Devyta di tempat tidur. Spermanya yang berceceran di tubuh putrinya tidak menjadi masalah lagi baginya. Entah ada hubungannya atau tidak. Suamiku jadi lebih sering meminta ML. Apa ini sebagai pelampiasan nafsunya yang tak tersalurkan pada putrinya? Aku harap iya. Tentunya dia memintanya saat siang hari karena kalau malam ada Devyta di tempat tidur kami. Walaupun sering aku mencoba mengajaknya ngentot setelah putri kami tidur, namun dia tetap menolaknya. Sering saat kami ngeseks di kamar waktu siang hari, pintu kamar ku buat agak terbuka. Padahal ada Devyta di rumah saat itu. Ya… aku sengaja membukanya sedikit dan berharap putri kami melihat apa yang sedang ku buat dengan ayahnya. Dan itu benar terjadi!! Sering aku melihat kalau putriku sedang mengintip kami bersenggama. Aku penasaran apa yang ada dipikiran putri kami saat itu. Aku kini berpikir untuk tidak memberi jatah lagi pada suamiku. Saat suamiku kepengen, akupun menolaknya dengan berbagai macam alasan seperti sedang capek, sibuk dan sebagainya. Namun malamnya aku tetap membantu mengocok penisnya di samping anakku seperti biasa. Karena memang ini tujuanku, aku tidak ingin melayani suamiku agar malamnya dia melampiaskan nafsunya di samping putri kami. “Ma, kita ML yuk…” pinta suamiku malam itu, akhirnya kini dia meminta ngeseks walau ada Devyta yang sedang tidur di antara kami. Tapi aku sudah punya rencana lain. Aku tetap tidak akan memberinya jatah lagi. “Capek Pa…” jawabku pura-pura lemas. “Ayo lah Ma… Papa lagi kepengen nih…” “Mama kocokin aja yah…” tawarku. “Ya sudah Ma” Dia lalu bangkit dan berlutut, sedangkan aku masih tetap berbaring sambil mengocok penisnya. Namun posisi Devyta masih ada di antara kami. “Devyta cantik yah Pa?” tanyaku memancing sambil tetap mengocok penis suamiku. “Iya, sama kayak mamanya” aku tersenyum. “Anak gadis Papa ini udah makin gede aja… lihat nih kulit putihnya lembut, mulus dan licin” ujarku sambil menampar-nampar penis suamiku ke tangan anak kami. Suamiku hanya diam saja!! biasanya dia pasti protes!! namun kali ini tidak berkata apa-apa!! “Enak yah Pa?” tanyaku. Tentu saja yang ku maksud enak atau tidak waktu penisnya bersentuhan dengan kulit putri kami. “Ngghh… Enak ma…” “Geser dikit Pa, biar lebih enak mama ngocokinnya” pintaku. Diapun menggeser tubuhnya ke atas sehingga kini penis tegangnya tepat mengarah ke wajah Devyta. Posisinya seperti akan men-cumshoot putri kami !! Ku melirik ke arah suamiku, dia ternyata memang sedang menatap wajah putri kami sambil penisnya tetap ku kocok. Aku harap dia memang sedang berpikiran kotor terhadap Devyta. Setelah sekian lama ku kocok, akhirnya dia muncrat juga. Anehnya dia tidak berusaha mengarahkan muncratannya ke tempat lain. Jadilah wajah putri kami berlumuran sperma kental suamiku. Pemandangan ini membuatku bergidik. Devyta yang sedang tidur baru saja disemprotin peju, dan pelakunya adalah ayah kandungnya!! Sungguh banyak, kental dan menggumpal di wajah cantiknya. “Ihh.. Pa, kok muncratnya ke wajah Devyta sih? banyak banget lagi… udah gak tahan yah?” godaku. “I-iya Ma… kocokan mama enak banget” jawabnya. Kocokanku yang enak atau kamu yang nafsu sama putrimu? Sampai-sampai muka putrimu sendiri dipejuin gitu, ujarku dalam hati. Tampak Devyta sedikit menggeliatkan badannya, mungkin tidurnya terganggu karena ada sesuatu yang mengenai mukanya. “Cup cup cup… Devyta sayang… tidur… tidur…” kataku berbisik sambil mengusap-ngusap bahunya agar dia tertidur lagi. “Tuh Papa… untung Devytanya gak kebangun. Ya sudah, mama tidur duluan yah Pa. Gak pengen nambah lagi kan ngepejuin muka Devyta nya?” kataku menggoda suamiku. “Apaan sih kamu ma? Aku kan gak sengaja nyemprot di muka Devyta” katanya beralasan. “Ya sudah, buruan bersihin gih, ntar dia beneran bangun. Kan gak lucu pas dia bangun nemuin peju di mukanya, peju papanya pula, hihihi” Baru saja ku berbicara begitu, Devyta kembali menggeliat. Tangan Devyta tampak mengusap wajahnya sendiri. Mungkin dia berpikir kalau ada nyamuk di wajahnya, padahal itu sperma ayah kandungnya. “Cup cup cup… tidur sayang….” Kataku lagi buru-buru mengusap bahu Devyta biar dia lelap lagi. “Kalau gak bobo ntar kena pejuin Papa lagi lho… hihihi” kataku lagi. “Ma!! Kamu ini, masa ngomongnya begitu!!” katanya, aku hanya senyum-senyum saja, lalu merebahkan badanku pura-pura tidur, membiarkan suamiku sibuk membersihkan ceceran peju di wajah putrinya itu. ~~
“Ma… kocokin lagi dong…” Malam esoknya juga demikan, dia meminta untuk dikocokin lagi olehku setelah aku tidak menyetujui menerima ajakan ngentotnya. Tapi kali ini aku tidak ingin membantunya. Aku ingin tahu apa yang akan dilakukan olehnya bila tidak ku bantu menuntaskan nafsunya itu. Aku berharap dia khilaf karena tidak tahan menahan nafsu hingga mencabuli putri kandungnya sendiri. “Mama ngantuk banget pa, badan mama rasanya juga gak enak. Papa ngocok sendiri aja yah…” “Yah… Kok gitu sih Ma?” Aku tidak menjawab dan berpura-pura tidur setelahnya. Posisi tidurku menghadap ke arah suami dan putri kami. Dengan sedikit membuka kelopak mata, akupun mengintip bagaimana suamiku menuntaskan nafsunya. Akhirnya dia tetap juga mengocok penisnya di sana, di samping Devyta. Entah dia sengaja atau tidak, dia sangat sering menempelkan penisnya ke paha putri kami. Dan astaga!! dia lalu bangkit dan menempelkan tubuhnya ke Devyta, membuat batang penisnya jadi terselip di antara kedua paha anak gadis kami ini. Dia tampak ragu apa yang akan dilakukannya selanjutnya, diapun melirik ke arahku berkali-kali. Sepertinya ingin memastikan kalu aku sudah tertidur. Suamiku melanjutkan aksinya lagi, sepertinya nafsunya yang sudah diubun-ubun tidak memikirkan lagi kalau gadis muda yang sedang ditindihnya itu adalah anak kandungnya sendiri. Aku memang tidak bisa melihat dengan jelas, tapi dia tampak sedang menggesek-gesekkan penisnya keluar masuk di sela-sela paha Devyta. “Nggggghh… Devytaaa” erang suamiku sambil menyebut nama putri kami!! Tidak lama kemudian tubuh suamiku mengejang. Dia klimaks!! Suamiku menumpahkan lagi pejunya ke tubuh putrinya, ke sekitaran selangkangan Devyta. Bedanya kali ini bukan aku yang mengarahkannya, namun dia sendiri yang melakukannya dengan sengaja!! Jantungku berdegub kencang. Oh tuhan… ini hampir mewujudkan khayjokoku. Sedikit lagi… tinggal sedikit lagi… lalu mereka akan bersetubuh. Sebuah persetubuhan sedarah antara seorang ayah dan anak gadisnya. Antara suami dan putriku. ***
Sejak kejadian malam itu, aku terus berpura- pura malas untuk melayani suamiku. Sehingga membuat suamiku akan terus mengulangi perbuatannya mengocok sebelum tidur di samping Devyta, hingga akhirnya memuncratkan spermanya dengan sengaja ke arah putrinya ini. Baik paha, tangan maupun wajah Devyta selalu menjadi sasaran tembak sperma ayah kandungnya. Melihat putri kami terkena ceceran sperma ayahnya betul-betul membuatku horni.
Aku juga makin sering mandi bersama Devyta saat ada ayahnya di rumah. Tentu saja setelah itu Devyta ku suruh ke kamarnya dengan bertelanjang bulat. Suamiku yang sudah hampir dua minggu tidak ku layani, ku cekoki dengan pemandangan bugil putri kandungnya sesering mungkin. “Teruslah lihat tubuh putrimu ini suamiku sayang, membuatmu nafsu bukan?” Entah mungkin karena jarang ku layani, suamiku kini kelihatan jadi lebih sering memanjakan putrinya. Devyta juga sepertinya semakin nempel pada suamiku. Ia sekarang jadi lebih banyak menghabiskan waktu dengan ayahnya dibanding denganku. Bahkan saat ada teman-teman ayahnya, Devyta tetap saja berpangku-pangku dan bermanjaan pada ayahnya. Tentunya merupakan pemandangan yang ganjil bagi mereka melihat gadis muda cantik dengan pakaian minim bergelayutan manja di pangkuan pria dewasa, meskipun itu adalah ayahnya sendri. Siang dimanjain, malamnya Devyta dipejuin. Begitu terus setiap hari.
“Pa, tadi malam onani lagi?” “Iya mah, mama sih gak mau bantuin” “Mama kan beneran capek Pa… Terus peju papa gimana? Kena Devyta lagi dong?” “Ya gak sengaja kena Devyta nya…” jawabnya berbohong, padahal jelas-jelas yang ku lihat dia sengaja menyemprotkannya ke tubuh putrinya. “Soalnya Devyta suka ngeluh tuh ke aku, katanya badannya sering terasa lengket waktu bangun” “Oh… gitu yah Ma, maaf deh. Papa bakal hati- hati” jawabnya. Dia mengatakan akan hati-hati? Seharusnya dia tidak onani lagi dan memaksaku untuk melayaninya, tapi ternyata tidak. Berarti dia memang ingin terus mengulangi perbuatannya untuk terus mengocok di samping putri kami. Benar saja, dia tetap terus mengulanginya. Meskipun dia berkata akan hati-hati tapi dia tetap sengaja menumpahkan pejunya ke tubuh Devyta. Aku yakin kalau suamiku sudah tertarik pada putri kandungnya sendiri.
Hingga akhirnya malam itu yang suamiku takuti terjadi juga. Devyta terbangun sesaat setelah wajahnya disemprotin peju. “Nghhh… Paaaaaaaaa!!! Apaan sih iniiiih???” teriak Devyta kencang. Suamiku langsung terdiam tidak tahu harus berkata dan berbuat apa. Aku juga pura-pura terbangun. “M-maaf sayang… i-itu…” “Ihh.. kok Devyta dikencingin siiiiiih?” Devyta terlihat seperti ingin menangis saat itu. Diapun langsung berlari menuju ke kamar mandi yang ada di dalam kamar untuk mencuci muka. Saat kembali, wajahnya terlihat ngambek, dia sepertinya marah. Diapun keluar kamar untuk tidur di kamarnya. Baik aku dan suamiku sama- sama terdiam. “Tuh kan Pa… makanya ku bilang hati-hati” kataku akhirnya dengan nada serius pada suamiku, padahal hatiku sangat senang karena akhirnya Devyta mengetahui perbuatan Papanya. Aku penasaran apa yang akan terjadi setelah ini. ~~
Besoknya, dari pagi sampai Devyta pulang sekolah dia tetap saja diam. Akupun menyuruh suamiku ke kamar putri kami untuk membujuknya agak tidak ngambek lagi. “Mama gak ikutan bujuk? Masa cuma papa sendiri?” “Mama lagi masak Pa… papa aja deh. Lagian itu kan salah kamu Pa” tolakku. Tentunya itu hanyalah alasanku agar mereka kembali berduaan, sekaligus aku ingin tahu bagaimana suamiku mengatasi masalah ini. Setelah beberapa menit mereka di dalam, akupun memutuskan untuk menguping apa yang sedang mereka bicarakan. “……..” “……I-tu... itu bukan pipis sayang” terdengar suara suamiku. Sepertinya Devyta masih mengira kalau cairan itu adalah pipis ayahnya. “Bukan pipis? Terus?” “Itu peju, beda sama pipis” jelas suamiku. “Pejuh? Tapi sama aja kan Pa, masa muka Devyta dipe… dipejuhin sih?” tanya Devyta polos. “M-maaf sayang. Soalnya papa lagi nafsu waktu itu” “Nafsu?” “Iya.. nafsu. Papa tertarik sama kamu” “Tertarik sama aku? Maksudnya Papa suka sama Devyta?” “Iya, karena papa suka dan cinta kamu” “Gitu yah Pa? Jadi karena Papa nafsu sama Devyta, terus papa buang pejuh ke Devyta?” tanya Devyta berusaha menyimpulkan. “I-iya sayang… maaf yah” “Gak apa kok Pa… kalau memang gitu Papa boleh kok nafsu terus sama Devyta” ujar Devyta santai. Tampaknya dia salah menyimpulkan penjelasan Papanya. “Hah? I-iya, makasih sayang” “Iya, sama-sama. Emang apa yang bikin Papa nafsu sama Devyta? Jujur!” tanya Devyta. “I-tu… soalnya kamu cantik, terus badan kamu, terus pakaian kamu itu… Papa suka banget, bikin Papa nafsu” jelas suamiku kesusahan menjawab pertanyaan anaknya. Devyta tertawa renyah mendengar jawaban Papanya karena menganggapnya pujian.
“Hihihi, makasih Pa. Berarti sekarang Papa nafsu dong sama Devyta?” tanya Devyta sambil tersenyum manis. Saat itu dia memang mengenakan tanktop ketat dan celana pendek sepaha seperti biasa. “I-iya sayang… Papa nafsu lihat kamu” “Hmm… kalau gitu Papa boleh kok kalau mau buang pejunya ke Devyta lagi, Devyta gak bakal marah” ujar putri kami. Darahku berdesir mendengarnya. Aku tidak menyangka kalau Devyta akan berkata seperti itu. Memperbolehkan ayah kandungnya muncratin peju ke dia lagi!! “K-kamu serius sayang?” terdengar suamiku juga terkejut mendengar perkataan anaknya. “Iya… disiramin pejuh Papa lagi. Itu tanda suka dan cinta dari Papa kan? Sekarang boleh kok kalau Papa mau” “Tapi… itu kan…” Suamiku tampaknya bingung dengan apa yang harus dia lakukan. “Apa yang akan kau jawab suamiku? Anak gadismu meminta spermamu di tubuhnya. Itu yang kamu mau bukan? Kau ketagihan ngepejuin anak gadismu sendiri bukan?” kataku dalam hati. Dadaku sungguh berdebar-debar menanti jawaban suamiku. “Kenapa Pa?” “Baiklah kalau begitu, tapi jangan sekarang, nanti ketahuan Mama” jawab Mas Joko. Suamiku menyetujuinya!! “Emang Mama gak boleh tahu Pa?” “Iya, kamu jangan kasih tahu mama yah… jangan kasih tahu mama apa yang baru kita bicarakan. Bilang saja kalau kamu udah maafin Papa” “Oh… ya udah. Ini bakal jadi rahasia kecil kita berdua. Devyta bakal rahasiakan kalau Papa nafsu sama Devyta, gitu Pa? Oke?” “Oke sayang... kamu memang pintar” Ini sungguh situasi yang aneh. Mereka merahasiakan hal itu padaku, padahal akulah yang membuat mereka menjadi seperti sekarang ini. “Terus kapan Papa mau buang peju ke Devyta lagi?” tanya Devyta kemudian. “Kamu nanti malam tidur sama Papa Mama lagi kan?” “Hmm… Iya Pa..” “Kalau gitu nanti malam Papa bakal pejuin kamu lagi seperti biasa. Boleh kan sayang?” “Ihhh…. Jadi tiap malam Devyta kena semprot pejuh Papa terus !??” Devyta balik bertanya. “Iya sayang, Maaf yah.. hehe” “Ohh.. pantesan badan Devyta lengket terus waktu bangun. Ya udah, nanti malam yah Pa. Gak usah diam-diam lagi, Devyta mau kok bantuin”
Sepertinya sudah cukup apa yang ku dengar. Aku segera kembali ke dapur dan pura-pura tidak mendengar apa yang terjadi barusan. Sensasi ini sungguh luar biasa. Obsesiku semakin mendekati kenyataan. Aku tidak sabar menunggu malam tiba. Malamnya Devyta tidur lagi bersama kami. Suamikupun lagi-lagi meminta agar aku mau melayaninya, setidaknya membantu mengocok penisnya. Tapi aku yakin itu hanya pura-pura saja. Begitupun dengan diriku yang masih pura- pura malas melayaninya serta bertingkah seakan tidak mengetahui apa yang akan terjadi. Setelah aku pura-pura terlelap merekapun memulai aksinya. Sesekali ku buka sedikit mataku agar bisa melihat apa yang mereka lakukan. Suamiku tampak membangunkan Devyta yang sudah beneran tertidur. “Sayang, bangun…” suamiku berbisik membangunkan putrinya. “Nggmmhh… Papa mau pejuin Devyta sekarang?” “Ssssst… pelanin suaranya sayang!! ntar mama bangun” “Ups, Papa mau pejuin Devyta sekarang?” tanya Devyta lagi dengan berbisik pelan. “Iya, Papa mau ngepejuin anak gadis Papa sekarang, boleh kan sayang?” “Boleh banget kok…” Suamiku lalu tampak membuka celana tidurnya. Kemudian kembali tiduran di samping putri kami. “Kocokin sayang” suruh suamiku. “Gimana caranya Pa?” “Gini…” Aku tidak dapat melihat dengan jelas, tapi ku yakin Devyta sedang mengocok penis ayahnya saat ini. “Kamu memang pintar sayang” “Hihi.. Makasih Pa… masih lama Pa keluar pejunya?” “Bentar lagi kok, kamu mau papa keluarin dimana?” “Terserah Papa aja, dimana yang papa suka” jawab Devyta sambil tersenyum manis. Beberapa saat kemudian suamiku bangkit dan berlutut di samping putri kami. Dia tampaknya akan menembakkan pejunya ke wajah Devyta lagi!! “Sayang.. Papa mau keluarin peju nih…” “Iya Pah.. tumpahin aja” “Crooot.. crooot” sperma suamiku dimuncratkan
lagi ke wajah anak gadisnya itu. Bedanya kali ini putri kami sadar dan melihat langsung bagaimana penis ayahnya menembakkan sperma kental di wajah cantiknya!! Pemandangan yang sungguh membuatku blingsatan. Jantungku berdetak sangat kencang. “Ih.. Pa, banyak banget. Geli, bau…” “Maaf sayang…” “Hihihi… Gak apa kok Pa, pasti karena Papa nafsu banget kan sama Devyta?” “Iya.. Papa nafsu banget. Sini biar Papa bersihin mukanya” Suamiku lalu mengambil tisu dan membersihkan wajah anaknya. “Cuma sekali aja Pa?” tanya Devyta sambil membiarkan wajahnya dibersihkan Papanya. “Kenapa? kamu masih mau Papa pejuin lagi? nakal yah…” “Hehe, Mau aja kok…” “Sudah, besok malam lagi. Ntar mama kamu bangun” “Iya yah… ntar mama tahu rahasia kita lagi. Hmm… Papa suka pejuin muka mama juga?” tanya Devyta polos. “Pernah sih...” “Enakan mana dari pejuin muka Devyta?” “Enakan pejuin muka kamu dong... soalnya kamu anak gadis Papa yang paling cantik” “Emang cantikan mana, mama atau anak papa ini? Jujur lho…” “Lebih cantik kamu…” “Terus, nafsuin mana? Papa lebih nafsu sama siapa?” “Nafsuin kamuuuu… anak papa sayaaaang” “Hihihi, makasih Pa” “Iya, sudah sana tidur. Besok kamu sekolah” “Oke Pa… Malam…” Hatiku serasa diaduk-aduk!! Devyta mungkin memang polos bertanya seperti itu pada ayahnya, sedangkan ayahnya mungkin saja menjawabnya sesuai keinginan Devyta. Tapi aku merasakan cemburu yang luar biasa dibanding- bandingkan dengan putriku sendiri seperti itu, namun memang ini yang aku inginkan. ~~ Setelah malam itu, merekapun terus mengulangi perbuatan tersebut. Putri kami selalu jadi pelampiasan nafsu suamiku. Tiap malam Devyta pasti selalu disemprot peju ayah kandungnya. Pakaian, tangan, paha, dan mukanya ia relakan sebagai sasaran muncratan peju ayahnya. Bahkan sekarang mereka sudah berani diam-diam melakukannya di siang hari. Awalnya aku tidak tahu, namun waktu itu aku mendapati suamiku sedang dicoliin putrinya di kamar Devyta. Parahnya waktu itu Devyta sedang telanjang bulat karena baru selesai mandi. Jadilah tubuh telanjangnya yang masih basah itu terkena muncratan peju ayahnya, padahal dia baru saja mandi.
Pernah juga waktu itu aku tidak sengaja melihat mereka melakukannya saat Devyta baru pulang sekolah. Devyta mengocok penis ayahnya sambil masih mengenakan seragam SMU, pemandangan yang sangat menggairahkan. “Duh, sayang… kamu cantik banget pake seragam gini” “Hihihi… kenapa Pa? Papa mau pejuin seragam Devyta juga? Boleh kok…” “Terus besok kamu pakai apa?” “Besok kan udah kering Pa” “Tapi apa nggak bau sayang?” “Gak apa kok… jadi pejuin aja kalau Papa memang mau...” Setelah sekian lama mengocok penis ayahnya, suamikupun akhirnya muncrat. Pejunya menyemprot bertubi-tubi ke arah seragam putrinya. Baik kemeja putih maupun rok biru itu terkena ceceran sperma ayah kandungnya!! Dan Devyta menerima dengan senang hati seragam sekolahnya dibuat kotor begitu. “Udah Pa? lihat nih seragam Devyta jadi kotor gini… Suka Pa?” “Iya… makasih sayang… sana cepat ganti baju. Ntar ketahuan sama mama kamu” “Oce Pa, hmm… Pa” “Ya sayang?” “Nanti Mama katanya mau pergi ke pasar. Kalau ntar papa mau pejuin Devyta lagi boleh kok, Papa mau Devyta pakai seragam apa? Mau pejuin seragam pramuka Devyta juga? boleh kok… hihihi” “Wah… boleh juga tuh sayang…” “Ya udah, kita tunggu Mama pergi ya Pa…” ujar Devyta. Mereka berencana berbuat mesum lagi nanti ketika aku pergi!! Benar saja, saat aku kembali aku memang menemukan ceceran sperma pada seragam pramuka putri kami. Perbuatan mereka semakin hari semakin menjadi-jadi. Aku juga semakin sering meninggalkan mereka berdua dengan berbagai alasan seperti pergi ke pasar. Sensasinya sungguh aneh. Cemburu, tapi juga membuatku birahi. Suami dan putri kami tentunya sedang berbuat mesum selama aku tidak di rumah. Tidak jarang bila ku pulang, aku mendapati ceceran peju baik di ruang tamu, di atas tempat tidur Devyta, bahkan di meja makan. Entah bagaimana caranya sperma ini bisa ada di atas meja makan. Aku jadi horni memikirkan mereka yang berbuat cabul di sembarang tempat begini. Pernah juga aku melihat ada secuil peju di rambut Devyta yang sepertinya luput saat dibersihkan, Aku pikir hanya itu, tapi ternyata juga ada noda yang sama di sela bibirnya!! Astaga!! Apa suamiku tadi menembakkan spermanya ke dalam mulut putri kami? Sepertinya memang iya karena nafas Devyta bau peju. Aku pura-pura saja tidak tahu, bahkan membantu membersihkan noda itu dari sela birbinya.
“Kalau makan yang benar dong sayang… masa belepotan gitu” ujarku sambil tertawa. Devyta juga ikutan tertawa. “Hihihi, Habis Papa sih ma… Ups!!” “Papa? Papa kenapa sayang?” tanyaku. “Eh, Itu… tadi Papa ngasih Devyta es krim” jawabnya berbohong. Aku hanya tersenyum mendengar jawaban bohongnya sambil mengusap lembut kepjokoya. “Kamu suka dikasih es krim sama Papa?” “Suka banget…” “Pasti enak banget yah es krim nya?” “Enak banget mah… Devyta jadi kepengen lagi” “Kalau gitu minta aja lagi sama Papa” “Boleh yah Ma?” “Ya boleh dong… kamu minta yang sering yah es krimnya, minta yang banyak” “Iya ma… ntar Devyta minta lagi es krim yang banyak sama Papa, hihihi” Sebuah tanya jawab yang aneh karena kami saling menyembunyikan sesuatu. Aku tentu tahu apa yang dimaksudnya dengan es krim itu adalah sperma kental ayahnya. Ternyata suamiku memang sudah mulai ngepejuin mulut putrinya sendiri. Dadaku berdebar sangat kencang melihat pemandangan itu. Devyta yang tidur terlentang di sampingku, dikangkangi suamiku lalu ditembakkan sperma kental ayahnya ke mulutnya. Devyta menerima sperma ayahnya dengan senang hati, bahkan astaga!! Dia menelannya!! “Enak es krim papa sayang?” “Agak bau sih, tapi enak kok.. Devyta telan semua yah Pa?” “Iya sayang…” “Eh Pa, Mama tadi bilang agar Devyta minta es krim yang banyak sama Papa lho…” kata Devyta polos. “Mama kamu bilang gitu?” “Iya…” “Kalau gitu Papa turutin deh… Ntar kamu bilang ke Mama yah kalau Papa bakal kasih kamu es krim tiap hari” “Sip Pa… hihihi” Darahku berdesir mendengar obrolan mereka ini. Devyta akan selalu dipejuin ayahnya!! Esoknya Devyta bahkan benar-benar mengatakan kalau Papa setuju untuk ngasih dia es krim tiap hari. Aku tersenyum saja padanya seakan tidak tahu apa es krim yang mereka maksud sebenarnya. Putri kami betul-betul jadi tempat pembuangan peju ayahnya setelah itu. Tidak hanya di pakaian atau badan Devyta, namun sekarang di dalam mulutnya. Devyta jadi selalu berbau peju bila di rumah.
Tapi semua itu belum cukup bagiku. Obsesiku untuk melihat suami dan anakku bersetubuh masih belum kesampaian. Mereka belum melakukan perzinahan yang sesungguhnya. Aku ingin suamiku ngentotin putri kami. Aku ingin suamiku menyemprotkan pejunya tidak hanya di dalam mulut Devyta, tapi juga di dalam rahimnya hingga membuat putri kami ini hamil. Namun sepertinya suamiku masih belum punya niat untuk benar-benar melakukan itu. Padahal sudah hampir dua bulan aku tidak memberi jatah pada suamiku. Aku yakin suamiku sudah merindukan yang namanya bersenggama. Atau… apa mereka sudah pernah melakukannya? Sore ini aku kembali meninggalkan mereka berdua nonton tv dan mengintip mereka dari jauh. Mereka duduk berpangku-pangkuan. Aku pikir mereka hanya akan sekedar duduk mesra berduaan saja seperti biasa, tapi astaga!! Ku lihat suamiku mengeluarkan penisnya, setelah itu suamiku juga menyelipkan penisnya ke balik rok pendek Devyta. “Papa ngapain? Kok burungnya dikeluarin sih Pa?” tanya Devyta berbisik. “Gak ngapa-ngapain kok... Gak boleh sayang?” “Iya, boleh kok. Tapi ngeganjal nih…” Devyta lalu membiarkan ayahnya menggesek- gesekkan penisnya ke selangkangannya. Sepertinya Devyta juga sangat menikmatinya, ia bahkan ikut memaju-mundurkan pinggulnya seirama goyangan pinggul ayahnya. “Devyta, udah mau malam, buruan mandi gih…” kataku tiba-tiba muncul di hadapan mereka. Ayah dan anak itu tentu saja terkejut bukan main karena kedatanganku. Terlebih suamiku karena penisnya ada di balik rok Devyta saat ini. Namun aku pura-pura tidak mengetahuinya. “Iya ma… bentar lagi” jawab Devyta yang lebih terlihat santai. “Kenapa bentar lagi sih? buruan dong... manja banget sama Papa kamu. Atau kamu mau mandi bareng sama Papa? Pa, mandiin anakmu gih…” suruhku pada suamiku. Setahuku mereka belum pernah sama-sama telanjang bulat, jadi ini kesempatanku untuk lebih mendekatkan mereka. “Mandiin Devyta mah?” tanya suamiku. “Iya, kamu mau kan Devyta dimandiin Papamu?” “Nghhh…. Mau deh Ma” jawab Devyta tidak lagi menolak. “Tuh Pa, dia mau tuh. Buruan gih, ntar keburu malam. Devyta, ajak papa kamu mandi bareng dong…” suruhku pada Devyta. “Pa, mandi bareng yuk… Kan udah lama Devyta gak mandi bareng Papa” pinta Devyta manja. Suamiku tidak langsung menjawab. Mungkin dia ragu. “I-iya deh” setuju suamiku akhirnya. Merekapun setuju untuk mandi bersama. Setelah aku meninggalkan mereka lagi, Devyta lalu bangkit dan berjjoko ke kamar mandi kemudian disusul ayahnya. Aku sangat bersemangat menantikan mereka bakal sama- sama telanjang di dalam ruangan yang sempit. Aku harap suamiku jadi terangsang berat di dalam sana.
“Pa, mandiin Devyta yang bersih yah…” teriakku pada suamiku dari balik pintu kamar mandi. “Iya ma” “Devyta, kamu jangan nakal di dalam. Ntar gak dikasih es krim lagi lho” kataku kini pada Devyta. “Paling Papa yang nakal ma, hihihi” jawab Devyta sambil tertawa. Terdengar suara air tidak lama kemudian. Sepertinya mereka sudah mulai saling membilas dan menyabuni badan satu sama lain. Aku berusaha mencuri dengar apa yang mereka obrolkan di dalam. Devyta sesekali tertawa geli cekikikan, mungkin karena geli karena badannya diusap-usap Papanya. “Geli pa… jangan diremas-remas dong...” “Ssstt… kamu ini kencang banget suaranya!!” “Ups, sorry. Geli pa.. jangan diremas-remas gitu dong susu Devyta…” “Cuma ngebersihin kok sayang…” “Tapi kan geli… ntar burung Papa aku remas juga lho biar keluar lagi es krimnya” “Dasar kamu nakal. Kamu dengar kan tadi mama bilang jangan nakal?” “Hihihi, iya yah… tapi kan Mama gak ngelihat Pa” “Terus? Kamu mau kita nakal-nakjoko sekarang?” “Aku mau aja, emang Papa gak mau nakalin Devyta?” “Mau kok… ya udah nih Papa nakalin…” “Ih… Pa, ngapain? kok burungnya diselipin di sana sih?” “Iya sayang… Papa mau nyabunin sela-sela paha kamu pakai burung Papa” Setelah itu hanya desahan-desahan saja yang terdengar samar-samar. Aku yang mendengar dari sini juga ikut-ikutan horni karenanya. Suamiku sedang menggesek-gesekan penisnya di antara paha Devyta!! Ingin sekali rasanya aku melihat langsung apa yang mereka lakukan, tapi aku tidak bisa karena tidak ada celah. Apapun itu, mereka betul-betul melakukan perbuatan mesum sekarang. Hingga akhirnya ku dengar suamiku melenguh, dia klimaks. Entah di bagian tubuh Devyta yang mana yang dipejuin. Setelah itu barulah mereka mandi seperti biasa meskipun masih juga terdengar sesekali Devyta cekikikan geli. “Asik yah mandinya? Lama banget?” tanyaku pada mereka saat keluar dari kamar mandi. “Tau tuh Papa” jawab Devyta cuek. Tampak hanya suamiku saja yang mengenakan handuk, sedangkan Devyta dengan santainya berjjoko telanjang bulat ke kamarnya. “Pa,” panggilku pada suamiku. “Iya ma?” “Pakein Devyta baju gih sekalian” “Hah?” ***
“Pa,” panggilku pada suamiku. “Iya ma?” “Pakein Devyta baju gih sekalian” “Hah?” “Iya… Pakein Devyta baju. Badan Devyta tadi juga belum kering, handukin yang benar dong Pa… gimana sih? Buruan sana” ujarku lagi menegaskan. Aku bersikap sewajar mungkin agar suamiku tidak curiga. “Tapi Papa pakai baju dulu yah ma…” katanya, tentu saja tidak aku bolehkan. Tadi di kamar mandi aku hanya mendengar suara-suara mereka saja, aku ingin melihat mereka sama- sama telanjang sekarang. “Nanti saja Pa… pakein baju dulu Devytanya” “Ngmm… Ya sudah kalau begitu Ma” Dengan masih hanya mengenakan handuk, suamikupun menyusul Devyta ke dalam kamarnya. Pintu kamar Devyta yang tidak ditutup dengan rapat membuat aku bisa mengintip apa yang mereka lakukan di dalam. Aku memang tidak pernah puas melihat suami dan putriku bersama-sama dalam keadaan mesum begini. Devyta masih dalam keadaan telanjang bulat sedangkan ayah kandungnya hanya mengenakan handuk. “Ngapain Pa?” tanya Devyta yang sepertinya heran karena Papanya ikut masuk ke kamarnya. “Disuruh mama handukin kamu yang benar, terus pakein kamu baju” “Ih, emangnya Devyta masih kecil dipakein baju segala” “Tau tuh mama kamu” Suamiku lalu menanggalkan handuk yang dikenakannya, sehingga penis tegangnya tampak sekali lagi dihadapan putrinya ini. Akhirnya aku bisa melihat mereka sama-sama bertelanjang bulat. Devyta
Handuk yang baru saja menutupi penisnya itu sekarang dia gunakan lagi untuk mengeringkan tubuh putrinya. Rambut, wajah, badan, hingga kaki Devyta dihanduki sekali lagi oleh ayah kandungnya. Bahkan suamiku masih saja terus menghanduki putrinya walau tubuh putrinya itu sudah kering. Dapat ku lihat kalau penis suamiku yang sedang tegang sengaja sering- sering digesekkan ke kulit tubuh Devyta selama menghanduki anaknya ini. Suamiku sepertinya sangat menikmati setiap momen menghanduki anak gadisnya. Begitupun dengan Devyta, ia tampak sangat menikmati gesekan-gesekan dari handuk itu di kulitnya. Saat handuk itu sampai di bagian selangkangannya, Devyta terdengar merintih-rintih kecil. Ayahnya yang mendengar rintihan anak gadis remajanya jadi semakin bersemangat, dia makin cepat menggesek-gesekkan handuk itu di selangkangan putrinya.
Devyta sampai memegang tangan ayahnya karena menerima gesekan handuk yang semakin menjadi-jadi diselangkangannya, entah itu isyarat agar jangan berhenti atau isyarat supaya berhenti. Tapi sepertinya itu adalah isyarat agar jangan berhenti karena yang ku lihat berikutnya cukup mengejutkanku, Devyta menggoyang-goyangkan pinggulnya!! Sepertinya Devyta merasakan birahinya terpancing karena gesekan-gesekan handuk di vaginanya. Dia sudah 14 tahun dan sudah memasuki masa puber, jadi wajar bila insting seksnya sudah muncul dan merasakan nikmat bila kewanitaannya digesek-gesek seperti itu. Tapi yang membuat hal ini tidak wajar adalah karena yang menggesek-gesekkan kelaminnya adalah ayah kandungnya sendiri. Setelah beberapa lama ku lihat tubuh Devyta mengejang dan kelojotan. Ya tuhan!! putri kami orgasme. Itu mungkin orgasme pertamanya. Ayahnya telah membuat anak gadisnya sendiri orgasme. Tapi suamiku bukannya berhenti, dia terus saja menggesek-gesekkan kelamin Devyta. Hal itu membuat tubuh Devyta kembali kelojotan tidak lama kemudian. Putri kami double klimaks!! “Enak tidak sayang?” “Nghh…. Enak Pa… kok bisa… ngh… kok bisa gitu yah?” “Kamu tadi itu orgasme” “Orgasme? Hmm… Pa, lap lagi dong… sepertinya masih belum kering nih…” pinta Devyta. Tampaknya Devyta ketagihan dengan sensasi nikmat yang baru dia kenal ini. Suamikupun menuruti kemauan Devyta. Ia handuki lagi tubuh putrinya, atau lebih tepatnya menggesek-gesekkan handuk itu ke sekitaran vagina putrinya. Lagi-lagi tidak butuh waktu lama untuk membuat Devyta mendapatkan orgasmenya kembali.
Suamiku tampaknya sudah sangat horni. Dia kemudian bangkit, lalu penis tegangnya kini secara vulgar dia gesekkan ke pantat putrinya. Dia menggerakkan pinggulnya seperti sedang meyetubuhi Devyta, betul-betul ayah yang cabul!! “Nghh… Papa mau keluarin peju Papa lagi ya?” tanya Devyta pada ayahnya yang ada di belakangnya. “Eh, i-i-iya, Papa mau keluarin peju lagi” jawab suamiku tergagap saking bernafsunya. “Ya udah, keluarin aja Pa… yang banyak” kata Devyta memperbolehkan. “Kamu nungging dong…” Aku terkejut mendengarnya. Apa suamiku akan menyetubuhi putrinya sekarang? Dadaku begitu berdebar- debar. “Nungging? Papa mau Devyta ngapain?” “Nyelipin burung Papa juga kok, Papa mau coba sambil kamu nungging” jawabnya. Ternyata masih belum, kecewa akunya. “Oh… Papa pengen ngocok di sana yah Pa? Iya deh, suka-suka Papa aja” Suamikupun kembali menggesekkan penisnya ke belahan pantat Devyta dalam posisi putrinya ini sedang menungging. Setelah beberapa saat dia lalu menggesekkan penisnya di sela paha Devyta, tepat di bawah vagina putrinya. Aku bergidik melihat suami dan putri kami telanjang- telanjangan dengan posisi begitu. Kalau ku lihat dari sini mereka seperti sedang bersetubuh dalam posisi doggy. Rambut panjang Devyta yang masih lembab tergerai dengan indahnya, sungguh seksi. Apalagi Devyta juga mengeluarkan suara desahan di setiap kocokan penis ayahnya di pahanya. Aku yakin lelaki manapun tidak akan tahan melihat kondisi putriku saat ini. Apalagi oleh suamiku yang sedang mupeng- mupengnya menggesekkan penisnya di selangkangan Devyta. Goyangan pinggulnya semakin lama semakin kencang. Dia akan segera klimaks!!
Cepat-cepat dia raih handuk tadi, dibentangkannya di sebelahnya, lalu dia tumpahkan spermanya di sana. Sangat banyak. Sepertinya dia tidak ingin mengotori tubuh Devyta yang baru saja selesai mandi. “Udah keluar Pa pejunya?” “Udah sayang… makasih ya” “Iya…” jawab Devyta sambil tersenyum manis. Ada kebanggan tersendiri sepertinya bagi Devyta membahagiakan ayah kandungnya dengan cara seperti ini, dengan cara memberikan tubuhnya sebagai pelampiasan nafsu ayahnya. Devyta Devyta… kamu seharusnya memberikan lebih dari ini, ujarku dalam hati. Mendadak timbul niat isengku untuk menganggu mereka. Akupun memutuskan untuk masuk ke dalam kamar. “Belum selesai Pa handukin Devytanya?” tanyaku tiba-tiba. Suamiku menjadi salah tingkah karena terkejut, handuk tadi dia lap-lapkan lagi ke tubuh putrinya seakan belum selesai menghanduki Devyta. Dia lupa kalau handuk itu baru saja dia gunakan sebagai wadah penampung spermanya!! Jadilah tubuh Devyta terkena lagi cairan peju ayahnya. Suamiku baru sadar setelah bagian depan tubuh anaknya tampak mengkilap. “Tuh, kok masih basah saja sih badan Devytanya?” tanyaku pada Mas Joko pura-pura tidak tahu kalau itu adalah sperma. Devyta tampak tidak terlalu peduli kalau tubuhnya terkena sperma ayahnya, tapi suamiku betul- betul terlihat panik. Saat dia mencoba mengelap badan Devyta, yang ada peju itu jadi semakin menyebar merata di tubuh putrinya. Yang mana niatnya tadi tidak ingin mengotori tubuh anaknya malah sekarang jadi kotor merata oleh peju. Aku jadi ingin tertawa dibuatnya, tapi ku tahan. Barulah kemudian dia gunakan sisi handuk yang tidak ada ceceran spermanya untuk mengelap badan Devyta.
Barulah sekarang benar-benar kering, hihihi. “Sudah selesai Pa?” tanyaku kemudian. “Su-sudah Ma” Suamiku kini mengenakan handuknya kembali. Aku sedikit kecewa sih. Aku ingin suamiku terus telanjang di hadapan putrinya. Aku ingin Devyta melihat penis ayahnya sesering mungkin. Aku ingin Devyta tahu kalau Papanya ini selalu ngaceng dan horni bila di dekatnya. Tapi tidak mungkin aku memaksa suamiku terus bertelanjang, dia bisa curiga. “Ma, mumpung kamu udah di sini. Kamu saja ya yang makein Devyta baju” ujar suamiku masih berlagak keberatan, padahal aku tahu kalau dia sebenarnya ingin melakukannya. “Lho? Kok gitu sih Pa? nanggung… Sayang, celana dalam yang Mama beliin kemarin belum kamu coba kan?” tanyaku pada Devyta. “Belum Ma” “Suruh Papa kamu pakein gih… sekaligus Mama pengen tahu pendapat Papa kamu bagus apa tidak” kataku pada Devyta sambil tersenyum melirik ke suamiku. “Oce Ma”
Devyta kemudian mengambil bungkusan yang berisi dalaman yang ku maksud lalu menyerahkan ke Papanya. Sungguh ganjil, seorang anak gadis baru saja menyerahkan celana dalam ke ayah kandungnya untuk dipakaikan!! Awalnya suamiku tampak ragu menerimanya, namun akhirnya dia tetap memakaikan celana dalam itu pada putrinya. Sebuah pemandangan yang membuat darahku berdesir. Mungkin kalau Devyta masih kecil hal seperti ini bukan sesuatu yang aneh, namun tidak jika anak gadisnya ini sudah remaja seperti sekarang.
“Gimana sayang? Bagus kan pilihan Mama? Cocok gak Pa?” tanyaku pada mereka berdua setelah celana dalam bergaris-garis putih biru itu melekat di pinggul Devyta. “Bagus kok Ma, cocok. Iya kan Pa?” tanya Devyta juga pada Papanya sambil memutar tubuhnya. Pastinya pria manapun bakal mupeng berat melihat keadaan putri kami sekarang. Seorang gadis remaja SMU dengan tubuh yang sedang ranum-ranumnya hanya memakai celana dalam seksi!! Benar saja, ku lihat handuk yang dikenakan suamiku tidak bisa menyembunyikan kalau penisnya sedang tegang luar biasa saat ini. Kamu pasti nafsu kan Mas pada putrimu? Pengen kamu entotin kan? Senggamai dia suamiku, genjot memek anakmu!! Batinku seakan mencoba mengendalikan pikiran suamiku.
“I-iya bagus. Terus bh sama bajunya?” tanya suamiku tampak tidak tenang, sepertinya dia sudah sangat horni. Teruslah begitu suamiku, sering-seringlah berpikir jorok pada putrimu. “Kalau Bh gak usah kali Pa, kan cuma di rumah saja. Iya kan sayang?” “Iya Pa, gak usah” jawab Devyta. Aku memang sudah mengajarkan putriku ini kalau tidak perlu memakai bh jika di rumah, apalagi tujuannya kalau bukan untuk memancing nafsu ayahnya. “Nah… Kalau baju, kamu saja yang pilih Pa…” suruhku pada suamiku. “Iya, Papa aja yang milihin” kata Devyta setuju. “Papa yang milih?” tanya suamiku tampak terkejut. “Kenapa Pa? atau kamu mau kalau Devyta gak usah pake baju? Pengen Devyta cuma pake celana dalam kayak gini saja ya?” godaku. “Kamu mau sayang tidak usah pakai baju?” tanyaku iseng pada Devyta. “M-masa tidak pakai baju? Kayak gembel saja. Iya iya Papa yang milihiin” kata suamiku akhirnya setuju.
Suamiku lalu memilihkan baju dari dalam lemari. Dia memilihkan model pakaian yang belakangan sering dipakai putri kami, tanktop dan celana pendek ketat. Dulu dia memprotes pakaian anaknya itu, namun kini dia sendiri yang memilihkannya. Dia lalu membantu Devyta berpakaian. Ya… walaupun sudah berpakaianpun sebenarnya Devyta tetap terlihat cantik dan menggairahkan juga. “Ayo Devyta, bilang apa sama Papa?” tanyaku pada Devyta setelah dia selesai dipakaikan baju oleh Papanya. “Hmm… makasih yah Pa” “Makasih ngapain? Yang lengkap dong…” suruhku. “Makasih Pa udah mandiin Devyta, ngelap badan Devyta, terus makein Devyta baju” ujar Devyta dengan senyum manis pada Papanya. “Iya sayang… sama-sama” jawab suamiku. “Hmm… Ma, kapan-kapan boleh kan Devyta mandi sama Papa lagi?” tanya Devyta. “Kamu pengen mandi sama Papa kamu lagi?” “Iya Ma…” “Boleh kok sayang. Gak usah kapan-kapan, tiap kamu mau mandi ajak saja Papamu. Papa kamu gak bakal nolak kok mandi telanjang berdua sama gadis cantik kayak kamu. Iya kan Pa?” tanyaku pada suamiku dengan senyuman penuh arti. Suamiku tampak sangat malu, sedangkan putri kami tertawa polos karena dipuji begitu. “I-iya sayang. Kalau itu mau kamu” jawab suamiku.
“Terus nanti Papa yang handukin sama makein Devyta baju lagi kan Ma?” tanya Devyta lagi. “Iya… habis kamu dimandiin, terus dihanduki dan dipej- dipakein baju sama Papa, mau kan Pa?” tanyaku lagi, ups… hampir saja keceplosan nyebut ‘dipejuin’. “Kalau kamu mau, kamu boleh kok gantian yang makein Papa baju” sambungku lagi. “Kamu apaan sih Ma…!!” “Bercanda Pa, hihihi” tawaku, Devyta juga tertawa cekikikan. “Ya sudah… yuk makan malam” ajakku. Acarapun selesai.
Sejak saat itu Devyta selalu mandi dengan ayah kandungnya. Tiap akan mandi putri kami akan mengajak Papanya, “Pa… mandi bareng Devyta yuk…” Lelaki mana yang akan menolak diajak mandi oleh Devyta? Lelaki mana yang tidak akan horni bila mendengar ajakan manja dari seorang gadis cantik untuk mandi bersama? Tak terkecuali ayahnya sendiri. Setelah mereka selesai mandi aku masih sering melihat suamiku berbuat cabul pada putrinya. Tidak jarang saat menghanduki maupun memakaikan Devyta baju, aku melihat suamiku memainkan penisnya ke tubuh putrinya sampai dia muncrat-muncrat. Dia biasanya akan menumpahkan pejunya ke tisu atau handuk. Bila suamiku sedang nafsu-nafsunya barulah dia akan menumpahkan peju kentalnya itu ke langit-langit mulut putrinya maupun ke sekujur tubuh Devyta, tidak peduli kalau putrinya ini baru saja mandi. Bahkan sering juga dia tumpahkan ke celana dalam Devyta, padahal itu celana dalam yang baru saja ku belikan. Ya… Aku juga memang makin sering membelikan putriku pakaian dalam model terbaru yang super seksi dan imut, semua itu dicobakan di depan ayahnya. Dan aku selalu berlagak seakan-akan hanya mengetahui kalau suamiku cuma sekedar memandikan, menghanduki dan memakaikan Devyta pakaian.
Pagi itu sebelum Devyta pergi ke sekolah, aku melihat mereka akan melakukannya lagi. Suamiku sepertinya menjadi nafsu setelah memakaikan Devyta seragam. Devyta memang terlihat sangat cantik dengan seragam SMU putih biru itu, ditambah kaos kaki putih yang melekat di kakinya. “Papa mau keluarin peju lagi ya?” tanya Devyta melihat sang ayah mengelus-elus penisnya sendiri. “Iya sayang… tolong kocokin yah...” “Iya Pa” Pemandangan gadis SMU berseragam lengkap sedang mengocok penis pria dewasa seperti ini pastinya membuat semua orang terpana. Terlebih mereka adalah ayah dan anak kandung. Ayahnya duduk di atas tempat tidur, sedangkan anak gadisnya berlutut di lantai. Tidak butuh waktu lama bagi suamiku, pejunya pun muncrat-muncrat dengan banyaknya ke arah putrinya. Sebagian mengenai wajahnya, sebagian lagi mengenai seragam sekolahnya. Rok Devyta yang paling banyak terkena ceceran sperma.
“Ih… Pa, kok muncratin pejunya ke seragam Devyta sih?” protes Devyta. Kalau itu sesudah pulang sekolah seperti yang ku lihat sebelumnya Devyta memang tidak akan memprotes, tapi sekarang dia baru akan berangkat sekolah. “M-maaf sayang… Papa gak tahan” Suamikupun membantu membersihkan wajah dan seragam Devyta sebisa mungkin dengan handuk. Lalu menyemprotkan parfum yang banyak ke area seragam yang terkena peju. Tapi aku punya keinginan lain. “Devyta, buruan…. Entar telat” Teriakku dari balik pintu. “I-iya Ma” sahutnya. “Pa… udah, biarin aja, ntar Devyta telat” sambungnya lagi pelan pada Papanya. Aku tidak ingin ceceran peju itu bersih-bersih amat. Sepertinya Devyta terkesan lebih seksi bila pergi ke sekolah dengan sedikit bau peju dan sedikit bekas ceceran peju di seragamnya. Peju ayahnya akan menemani aktifitas belajarnya di sekolah. Aku jadi senyum-senyum sendiri memikirkannya. ~~
Waktu terus berlalu. Sekarang tidak hanya ayahnya yang terus ku coba pancing nafsunya, namun juga putri kami. Aku ingin Devyta menjadi sedikit nakal di depan Papanya. Aku bahkan sengaja mendownload film porno lalu ku tunjukkan pada putriku. Devyta tentu saja geli awalnya dipertontonkan adegan seperti itu. Tapi aku senang karena ternyata putriku ini cukup antusias. Devyta sering bertanya padaku tentang apa-apa yang dilakukan pasangan di dalam film itu. “Kok burungnya dimasukin ke sana sih Ma?” tanya Devyta polos. Dia yang masih belum ngerti tentu saja heran melihat kelamin wanita dimasuki penis. “Itu namanya ngentot sayang…” “Ngentot?” “Iya, ngentot. Terus yang itu namanya bukan burung tapi kontol, dan punya kamu itu namanya memek” jelasku. Aku tidak menyangka akhirnya aku mengajarkan kata- kata sevulgar ini pada putriku sendiri. “Kontol? memek?” tanya Devyta, rasanya sungguh aneh saat dia mengulangi setiap kata-kata yang baru ku ajarkan itu dari mulut mungilnya. “Hmm… jadi yang waktu itu Papa dan Mama ngentot yah?” tanyanya lagi. Ternyata dia memang pernah melihat aku dan Papanya bersetubuh.
“Iya… Ih, kamu ngintip ya? Dasar nakal, hihihi” “Hihi, enak yah Ma rasanya ngentot itu?” “Enak dong… kamu pengen gak dientotin? Mau gak memek kamu dikontolin?” “Dikontolin? Ih… gak ah, sakit pasti” “Kok gak mau sih? itu kan tanda cinta” “Tanda cinta? Kok gitu sih Ma?” “Iya… Waktu itu kamu lihat kan kontol Mama ditusuk-tusuk kontol Papa? Itu tandanya Papa cinta sama Mama. Terus waktu kamu mandi sama Papa pasti kontol Papa tegang kan? Itu berarti Papa juga cinta sama kamu” “Oh… Iya yah… dulu Papa kan pernah bilang kalau dia cinta sama Devyta. Jadi karena Papa cinta sama Devyta makanya kontolnya Papa jadi tegang ya Ma?” “Iya… tuh kamu pintar” pujiku sambil mengelus rambutnya, dia hanya tersenyum manis. Dia terus bertanya-tanya selama menonton, seperti “Ih… kok kontolnya dimasukin ke mulut sih Ma? Gak jijik apa?” Atau dia bertanya “Itu cowoknya kok nyusu sih? Emang ada air susunya? Kok pantat ceweknya dimasukin kontol juga sih Ma?” dan berbagai macam pertanyaan polos lainnya. Semua pertanyaan putriku ini ku jawab dengan rinci dan memakai bahasa yang vulgar. Saat ada bagian si cowok nyemprotkan peju ke mulut si cewek, barulah Devyta tidak bertanya.
“Kenapa sayang? Kamu udah pernah lihat peju?” pancingku. “Eh, gak kok ma. Mirip es krim yah Ma peju itu…” “Iya, mirip es krim yang sering dikasih Papa sama kamu” jawabku. Dasar Devyta, dia pikir aku tidak tahu apa, hihihi. “Mmmh… Kalau cewek juga bisa orgasme kan Ma?” “Bisa dong… kenapa? Kamu udah pernah orgasme? Kapan?” tanyaku menggodanya, aku tentu saja tahu kalau putriku ini pernah orgasme, orgasme yang didapatkannya pertama kali dari ayahnya sendiri. “Eh, nggak pernah kok Ma…” “Beneran?” “Iyah… sumpah deh” “Iya-iya Mama percaya… hihihi. Oh ya sayang, kamu jangan kasih tau Papa ya kalau Mama ajarin beginian” “Hmm? Gak boleh ya Ma?” “Iya, jangan ya…” “Oce Ma” Tidak hanya satu video tentunya yang aku perlihatkan padanya, tapi banyak. Mungkin lebih dari satu jam kami ibu dan anak nonton film porno bersama. Aku sampai horni sendiri, aku penasaran apa Devyta juga horni, mungkin saja iya. Devyta yang sangat tertarik bahkan meminta dikirimkan ke ponselnya. Aku penasaran apa yang akan terjadi pada anak gadisku setelah menonton semua film-flm porno ini. Aku penasaran apakah dia akan mengajak Papanya bersenggama. Bila iya, apakah suamiku akan menerima ajakan bersetubuh dari putrinya ini? Aku sungguh penasaran.
Tidak lama kemudian terdengar suara ketukan pintu. Suamiku pulang!! Cepat-cepat ku matikan film porno yang masih diputar di laptop. “Tuh, bukain pintu… Papa pulang” suruhku pada Devyta. “Iya Mah…” “Ingat ya jangan kasih tau Papa” kataku lagi mengingatkan, Devyta mengangguk paham. Devyta pergi ke depan membukakan pintu untuk ayahnya. Aku menyusul tidak lama kemudian. Ternyata suamiku membawa dua orang temannya lagi. Belakangan ini mereka memang jadi sering kemari. Devyta mencium tangan kedua bapak itu. Seakan mencuri kesempatan, ku lihat mereka mengelus rambut Devyta, matanya juga kelayapan menelanjangi anak gadisku. Ternyata putriku memang punya daya tarik yang tinggi. Dan sepertinya bapak bapak ini juga punya pikiran jorok pada putriku. Ya… kalau itu cuma sekedar dalam pikiran mereka ya tidak apa, aku tidak bisa berbuat banyak. Pria manapun memang akan horni bila melihat anak gadis remajaku ini. Dan itu memang salahku juga karena mengajarkan Devyta cara berpakaian yang seksi seperti sekarang. “Udah pulang Pa?” tanyaku. “Iya… ada tamu nih. Tolong buatkan minum dong Ma” “Iya Pa, bentar”
“Devyta, bantuin Mama kamu gih…” suruh suamiku. “Enggak ah, malas…” jawab Devyta enteng lalu duduk di samping Papanya. Dari dapur aku dapat melihat mereka. Seperti biasa, Devyta tetap saja nempel pada Papanya meskipun di depan teman-teman ayahnya. Suamikupun tetap berusaha meladeni obrolan teman-temannya meskipun Devyta terus bergelayutan manja di pangkuannya. Aku yakin suamiku sedang ngaceng sekarang, bahkan mungkin tidak hanya dia, tapi juga teman-temannya. “Duh, Devytanya manja amat Pak Joko” komentar salah satu teman suamiku, Pak Rudi. “Iya nih Pak, beruntung banget bapak punya anak gadis secantik Devyta” ujar Pak Prabu ikut- ikutan. “Haha, bisa aja bapak-bapak ini” jawab suamiku. Aku yang baru mengantarkan minum kemudian juga ikut duduk bersama mereka. “Iya nih bapak-bapak, Devyta manja banget sama Papanya. Papanya sih suka ngasih dia es krim” ujarku menimpali. Suamiku tampak sedikit terperanjat mendengar omonganku barusan. “Oh… Devyta suka es krim?” “Iya om…” jawab Devyta. “Kapan-kapan Om kasih es krim mau?” tawar bapak itu pada Devyta. Ku lihat Devyta melirik ke ayahnya sambil tersenyum. “Mau banget Om… Boleh kan Pa? Boleh kan Ma?” “Iya… boleh kok” jawab suamiku. Aku juga mengangguk boleh sambil tersenyum kecil. Tentu saja yang dimaksud Bapak ini adalah benar-benar es krim. Bukan ‘es krim kental’ yang biasa diberikan Papanya. Aku bergidik membayangkan kalau mereka juga memberikan putriku ‘es krim’ yang seperti diberikan suamiku.
“Sayang, udah sore.. cepat mandi sana. Pa, mandiin Devyta nya dulu…” suruhku pada suami dan putri kami. “Hah? Devyta nya masih mandi sama Papanya?” Tentu saja tema-teman suamiku tidak habis pikir mendengar Devyta yang sudah sebesar itu masih saja mandi dengan ayahnya. Devyta yang sudah jadi gadis remaja cantik, memang sangat ganjil rasanya mandi bertelanjang bulat dengan pria dewasa meskipun itu adalah ayah kandungnya sendiri. “Iya Pak, mandi telanjang berdua. Apalagi mereka itu kalau mandinya lama banget. Gak tahu deh ngapain aja.. hihihi” ujarku memancing. “Ih, mamaaaa… Devyta gak ngapa-ngapain kok di dalam sama Papa, iya kan Pa?” balas Devyta. “I-iya…” jawab suamiku tergagap. “Oh…. Gitu? terus waktu Papa kamu makein kamu baju kok juga lama ya?” godaku lagi pura- pura tidak tahu. Aku berusaha menahan tawa melihat ekspresi semua orang di sini, terlebih ekspresi teman-teman suamiku. Aku memang sengaja menanyakan semua hal ini sekarang di hadapan orang lain. Aku ingin tahu bagaimana respon mereka berdua dan respon teman- teman suamiku.
“Pak Joko juga makein Devyta baju??” tanya teman suamiku lagi makin terkejut. “Iya Pak, emang kenapa Pak? Kan putri sendiri. Iya kan Pa?” kataku membantu menjawab. “I-iya Pak” Ku lihat wajah mereka semua jadi mupeng karena ceritaku ini. Mereka pasti sudah membayangkan yang tidak-tidak tentang Devyta. Memang Devyta adalah putri suamiku sendiri, tapi pastinya tidak ada seorang ayah yang masih memandikan dan memakaikan baju anak gadisnya yang sudah sebesar ini. Mereka pasti iri sekali dengan suamiku, mereka mungkin ingin sekali jadi bapak angkatnya Devyta biar juga bisa ngerasain mandiin Devyta, hihihi. “Ya sudah Pak, saya permisi mau mandi dulu. Tunggu sebentar yah Pak. Yuk sayang…” ujar suamiku pada teman-temannya lalu mengajak Devyta ke kemar mandi. “Baiklah kalau begitu kami tunggu” balas teman-temannya.
Suami dan putriku lalu masuk ke kamar mandi. Aku sendiri kembali ke dapur karena tidak mungkin menguping apa yang mereka lakukan di dalam saat ini. Namun kali ini mereka mandi lebih cepat, sepertinya mereka tidak melakukan hal yang aneh sekarang karena ada teman- teman suamiku menunggu. Tapi astaga!! Devyta tetap seperti biasa bertelanjang bulat sehabis mandi menuju ke kamarnya!! Tentu saja hal itu dapat dilihat oleh teman-teman suamiku. Anak gadisku yang cantik sedang dinikmati ketelanjangannya oleh bapak-bapak ini. Dadaku berdebar kencang. Apa suamiku lupa kalau ada teman-temannya saat ini?? Ada orang lain yang menyaksikan tubuh telanjang putri kami, bukan anggota keluarga!! “Devyta!! kamu kok gak pakai handuk? Papa kamu mana?” tanyaku menyusul Devyta sebelum dia masuk ke kamar, entah kenapa aku jadi pengen menunjukkan tubuh putriku pada mereka. Mereka juga sudah melihat tubuh Devyta, sekalian saja ku goda. Tapi hanya menunjukkan sebentar saja, tidak lebih. “Itu Ma, Papa lagi eek. Ya Devyta keluar dulu, masak nungguin Papa selesai? bau!!” jawabnya polos.
“Iya, tapi masa kamu keluyuran bugil gini? Lihat tuh om om itu liatin kamu. Ntar mereka jadi cinta lho gara-gara liat susu kamu ini, hihihi” kataku sambil melirik ke arah teman-teman suamiku. Posisi Devyta menghadap ke arah mereka, jadi mata mereka dapat dengan leluasa melihat buah dada serta vagina Devyta. Mereka tampak mupeng melihat tubuh telanjang putriku ini, apalagi mendengar omonganku barusan. “Emangnya gak boleh yah Ma om om itu cinta sama Devyta? Nanti kontol om om itu tegang yah Ma?” aku tidak menyangka Devyta akan mengatakan itu, teman-teman suamiku mungkin mendengarnya!! Aku seharusnya mengajarkan Devyta agar tidak mengucapkan kata itu sembarangan, tapi terlambat. Ya sudah lah. “Bukannya gak boleh sih... tapi mereka kan udah cinta sama istrinya. Masa kamu ambil juga sih? Sudah sana masuk kamar pakai baju, atau Mama suruh om om itu yang makein? Mau? Om… tolong pakein Devyta baju dong… hihihi” godaku. Aku yakin bapak-bapak itu semakin mupeng sekarang, mereka mungkin berharap benar-benar dibolehkan memakaikan Devyta baju. Aku sebenarnya geli membayangkan bila putriku dipakaikan baju oleh bapak-bapak itu. Tapi tentu saja tidak akan ku lakukan, cuma ayahnya saja yang boleh menyentuh tubuh putriku.
“Gak mau, mau dipakein baju sama Papa!!” rengek Devyta. Untung Devyta juga hanya ingin sama Papanya. “Ya sudah tunggu di dalam kamar gih, jangan di luar gini. Malu dilihat sama om-om itu. Iya kan Om?” tanyaku pada bapak-bapak itu. “I-iya” jawab mereka serentak. “Ya deh Ma… Devyta masuk dulu yah om…” Devytapun masuk ke dalam kamarnya. “Maaf yah Pak… Devytanya bandel banget, habis mandi main nyelonong aja telanjang ke kamar” “Iya Bu gak apa. Tapi Devytanya kok udah tahu kontol yah bu Susi?” tanya salah satu mereka. Gawat!! Mereka memang mendengarnya!! “I-itu Pak… s-saya yang ajarin” kataku mengaku, aku tidak tahu harus berkata apa lagi. “Oh… bu Susi yang ajarin?” “Iya, itu agar dia ngerti sedikit saja kok bapak bapak” “Iya Bu Susi, anak remaja sekarang memang seharusnya diajari yang benar tentang hal begituan biar gak salah jjoko” ujar mereka. Fiuh, untung saja mereka menganggap positif omonganku barusan. Tapi ku yakin itu hanya di omongan saja, mereka pasti memang horni dan nafsu pada putri kami. Silahkan saja kalau mereka sekedar ingin menjadikan Devyta objek onaninya, tapi cukup sekian pertunjukannya. Tidak ada lagi!! Akupun kembali ke dapur. Aku sempat melihat salah satu dari mereka menyusul Devyta dan seperti ingin mengintip Devyta, tapi untung saja suamiku sudah selesai dari kamar mandi. “Mau kemana Pak Rudi?” tanya suamiku. “Eh, ng-nggak, mau ke kamar mandi” “Oh, silahkan Pak… sebelah sana” suamikupun masuk ke kamar Devyta. ~~
Setelah hari itu, aku rasa ketelanjangan putri kami semakin intens saja. Baik sebelum maupun sesudah mandi, dia sering keluyuran di dalam rumah tanpa busana. Sering pula Devyta mengajak ayahnya mandi sambil dia sudah mulai menanggalkan pakaiannya sendiri, padahal dia belum berada di kamar mandi. “Kamu ini, buka baju itu di dalam kamar mandi, jangan di luar gitu…” protes suamiku jaim. Pernah juga saat itu Devyta kelupaan mengajak Papanya, diapun keluar dari kamar mandi basah-basah telanjang bulat, lalu menyeret Papanya ke dalam kamar mandi. Sungguh pemandangan yang ganjil!! Aku tidak tahu apakah Devyta berbuat itu karena kepolosannya, namun dia terlihat seakan menikmati ketelanjangannya itu. Masalahnya tidak ayahnya saja yang melihatnya, tapi juga teman- teman ayahnya.
Saat berangkat sekolahpun dia kini tidak hanya mencium pipi ayahnya, tapi sudah mulai mencium bibir seperti waktu dia TK dulu. Omongannya, bahasa tubuhnya, kini terlihat lebih nakal dan menggemaskan bagi kaum lelaki. Aku tidak tahu apakah ini pengaruh dari video porno yang ku berikan. Tapi yang jelas Devyta menjadi seperti ini, itu semua gara-gara aku, ibunya. Suamiku memang belum menyetubuhi Devyta, tapi dia sudah memperlakukan anak gadisnya itu bagaikan ‘mainan seks’. Hasrat seksnya yang dia pendam selama ini karena tidak ku layani, dia lepaskan semuanya pada anak gadisnya. Begitupun halnya dengan Devyta, dia semakin hari juga semakin sempurna mengabdikan dirinya sebagai ‘mainan’ sang ayah, baik saat akan tidur, mandi, maupun saat mereka ku tinggal berduaan dimanapun itu. Aku memang ingin membuat kontak mata dan fisik sesering mungkin di antara mereka. Aku ingin hubungan mereka menjadi lebih intim sebagai ayah dan anak. Aku rela aku hanya bermasturbasi sendirian sedangkan suamiku bisa melampiaskan nafsunya ke putrinya. Sore itu aku mengintip lagi apa yang mereka lakukan setelah mandi sore. Mereka bukannya handukan di kamar mandi namun malah di dalam kamar Devyta. Itupun setelah ku lihat suamiku lebih seperti membelai Devyta dibanding menghanduki.
“Kenapa Pa? kok berhenti?” tanya Devyta melihat Papanya berhenti membelai, padahal tubuhnya masih sangat basah. Tapi aku rasa Devyta bertanya seperti iu bukan karena tubuhnya belum kering, namun karena dia ingin terus dibelai sang ayah. “Papa mau buang peju lagi?” tanya Devyta lagi menebak. “Iya, boleh kan sayang?” “Boleh kok Pa, boleh banget malah” jawab Devyta riang. Suamiku tersenyum. Dia kemudian bangkit lalu mencium bibir Devyta. Ini bukan sekedar ciuman ayah dan anak, tapi sudah ciuman sepasang kekasih karena ternyata mereka berciuman menggunakan lidah!! Tubuh telanjang mereka yang masih basah menempel berhadap- hadapan, menimbulkan suara decakan karena kulit basah mereka yang beradu. Entah siapa yang memulai, mereka kini sama-sama terjatuh ke atas ranjang. Mereka melanjutkan aksi cium- ciuman itu di sana, saling bergumul dan meraba tubuh. Membuat ranjang putrinya itu jadi ikut-ikutan basah. Sungguh pemandangan yang panas dan erotis!! Suamiku terlihat lebih bernafsu menjamah tubuh putrinya dibandingkan menjamah tubuhku, istrinya sendiri. Apalagi mereka melakukan ini seakan tidak peduli kalau aku ada di rumah. Aku cemburu luar biasa. Namun itu justru menimbulkan sensasi tersendiri. Suamiku tampak begitu bernafsu, mungkin karena dia sudah menahan nafsunya sekian lama. Devyta yang dijilati dan diciumi ayahnya malah tertawa geli cekikikan.
“Aw… Pa geli… hihihi” pinta Devyta manja sambil ketawa-ketawa. Namun yang ada itu malah membuat suamiku semakin bernafsu. “Pa… stop dulu.... Pah…” pinta Devyta, tapi suamiku tetap saja lanjut. “Pa.. geli, Ngh.. stop.. dulu” setelah berkali-kali memohon untuk berhenti barulah akhirnya suamiku menghentikan aktifitasnya. “Ish, Papa nafsuan amat ih… gak tahan banget yah sama Devyta? hihi” “Maaf sayang, Papa gak kuat. Tapi kenapa kok suruh berhenti?” tanya suamiku terengah-engah menahan nafsunya. “Katanya mau ngeluarin peju, kok malah jilat- jilatin Devyta sih?” tanya Devyta. “Itu juga cara biar Papa bisa keluar pejunya…” “Oh… tapi jangan lama-lama Pa, ntar ketahuan Mamah” Devyta lalu bangkit dari pelukan ayahnya, dia lalu menuju lemari dan mengambil sepotong celana dalam.
“Pakein dulu Pa…” kata Devyta sambil menyerahkan celana dalam itu. “Baru lagi ya sayang?” tanya suamiku memperhatikan celana dalam berenda yang ada di genggamannya. “Iya Pa, bagus kan?” “Bagus kok” Suamikupun memakaikan celana dalam itu tanpa mengelap badan anaknya dulu. Setelah celana dalam berenda itu menempel di pinggul Devyta, yang ada itu malah membuat nafsu suamiku semakin menjadi-jadi. Bagaimana tidak? tubuh remaja anak gadisnya yang masih sangat basah hanya dibalut celana dalam. Celana dalam itupun menjadi transparan karena basah sehingga memperlihatkan belahan vagina Devyta. Dia yang tidak tahan dengan pemandangan ini kembali menerkam tubuh putrinya, menariknya ke ranjang dan menciuminya dengan buas. Tubuh mungil Devyta kembali ditindih sang ayah. “Duh… Pa…. kok diciumi lagi sih?” rengek Devyta manja. Tapi kali ini suamiku sepertinya tidak peduli lagi dengan rengekan anaknya. Dia terus saja menjamah tubuh putrinya. Seorang pria dewasa yang telanjang bulat sedang menggerayangi tubuh remaja 14 tahun yang hanya mengenakan celana dalam di atas ranjangnya sendiri, yang mana tubuh mereka masih sama-sama basah. Sungguh erotis bukan?
Setelah beberapa lama, mereka duduk berhadap-hadapan di tepi ranjang. Devyta duduk di paha ayahnya. Mereka masih tetap berciuman dengan posisi itu. Mulut mereka seperti tidak ingin lepas, lidah mereka terus saja saling membelit. Mereka juga saling menjilati wajah satu sama lain. Wajah Devyta terlhat mengkilap karena dijilat-jilat sang ayah, begitupun wajah suamiku yang dijilat-jilat putriku. Tiba-tiba suamiku sedikit menyingkap celana dalam Devyta ke samping sehingga vagina putrinya terbuka, dan astaga!! Suamiku mengarahkan penisnya ke vagina putrinya. Penis tegangnya dia gesek-gesekkan ke belahan vagina Devyta. Suamiku seperti sedang berusaha memasukkan kontolnya ke sana. “Sssh… Pa…” Devyta merintih memanggil ayahnya. Dia tidak berusaha melepaskan diri sama sekali meskipun gerakan ayahnya semakin cabul. Malah dia juga ikut-ikutan menggoyangkan pinggulnya seirama gerakan pinggul ayahnya!! Mereka seperti masih menahan-nahan diri agar jangan sampai bersenggama, tapi tubuh mereka jelas menginginkan itu. Setelah beberapa saat, ku lihat wajah Devyta mengernyit seperti kesakitan. Mungkinkah? Mungkinkah vaginanya sudah dijejali penis ayahnya? Jantungku semakin berdetak cepat. “Ngghhh… Pa, sakit… hati-hati dong…” “Maaf sayang, Papa gak sengaja” Aku yakin kalau kepala penis suamiku baru saja masuk ke dalam vagina putrinya, tapi sepertinya dikeluarkan lagi olehnya karena mendengar rintihan Devyta barusan. Ku lihat dengan seksama kalau penis itu kembali bergesekkan dengan vagina Devyta, tapi kemudian terlihat menghilang lagi yang disertai rintihan putrinya, “Pa… Ssshh…” Kemudian ku lihat kelamin mereka bergesekan lagi. Begitu selalu seterusnya.
“Ih… Papa!! Kok gak sengajanya sering amat sih?” tanya Devyta. Suamiku tidak menjawab, dia hanya mengajak putrinya berciuman lagi sambil terus melanjutkan aksi menggesek-geseknya. Dia sudah sangat bernafsu. Setelah beberapa kali gesek-masuk gesek- masuk, ku lihat kepala penis suamiku kembali hilang, namun kali ini tidak keluar lagi. Devyta walaupun terlihat sangat kesakitan tapi dia tetap membiarkan penis ayahnya di dalam tubuhnya. Mereka bersetubuh!! Suami dan putriku bersetubuh!! Tubuhku panas dingin menyaksikannya.
Namun… “Dugh!! Kreekkk…” Aduh…!! Aku yang terlalu semangat dan penasaran membuat tumpuanku goyah. Akupun terjatuh, sehingga pintu tempat aku bersembunyi jadi terdorong terbuka. Terang saja mereka kaget bukan main melihat kedatanganku. Devyta ku lihat langsung melepaskan diri dari pangkuan ayahnya lalu membetulkan celana dalamnya. “Mama??” kata mereka hampir serentak. Duh… rencanaku untuk mengintip mereka bersetubuh diam-diam gagal!! Namun aku berusaha mengontrol diri karena akulah yang punya kendali saat ini. Aku tidak ingin seakan-akan akulah yang tertangkap basah sedang mengintip. “Ohh… jadi ini ya yang dilakukan ayah dan anak gadisnya tiap selesai mandi?” tanyaku pura- pura seakan baru tahu kelakuan mereka. “B-bukan Ma… i-ini…” suamiku tampak sangat panik, dia tentunya tidak menyangka benar- benar ketahuan olehku, namun Devyta terlihat lebih santai meskipun juga ikut diam. Tampak jelas raut wajah horni mereka berdua yang betul-betul merasa tanggung karena aksi cabul mereka tiba-tiba terhenti. “Apa? sudah jelas-jelas aku melihat kamu menyetubuhi putrimu sendiri Mas” tuduhku lagi. “Bu-bukan!!” “Terus kalau bukan, apa dong namanya?” Suamiku terdiam, aku yakin dia tidak bisa mengelak setelah tertangkap basah olehku. “Maaf Ma, a-aku… aku tidak tahan” kata suamiku akhirnya. “Sudah tidak tahan?” “Iya… Maaf Ma… Maaf….” “Baiklah aku maafkan, tapi ada syaratnya” “Syarat? Apa itu Ma?” Aku tersenyum sebentar sebelum berkata, “Aku ingin melihat kalian bersetubuh” “Hah?” suamiku terkejut bukan main. “Iya, aku ingin melihat kamu ngentot dengan Devyta”
“Tapi Ma…” “Kenapa Pa? Kalian belum selesai kan? lanjutin gih… Sudah terlanjur terjadi juga, jadi cepat selesaikan. Setubuhi Devyta” Suamiku diam sejenak. Dia tampaknya masih tidak percaya dengan apa yang baru ku katakan. Mungkin saja kalau dia tadi memang benar-benar tidak sengaja meskipun dia sudah sangat bernafsu. Entahlah, namun apapun itu aku ingin melihat mereka bersetubuh sekarang. “Tapi… apa itu tidak apa-apa? dia putriku sendiri, lagian dia masih 14 tahun” ujarnya kemudian masih berusaha meyakinkan diri. Dia masih ragu. Tentu saja, karena Devyta adalah putri kami sendiri. Tapi aku yakin nafsu bisa mengalahkan segjokoya. “Sudah Pa… Gak apa-apa Pa… Lanjutin saja. Kamu pasti sudah lama punya khayjoko untuk menyetubuhi putrimu ini bukan? Tidak usah pikirkan norma-norma. Bebaskan saja khayjoko dan fantasi kamu” “Sayang, kamu juga mau kan berzinah dengan Papa kamu?” tanyaku kini pada Devyta. “Berzinah? Berzinah itu ngentot yah Ma?” tanya Devyta polos. Aku sangat senang tiap mendengar Devyta mengulangi kata-kata yang ku ajarkan ini. “Iya… berzinah itu ngentot, kamu mau kan dizinahi sama ayah kandungmu? Mau kan memek kamu dikontolin sama Papa?” ujarku dengan menggunakan kata-kata ‘liar’ untuk memanaskan suasana. “Hmm… karena Devyta cinta sama Papa, Devyta mau deh Ma dizinahi” jawab Devyta dengan riangnya, seakan dizinahi ayahnya merupakan bentuk pengabdian pada orangtua. “Tuh Pa… putrimu sudah bersedia tuh untuk kamu zinahi, entotin gih… hihihi” “Devyta, kocokin dong kontol Papa… bikin ngaceng lagi” suruhku pada Devyta. Tanpa perlu disuruh dua kali Devytapun mendekat ke arah Papanya. Dia lalu meraih kontol suamiku yang tadi terlanjur menciut. “Devyta kocokin yah Pa…” kata Devyta minta izin ke Papanya.
“I-iya sayang…” jawab suamiku tidak menolak. Meskipun dia tadi sempat ragu, tapi memang tubuhnya tidak bisa berbohong untuk mendapatkan kenikmatan dari tubuh putrinya. Devyta lalu mulai mengocok, tidak butuh waktu lama untuk membuat kontol ayahnya tegang kembali karena kocokannya. Jemari Devyta yang mungil lentik mengocok penis ayahnya dengan telaten. Tapi kalau cuma mengocok saja aku sudah sering melihatnya. “Hmm… kayakya ada yang kurang, sayang… coba masukin ke mulut kamu” “Masukin ke mulut Ma?” “Iya… Kontol Papa kamu masukin ke mulut kamu. Kamu belum pernah coba kan? cobain gih… pasti ayahmu makin cinta sama kamu…” Devyta tidak langsung melakukannya, dia menatap dulu sekian lama padaku, lalu menatap ke ayahnya. “Mau Devyta emut Pa kontolnya?” kata Devyta yang lagi-lagi meminta izin dahulu pada ayahnya. “E-emang kamu bisa?” tanya suamiku. “Bisa kok, Devyta udah pernah lihat” jawab Devyta sambil melirik padaku. Tentu saja maksudnya itu sudah pernah lihat dari film porno yang ku berikan.
“Ya sudah sayang… silahkan” setuju suamiku yang dibalas senyum manis anaknya. Aku terpana melihat pemandangan ini. Aku yakin suamiku juga demikian. Anak gadisnya sendiri sedang mengoral penisnya. Devyta mengecup ujung kepala penis suamiku beberapa kali, kemudian berusaha memasukkan semua penis itu ke dalam mulut mungilnya. “Arggghh….” Erang suamiku. Suamiku pasti merasakan sensasi nikmat yang luar biasa. Penisnya sedang dikocok pakai mulut oleh anak gadisnya di hadapan istrinya sendiri!! Cukup lama Devyta mengemut penis ayahnya, dia terlihat sangat lihai meskipun ini yang pertama baginya. “Ugh… berhenti dulu sayang… Papa gak kuat” pinta suamiku setelah beberapa saat, Devytapun menghentikan aksinya. “Kenapa berhenti sih Pa? pejuin aja mulut Devyta…” kataku sambil tertawa kecil. Mendengar hal itu Devyta juga tertawa dan memasukkan penis itu sekali lagi dalam mulutnya. Tentu saja membuat ayahnya terkejut. “Dasar Devyta, kamu nakal yah ternyata… hihihi, ayo sayang… bikin Papamu enak” suruhku menyemangati Devyta. Gerakan kepala Devyta terlihat lebih cepat sekarang. “Nghh… Devyta… arggghhh” suamiku kini juga mulai memegang kepala putrinya lalu memaju- mundurkan seperti sedang menyetubuhi mulut anaknya. Sungguh cabul!! Gerakan pinggul suamiku semakin cepat, hingga akhirnya tubuhnya kelojotan dan memuncrakan pejunya ke dalam mulut Devyta. Putri kami terus menutup mulutnya, mengapit penis itu dengan bibir selama peju ayahnya menyemprot memenuhi rongga mulutnya. Dan dia melakukan itu sambil terus tersenyum pada ayahnya. “Sayang jangan langsung telan” suruhku, Devyta sedikit mengangguk.
“Sekarang kasih lihat sama Papa kamu…” suruhku lagi. Devytapun membuka mulutnya lebar-lebar dihadapan ayahnya, menunjukkan bagaimana benih-benih ayahnya yang dulu menciptakan dirinya kini malah dia tampung di mulutnya. Karena sperma itu sangat banyak, membuat sperma itu sebagian meluber ke dagu Devyta hingga ada yang tercecer ke buah dadanya karena tidak mampu ditampung oleh mulut Devyta yang kecil. “Gimana Pa, suka ya ngelihat Devyta seperti ini? Mulut anak gadis sendiri kok dipejuin sih? hihihi” tanyaku pada suamiku. Dia tidak menjawab, tapi aku tahu dia sangat suka. Pemandangan gadis remaja dengan mulut penuh sperma serta sebagian tubuh berceceran sperma seperti ini pastinya sangat menggairahkan bagi para lelaki. “Oke sayang, sekarang telan peju Papa kamu” suruhku pada Devyta, diapun menelan sperma itu perlahan. Semua sperma itu kini perpindah ke dalam lambung putri kami. Meskipun baru saja keluar, tapi penis suamiku hanya setengah layu. Mungkin birahinya yang masih tinggi membuatnya demikian. Tidak butuh waktu lama untuk penis itu kembali tegang sepenuhnya.
“Pa, Devyta…” panggilku pada mereka berdua. “Ya Ma?” jawab mereka serentak. “Tunggu apa lagi?” tanyaku sambil tersenyum. Mereka saling pandang, suamiku yang mengerti tanpa menunggu lagi langsung menciumi putri kami. Dia juga memainkan jarinya ke vagina Devyta tanpa melepaskan celana dalam putrinya itu terlebih dahulu. Dia kini tidak malu lagi melakukan hal bejat pada putrinya di depan istrinya. Dia ingin segera meraih kenikmatan dari tubuh putrinya. Suamiku lalu merebahkan Devyta ke atas ranjang. Dia lalu melepaskan celana dalam putrinya ini. Devyta yang sepertinya juga sudah horni nurut- nurut saja, bahkan dia membantu dengan mengangkat pinggulnya. Sekarang mereka sama-sama polos kembali. “Kamu yakin Ma tidak apa?” tanyanya padaku, ujung kepala penisnya sudah menempel di permukaan vagina Devyta. “Jangan tanya aku, tanya Devyta dong Pa…” “Sayang, kamu yakin?” “Iya Pa, masukin aja…. Zinah… zinahi Devyta…” rintih Devyta yang tampak tidak tahan untuk ditusuk-tusuk sang ayah. Suamiku yang mendengar persetujuan putrinya tanpa menunggu lagi langsung menghujamkan kontolnya. Penis suamiku kini masuk seutuhnya!!
“Arggghhhhhhh” jerit Devyta tertahan. Tampak darah perawannya mengalir pelan. Dia baru saja diperawani oleh ayahnya sendiri. “Sakit…. Sakit Pah…” rengek Devyta merintih. Aku tahu betapa sakitnya hilangnya perawan itu, terlebih bagi Devyta karena umurnya masih 14 tahun!! Suamiku lalu mendiamkan penisnya beberapa saat di dalam vagina Devyta agar terbiasa. “Lanjutin Pa…” ujar Devyta beberapa saat kemudian, sepertinya tubuhnya sudah terbiasa dengan benda tumpul itu. Suamiku kembali menggerakkan pinggulnya, makin lama semakin kencang. Wajah mereka sama-sama merah padam kerena saking birahinya, terlebih oleh suamiku. Kenyataan bahwa wanita mungil yang sedang digenjotnya saat ini adalah darah dagingnya sendiri pastilah membuatnya semakin bernafsu. Dia hentak-hentakkan penisnya dengan kuat. Devyta yang awalnya merintih kesakitan kini telah berubah menjadi rintihan kenikmatan. “Gimana Pa? enak?” tanyaku pada suamiku. Dia tidak menjawab. Aku juga menanyakan Devyta pertanyaan yang sama, dan dia juga tidak dijawab.
“Dasar… kalian ini, asik berzinah ria sampai- sampai Mama dicuekin, hihihi” ujarku. Tapi tidak masalah bagiku. Aku rela tidak tidak dihiraukan demi menyaksikan obsesiku yang jadi kenyataan ini. “Pa, dia itu putri kandungmu lho…” ujarku lagi menggoda suamiku. Aku ingin membuatnya makin terangsang. “Enak yah Pa ngentotin anak gadis sendiri?” “Dia masih empat belas tahun lho…. tapi kayaknya Devyta suka tuh dizinahi sama kamu. Entotin terus dia Pa, jangan kasih ampun” Aku terus menerus mengata-ngatai agar suamiku semakin bertambah birahinya. “Sayang… Papa mau keluarin peju…” erang suamiku. Tentu saja suamiku merasa ingin cepat keluar. Udah penisnya dijepit vagina remaja yang super rapat, terus mendengar omonganku lagi, siapa yang gak tahan coba pengen cepat-cepat ngecrot? “Keluarin saja di dalam rahim Devyta Pa, bikin putrimu…. Bunting” ujarku. “Croooottttt” suamiku sepertinya tidak kuasa mendengar kata ‘bunting’. Dia ejakulasi. Tubuhnya mengejang dengan hebatnya. Dia menyemprotkan pejunya ke rahim putrinya. Sangat banyak hingga meluber ke luar dari vagina Devyta, turun perlahan membasahi sprei tempat tidur anaknya ini. “Hihihi, Papa, banyak banget sih pejunya, kamu benar-benar pengen bikin Devyta bunting yah?” ujarku menggodanya.
“Sayang, kamu pengen gak dibuntingi sama Papa?” tanyaku pada Devyta, dia mengangguk. Aku merinding membayangkan kalau Devyta benar-benar sampai hamil oleh ayahnya di usianya yang baru 14 tahun dan masih duduk di bangku SMU ini. “Terus kalau Devyta benar-benar hamil gimana Ma?” tanya Devyta. “Kamu nikah saja sama Papa. Kamu mau kan nikah sama Papa kamu?” jawabku bercanda. “Mmh… Mau deh” aku tertawa mendengar jawaban polosnya. “Hihi, emang kamu mau kasih berapa anak ke Papa?” tanyaku. “Kalau tiga gimana?” “Boleeeh…” Kami kemudian sama-sama diam sejenak meresapi apa yang baru saja terjadi. Suami telah memperawani putrinya sendiri. Mas Joko juga sepertinya tidak percaya kalau akhirnya dia telah merenggut kewanitaan Devyta. Mungkin semua ini sangat melenceng dari norma, tapi sensasi persetubuhan sedarah itu pastinya sungguh sangat luar biasa. “Pa…” panggil Devyta. “Ya sayang?” “Lain kali lagi yuk….” “I-iya… kapanpun kamu mau” jawab suamiku. “Papa juga, kapanpun Papa pengen entotin Devyta, entotin aja Pa” kata Devyta sambil tersenyum. “Mmh… Terus Mama gimana?” tanya Devyta padaku. “Mamagak apa-apa kok sayang… kamu ngentot saja yang baik sama Papa, gak usah pikirin Mama, oke?” “Benar Ma gak apa-apa?” tanya suamiku juga. “Iya Pa, kalau kamu nanti mau tidur berdua di kamar Devyta juga gak apa kok” Devyta dan suamiku tersenyum, merekapun berciuman lagi. Bercumbuan dan saling menjamah di atas ranjang. Ku lihat penis suamiku tegang lagi.
“Ya, ampun… belum puas yah? Ya udah, kalian lanjutin gih main-mainnya… Mama gak bakal ikut-ikutan sekarang. Nih kunci dulu pintunya” kataku bangkit ke luar kamar. Sebelum menutup pintu aku berkata, “Selamat berzinah ria yah kaliannya…” ayah anak itu hanya senyum-senyum, lalu melanjutkan lagi berciuman, melanjutkan lagi perzinahan mereka. Aku buru-buru menuju dapur, membuka lemari pendingin dan mengambil terong dan timun. Aku tidak tahan untuk bermasturbasi. Ya… aku rela hanya bisa bermasturbasi, sedangkan suamiku sedang enak-enakan menggenjot putri kandungnya sekarang. ~~
Sejak saat itu, hampir tiap hari aku melihat suami dan anakku bersetubuh. Mereka melakukannya di berbagai tempat. Baik di kamar Devyta, di kamar mandi, bahkan di ranjang kamarku tempat aku dan suamiku biasa bersetubuh. Suara erangan dan rintihan nikmat persetubuhan sedarah itu selalu ku dengar. Entah sudah berapa kali mereka bersetubuh. Entah sudah berapa banyak sperma suamiku bersemayam dalam vagina putrinya. Sering suamiku menyetubuhi Devyta sampai larut malam. Kadang Devyta tidak sekolah karena saking ngantuk esok paginya. Obsesiku memang sudah kesampaian untuk melihat suamiku menyetubuhi putri kami sendiri. Tapi tenyata selanjutnya aku punya ide yang lebih gila lagi. Aku ingin teman-teman suamiku tahu kalau suamiku telah menyetubuhi Devyta. Aku ingin suamiku menyetubuhi Devyta di depan teman-temannya, bapak-bapak tetangga kami. Memang sungguh gila, tapi aku tidak kuasa menahan rasa penasaran akan sensasinya. Akupun memberi tahu suamiku tentang ideku ini pagi itu sesudah Devyta berangkat sekolah. “Kamu jangan gila Ma!! Masa aku menyetubuhi Devyta di depan orang lain!!?” tentu saja suamiku terkejut mendengar permintaanku. Walaupun begitu, aku dapat melihat dari mata suamiku kalau dia juga terangsang mendengar ideku ini. Tampak ada tonjolan dari balik celananya. “Mereka selama ini kan juga sudah punya pikiran jorok ke Devyta, kamu pasti sudah tahu itu kan Pa?” Ya… melihat Devyta bermanja-manjaan dengan Papanya saja itu sudah bisa bikin mereka horni, aku penasaran bila mereka melihat Devyta disetubuhi, apalagi oleh Papanya sendiri.
“I-iya… tapi kan….” “Mereka cuma boleh melihat saja kok… tidak boleh macam-macam sama Devyta. Juga mereka harus janji tidak boleh cerita sama orang lain. Lagian kita kan mau pindah rumah Pa… jadi kita gak bakal ketemu mereka lagi” bujukku terus. “Tapi gimana caranya? Terus kamunya?” “Ya kamu ngaku saja kalau kamu sudah pernah bersetubuh dengan Devyta. Terus mereka pasti tidak percaya tuh, suruh liat saja. Aku bakal keluar rumah hari itu, jadi kalian bebas pengen ngapain aja” jawabku. “Bukannya kamu pengen lihat kami gituan di depan teman-temanku Ma?” “Iya” “Terus?” “Kan sudah ku bilang kalau aku ingin membiarkan kalian bebas” jawabku. Sebenarnya hanya dengan membayangkannya saja itu sudah cukup bagiku. “Tapi… tolong kamu rekam saja untukku Pa, atau suruh teman-temanmu itu yang merekam” lanjutku lagi. “Hah!!?” Suamiku tampak makin terkejut saja dengan ideku ini. Tapi aku tahu dadanya sedang berdebar kencang memikirkan hal tersebut sekarang. Bersenggama dengan anak gadisnya di depan orang lain sambil direkam!! “Terus kalau nanti mereka tidak tahan gimana Ma?” “Ya kamu jaga dong anakmu… Gimana Pa? Setuju?” tanyaku lagi. Ia lalu berpikir sangat lama, wajar memang karena ide ini sangat gila dan beresiko.
“O-oke deh Ma…” setuju suamiku akhirnya. Hari minggu, teman-teman suamiku datang lagi ke rumah. Mereka dan suamiku asik ngobrol dengan tetap ada Devyta di samping suamiku. Ku dengar mereka sering bertanya-tanya tentang Devyta pada suamiku seperti, “Devytanya masih sering mandi sama Pak Joko? Masih dipakaikan baju juga?” Tampaknya mereka masih saja penasaran dengan itu. Mereka tentu saja belum tahu kalau akan dikasih liat pemandangan luar biasa, begitupun putriku yang juga tidak tahu akan disetubuhi di depan teman-teman ayahnya. “Devyta, mama pergi ke pasar yah… Kamu gak apa kan Mama tinggal?” kataku pamit pada Devyta. “Gak apa kok Ma” jawabnya. Akupun meninggalkan rumah. Membayangkan anak gadisku menjadi satu-satunya wanita di antara mereka makin membuatku birahi. Selama di pasar dadaku selalu berdebar-debar memikirkan apa yang sedang terjadi di rumahku. Bayangan- bayangan suami dan putri kami bersetubuh di depan bapak-bapak itu terus memenuhi pikiranku. Sampai-sampai aku bermasturbasi di toilet umum karenanya. Aku baru pulang menjelang magrib. Aku tiba bersamaan dengan teman-teman suamiku yang juga baru akan pulang. Kami berpapasan di depan pagar. “Sudah mau pulang bapak-bapak?” sapaku pada mereka.
“Eh, i-iya Bu Susi… Pamit dulu Bu…” jawab mereka agak tergagap. “Tumben buru-buru? Ada apa?” “Gak ada apa-apa kok Bu” “Oh.. Ya sudah, hati-hati di jjoko Pak” Akupun masuk ke dalam rumah. Aku langsung mencari suami dan anakku. Meskipun suamiku berkata akan merekamnya, tapi aku lebih penasaran mendengar ceritanya langsung. Ternyata mereka ada di dalam kamar Devyta, tapi astaga!!! Aku melihat tubuh putriku penuh dengan ceceran sperma!! “Pa…!!” “Eh, M-mama” jawab suamiku. “Kok Devytanya penuh peju gini sih Pa!!?” “Kamu gak apa sayang?” tanyaku pada Devyta. Apa anak gadisku baru saja dipejuin ramai- ramai oleh mereka? Kalau benar ini tentu saja di luar dugaanku, atau mungkin mereka juga…. . “Gak apa kok Ma… Tapi Papa tuh… masa ngentotin Devyta di depan om-om itu sih…” “Ha? Dasar Papa kamu ini” ujarku pura-pura tidak tahu sambil mencubit pinggang suamiku. “Emang gimana ceritanya sayang?” tanyaku lagi pada Devyta sambil mengambil handuk untuk mengelap badan Devyta, tapi tidak jadi ku lakukan. Soalnya Devyta terlihat lebih seksi dengan badan penuh sperma begini. “Iya, awalnya Devyta dicium-cium sama Papa… Om om itu muji-muji Devyta terus Ma. Terus Papa bilang kalau Papa pengen ngentotin Devyta di depan om-om itu” “Terus kamu bolehin?” “Agak malu sih ma, tapi Devyta bolehin juga” jawabnya. “Terus sayang?” “Papa suruh Om itu ngerekam Ma…” “Om itu Mau?” “Mau kok… terus Papa mulai telanjangi Devyta Ma di depan om-om itu, tapi Ma…” “Tapi apa sayang?” “Waktu Papa ambil handycam ke kamar, om-om itu yang lanjutin nelanjangi Devyta” lanjut putriku. Aku bergidik membayangkan bagaimana putriku ditelanjangi oleh bapak-bapak itu. Seorang gadis belia yang cantik jelita, membiarkan dirinya ditelanjangi oleh pria-pria berumur. Jantungku makin berdetak cepat.
“Kamu ditelanjangi sampai bugil?” “Iya Ma… Papa sih lama, Om om itu deh yang bantuin” “Kamu ini gimana sih Pa? kok orang lain sih yang telanjangi Devyta?” tanyaku pada suamiku. “Aku juga gak tahu Ma, waktu aku balik dari kamar, ternyata Devyta lagi ditelanjangi mereka” ujar suamiku. Ya sudahlah kalau begitu, menurutku tidak masalah. Toh cuma ditelanjangi, paling digerepe-gerepe 'sedikit'. “Terus sayang?” “Mereka mulai merekam Ma, Devyta disuruh hisap kontol Papa sambil liat ke kamera yang dipegang om itu Ma… ya Devyta ikutin” jawab Devyta enteng dengan lugunya. Membayangkan putriku yang cantik telanjang sendirian diantara pria-pria disana, bahkan mengulum penis ayahnya sungguh membuat dadaku berdebar. Aku tidak menyangka hanya mendengar ceritanya saja bisa membuatku sangat horni. “Terus?” “Devyta dientotin sama Papa Ma di ruang tamu…. Om itu terus aja muji Devyta. Eh, Papa bilang silahkan aja kalau mereka mau ngocok. Mereka ngocok deh Ma sambil liat Devyta dientotin sama Papa” terang Devyta. “Terus Papa kamu keluarin pejunya dimana sayang?” “Di dalam Ma… banyak banget” “Enak ya Pa ngentot di depan orang lain? hihihi” tanyaku pada suamiku, dia hanya tersenyum nyengir. “Udah? gitu aja?” “Belum selesai Ma…” kata Devyta. “Belum selesai?” “Iya Ma, soalnya om-om itu bilang gini Ma… Devytanya gak di anal sekalian Pak?” kata Devyta berusaha menirukan gaya bicara bapak-bapak itu. “Anal?” tanyaku terkejut, “Devyta nya kamu analin Pa?” tanyaku lagi pada suamiku. Aku tentu saja tidak menyangka kalau Devyta bakal dianal. “Iya Ma, Devyta nya mau kok, katanya dia juga penasaran” “Beneran sayang? Kamu gak dipaksa kan sama Papa? Emang gak sakit?” tanyaku pada Devyta. “Sakit sih Ma… Tapi gak dipaksa kok Ma…” “Oh…”
“Terus om-om itu pengen Devyta pake seragam sekolah Ma…” lanjut Devyta. “Ha? Kamu dianal sambil pake seragam??” “Awalnya sih iya Ma… tapi lama-lama kancing kemeja Devyta mulai dibukain satu-satu, terus cuma pake rok aja, terus Devyta bugil lagi” terang Devyta. Aku hanya bisa geleng-geleng kepala. Sungguh mesum, Devyta dicabuli beramai-ramai dengan seragam sekolah SMU nya. Ini melebihi khayjokoku, juga khayjoko suamiku tentunya. “Terus sayang?” “Terus mereka tumpahin pejunya ke seragam Devyta Ma, Papa juga. Basah deh seragam Devyta kena peju… lihat tuh Ma” kata Devyta sambil menunjuk ke sudut ruangan, ada seragam SMU nya Devyta yang berlumuran cairan putih kental di sana. “Udahan? Terus peju di badan kamu ini?” “Iya… terus kan kami istrihat. Devyta mandi sama Papa” “Mereka gak ikut mandiin kamu kan sayang?” “Gak Ma, gak boleh sama Papa. Tapi mereka bantu handukin Devyta” “Bantu handukin kamu?” “Iya… Mereka juga ambil foto-foto Devyta sambil handukin. Terus katanya mereka nafsu lagi, mereka bilang pengen ngentotin Devyta Ma, mereka pengen genjotin memek Devyta…” “Kamu bolehin!!??” “Nggak, Devyta maunya cuma sama Papa aja” “Oh…” bagus deh.
“Jadinya mereka ngocok deh Ma sambil pegang-pegang Devyta, gak apa kan Ma kalau cuma dipegang-pegang? Habisnya enak sih… hihihi” “Dasar kamu. Iya gak apa, terus mereka tumpahin ke badan kamu?” “Iya Ma… mereka tembakin peju mereka ke Devyta. Kotor lagi badan Devyta Ma, padahal Devyta baru mandi” ujar Devyta santai sambil membuka lebar tangannya, menunjukkan ceceran sperma yang mulai mengering di sekujur tubuhnya. Memang bukan bau sabun yang tercium dari tubuhnya, tapi bau peju yang pekat. “Masa kamu biarin aja sih Pa? Kalau Devyta nya diperkosa gimana coba?” tanyaku pada suamiku. “Aku juga gak mau Ma sebenarnya… Waktu itu aku sedang menerima telpon dari bos” jawab suamiku beralasan. “Jadi kamu cuma bisa ngelihatin anakmu dipejuin orang lain?” “Mau gimana lagi Ma, tidak mungkin aku menyela omongan Bos” ujar suamiku, tampaknya dia berkata jujur. “Ya sudah Pa, gimana lagi” “Tapi itu tandanya om om itu cinta sama Devyta kan Ma?” tanya Devyta polos.
“Iya… Om itu cinta sama kamu, hati-hati lho ntar kalau istri mereka tahu kamu bakal dimarahi, hihihi” ujarku, Devyta nya malah cekikikan sambil meletakkan telunjuk di bibirnya, tanda agar jangan memberi tahu mereka. Sungguh nakal dan menggemaskan tingkah putri kami ini. “Eh Ma… Tapi kontol om-om itu gede gede lho Ma, apalagi punya Om Rudi. Punya Papa aja kalah Ma… Devyta jadi ngebayangin kalau masuk ke memek Devyta gimana” kata Devyta kemudian. Aku terkejut bukan main mendengarnya, demikian juga suamiku. Devyta jadi keterusan!! Ku lihat raut wajah cemburu dari suamiku karena punyanya dibandingkan dengan punya bapak- bapak tetangga oleh putrinya sendiri. “Dasar kamu nakal, emangnya kamu mau memek kamu dimasuki kontol Om Rudi?” godaku yang sepertinya malah membuat suamiku makin cemburu. “Mmmh… Yang boleh masuk ke memek Devyta cuma punya Papa sih Ma, tapi…” “Tapi apa?” “Tapi kalau Papa kasih izin… Devyta gak nolak kok” katanya melirik nakal pada ayahnya. Makin terkejut aku dan suamiku mendengarnya.
Perkataannya sungguh bikin aku gemas. Polos dan lugu tapi ternyata putriku ini ‘nakal’ juga. Aku kini jadi ikut-ikutan tertarik membayangkan putriku disetubuhi oleh bapak tetangga itu. “Mama sih terserah Papa aja. Kalau Papa kasih izin Mama setuju aja kamu dimasukin kontol om-om tetangga kita itu” ujarku. Aku ingin tahu bagaimana respon suamiku. Devytapun benar- benar meminta izin pada ayahnya. “Gimana Pa? Boleh gak memek anak Papa dimasukin kontol Om Rudi? Papa rela gak?” tanyanya. Sungguh pertanyaan yang pastinya makin membuat perasaan suamiku tidak karuan. Suamiku tampak lama diam berpikir. Sepertinya dia juga penasaran!! Apa yang akan kau jawab mas? Apa kamu rela putrimu bersetubuh dengan orang lain? “Papa gak tahu, lihat nanti saja deh” cuma itu yang dikatakan suamiku. Diapun pergi ke kamarnya. Ya sudah, tapi kok Devyta nya… “Sayaaang!!! Kamu kok langsung tiduran gitu sih?” tanyaku pada Devyta karena dia seenaknya langsung tiduran di atas ranjang. Padahal ceceran sperma dibadannya masih belum dibersihkan.
“Ngantuk Ma… capeeeek” jawab Devyta santai. Aku paham dia pasti capek, tapi kan… “Iya Mama tahu, tapi bersihkan dulu dong badannya… Lihat tuh jadi kotor gitu spreinya” suruhku lagi, tapi dia tetap tidak menghiraukan. Tetap saja berbaring memeluk guling dengan nyamannya. Dasar Devyta… Apa dia tidak risih badannya lengket-lengket begitu? “Bandel banget sih… Ya sudah kamu tidur dulu bentar, tapi ntar jangan lupa bersih-bersih” kataku mengalah. Akupun membiarkan Devyta tertidur dengan badan masih berlumuran peju!! Bisa-bisanya putriku ini tidur dengan nyenyaknya dengan kondisi seperti itu, pemandangan yang sangat ganjil. Aku lalu keluar dari kamarnya yang penuh bau peju ini. Aku memutuskan untuk bermasturbasi sendiri sambil menonton rekaman persetubuhan putri dan suamiku barusan. Soalnya aku sudah horni dari tadi mendengar semua cerita mereka. ~~ Beberapa hari berlalu, tiap sore tetangga teman-teman suamiku ini selalu main ke rumah. Tentu saja aku tahu maksud tujuan kedatangan mereka yang sebenarnya. Namun mereka tidak berani berbuat macam-macam pada Devyta karena ada aku di rumah. Paling jauh mereka hanya punya kesempatan meraba Devyta sebentar saja.
….. “Sayang…” panggil suamiku pada Devyta hari itu. “Ya Pa?” “Papa mau bilang sesuatu sama kamu” “Hmm? Mau bilang apa Pa?” “Anu… tentang yang kamu bilang waktu itu” “Yang waktu itu yang mana sih Pa?” “Itu… Yang katanya kamu pengen cobain kontol Om Rudi” “Oh yang itu… Kenapa Pa? Papa pengen Devyta ngentot sama Om Rudi? Kapan Pa?” “…..” “Gimana Pa? Papa pengen lihat Devyta ngentot- ngentotan sama orang lain ya? Papa rela?” “Tidak!! Papa tidak rela. Papa tidak mau kamu disetubuhi sama orang lain!!” ujar suamiku. Aku tidak menyangka suamiku berkata demikian. Sesaat aku tadi berpikir kalau dia akan merelakan putrinya dientotin teman-temannya. Keraguannya lenyap, dia kini tampak benar- benar yakin kalau Devyta cuma miliknya. Ya... Menurutku memang lebih baik begitu, aku dan suamiku bukan germo yang mengobral anak gadis kami sendiri. Aku ingin hanya Papanya saja yang menyetubuhi Devyta. Hmm... Apa aku aja ya yang cobain punyanya Pak Rudi? Ups... apa sih yang ku pikirkan. “Papa cuma mau kamu milik Papa. Cuma Papa yang boleh ngentotin kamu” lanjutnya.
“….” “Pa…” panggil Devyta, dia terlihat tersenyum. “….Devyta juga gak rela kok” “Sayang…?” “Iya… Devyta juga gak rela kalau dientotin sama selain Papa. Devyta juga maunya cuma sama Papa aja. Papa cemburu ya waktu itu? Hihihi, maaf yah Pa…” “Tentu saja Papa cemburu sayang. Kamu itu milik Papa, masak Papa kasih ke orang” Senyum manis Devyta mengembang mendengar perkataan ayahnya ini. “Makasih Pa… Devyta jadi yakin kalau Papa benar- benar cinta sama Devyta.... sama kayak Devyta cinta sama Papa” “Jadi… jadi kamu sengaja ya bikin Papa cemburu?” “Iya Pa, maaf ya… hihihi” ujar Devyta sambil memeluk Papanya. “Dasar kamu memang nakal” Aku terpana melihat adegan ini. Sungguh manis. Sepertinya cinta suamiku terhadap putrinya jauh lebih besar dibandingkan cintanya padaku, tapi tidak masalah. Ini memang keinginanku. Ini memang obsesiku. Karena memang seharusnya seorang ayah adalah cinta pertama dan cinta sejati bagi anak gadisnya, bukan begitu? Mungkin inilah alasan kenapa ibu dan kakekku dulu bersetubuh. Karena mereka… saling mencintai. “Pa…” Panggil Devyta. “Ya sayang?’
“Berzinah lagi yuk…” pinta Devyta dengan senyum manis. “Kamu pengen Papa genjotin lagi?” “Iya Pa… sampai bunting kalau boleh” “Dasar kamu nakal, boleh kok” “Boleh kan Ma?” tanya Devyta padaku. Aku tersenyum mengangguk. Akupun meninggalkan mereka berduaan. Membiarkan mereka saling membagi cinta mereka. Kamipun pindah rumah dua minggu kemudian. Untung saja, kalau tidak, mungkin lama-lama Devyta benar akan disetubuhi oleh tetangga kami. Putri dan suamiku kini betul-betul menjadi kekasih sejati. Saling mencintai lebih dari sekedar ayah dan anak. Hubungan sedarah mereka tentu saja sangat tabu, tapi cinta dan nafsu mengalahkan segjokoya. Dan untuk apa- apa yang akan terjadi selanjutnya, biarlah waktu yang menjawab. Yang penting kami sama-sama mendapatkan kebahagian saat ini. Di luar akulah istri dari suamiku, tapi di dalam rumah Devytalah yang selalu melayani ayahnya. “Sayang…” panggilku pada putriku. “Ya Ma?” “Ini Mama baru beliin celana dalam lagi. Suruh Papamu pakein gih” kataku sambil menyerahkan bungkusan plastik berisi beberapa helai pakaian dalam. “Makasih Ma… Pa, lihat nih… baru lagi lho… Ih, ada empat helai Pa, lucu-lucu” kata Devyta menunjukkan bungkusan celana dalam itu pada Papanya. “Pa… Mandi bareng yuk Pa… Habis itu handukin Devyta” ujar Devyta manja. “Iya iya… Terus habis itu?” tanya suamiku. “Habis itu cobain celana dalam” “Terus, habis itu?” “Ngentot sama Papa sampai malam”
Ada sebuah pengalaman yang sangat membekas dalam ingatanku. Waktu kecil dulu aku pernah diam-diam melihat ibuku dientot oleh kakekku, ayah kandung ibuku sendiri. Aku tidak tahu apa yang membuat ibu dan kakek melakukan hubungan seperti itu, aku yang juga tidak tahu harus berbuat apa akhirnya memilih diam. Namun ternyata kejadian itu bukan hanya sekali, tapi berkali-kali. Kakekku dulu memang tinggal bersama dengan kami sehingga memungkinkan mereka berbuat seperti itu berulang-ulang di saat ayahku tidak di rumah. Kini saat sudah memiliki putri, aku sering membayangkan kalau suamiku bersetubuh dengan anak gadis kami. Membayangkan bagaimana suamiku menggenjot anak gadisnya sendiri sampai anak gadis kami ini hamil olehnya. Tentu saja itu merupakan khayjoko gila dari seorang ibu terhadap anak dan suaminya sendiri. Bagaimana bisa seorang ibu punya pikiran semacam itu!? Namun hal tersebut sangat membangkitkan gairahku. Bahkan aku sering bermasturbasi karena tidak tahan dengan khayjoko gilaku ini. Saat aku berhubungan badan dengan suamiku, aku juga menganggap kalau aku ini adalah Devyta, anak gadisnya. Hal itu membuatku orgasme lebih cepat. Selain itu, saat aku pergi ke pasar dan meninggalkan mereka berdua di rumah, aku juga sering membayangkan kalau mereka bersetubuh di belakangku selama aku pergi. Aku jadi berdebar-debar sendiri selama di pasar karena memikirkannya.
Seiring waktu, hanya dengan membayangkan tidak cukup lagi bagiku. Kini aku betul-betul berharap mereka berzinah, melakukan hubungan badan sedarah antara seorang ayah dan anak gadisnya. Akupun berusaha menciptakan situasi-situasi agar suami dan anakku menjadi tertarik satu sama lain. Aku sampai membelikan putriku pakaian-pakaian yang seksi, lalu mengajarinya cara berpakaian yang membuat lekuk tubuhnya tercetak. Tanktop dan celana pendekpun menjadi pakaiannya sehari-hari bila di rumah. Devyta tidak masalah dengan cara berpakaian yang ku ajarkan, malah dia sangat menyukainya. Sebenarnya sering suamiku memprotes cara berpakaian putri kami. Tapi tentu saja aku membela Devyta.
“Memangnya kenapa sih Pa? kan cuma di rumah saja. Lagian cuma Papa sendiri laki-laki di sini” ujarku. “Iya sih” “Kalau gitu ya gak apa-apa dong Pa…” “Tapi kan….. Ya sudah lah” kata suamiku akhirnya mengalah. Maka bebaslah Devyta berpakaian seperti itu di hadapan ayahnya. Mungkin kalau pria lain yang melihat keadaan putri kami, pria itu sudah pasti akan sangat bernafsu. Bagaimana tidak? Seorang gadis cantik yang sedang segar-segarnya tampil dengan pakaian yang menggemaskan dan membangkitkan birahi, yang mana ibunya sendiri yang mengajarkan cara berpakaiannya itu. Itupun sebenarnya cukup sering terjadi, karena teman-teman suamiku sering mampir ke rumah, begitupun bapak-bapak tetangga sebelah. Aku seorang ibu yang sedang mengajarkan putrinya menjadi seorang eksibisonis!!
“Wah, Devyta udah gede yah… cantik lagi” Itu yang selalu mereka katakan bila melihat putriku di rumah. Aku lihat mata mereka selalu melirik ke tubuh putri kami. Rasanya sungguh aneh saat anak gadisku dipelototin begitu, antara marah dan bangga karena putriku banyak yang menyukai. Dengan keadaan Devyta yang berpakaian seperti itu, aku jadi lebih sering meninggalkan suami dan putri kami berdua menonton tv, atau menyuruh suamiku membantu Devyta mengerjakan PR-nya di dalam kamarnya Devyta. Saat mereka berduaan, akupun diam-diam memperhatikan dari jauh. Aku ingin tahu apakah suamiku mencuri-curi pandang ke arah anaknya. Tapi ternyata tidak. Meskipun ada sesekali melirik ke anaknya, tapi yang ku lihat masih pandangan tanpa nafsu. Tidak lebih dari seorang ayah yang sedang membantu putrinya. Namun ini tidak membuatku menyerah. Malam ini kami sedang duduk bersama menonton acara televisi. Sebenarnya ini adalah keadaan dan suasana yang biasa, hanya pikiranku saja yang tidak beres. “Sayang, ayo sini mama pangku” kataku mulai melancarkan aksiku. Devyta saat itu masih tetap setia mengenakan tanktop dan celana pendek sepaha bila sedang di rumah. “Ihh… mama. Devyta kan udah gede. Masa masih dipangku!?” “Hihihi, udah gede apanya? udah gede apanya ayo…” kataku sambil menarik Devyta, memeluknya lalu mengangkatnya ke pangkuanku sambil ku gelitiki. “Hahaha… geli mah, ampun….” “Ininya yah yang udah gede?” tanyaku sambil menyentil buah dadanya yang hanya ditutupi tanktop. “Mama!! Geli…!!” Bercanda seperti inipun memang sudah sering kami lakukan. Saling menggelitik dan bermain- main saat bersama-sama duduk menonton tv. Tapi kini aku mempunyai tujuan lain, yaitu sengaja membuat suamiku jadi terangsang dan bernafsu pada anaknya sendiri. “Hihihi, Pa, lihat nih anakmu udah gede” ujarku memanggil Mas Joko. Kaki Devyta ku buat jadi membuka lebar saat itu. Aku ingin suamiku melihat betapa putrinya kini sudah menjadi seorang gadis yang cantik dan menggairahkan. Membuat suamiku jadi berpikiran kotor pada anak gadisnya sendiri. Mas Joko memang melirik ke arah kami, tapi dapat ku baca dari wajahnya kalau yang dimaksud ‘gede’ olehnya hanyalah umur putrinya yang sudah semakin bertambah, bukan ukuran-ukuran kewanitaan seperti buah dada, pinggul dan lekuk tubuh putrinya.
“Ayo sayang , minta pangku juga sama papa kamu sana” suruhku pada Devyta. “Pa… pangkuin Devyta dong…” minta Devyta manja. “Iya-iya sini” kata mas Joko sambil membiarkan Devyta duduk di pangkuannya. Mereka kini sama- sama menghadap ke arah tv. Suamiku tampak biasa-biasa saja, tidak terlihat tanda-tanda nafsu meskipun saat ini ada seorang gadis cantik yang sedang duduk di pangkuannya. Padahal aku berharap kalau suamiku ereksi, sehingga penis tegangnya akan mengganjal pantat anak gadis kami. “Duh, iya nih kamu sudah gede. Berat amat sekarang” ujar mas Joko sambil mengusap- ngusap rambut Devyta. “Biarin… week. Nih rasain!!” Devyta lalu mengangkat sedikit pinggulnya, lalu menurunkannya lagi tiba-tiba ke bawah. Seakan menunjukkan kalau dia memang sudah lebih berat sekarang karena semakin dewasa. Namun yang ada itu malah membuat penis suamiku tertekan pantat putrinya. “Duh, kamu ini” gerutu suamiku. Namun tetap membiarkan Devyta terus di pangkuannya. Devyta tampak nyaman sekali dipangku ayahnya, mereka begitu mesra. Merekapun terus menonton tv dengan posisi berduaan begitu, dan aku terus hanya memperhatikan. Semakin lama, ku lihat sesekali pantat putriku ini bergeser-geser kesana-kemari di pangkuan suamiku. Apa suamiku sedang ereksi? Sehingga membuat Devyta merasa tidak nyaman karena pantatnya terganjal? Kalau benar, apa putriku ini tahu kalau penis tegang ayahnyalah yang sedang mengganjal pantatnya saat ini? Oh tuhan… Aku jadi berdebar-debar memikirkannya. Aku lalu bangkit dari tempat dudukku. Aku ingin meninggalkan mereka berdua lagi kali ini. “Mau kemana ma?” tanya suamiku. “Mau ke kamar, sudah ngantuk” jawabku sekenanya, karena tujuanku sebenarnya hanyalah ingin membiarkan mereka berduaan. “Kamu mau tidur juga sayang?” tanyanya kini pada Devyta. “Belum ngaktuk Pa” jawab Devyta cuek sambil tetap asik menonton tv. “Ya sudah” Akupun masuk ke kamar dan membiarkan suami dan anakku berduaan di sana. Dari dalam kamar aku mencoba mengintip mereka, tapi tidak ada gerakan ataupun obrolan yang aneh- aneh meski posisi mereka tetap tidak berubah. Akupun memutuskan untuk berbaring di ranjang. Tapi tanpa sadar aku benar-benar tertidur!! Saat aku terbangun esok paginya dadaku begitu berdebar-debar. Entah apa yang sudah ku lewatkan tadi malam. Apa mereka melakukan sesuatu selagi aku tidur? Atau bahkan suamiku dan putri kami sudah bersenggama? Pikiran- pikiran itu terus melintas di kepalaku. Perasaanku semakin tidak karuan karena aku tidak mengetahui apa yang sebenarnya terjadi, meskipun belum tentu semua yang ku pikirkan tadi benar-benar terjadi. Tapi sensasi membayangkan kalau mereka bermain diam- diam dibelakangku ini sungguh mengaduk-aduk perasaanku, dan aku berharap mereka benar- benar telah melakukannya. ~~
Akupun melanjutkan terus aksiku. Ketika itu dengan nada bercanda aku menyuruh Mas Joko untuk memandikan Devyta, tapi tentu saja baik Devyta maupun suamiku menolaknya. “Gak mau ah, Devyta kan udah gede, masa dimandikan Papa” jawab Devyta. “Iya nih, mama ada-ada aja” kata suamiku ikut- ikutan. “Hihihi… Kalau mama yang mandikan Devyta, mau?” tanyaku lagi. “Gak mau juga!!” Namun akhirnya Devyta mau juga mandi denganku. Dia benar-benar sudah menjadi seorang gadis muda yang cantik. Tanda-tanda kewanitaannya benar-benar sedang tumbuh dengan baik. Pastinya akan membuat nafsu para lelaki bila melihat dia telanjang dan basah- basahan seperti sekarang ini. Aku ingin ayahnya juga melihatnya dengan pandangan nafsu. Waktu aku ingin menyabuni badan, ku temukan botol sabun sudah mau habis. Ini kesempatanku!! “Sayang, sabunnya habis nih. Kamu ambilin gih ke belakang” suruhku pada Devyta. “Kok Devyta sih ma?” “Iya dong, masa mama yang ambil. Sana” “Iyaa…” Devyta lalu melilitkan handuk ke tubuhnya, tapi ku cegah. Aku ingin memamerkan tubuh indah Devyta kepada ayahnya saat ini. Tanpa banyak tanya Devytapun menuruti. Aku memanfaatkan sifatnya yang masih polos dan belum mengerti betapa pentingnya menutupi bagian-bagian kewanitaaannya itu. Jadilah dia bertelanjang bulat dari kamar mandi ke dapur. Pintu kamar mandi ku buka sedikit agar aku dapat mendengar apa yang akan terjadi. Dari sini aku memang tidak bisa melihat apa yang terjadi, namun aku masih bisa mendengar dengan jelas. Ku dengar suamiku terkejut dan menegur Devyta kenapa keluyuran telanjang begitu di dalam rumah. Dijawab Devyta kalau ingin mengambil sabun. “Sabunnya dimana Pa? gak ketemu nih…” “Bentar papa ambilkan” Tidak terdengar suara sama sekali selama beberapa saat kemudian. Dadaku berdebar memikirkan suamiku sedang bersama putri kami yang bertelanjang bulat!! Pastinya jarak antara ayah dan anak itu sangat dekat. Aku tidak tahu apa suamiku terangsang saat ini. Namun yang pasti, akulah yang terangsang berat karena memikirkan hal tersebut. “Makasih Pa” “Iya, sana cepat ke kamar mandi. Nanti malah masuk angin lama-lama telanjang di luar” “Iya Pa” Tidak lama kemudian Devyta masuk kembali ke kamar mandi. “Mama lagi ngapaiiiin!??” “Eh, n-nggak lagi ngapa-ngapain” jawabku tergagap. Aku kedapatan olehnya sedang masturbasi menyemprotkan shower ke vaginaku!! Untung kemudian bisa ku jelaskan kalau aku sedang membersihkan bagian tersebut. Kamipun mandi seperti biasa selanjutnya. Handuk yang kami bawa saat itu cuma satu, jadi kami pakai berdua bergantian setelah selesai mandi. Tentu aku yang mengenakan handuk itu, sedangkan Devyta ku suruh bertelanjang menuju ke kamarnya. Sekali lagi ketelanjangannya di lihat oleh ayahnya. ~~
Malam harinya aku mengajak Devyta tidur bersama di kamar kami. Tentunya ini juga bagian dari rencanaku yang lain. Suamiku awalnya menolak karena harus berbagi ranjang dengan Devyta, mungkin karena anak perempuannya itu sudah besar. Tapi setelah ku bujuk terus akhirnya dia mau juga. “Kamu suka sayang kita tidur sama-sama kayak dulu lagi?” tanyaku pada Devyta. “Suka ma, udah lama nggak” Sebelum tidur kami menghabiskan waktu untuk ngobrol-ngobrol tentang sekolahnya, teman- temannya, rencana liburan, hadiah ulang tahunnya yang akan datang dan lain-lain. Posisi Devyta berada di tengah-tengah diapit oleh kami berdua. “Menurut kamu Papa orangnya gimana sayang?” tanyaku kini mencoba membahas tentang ayahnya. “Baik, gak pemarah” “Kamu sayang tidak sama Papa?” “Iya, Devyta sayang banget sama Papa” “Cuma sayang saja? Tidak cinta?” tanyaku lagi. “Iya, Devyta juga cinta Papa” jawab Devyta polos. Tentu saja cinta yang dimaksud Devyta bukanlah seperti perasaan cinta kepada kekasih, namun hanya perasaan cinta dari seorang anak kepada orangtuanya. “Tuh Pa, anak kamu saja cinta sama kamu, masa kamu enggak? hihihi” tanyaku kini pada mas Joko. Aku ingin tahu bagaimana responnya. “Ihh… Papa gak cinta yah sama Devyta?” rengek Devyta manja. “Ah, gara-gara kamu ini Ma. Iya sayaaang… Papa juga cinta kok sama kamu” ucap suamiku yang disambut tawa renyah Devyta. Mendengar hal ini membuatku semakin bersemangat. Ku dekati Devyta dan ku bisikkan sesuatu padanya. “Pa, kalau Papa cinta sama Devyta, cium Devyta dong Pa…” kata Devyta kemudian. Ia menuruti apa yang ku bisikkan padanya barusan. Mas Joko yang mendengar permintaan Devyta itu dibuat terkejut, diapun melotot kepadaku karena sudah mengatakan yang tidak-tidak pada putri kami. Aku hanya tertawa kecil saja. “Iya, sini sayang…” ucap Mas Joko mau juga akhirnya, “Cup” “Yang kanan juga Pa” pinta Devyta lagi. “Iya-iya” saat mencium pipi kanan, suamiku sedikit menghimpit Devyta karena putrinya itu berada di sisi kirinya. “Devyta juga cium dong Papanya” suruhku lagi, Devyta pun melakukannya. Dia kini gantian menciumi pipi Papanya. Darahku berdesir melihat pemandangan cium-ciuman ini. Adegan cium-ciuman antara ayah dan putrinya. Walau sebenarnya hal ini tidak asing, namun baru kali ini mereka saling mencium berkali-kali, bahkan melakukannya di atas ranjang. Saat putri kami sudah tidur, akupun melanjutkan aksiku untuk merangsang suamiku. Aku bermasturbasi di sebelah Devyta. Suamiku tentunya terkejut melihat aksiku karena ada Devyta di dekat kami, aku senyum-senyum saja. Ku katakan kalau aku sedang kepengen. Tentu saja suamiku menolaknya, mana mungkin kami ngentot saat Devyta ada di tengah-tengah kami. Akhirnya aku setuju untuk hanya saling bermasturbasi. Dia memainkan vaginaku dan aku mengocok penisnya. Saat mengocoknya, sering aku menyentuhkan penisnya ke paha putri kami. Tentunya aku pura-pura tidak sengaja saat melakukannya. “Ma… hati-hati dong…” “Kenapa Pa? geli yah kena paha Devyta? Hihihi” “Bukan gitu… Nanti kalau dia bangun gimana coba?” “Iya deh… sorry” kataku sambil tersenyum. Ku lanjutkan terus kocokanku sampai akhirnya dia muncrat, tapi sengaja ku arahkan ke selangakangan putri kami. Jadilah celana pendek serta paha Devyta berceceran sperma ayah kandungnya. “Duh Ma… kena Devyta nih… Makanya aku bilang hati-hati!!” ujar suamiku berbisik keras. “Wah… Gak sengaja Pa. Papa yang bersihkan yah, aku mau ke wc dulu” “Lho? Kok aku sih ma yang ngebersihin?” tanya suamiku jengkel, namun aku terus saja memalingkan tubuhku berjjoko ke wc. Saat aku sudah keluar dari kamar, aku mengintip apa yang akan dilakukan suamiku. Dia tampak kerepotan membersihkan ceceran spermanya yang ada di sekitar selangkangan anak gadisnya. Sayangnya dia hanya sekedar membersihkan, tidak berperilaku aneh. ~~
Malam itu baru permulaan, karena setelah itu semakin sering ku ajak Devyta tidur bareng dengan kami. Devyta sepertinya amat senang bisa tidur bersama-sama dan sepertinya dia ketagihan, dia bahkan tidak mau lagi tidur di kamarnya. Bagiku ini pertanda bagus untuk mewujudkan khayjokoku. Sama seperti malam itu, aku dan suamiku juga terus saling membantu bermasturbasi walau ada Devyta di tengah-tengah kami. Sehingga makin seringlah Devyta terkena semprotan peju ayahnya karena selalu sengaja ku tembakkan ke arah selangkangannya. Kadang tidak hanya paha dan celana pendeknya saja yang kena, namun juga tangan dan bajunya. Bahkan pernah suamiku menyemprot sangat kencang hingga ada yang mengenai wajah putri kami. Dan lagi-lagi, suamikulah yang ku suruh membersihkan ceceran spermanya itu. Mas Joko sepertinya sudah tidak keberatan lagi dengan kehadiran Devyta di tempat tidur. Spermanya yang berceceran di tubuh putrinya tidak menjadi masalah lagi baginya. Entah ada hubungannya atau tidak. Suamiku jadi lebih sering meminta ML. Apa ini sebagai pelampiasan nafsunya yang tak tersalurkan pada putrinya? Aku harap iya. Tentunya dia memintanya saat siang hari karena kalau malam ada Devyta di tempat tidur kami. Walaupun sering aku mencoba mengajaknya ngentot setelah putri kami tidur, namun dia tetap menolaknya. Sering saat kami ngeseks di kamar waktu siang hari, pintu kamar ku buat agak terbuka. Padahal ada Devyta di rumah saat itu. Ya… aku sengaja membukanya sedikit dan berharap putri kami melihat apa yang sedang ku buat dengan ayahnya. Dan itu benar terjadi!! Sering aku melihat kalau putriku sedang mengintip kami bersenggama. Aku penasaran apa yang ada dipikiran putri kami saat itu. Aku kini berpikir untuk tidak memberi jatah lagi pada suamiku. Saat suamiku kepengen, akupun menolaknya dengan berbagai macam alasan seperti sedang capek, sibuk dan sebagainya. Namun malamnya aku tetap membantu mengocok penisnya di samping anakku seperti biasa. Karena memang ini tujuanku, aku tidak ingin melayani suamiku agar malamnya dia melampiaskan nafsunya di samping putri kami. “Ma, kita ML yuk…” pinta suamiku malam itu, akhirnya kini dia meminta ngeseks walau ada Devyta yang sedang tidur di antara kami. Tapi aku sudah punya rencana lain. Aku tetap tidak akan memberinya jatah lagi. “Capek Pa…” jawabku pura-pura lemas. “Ayo lah Ma… Papa lagi kepengen nih…” “Mama kocokin aja yah…” tawarku. “Ya sudah Ma” Dia lalu bangkit dan berlutut, sedangkan aku masih tetap berbaring sambil mengocok penisnya. Namun posisi Devyta masih ada di antara kami. “Devyta cantik yah Pa?” tanyaku memancing sambil tetap mengocok penis suamiku. “Iya, sama kayak mamanya” aku tersenyum. “Anak gadis Papa ini udah makin gede aja… lihat nih kulit putihnya lembut, mulus dan licin” ujarku sambil menampar-nampar penis suamiku ke tangan anak kami. Suamiku hanya diam saja!! biasanya dia pasti protes!! namun kali ini tidak berkata apa-apa!! “Enak yah Pa?” tanyaku. Tentu saja yang ku maksud enak atau tidak waktu penisnya bersentuhan dengan kulit putri kami. “Ngghh… Enak ma…” “Geser dikit Pa, biar lebih enak mama ngocokinnya” pintaku. Diapun menggeser tubuhnya ke atas sehingga kini penis tegangnya tepat mengarah ke wajah Devyta. Posisinya seperti akan men-cumshoot putri kami !! Ku melirik ke arah suamiku, dia ternyata memang sedang menatap wajah putri kami sambil penisnya tetap ku kocok. Aku harap dia memang sedang berpikiran kotor terhadap Devyta. Setelah sekian lama ku kocok, akhirnya dia muncrat juga. Anehnya dia tidak berusaha mengarahkan muncratannya ke tempat lain. Jadilah wajah putri kami berlumuran sperma kental suamiku. Pemandangan ini membuatku bergidik. Devyta yang sedang tidur baru saja disemprotin peju, dan pelakunya adalah ayah kandungnya!! Sungguh banyak, kental dan menggumpal di wajah cantiknya. “Ihh.. Pa, kok muncratnya ke wajah Devyta sih? banyak banget lagi… udah gak tahan yah?” godaku. “I-iya Ma… kocokan mama enak banget” jawabnya. Kocokanku yang enak atau kamu yang nafsu sama putrimu? Sampai-sampai muka putrimu sendiri dipejuin gitu, ujarku dalam hati. Tampak Devyta sedikit menggeliatkan badannya, mungkin tidurnya terganggu karena ada sesuatu yang mengenai mukanya. “Cup cup cup… Devyta sayang… tidur… tidur…” kataku berbisik sambil mengusap-ngusap bahunya agar dia tertidur lagi. “Tuh Papa… untung Devytanya gak kebangun. Ya sudah, mama tidur duluan yah Pa. Gak pengen nambah lagi kan ngepejuin muka Devyta nya?” kataku menggoda suamiku. “Apaan sih kamu ma? Aku kan gak sengaja nyemprot di muka Devyta” katanya beralasan. “Ya sudah, buruan bersihin gih, ntar dia beneran bangun. Kan gak lucu pas dia bangun nemuin peju di mukanya, peju papanya pula, hihihi” Baru saja ku berbicara begitu, Devyta kembali menggeliat. Tangan Devyta tampak mengusap wajahnya sendiri. Mungkin dia berpikir kalau ada nyamuk di wajahnya, padahal itu sperma ayah kandungnya. “Cup cup cup… tidur sayang….” Kataku lagi buru-buru mengusap bahu Devyta biar dia lelap lagi. “Kalau gak bobo ntar kena pejuin Papa lagi lho… hihihi” kataku lagi. “Ma!! Kamu ini, masa ngomongnya begitu!!” katanya, aku hanya senyum-senyum saja, lalu merebahkan badanku pura-pura tidur, membiarkan suamiku sibuk membersihkan ceceran peju di wajah putrinya itu. ~~
“Ma… kocokin lagi dong…” Malam esoknya juga demikan, dia meminta untuk dikocokin lagi olehku setelah aku tidak menyetujui menerima ajakan ngentotnya. Tapi kali ini aku tidak ingin membantunya. Aku ingin tahu apa yang akan dilakukan olehnya bila tidak ku bantu menuntaskan nafsunya itu. Aku berharap dia khilaf karena tidak tahan menahan nafsu hingga mencabuli putri kandungnya sendiri. “Mama ngantuk banget pa, badan mama rasanya juga gak enak. Papa ngocok sendiri aja yah…” “Yah… Kok gitu sih Ma?” Aku tidak menjawab dan berpura-pura tidur setelahnya. Posisi tidurku menghadap ke arah suami dan putri kami. Dengan sedikit membuka kelopak mata, akupun mengintip bagaimana suamiku menuntaskan nafsunya. Akhirnya dia tetap juga mengocok penisnya di sana, di samping Devyta. Entah dia sengaja atau tidak, dia sangat sering menempelkan penisnya ke paha putri kami. Dan astaga!! dia lalu bangkit dan menempelkan tubuhnya ke Devyta, membuat batang penisnya jadi terselip di antara kedua paha anak gadis kami ini. Dia tampak ragu apa yang akan dilakukannya selanjutnya, diapun melirik ke arahku berkali-kali. Sepertinya ingin memastikan kalu aku sudah tertidur. Suamiku melanjutkan aksinya lagi, sepertinya nafsunya yang sudah diubun-ubun tidak memikirkan lagi kalau gadis muda yang sedang ditindihnya itu adalah anak kandungnya sendiri. Aku memang tidak bisa melihat dengan jelas, tapi dia tampak sedang menggesek-gesekkan penisnya keluar masuk di sela-sela paha Devyta. “Nggggghh… Devytaaa” erang suamiku sambil menyebut nama putri kami!! Tidak lama kemudian tubuh suamiku mengejang. Dia klimaks!! Suamiku menumpahkan lagi pejunya ke tubuh putrinya, ke sekitaran selangkangan Devyta. Bedanya kali ini bukan aku yang mengarahkannya, namun dia sendiri yang melakukannya dengan sengaja!! Jantungku berdegub kencang. Oh tuhan… ini hampir mewujudkan khayjokoku. Sedikit lagi… tinggal sedikit lagi… lalu mereka akan bersetubuh. Sebuah persetubuhan sedarah antara seorang ayah dan anak gadisnya. Antara suami dan putriku. ***
Sejak kejadian malam itu, aku terus berpura- pura malas untuk melayani suamiku. Sehingga membuat suamiku akan terus mengulangi perbuatannya mengocok sebelum tidur di samping Devyta, hingga akhirnya memuncratkan spermanya dengan sengaja ke arah putrinya ini. Baik paha, tangan maupun wajah Devyta selalu menjadi sasaran tembak sperma ayah kandungnya. Melihat putri kami terkena ceceran sperma ayahnya betul-betul membuatku horni.
Aku juga makin sering mandi bersama Devyta saat ada ayahnya di rumah. Tentu saja setelah itu Devyta ku suruh ke kamarnya dengan bertelanjang bulat. Suamiku yang sudah hampir dua minggu tidak ku layani, ku cekoki dengan pemandangan bugil putri kandungnya sesering mungkin. “Teruslah lihat tubuh putrimu ini suamiku sayang, membuatmu nafsu bukan?” Entah mungkin karena jarang ku layani, suamiku kini kelihatan jadi lebih sering memanjakan putrinya. Devyta juga sepertinya semakin nempel pada suamiku. Ia sekarang jadi lebih banyak menghabiskan waktu dengan ayahnya dibanding denganku. Bahkan saat ada teman-teman ayahnya, Devyta tetap saja berpangku-pangku dan bermanjaan pada ayahnya. Tentunya merupakan pemandangan yang ganjil bagi mereka melihat gadis muda cantik dengan pakaian minim bergelayutan manja di pangkuan pria dewasa, meskipun itu adalah ayahnya sendri. Siang dimanjain, malamnya Devyta dipejuin. Begitu terus setiap hari.
“Pa, tadi malam onani lagi?” “Iya mah, mama sih gak mau bantuin” “Mama kan beneran capek Pa… Terus peju papa gimana? Kena Devyta lagi dong?” “Ya gak sengaja kena Devyta nya…” jawabnya berbohong, padahal jelas-jelas yang ku lihat dia sengaja menyemprotkannya ke tubuh putrinya. “Soalnya Devyta suka ngeluh tuh ke aku, katanya badannya sering terasa lengket waktu bangun” “Oh… gitu yah Ma, maaf deh. Papa bakal hati- hati” jawabnya. Dia mengatakan akan hati-hati? Seharusnya dia tidak onani lagi dan memaksaku untuk melayaninya, tapi ternyata tidak. Berarti dia memang ingin terus mengulangi perbuatannya untuk terus mengocok di samping putri kami. Benar saja, dia tetap terus mengulanginya. Meskipun dia berkata akan hati-hati tapi dia tetap sengaja menumpahkan pejunya ke tubuh Devyta. Aku yakin kalau suamiku sudah tertarik pada putri kandungnya sendiri.
Hingga akhirnya malam itu yang suamiku takuti terjadi juga. Devyta terbangun sesaat setelah wajahnya disemprotin peju. “Nghhh… Paaaaaaaaa!!! Apaan sih iniiiih???” teriak Devyta kencang. Suamiku langsung terdiam tidak tahu harus berkata dan berbuat apa. Aku juga pura-pura terbangun. “M-maaf sayang… i-itu…” “Ihh.. kok Devyta dikencingin siiiiiih?” Devyta terlihat seperti ingin menangis saat itu. Diapun langsung berlari menuju ke kamar mandi yang ada di dalam kamar untuk mencuci muka. Saat kembali, wajahnya terlihat ngambek, dia sepertinya marah. Diapun keluar kamar untuk tidur di kamarnya. Baik aku dan suamiku sama- sama terdiam. “Tuh kan Pa… makanya ku bilang hati-hati” kataku akhirnya dengan nada serius pada suamiku, padahal hatiku sangat senang karena akhirnya Devyta mengetahui perbuatan Papanya. Aku penasaran apa yang akan terjadi setelah ini. ~~
Besoknya, dari pagi sampai Devyta pulang sekolah dia tetap saja diam. Akupun menyuruh suamiku ke kamar putri kami untuk membujuknya agak tidak ngambek lagi. “Mama gak ikutan bujuk? Masa cuma papa sendiri?” “Mama lagi masak Pa… papa aja deh. Lagian itu kan salah kamu Pa” tolakku. Tentunya itu hanyalah alasanku agar mereka kembali berduaan, sekaligus aku ingin tahu bagaimana suamiku mengatasi masalah ini. Setelah beberapa menit mereka di dalam, akupun memutuskan untuk menguping apa yang sedang mereka bicarakan. “……..” “……I-tu... itu bukan pipis sayang” terdengar suara suamiku. Sepertinya Devyta masih mengira kalau cairan itu adalah pipis ayahnya. “Bukan pipis? Terus?” “Itu peju, beda sama pipis” jelas suamiku. “Pejuh? Tapi sama aja kan Pa, masa muka Devyta dipe… dipejuhin sih?” tanya Devyta polos. “M-maaf sayang. Soalnya papa lagi nafsu waktu itu” “Nafsu?” “Iya.. nafsu. Papa tertarik sama kamu” “Tertarik sama aku? Maksudnya Papa suka sama Devyta?” “Iya, karena papa suka dan cinta kamu” “Gitu yah Pa? Jadi karena Papa nafsu sama Devyta, terus papa buang pejuh ke Devyta?” tanya Devyta berusaha menyimpulkan. “I-iya sayang… maaf yah” “Gak apa kok Pa… kalau memang gitu Papa boleh kok nafsu terus sama Devyta” ujar Devyta santai. Tampaknya dia salah menyimpulkan penjelasan Papanya. “Hah? I-iya, makasih sayang” “Iya, sama-sama. Emang apa yang bikin Papa nafsu sama Devyta? Jujur!” tanya Devyta. “I-tu… soalnya kamu cantik, terus badan kamu, terus pakaian kamu itu… Papa suka banget, bikin Papa nafsu” jelas suamiku kesusahan menjawab pertanyaan anaknya. Devyta tertawa renyah mendengar jawaban Papanya karena menganggapnya pujian.
“Hihihi, makasih Pa. Berarti sekarang Papa nafsu dong sama Devyta?” tanya Devyta sambil tersenyum manis. Saat itu dia memang mengenakan tanktop ketat dan celana pendek sepaha seperti biasa. “I-iya sayang… Papa nafsu lihat kamu” “Hmm… kalau gitu Papa boleh kok kalau mau buang pejunya ke Devyta lagi, Devyta gak bakal marah” ujar putri kami. Darahku berdesir mendengarnya. Aku tidak menyangka kalau Devyta akan berkata seperti itu. Memperbolehkan ayah kandungnya muncratin peju ke dia lagi!! “K-kamu serius sayang?” terdengar suamiku juga terkejut mendengar perkataan anaknya. “Iya… disiramin pejuh Papa lagi. Itu tanda suka dan cinta dari Papa kan? Sekarang boleh kok kalau Papa mau” “Tapi… itu kan…” Suamiku tampaknya bingung dengan apa yang harus dia lakukan. “Apa yang akan kau jawab suamiku? Anak gadismu meminta spermamu di tubuhnya. Itu yang kamu mau bukan? Kau ketagihan ngepejuin anak gadismu sendiri bukan?” kataku dalam hati. Dadaku sungguh berdebar-debar menanti jawaban suamiku. “Kenapa Pa?” “Baiklah kalau begitu, tapi jangan sekarang, nanti ketahuan Mama” jawab Mas Joko. Suamiku menyetujuinya!! “Emang Mama gak boleh tahu Pa?” “Iya, kamu jangan kasih tahu mama yah… jangan kasih tahu mama apa yang baru kita bicarakan. Bilang saja kalau kamu udah maafin Papa” “Oh… ya udah. Ini bakal jadi rahasia kecil kita berdua. Devyta bakal rahasiakan kalau Papa nafsu sama Devyta, gitu Pa? Oke?” “Oke sayang... kamu memang pintar” Ini sungguh situasi yang aneh. Mereka merahasiakan hal itu padaku, padahal akulah yang membuat mereka menjadi seperti sekarang ini. “Terus kapan Papa mau buang peju ke Devyta lagi?” tanya Devyta kemudian. “Kamu nanti malam tidur sama Papa Mama lagi kan?” “Hmm… Iya Pa..” “Kalau gitu nanti malam Papa bakal pejuin kamu lagi seperti biasa. Boleh kan sayang?” “Ihhh…. Jadi tiap malam Devyta kena semprot pejuh Papa terus !??” Devyta balik bertanya. “Iya sayang, Maaf yah.. hehe” “Ohh.. pantesan badan Devyta lengket terus waktu bangun. Ya udah, nanti malam yah Pa. Gak usah diam-diam lagi, Devyta mau kok bantuin”
Sepertinya sudah cukup apa yang ku dengar. Aku segera kembali ke dapur dan pura-pura tidak mendengar apa yang terjadi barusan. Sensasi ini sungguh luar biasa. Obsesiku semakin mendekati kenyataan. Aku tidak sabar menunggu malam tiba. Malamnya Devyta tidur lagi bersama kami. Suamikupun lagi-lagi meminta agar aku mau melayaninya, setidaknya membantu mengocok penisnya. Tapi aku yakin itu hanya pura-pura saja. Begitupun dengan diriku yang masih pura- pura malas melayaninya serta bertingkah seakan tidak mengetahui apa yang akan terjadi. Setelah aku pura-pura terlelap merekapun memulai aksinya. Sesekali ku buka sedikit mataku agar bisa melihat apa yang mereka lakukan. Suamiku tampak membangunkan Devyta yang sudah beneran tertidur. “Sayang, bangun…” suamiku berbisik membangunkan putrinya. “Nggmmhh… Papa mau pejuin Devyta sekarang?” “Ssssst… pelanin suaranya sayang!! ntar mama bangun” “Ups, Papa mau pejuin Devyta sekarang?” tanya Devyta lagi dengan berbisik pelan. “Iya, Papa mau ngepejuin anak gadis Papa sekarang, boleh kan sayang?” “Boleh banget kok…” Suamiku lalu tampak membuka celana tidurnya. Kemudian kembali tiduran di samping putri kami. “Kocokin sayang” suruh suamiku. “Gimana caranya Pa?” “Gini…” Aku tidak dapat melihat dengan jelas, tapi ku yakin Devyta sedang mengocok penis ayahnya saat ini. “Kamu memang pintar sayang” “Hihi.. Makasih Pa… masih lama Pa keluar pejunya?” “Bentar lagi kok, kamu mau papa keluarin dimana?” “Terserah Papa aja, dimana yang papa suka” jawab Devyta sambil tersenyum manis. Beberapa saat kemudian suamiku bangkit dan berlutut di samping putri kami. Dia tampaknya akan menembakkan pejunya ke wajah Devyta lagi!! “Sayang.. Papa mau keluarin peju nih…” “Iya Pah.. tumpahin aja” “Crooot.. crooot” sperma suamiku dimuncratkan
lagi ke wajah anak gadisnya itu. Bedanya kali ini putri kami sadar dan melihat langsung bagaimana penis ayahnya menembakkan sperma kental di wajah cantiknya!! Pemandangan yang sungguh membuatku blingsatan. Jantungku berdetak sangat kencang. “Ih.. Pa, banyak banget. Geli, bau…” “Maaf sayang…” “Hihihi… Gak apa kok Pa, pasti karena Papa nafsu banget kan sama Devyta?” “Iya.. Papa nafsu banget. Sini biar Papa bersihin mukanya” Suamiku lalu mengambil tisu dan membersihkan wajah anaknya. “Cuma sekali aja Pa?” tanya Devyta sambil membiarkan wajahnya dibersihkan Papanya. “Kenapa? kamu masih mau Papa pejuin lagi? nakal yah…” “Hehe, Mau aja kok…” “Sudah, besok malam lagi. Ntar mama kamu bangun” “Iya yah… ntar mama tahu rahasia kita lagi. Hmm… Papa suka pejuin muka mama juga?” tanya Devyta polos. “Pernah sih...” “Enakan mana dari pejuin muka Devyta?” “Enakan pejuin muka kamu dong... soalnya kamu anak gadis Papa yang paling cantik” “Emang cantikan mana, mama atau anak papa ini? Jujur lho…” “Lebih cantik kamu…” “Terus, nafsuin mana? Papa lebih nafsu sama siapa?” “Nafsuin kamuuuu… anak papa sayaaaang” “Hihihi, makasih Pa” “Iya, sudah sana tidur. Besok kamu sekolah” “Oke Pa… Malam…” Hatiku serasa diaduk-aduk!! Devyta mungkin memang polos bertanya seperti itu pada ayahnya, sedangkan ayahnya mungkin saja menjawabnya sesuai keinginan Devyta. Tapi aku merasakan cemburu yang luar biasa dibanding- bandingkan dengan putriku sendiri seperti itu, namun memang ini yang aku inginkan. ~~ Setelah malam itu, merekapun terus mengulangi perbuatan tersebut. Putri kami selalu jadi pelampiasan nafsu suamiku. Tiap malam Devyta pasti selalu disemprot peju ayah kandungnya. Pakaian, tangan, paha, dan mukanya ia relakan sebagai sasaran muncratan peju ayahnya. Bahkan sekarang mereka sudah berani diam-diam melakukannya di siang hari. Awalnya aku tidak tahu, namun waktu itu aku mendapati suamiku sedang dicoliin putrinya di kamar Devyta. Parahnya waktu itu Devyta sedang telanjang bulat karena baru selesai mandi. Jadilah tubuh telanjangnya yang masih basah itu terkena muncratan peju ayahnya, padahal dia baru saja mandi.
Pernah juga waktu itu aku tidak sengaja melihat mereka melakukannya saat Devyta baru pulang sekolah. Devyta mengocok penis ayahnya sambil masih mengenakan seragam SMU, pemandangan yang sangat menggairahkan. “Duh, sayang… kamu cantik banget pake seragam gini” “Hihihi… kenapa Pa? Papa mau pejuin seragam Devyta juga? Boleh kok…” “Terus besok kamu pakai apa?” “Besok kan udah kering Pa” “Tapi apa nggak bau sayang?” “Gak apa kok… jadi pejuin aja kalau Papa memang mau...” Setelah sekian lama mengocok penis ayahnya, suamikupun akhirnya muncrat. Pejunya menyemprot bertubi-tubi ke arah seragam putrinya. Baik kemeja putih maupun rok biru itu terkena ceceran sperma ayah kandungnya!! Dan Devyta menerima dengan senang hati seragam sekolahnya dibuat kotor begitu. “Udah Pa? lihat nih seragam Devyta jadi kotor gini… Suka Pa?” “Iya… makasih sayang… sana cepat ganti baju. Ntar ketahuan sama mama kamu” “Oce Pa, hmm… Pa” “Ya sayang?” “Nanti Mama katanya mau pergi ke pasar. Kalau ntar papa mau pejuin Devyta lagi boleh kok, Papa mau Devyta pakai seragam apa? Mau pejuin seragam pramuka Devyta juga? boleh kok… hihihi” “Wah… boleh juga tuh sayang…” “Ya udah, kita tunggu Mama pergi ya Pa…” ujar Devyta. Mereka berencana berbuat mesum lagi nanti ketika aku pergi!! Benar saja, saat aku kembali aku memang menemukan ceceran sperma pada seragam pramuka putri kami. Perbuatan mereka semakin hari semakin menjadi-jadi. Aku juga semakin sering meninggalkan mereka berdua dengan berbagai alasan seperti pergi ke pasar. Sensasinya sungguh aneh. Cemburu, tapi juga membuatku birahi. Suami dan putri kami tentunya sedang berbuat mesum selama aku tidak di rumah. Tidak jarang bila ku pulang, aku mendapati ceceran peju baik di ruang tamu, di atas tempat tidur Devyta, bahkan di meja makan. Entah bagaimana caranya sperma ini bisa ada di atas meja makan. Aku jadi horni memikirkan mereka yang berbuat cabul di sembarang tempat begini. Pernah juga aku melihat ada secuil peju di rambut Devyta yang sepertinya luput saat dibersihkan, Aku pikir hanya itu, tapi ternyata juga ada noda yang sama di sela bibirnya!! Astaga!! Apa suamiku tadi menembakkan spermanya ke dalam mulut putri kami? Sepertinya memang iya karena nafas Devyta bau peju. Aku pura-pura saja tidak tahu, bahkan membantu membersihkan noda itu dari sela birbinya.
“Kalau makan yang benar dong sayang… masa belepotan gitu” ujarku sambil tertawa. Devyta juga ikutan tertawa. “Hihihi, Habis Papa sih ma… Ups!!” “Papa? Papa kenapa sayang?” tanyaku. “Eh, Itu… tadi Papa ngasih Devyta es krim” jawabnya berbohong. Aku hanya tersenyum mendengar jawaban bohongnya sambil mengusap lembut kepjokoya. “Kamu suka dikasih es krim sama Papa?” “Suka banget…” “Pasti enak banget yah es krim nya?” “Enak banget mah… Devyta jadi kepengen lagi” “Kalau gitu minta aja lagi sama Papa” “Boleh yah Ma?” “Ya boleh dong… kamu minta yang sering yah es krimnya, minta yang banyak” “Iya ma… ntar Devyta minta lagi es krim yang banyak sama Papa, hihihi” Sebuah tanya jawab yang aneh karena kami saling menyembunyikan sesuatu. Aku tentu tahu apa yang dimaksudnya dengan es krim itu adalah sperma kental ayahnya. Ternyata suamiku memang sudah mulai ngepejuin mulut putrinya sendiri. Dadaku berdebar sangat kencang melihat pemandangan itu. Devyta yang tidur terlentang di sampingku, dikangkangi suamiku lalu ditembakkan sperma kental ayahnya ke mulutnya. Devyta menerima sperma ayahnya dengan senang hati, bahkan astaga!! Dia menelannya!! “Enak es krim papa sayang?” “Agak bau sih, tapi enak kok.. Devyta telan semua yah Pa?” “Iya sayang…” “Eh Pa, Mama tadi bilang agar Devyta minta es krim yang banyak sama Papa lho…” kata Devyta polos. “Mama kamu bilang gitu?” “Iya…” “Kalau gitu Papa turutin deh… Ntar kamu bilang ke Mama yah kalau Papa bakal kasih kamu es krim tiap hari” “Sip Pa… hihihi” Darahku berdesir mendengar obrolan mereka ini. Devyta akan selalu dipejuin ayahnya!! Esoknya Devyta bahkan benar-benar mengatakan kalau Papa setuju untuk ngasih dia es krim tiap hari. Aku tersenyum saja padanya seakan tidak tahu apa es krim yang mereka maksud sebenarnya. Putri kami betul-betul jadi tempat pembuangan peju ayahnya setelah itu. Tidak hanya di pakaian atau badan Devyta, namun sekarang di dalam mulutnya. Devyta jadi selalu berbau peju bila di rumah.
Tapi semua itu belum cukup bagiku. Obsesiku untuk melihat suami dan anakku bersetubuh masih belum kesampaian. Mereka belum melakukan perzinahan yang sesungguhnya. Aku ingin suamiku ngentotin putri kami. Aku ingin suamiku menyemprotkan pejunya tidak hanya di dalam mulut Devyta, tapi juga di dalam rahimnya hingga membuat putri kami ini hamil. Namun sepertinya suamiku masih belum punya niat untuk benar-benar melakukan itu. Padahal sudah hampir dua bulan aku tidak memberi jatah pada suamiku. Aku yakin suamiku sudah merindukan yang namanya bersenggama. Atau… apa mereka sudah pernah melakukannya? Sore ini aku kembali meninggalkan mereka berdua nonton tv dan mengintip mereka dari jauh. Mereka duduk berpangku-pangkuan. Aku pikir mereka hanya akan sekedar duduk mesra berduaan saja seperti biasa, tapi astaga!! Ku lihat suamiku mengeluarkan penisnya, setelah itu suamiku juga menyelipkan penisnya ke balik rok pendek Devyta. “Papa ngapain? Kok burungnya dikeluarin sih Pa?” tanya Devyta berbisik. “Gak ngapa-ngapain kok... Gak boleh sayang?” “Iya, boleh kok. Tapi ngeganjal nih…” Devyta lalu membiarkan ayahnya menggesek- gesekkan penisnya ke selangkangannya. Sepertinya Devyta juga sangat menikmatinya, ia bahkan ikut memaju-mundurkan pinggulnya seirama goyangan pinggul ayahnya. “Devyta, udah mau malam, buruan mandi gih…” kataku tiba-tiba muncul di hadapan mereka. Ayah dan anak itu tentu saja terkejut bukan main karena kedatanganku. Terlebih suamiku karena penisnya ada di balik rok Devyta saat ini. Namun aku pura-pura tidak mengetahuinya. “Iya ma… bentar lagi” jawab Devyta yang lebih terlihat santai. “Kenapa bentar lagi sih? buruan dong... manja banget sama Papa kamu. Atau kamu mau mandi bareng sama Papa? Pa, mandiin anakmu gih…” suruhku pada suamiku. Setahuku mereka belum pernah sama-sama telanjang bulat, jadi ini kesempatanku untuk lebih mendekatkan mereka. “Mandiin Devyta mah?” tanya suamiku. “Iya, kamu mau kan Devyta dimandiin Papamu?” “Nghhh…. Mau deh Ma” jawab Devyta tidak lagi menolak. “Tuh Pa, dia mau tuh. Buruan gih, ntar keburu malam. Devyta, ajak papa kamu mandi bareng dong…” suruhku pada Devyta. “Pa, mandi bareng yuk… Kan udah lama Devyta gak mandi bareng Papa” pinta Devyta manja. Suamiku tidak langsung menjawab. Mungkin dia ragu. “I-iya deh” setuju suamiku akhirnya. Merekapun setuju untuk mandi bersama. Setelah aku meninggalkan mereka lagi, Devyta lalu bangkit dan berjjoko ke kamar mandi kemudian disusul ayahnya. Aku sangat bersemangat menantikan mereka bakal sama- sama telanjang di dalam ruangan yang sempit. Aku harap suamiku jadi terangsang berat di dalam sana.
“Pa, mandiin Devyta yang bersih yah…” teriakku pada suamiku dari balik pintu kamar mandi. “Iya ma” “Devyta, kamu jangan nakal di dalam. Ntar gak dikasih es krim lagi lho” kataku kini pada Devyta. “Paling Papa yang nakal ma, hihihi” jawab Devyta sambil tertawa. Terdengar suara air tidak lama kemudian. Sepertinya mereka sudah mulai saling membilas dan menyabuni badan satu sama lain. Aku berusaha mencuri dengar apa yang mereka obrolkan di dalam. Devyta sesekali tertawa geli cekikikan, mungkin karena geli karena badannya diusap-usap Papanya. “Geli pa… jangan diremas-remas dong...” “Ssstt… kamu ini kencang banget suaranya!!” “Ups, sorry. Geli pa.. jangan diremas-remas gitu dong susu Devyta…” “Cuma ngebersihin kok sayang…” “Tapi kan geli… ntar burung Papa aku remas juga lho biar keluar lagi es krimnya” “Dasar kamu nakal. Kamu dengar kan tadi mama bilang jangan nakal?” “Hihihi, iya yah… tapi kan Mama gak ngelihat Pa” “Terus? Kamu mau kita nakal-nakjoko sekarang?” “Aku mau aja, emang Papa gak mau nakalin Devyta?” “Mau kok… ya udah nih Papa nakalin…” “Ih… Pa, ngapain? kok burungnya diselipin di sana sih?” “Iya sayang… Papa mau nyabunin sela-sela paha kamu pakai burung Papa” Setelah itu hanya desahan-desahan saja yang terdengar samar-samar. Aku yang mendengar dari sini juga ikut-ikutan horni karenanya. Suamiku sedang menggesek-gesekan penisnya di antara paha Devyta!! Ingin sekali rasanya aku melihat langsung apa yang mereka lakukan, tapi aku tidak bisa karena tidak ada celah. Apapun itu, mereka betul-betul melakukan perbuatan mesum sekarang. Hingga akhirnya ku dengar suamiku melenguh, dia klimaks. Entah di bagian tubuh Devyta yang mana yang dipejuin. Setelah itu barulah mereka mandi seperti biasa meskipun masih juga terdengar sesekali Devyta cekikikan geli. “Asik yah mandinya? Lama banget?” tanyaku pada mereka saat keluar dari kamar mandi. “Tau tuh Papa” jawab Devyta cuek. Tampak hanya suamiku saja yang mengenakan handuk, sedangkan Devyta dengan santainya berjjoko telanjang bulat ke kamarnya. “Pa,” panggilku pada suamiku. “Iya ma?” “Pakein Devyta baju gih sekalian” “Hah?” ***
“Pa,” panggilku pada suamiku. “Iya ma?” “Pakein Devyta baju gih sekalian” “Hah?” “Iya… Pakein Devyta baju. Badan Devyta tadi juga belum kering, handukin yang benar dong Pa… gimana sih? Buruan sana” ujarku lagi menegaskan. Aku bersikap sewajar mungkin agar suamiku tidak curiga. “Tapi Papa pakai baju dulu yah ma…” katanya, tentu saja tidak aku bolehkan. Tadi di kamar mandi aku hanya mendengar suara-suara mereka saja, aku ingin melihat mereka sama- sama telanjang sekarang. “Nanti saja Pa… pakein baju dulu Devytanya” “Ngmm… Ya sudah kalau begitu Ma” Dengan masih hanya mengenakan handuk, suamikupun menyusul Devyta ke dalam kamarnya. Pintu kamar Devyta yang tidak ditutup dengan rapat membuat aku bisa mengintip apa yang mereka lakukan di dalam. Aku memang tidak pernah puas melihat suami dan putriku bersama-sama dalam keadaan mesum begini. Devyta masih dalam keadaan telanjang bulat sedangkan ayah kandungnya hanya mengenakan handuk. “Ngapain Pa?” tanya Devyta yang sepertinya heran karena Papanya ikut masuk ke kamarnya. “Disuruh mama handukin kamu yang benar, terus pakein kamu baju” “Ih, emangnya Devyta masih kecil dipakein baju segala” “Tau tuh mama kamu” Suamiku lalu menanggalkan handuk yang dikenakannya, sehingga penis tegangnya tampak sekali lagi dihadapan putrinya ini. Akhirnya aku bisa melihat mereka sama-sama bertelanjang bulat. Devyta
Handuk yang baru saja menutupi penisnya itu sekarang dia gunakan lagi untuk mengeringkan tubuh putrinya. Rambut, wajah, badan, hingga kaki Devyta dihanduki sekali lagi oleh ayah kandungnya. Bahkan suamiku masih saja terus menghanduki putrinya walau tubuh putrinya itu sudah kering. Dapat ku lihat kalau penis suamiku yang sedang tegang sengaja sering- sering digesekkan ke kulit tubuh Devyta selama menghanduki anaknya ini. Suamiku sepertinya sangat menikmati setiap momen menghanduki anak gadisnya. Begitupun dengan Devyta, ia tampak sangat menikmati gesekan-gesekan dari handuk itu di kulitnya. Saat handuk itu sampai di bagian selangkangannya, Devyta terdengar merintih-rintih kecil. Ayahnya yang mendengar rintihan anak gadis remajanya jadi semakin bersemangat, dia makin cepat menggesek-gesekkan handuk itu di selangkangan putrinya.
Devyta sampai memegang tangan ayahnya karena menerima gesekan handuk yang semakin menjadi-jadi diselangkangannya, entah itu isyarat agar jangan berhenti atau isyarat supaya berhenti. Tapi sepertinya itu adalah isyarat agar jangan berhenti karena yang ku lihat berikutnya cukup mengejutkanku, Devyta menggoyang-goyangkan pinggulnya!! Sepertinya Devyta merasakan birahinya terpancing karena gesekan-gesekan handuk di vaginanya. Dia sudah 14 tahun dan sudah memasuki masa puber, jadi wajar bila insting seksnya sudah muncul dan merasakan nikmat bila kewanitaannya digesek-gesek seperti itu. Tapi yang membuat hal ini tidak wajar adalah karena yang menggesek-gesekkan kelaminnya adalah ayah kandungnya sendiri. Setelah beberapa lama ku lihat tubuh Devyta mengejang dan kelojotan. Ya tuhan!! putri kami orgasme. Itu mungkin orgasme pertamanya. Ayahnya telah membuat anak gadisnya sendiri orgasme. Tapi suamiku bukannya berhenti, dia terus saja menggesek-gesekkan kelamin Devyta. Hal itu membuat tubuh Devyta kembali kelojotan tidak lama kemudian. Putri kami double klimaks!! “Enak tidak sayang?” “Nghh…. Enak Pa… kok bisa… ngh… kok bisa gitu yah?” “Kamu tadi itu orgasme” “Orgasme? Hmm… Pa, lap lagi dong… sepertinya masih belum kering nih…” pinta Devyta. Tampaknya Devyta ketagihan dengan sensasi nikmat yang baru dia kenal ini. Suamikupun menuruti kemauan Devyta. Ia handuki lagi tubuh putrinya, atau lebih tepatnya menggesek-gesekkan handuk itu ke sekitaran vagina putrinya. Lagi-lagi tidak butuh waktu lama untuk membuat Devyta mendapatkan orgasmenya kembali.
Suamiku tampaknya sudah sangat horni. Dia kemudian bangkit, lalu penis tegangnya kini secara vulgar dia gesekkan ke pantat putrinya. Dia menggerakkan pinggulnya seperti sedang meyetubuhi Devyta, betul-betul ayah yang cabul!! “Nghh… Papa mau keluarin peju Papa lagi ya?” tanya Devyta pada ayahnya yang ada di belakangnya. “Eh, i-i-iya, Papa mau keluarin peju lagi” jawab suamiku tergagap saking bernafsunya. “Ya udah, keluarin aja Pa… yang banyak” kata Devyta memperbolehkan. “Kamu nungging dong…” Aku terkejut mendengarnya. Apa suamiku akan menyetubuhi putrinya sekarang? Dadaku begitu berdebar- debar. “Nungging? Papa mau Devyta ngapain?” “Nyelipin burung Papa juga kok, Papa mau coba sambil kamu nungging” jawabnya. Ternyata masih belum, kecewa akunya. “Oh… Papa pengen ngocok di sana yah Pa? Iya deh, suka-suka Papa aja” Suamikupun kembali menggesekkan penisnya ke belahan pantat Devyta dalam posisi putrinya ini sedang menungging. Setelah beberapa saat dia lalu menggesekkan penisnya di sela paha Devyta, tepat di bawah vagina putrinya. Aku bergidik melihat suami dan putri kami telanjang- telanjangan dengan posisi begitu. Kalau ku lihat dari sini mereka seperti sedang bersetubuh dalam posisi doggy. Rambut panjang Devyta yang masih lembab tergerai dengan indahnya, sungguh seksi. Apalagi Devyta juga mengeluarkan suara desahan di setiap kocokan penis ayahnya di pahanya. Aku yakin lelaki manapun tidak akan tahan melihat kondisi putriku saat ini. Apalagi oleh suamiku yang sedang mupeng- mupengnya menggesekkan penisnya di selangkangan Devyta. Goyangan pinggulnya semakin lama semakin kencang. Dia akan segera klimaks!!
Cepat-cepat dia raih handuk tadi, dibentangkannya di sebelahnya, lalu dia tumpahkan spermanya di sana. Sangat banyak. Sepertinya dia tidak ingin mengotori tubuh Devyta yang baru saja selesai mandi. “Udah keluar Pa pejunya?” “Udah sayang… makasih ya” “Iya…” jawab Devyta sambil tersenyum manis. Ada kebanggan tersendiri sepertinya bagi Devyta membahagiakan ayah kandungnya dengan cara seperti ini, dengan cara memberikan tubuhnya sebagai pelampiasan nafsu ayahnya. Devyta Devyta… kamu seharusnya memberikan lebih dari ini, ujarku dalam hati. Mendadak timbul niat isengku untuk menganggu mereka. Akupun memutuskan untuk masuk ke dalam kamar. “Belum selesai Pa handukin Devytanya?” tanyaku tiba-tiba. Suamiku menjadi salah tingkah karena terkejut, handuk tadi dia lap-lapkan lagi ke tubuh putrinya seakan belum selesai menghanduki Devyta. Dia lupa kalau handuk itu baru saja dia gunakan sebagai wadah penampung spermanya!! Jadilah tubuh Devyta terkena lagi cairan peju ayahnya. Suamiku baru sadar setelah bagian depan tubuh anaknya tampak mengkilap. “Tuh, kok masih basah saja sih badan Devytanya?” tanyaku pada Mas Joko pura-pura tidak tahu kalau itu adalah sperma. Devyta tampak tidak terlalu peduli kalau tubuhnya terkena sperma ayahnya, tapi suamiku betul- betul terlihat panik. Saat dia mencoba mengelap badan Devyta, yang ada peju itu jadi semakin menyebar merata di tubuh putrinya. Yang mana niatnya tadi tidak ingin mengotori tubuh anaknya malah sekarang jadi kotor merata oleh peju. Aku jadi ingin tertawa dibuatnya, tapi ku tahan. Barulah kemudian dia gunakan sisi handuk yang tidak ada ceceran spermanya untuk mengelap badan Devyta.
Barulah sekarang benar-benar kering, hihihi. “Sudah selesai Pa?” tanyaku kemudian. “Su-sudah Ma” Suamiku kini mengenakan handuknya kembali. Aku sedikit kecewa sih. Aku ingin suamiku terus telanjang di hadapan putrinya. Aku ingin Devyta melihat penis ayahnya sesering mungkin. Aku ingin Devyta tahu kalau Papanya ini selalu ngaceng dan horni bila di dekatnya. Tapi tidak mungkin aku memaksa suamiku terus bertelanjang, dia bisa curiga. “Ma, mumpung kamu udah di sini. Kamu saja ya yang makein Devyta baju” ujar suamiku masih berlagak keberatan, padahal aku tahu kalau dia sebenarnya ingin melakukannya. “Lho? Kok gitu sih Pa? nanggung… Sayang, celana dalam yang Mama beliin kemarin belum kamu coba kan?” tanyaku pada Devyta. “Belum Ma” “Suruh Papa kamu pakein gih… sekaligus Mama pengen tahu pendapat Papa kamu bagus apa tidak” kataku pada Devyta sambil tersenyum melirik ke suamiku. “Oce Ma”
Devyta kemudian mengambil bungkusan yang berisi dalaman yang ku maksud lalu menyerahkan ke Papanya. Sungguh ganjil, seorang anak gadis baru saja menyerahkan celana dalam ke ayah kandungnya untuk dipakaikan!! Awalnya suamiku tampak ragu menerimanya, namun akhirnya dia tetap memakaikan celana dalam itu pada putrinya. Sebuah pemandangan yang membuat darahku berdesir. Mungkin kalau Devyta masih kecil hal seperti ini bukan sesuatu yang aneh, namun tidak jika anak gadisnya ini sudah remaja seperti sekarang.
“Gimana sayang? Bagus kan pilihan Mama? Cocok gak Pa?” tanyaku pada mereka berdua setelah celana dalam bergaris-garis putih biru itu melekat di pinggul Devyta. “Bagus kok Ma, cocok. Iya kan Pa?” tanya Devyta juga pada Papanya sambil memutar tubuhnya. Pastinya pria manapun bakal mupeng berat melihat keadaan putri kami sekarang. Seorang gadis remaja SMU dengan tubuh yang sedang ranum-ranumnya hanya memakai celana dalam seksi!! Benar saja, ku lihat handuk yang dikenakan suamiku tidak bisa menyembunyikan kalau penisnya sedang tegang luar biasa saat ini. Kamu pasti nafsu kan Mas pada putrimu? Pengen kamu entotin kan? Senggamai dia suamiku, genjot memek anakmu!! Batinku seakan mencoba mengendalikan pikiran suamiku.
“I-iya bagus. Terus bh sama bajunya?” tanya suamiku tampak tidak tenang, sepertinya dia sudah sangat horni. Teruslah begitu suamiku, sering-seringlah berpikir jorok pada putrimu. “Kalau Bh gak usah kali Pa, kan cuma di rumah saja. Iya kan sayang?” “Iya Pa, gak usah” jawab Devyta. Aku memang sudah mengajarkan putriku ini kalau tidak perlu memakai bh jika di rumah, apalagi tujuannya kalau bukan untuk memancing nafsu ayahnya. “Nah… Kalau baju, kamu saja yang pilih Pa…” suruhku pada suamiku. “Iya, Papa aja yang milihin” kata Devyta setuju. “Papa yang milih?” tanya suamiku tampak terkejut. “Kenapa Pa? atau kamu mau kalau Devyta gak usah pake baju? Pengen Devyta cuma pake celana dalam kayak gini saja ya?” godaku. “Kamu mau sayang tidak usah pakai baju?” tanyaku iseng pada Devyta. “M-masa tidak pakai baju? Kayak gembel saja. Iya iya Papa yang milihiin” kata suamiku akhirnya setuju.
Suamiku lalu memilihkan baju dari dalam lemari. Dia memilihkan model pakaian yang belakangan sering dipakai putri kami, tanktop dan celana pendek ketat. Dulu dia memprotes pakaian anaknya itu, namun kini dia sendiri yang memilihkannya. Dia lalu membantu Devyta berpakaian. Ya… walaupun sudah berpakaianpun sebenarnya Devyta tetap terlihat cantik dan menggairahkan juga. “Ayo Devyta, bilang apa sama Papa?” tanyaku pada Devyta setelah dia selesai dipakaikan baju oleh Papanya. “Hmm… makasih yah Pa” “Makasih ngapain? Yang lengkap dong…” suruhku. “Makasih Pa udah mandiin Devyta, ngelap badan Devyta, terus makein Devyta baju” ujar Devyta dengan senyum manis pada Papanya. “Iya sayang… sama-sama” jawab suamiku. “Hmm… Ma, kapan-kapan boleh kan Devyta mandi sama Papa lagi?” tanya Devyta. “Kamu pengen mandi sama Papa kamu lagi?” “Iya Ma…” “Boleh kok sayang. Gak usah kapan-kapan, tiap kamu mau mandi ajak saja Papamu. Papa kamu gak bakal nolak kok mandi telanjang berdua sama gadis cantik kayak kamu. Iya kan Pa?” tanyaku pada suamiku dengan senyuman penuh arti. Suamiku tampak sangat malu, sedangkan putri kami tertawa polos karena dipuji begitu. “I-iya sayang. Kalau itu mau kamu” jawab suamiku.
“Terus nanti Papa yang handukin sama makein Devyta baju lagi kan Ma?” tanya Devyta lagi. “Iya… habis kamu dimandiin, terus dihanduki dan dipej- dipakein baju sama Papa, mau kan Pa?” tanyaku lagi, ups… hampir saja keceplosan nyebut ‘dipejuin’. “Kalau kamu mau, kamu boleh kok gantian yang makein Papa baju” sambungku lagi. “Kamu apaan sih Ma…!!” “Bercanda Pa, hihihi” tawaku, Devyta juga tertawa cekikikan. “Ya sudah… yuk makan malam” ajakku. Acarapun selesai.
Sejak saat itu Devyta selalu mandi dengan ayah kandungnya. Tiap akan mandi putri kami akan mengajak Papanya, “Pa… mandi bareng Devyta yuk…” Lelaki mana yang akan menolak diajak mandi oleh Devyta? Lelaki mana yang tidak akan horni bila mendengar ajakan manja dari seorang gadis cantik untuk mandi bersama? Tak terkecuali ayahnya sendiri. Setelah mereka selesai mandi aku masih sering melihat suamiku berbuat cabul pada putrinya. Tidak jarang saat menghanduki maupun memakaikan Devyta baju, aku melihat suamiku memainkan penisnya ke tubuh putrinya sampai dia muncrat-muncrat. Dia biasanya akan menumpahkan pejunya ke tisu atau handuk. Bila suamiku sedang nafsu-nafsunya barulah dia akan menumpahkan peju kentalnya itu ke langit-langit mulut putrinya maupun ke sekujur tubuh Devyta, tidak peduli kalau putrinya ini baru saja mandi. Bahkan sering juga dia tumpahkan ke celana dalam Devyta, padahal itu celana dalam yang baru saja ku belikan. Ya… Aku juga memang makin sering membelikan putriku pakaian dalam model terbaru yang super seksi dan imut, semua itu dicobakan di depan ayahnya. Dan aku selalu berlagak seakan-akan hanya mengetahui kalau suamiku cuma sekedar memandikan, menghanduki dan memakaikan Devyta pakaian.
Pagi itu sebelum Devyta pergi ke sekolah, aku melihat mereka akan melakukannya lagi. Suamiku sepertinya menjadi nafsu setelah memakaikan Devyta seragam. Devyta memang terlihat sangat cantik dengan seragam SMU putih biru itu, ditambah kaos kaki putih yang melekat di kakinya. “Papa mau keluarin peju lagi ya?” tanya Devyta melihat sang ayah mengelus-elus penisnya sendiri. “Iya sayang… tolong kocokin yah...” “Iya Pa” Pemandangan gadis SMU berseragam lengkap sedang mengocok penis pria dewasa seperti ini pastinya membuat semua orang terpana. Terlebih mereka adalah ayah dan anak kandung. Ayahnya duduk di atas tempat tidur, sedangkan anak gadisnya berlutut di lantai. Tidak butuh waktu lama bagi suamiku, pejunya pun muncrat-muncrat dengan banyaknya ke arah putrinya. Sebagian mengenai wajahnya, sebagian lagi mengenai seragam sekolahnya. Rok Devyta yang paling banyak terkena ceceran sperma.
“Ih… Pa, kok muncratin pejunya ke seragam Devyta sih?” protes Devyta. Kalau itu sesudah pulang sekolah seperti yang ku lihat sebelumnya Devyta memang tidak akan memprotes, tapi sekarang dia baru akan berangkat sekolah. “M-maaf sayang… Papa gak tahan” Suamikupun membantu membersihkan wajah dan seragam Devyta sebisa mungkin dengan handuk. Lalu menyemprotkan parfum yang banyak ke area seragam yang terkena peju. Tapi aku punya keinginan lain. “Devyta, buruan…. Entar telat” Teriakku dari balik pintu. “I-iya Ma” sahutnya. “Pa… udah, biarin aja, ntar Devyta telat” sambungnya lagi pelan pada Papanya. Aku tidak ingin ceceran peju itu bersih-bersih amat. Sepertinya Devyta terkesan lebih seksi bila pergi ke sekolah dengan sedikit bau peju dan sedikit bekas ceceran peju di seragamnya. Peju ayahnya akan menemani aktifitas belajarnya di sekolah. Aku jadi senyum-senyum sendiri memikirkannya. ~~
Waktu terus berlalu. Sekarang tidak hanya ayahnya yang terus ku coba pancing nafsunya, namun juga putri kami. Aku ingin Devyta menjadi sedikit nakal di depan Papanya. Aku bahkan sengaja mendownload film porno lalu ku tunjukkan pada putriku. Devyta tentu saja geli awalnya dipertontonkan adegan seperti itu. Tapi aku senang karena ternyata putriku ini cukup antusias. Devyta sering bertanya padaku tentang apa-apa yang dilakukan pasangan di dalam film itu. “Kok burungnya dimasukin ke sana sih Ma?” tanya Devyta polos. Dia yang masih belum ngerti tentu saja heran melihat kelamin wanita dimasuki penis. “Itu namanya ngentot sayang…” “Ngentot?” “Iya, ngentot. Terus yang itu namanya bukan burung tapi kontol, dan punya kamu itu namanya memek” jelasku. Aku tidak menyangka akhirnya aku mengajarkan kata- kata sevulgar ini pada putriku sendiri. “Kontol? memek?” tanya Devyta, rasanya sungguh aneh saat dia mengulangi setiap kata-kata yang baru ku ajarkan itu dari mulut mungilnya. “Hmm… jadi yang waktu itu Papa dan Mama ngentot yah?” tanyanya lagi. Ternyata dia memang pernah melihat aku dan Papanya bersetubuh.
“Iya… Ih, kamu ngintip ya? Dasar nakal, hihihi” “Hihi, enak yah Ma rasanya ngentot itu?” “Enak dong… kamu pengen gak dientotin? Mau gak memek kamu dikontolin?” “Dikontolin? Ih… gak ah, sakit pasti” “Kok gak mau sih? itu kan tanda cinta” “Tanda cinta? Kok gitu sih Ma?” “Iya… Waktu itu kamu lihat kan kontol Mama ditusuk-tusuk kontol Papa? Itu tandanya Papa cinta sama Mama. Terus waktu kamu mandi sama Papa pasti kontol Papa tegang kan? Itu berarti Papa juga cinta sama kamu” “Oh… Iya yah… dulu Papa kan pernah bilang kalau dia cinta sama Devyta. Jadi karena Papa cinta sama Devyta makanya kontolnya Papa jadi tegang ya Ma?” “Iya… tuh kamu pintar” pujiku sambil mengelus rambutnya, dia hanya tersenyum manis. Dia terus bertanya-tanya selama menonton, seperti “Ih… kok kontolnya dimasukin ke mulut sih Ma? Gak jijik apa?” Atau dia bertanya “Itu cowoknya kok nyusu sih? Emang ada air susunya? Kok pantat ceweknya dimasukin kontol juga sih Ma?” dan berbagai macam pertanyaan polos lainnya. Semua pertanyaan putriku ini ku jawab dengan rinci dan memakai bahasa yang vulgar. Saat ada bagian si cowok nyemprotkan peju ke mulut si cewek, barulah Devyta tidak bertanya.
“Kenapa sayang? Kamu udah pernah lihat peju?” pancingku. “Eh, gak kok ma. Mirip es krim yah Ma peju itu…” “Iya, mirip es krim yang sering dikasih Papa sama kamu” jawabku. Dasar Devyta, dia pikir aku tidak tahu apa, hihihi. “Mmmh… Kalau cewek juga bisa orgasme kan Ma?” “Bisa dong… kenapa? Kamu udah pernah orgasme? Kapan?” tanyaku menggodanya, aku tentu saja tahu kalau putriku ini pernah orgasme, orgasme yang didapatkannya pertama kali dari ayahnya sendiri. “Eh, nggak pernah kok Ma…” “Beneran?” “Iyah… sumpah deh” “Iya-iya Mama percaya… hihihi. Oh ya sayang, kamu jangan kasih tau Papa ya kalau Mama ajarin beginian” “Hmm? Gak boleh ya Ma?” “Iya, jangan ya…” “Oce Ma” Tidak hanya satu video tentunya yang aku perlihatkan padanya, tapi banyak. Mungkin lebih dari satu jam kami ibu dan anak nonton film porno bersama. Aku sampai horni sendiri, aku penasaran apa Devyta juga horni, mungkin saja iya. Devyta yang sangat tertarik bahkan meminta dikirimkan ke ponselnya. Aku penasaran apa yang akan terjadi pada anak gadisku setelah menonton semua film-flm porno ini. Aku penasaran apakah dia akan mengajak Papanya bersenggama. Bila iya, apakah suamiku akan menerima ajakan bersetubuh dari putrinya ini? Aku sungguh penasaran.
Tidak lama kemudian terdengar suara ketukan pintu. Suamiku pulang!! Cepat-cepat ku matikan film porno yang masih diputar di laptop. “Tuh, bukain pintu… Papa pulang” suruhku pada Devyta. “Iya Mah…” “Ingat ya jangan kasih tau Papa” kataku lagi mengingatkan, Devyta mengangguk paham. Devyta pergi ke depan membukakan pintu untuk ayahnya. Aku menyusul tidak lama kemudian. Ternyata suamiku membawa dua orang temannya lagi. Belakangan ini mereka memang jadi sering kemari. Devyta mencium tangan kedua bapak itu. Seakan mencuri kesempatan, ku lihat mereka mengelus rambut Devyta, matanya juga kelayapan menelanjangi anak gadisku. Ternyata putriku memang punya daya tarik yang tinggi. Dan sepertinya bapak bapak ini juga punya pikiran jorok pada putriku. Ya… kalau itu cuma sekedar dalam pikiran mereka ya tidak apa, aku tidak bisa berbuat banyak. Pria manapun memang akan horni bila melihat anak gadis remajaku ini. Dan itu memang salahku juga karena mengajarkan Devyta cara berpakaian yang seksi seperti sekarang. “Udah pulang Pa?” tanyaku. “Iya… ada tamu nih. Tolong buatkan minum dong Ma” “Iya Pa, bentar”
“Devyta, bantuin Mama kamu gih…” suruh suamiku. “Enggak ah, malas…” jawab Devyta enteng lalu duduk di samping Papanya. Dari dapur aku dapat melihat mereka. Seperti biasa, Devyta tetap saja nempel pada Papanya meskipun di depan teman-teman ayahnya. Suamikupun tetap berusaha meladeni obrolan teman-temannya meskipun Devyta terus bergelayutan manja di pangkuannya. Aku yakin suamiku sedang ngaceng sekarang, bahkan mungkin tidak hanya dia, tapi juga teman-temannya. “Duh, Devytanya manja amat Pak Joko” komentar salah satu teman suamiku, Pak Rudi. “Iya nih Pak, beruntung banget bapak punya anak gadis secantik Devyta” ujar Pak Prabu ikut- ikutan. “Haha, bisa aja bapak-bapak ini” jawab suamiku. Aku yang baru mengantarkan minum kemudian juga ikut duduk bersama mereka. “Iya nih bapak-bapak, Devyta manja banget sama Papanya. Papanya sih suka ngasih dia es krim” ujarku menimpali. Suamiku tampak sedikit terperanjat mendengar omonganku barusan. “Oh… Devyta suka es krim?” “Iya om…” jawab Devyta. “Kapan-kapan Om kasih es krim mau?” tawar bapak itu pada Devyta. Ku lihat Devyta melirik ke ayahnya sambil tersenyum. “Mau banget Om… Boleh kan Pa? Boleh kan Ma?” “Iya… boleh kok” jawab suamiku. Aku juga mengangguk boleh sambil tersenyum kecil. Tentu saja yang dimaksud Bapak ini adalah benar-benar es krim. Bukan ‘es krim kental’ yang biasa diberikan Papanya. Aku bergidik membayangkan kalau mereka juga memberikan putriku ‘es krim’ yang seperti diberikan suamiku.
“Sayang, udah sore.. cepat mandi sana. Pa, mandiin Devyta nya dulu…” suruhku pada suami dan putri kami. “Hah? Devyta nya masih mandi sama Papanya?” Tentu saja tema-teman suamiku tidak habis pikir mendengar Devyta yang sudah sebesar itu masih saja mandi dengan ayahnya. Devyta yang sudah jadi gadis remaja cantik, memang sangat ganjil rasanya mandi bertelanjang bulat dengan pria dewasa meskipun itu adalah ayah kandungnya sendiri. “Iya Pak, mandi telanjang berdua. Apalagi mereka itu kalau mandinya lama banget. Gak tahu deh ngapain aja.. hihihi” ujarku memancing. “Ih, mamaaaa… Devyta gak ngapa-ngapain kok di dalam sama Papa, iya kan Pa?” balas Devyta. “I-iya…” jawab suamiku tergagap. “Oh…. Gitu? terus waktu Papa kamu makein kamu baju kok juga lama ya?” godaku lagi pura- pura tidak tahu. Aku berusaha menahan tawa melihat ekspresi semua orang di sini, terlebih ekspresi teman-teman suamiku. Aku memang sengaja menanyakan semua hal ini sekarang di hadapan orang lain. Aku ingin tahu bagaimana respon mereka berdua dan respon teman- teman suamiku.
“Pak Joko juga makein Devyta baju??” tanya teman suamiku lagi makin terkejut. “Iya Pak, emang kenapa Pak? Kan putri sendiri. Iya kan Pa?” kataku membantu menjawab. “I-iya Pak” Ku lihat wajah mereka semua jadi mupeng karena ceritaku ini. Mereka pasti sudah membayangkan yang tidak-tidak tentang Devyta. Memang Devyta adalah putri suamiku sendiri, tapi pastinya tidak ada seorang ayah yang masih memandikan dan memakaikan baju anak gadisnya yang sudah sebesar ini. Mereka pasti iri sekali dengan suamiku, mereka mungkin ingin sekali jadi bapak angkatnya Devyta biar juga bisa ngerasain mandiin Devyta, hihihi. “Ya sudah Pak, saya permisi mau mandi dulu. Tunggu sebentar yah Pak. Yuk sayang…” ujar suamiku pada teman-temannya lalu mengajak Devyta ke kemar mandi. “Baiklah kalau begitu kami tunggu” balas teman-temannya.
Suami dan putriku lalu masuk ke kamar mandi. Aku sendiri kembali ke dapur karena tidak mungkin menguping apa yang mereka lakukan di dalam saat ini. Namun kali ini mereka mandi lebih cepat, sepertinya mereka tidak melakukan hal yang aneh sekarang karena ada teman- teman suamiku menunggu. Tapi astaga!! Devyta tetap seperti biasa bertelanjang bulat sehabis mandi menuju ke kamarnya!! Tentu saja hal itu dapat dilihat oleh teman-teman suamiku. Anak gadisku yang cantik sedang dinikmati ketelanjangannya oleh bapak-bapak ini. Dadaku berdebar kencang. Apa suamiku lupa kalau ada teman-temannya saat ini?? Ada orang lain yang menyaksikan tubuh telanjang putri kami, bukan anggota keluarga!! “Devyta!! kamu kok gak pakai handuk? Papa kamu mana?” tanyaku menyusul Devyta sebelum dia masuk ke kamar, entah kenapa aku jadi pengen menunjukkan tubuh putriku pada mereka. Mereka juga sudah melihat tubuh Devyta, sekalian saja ku goda. Tapi hanya menunjukkan sebentar saja, tidak lebih. “Itu Ma, Papa lagi eek. Ya Devyta keluar dulu, masak nungguin Papa selesai? bau!!” jawabnya polos.
“Iya, tapi masa kamu keluyuran bugil gini? Lihat tuh om om itu liatin kamu. Ntar mereka jadi cinta lho gara-gara liat susu kamu ini, hihihi” kataku sambil melirik ke arah teman-teman suamiku. Posisi Devyta menghadap ke arah mereka, jadi mata mereka dapat dengan leluasa melihat buah dada serta vagina Devyta. Mereka tampak mupeng melihat tubuh telanjang putriku ini, apalagi mendengar omonganku barusan. “Emangnya gak boleh yah Ma om om itu cinta sama Devyta? Nanti kontol om om itu tegang yah Ma?” aku tidak menyangka Devyta akan mengatakan itu, teman-teman suamiku mungkin mendengarnya!! Aku seharusnya mengajarkan Devyta agar tidak mengucapkan kata itu sembarangan, tapi terlambat. Ya sudah lah. “Bukannya gak boleh sih... tapi mereka kan udah cinta sama istrinya. Masa kamu ambil juga sih? Sudah sana masuk kamar pakai baju, atau Mama suruh om om itu yang makein? Mau? Om… tolong pakein Devyta baju dong… hihihi” godaku. Aku yakin bapak-bapak itu semakin mupeng sekarang, mereka mungkin berharap benar-benar dibolehkan memakaikan Devyta baju. Aku sebenarnya geli membayangkan bila putriku dipakaikan baju oleh bapak-bapak itu. Tapi tentu saja tidak akan ku lakukan, cuma ayahnya saja yang boleh menyentuh tubuh putriku.
“Gak mau, mau dipakein baju sama Papa!!” rengek Devyta. Untung Devyta juga hanya ingin sama Papanya. “Ya sudah tunggu di dalam kamar gih, jangan di luar gini. Malu dilihat sama om-om itu. Iya kan Om?” tanyaku pada bapak-bapak itu. “I-iya” jawab mereka serentak. “Ya deh Ma… Devyta masuk dulu yah om…” Devytapun masuk ke dalam kamarnya. “Maaf yah Pak… Devytanya bandel banget, habis mandi main nyelonong aja telanjang ke kamar” “Iya Bu gak apa. Tapi Devytanya kok udah tahu kontol yah bu Susi?” tanya salah satu mereka. Gawat!! Mereka memang mendengarnya!! “I-itu Pak… s-saya yang ajarin” kataku mengaku, aku tidak tahu harus berkata apa lagi. “Oh… bu Susi yang ajarin?” “Iya, itu agar dia ngerti sedikit saja kok bapak bapak” “Iya Bu Susi, anak remaja sekarang memang seharusnya diajari yang benar tentang hal begituan biar gak salah jjoko” ujar mereka. Fiuh, untung saja mereka menganggap positif omonganku barusan. Tapi ku yakin itu hanya di omongan saja, mereka pasti memang horni dan nafsu pada putri kami. Silahkan saja kalau mereka sekedar ingin menjadikan Devyta objek onaninya, tapi cukup sekian pertunjukannya. Tidak ada lagi!! Akupun kembali ke dapur. Aku sempat melihat salah satu dari mereka menyusul Devyta dan seperti ingin mengintip Devyta, tapi untung saja suamiku sudah selesai dari kamar mandi. “Mau kemana Pak Rudi?” tanya suamiku. “Eh, ng-nggak, mau ke kamar mandi” “Oh, silahkan Pak… sebelah sana” suamikupun masuk ke kamar Devyta. ~~
Setelah hari itu, aku rasa ketelanjangan putri kami semakin intens saja. Baik sebelum maupun sesudah mandi, dia sering keluyuran di dalam rumah tanpa busana. Sering pula Devyta mengajak ayahnya mandi sambil dia sudah mulai menanggalkan pakaiannya sendiri, padahal dia belum berada di kamar mandi. “Kamu ini, buka baju itu di dalam kamar mandi, jangan di luar gitu…” protes suamiku jaim. Pernah juga saat itu Devyta kelupaan mengajak Papanya, diapun keluar dari kamar mandi basah-basah telanjang bulat, lalu menyeret Papanya ke dalam kamar mandi. Sungguh pemandangan yang ganjil!! Aku tidak tahu apakah Devyta berbuat itu karena kepolosannya, namun dia terlihat seakan menikmati ketelanjangannya itu. Masalahnya tidak ayahnya saja yang melihatnya, tapi juga teman- teman ayahnya.
Saat berangkat sekolahpun dia kini tidak hanya mencium pipi ayahnya, tapi sudah mulai mencium bibir seperti waktu dia TK dulu. Omongannya, bahasa tubuhnya, kini terlihat lebih nakal dan menggemaskan bagi kaum lelaki. Aku tidak tahu apakah ini pengaruh dari video porno yang ku berikan. Tapi yang jelas Devyta menjadi seperti ini, itu semua gara-gara aku, ibunya. Suamiku memang belum menyetubuhi Devyta, tapi dia sudah memperlakukan anak gadisnya itu bagaikan ‘mainan seks’. Hasrat seksnya yang dia pendam selama ini karena tidak ku layani, dia lepaskan semuanya pada anak gadisnya. Begitupun halnya dengan Devyta, dia semakin hari juga semakin sempurna mengabdikan dirinya sebagai ‘mainan’ sang ayah, baik saat akan tidur, mandi, maupun saat mereka ku tinggal berduaan dimanapun itu. Aku memang ingin membuat kontak mata dan fisik sesering mungkin di antara mereka. Aku ingin hubungan mereka menjadi lebih intim sebagai ayah dan anak. Aku rela aku hanya bermasturbasi sendirian sedangkan suamiku bisa melampiaskan nafsunya ke putrinya. Sore itu aku mengintip lagi apa yang mereka lakukan setelah mandi sore. Mereka bukannya handukan di kamar mandi namun malah di dalam kamar Devyta. Itupun setelah ku lihat suamiku lebih seperti membelai Devyta dibanding menghanduki.
“Kenapa Pa? kok berhenti?” tanya Devyta melihat Papanya berhenti membelai, padahal tubuhnya masih sangat basah. Tapi aku rasa Devyta bertanya seperti iu bukan karena tubuhnya belum kering, namun karena dia ingin terus dibelai sang ayah. “Papa mau buang peju lagi?” tanya Devyta lagi menebak. “Iya, boleh kan sayang?” “Boleh kok Pa, boleh banget malah” jawab Devyta riang. Suamiku tersenyum. Dia kemudian bangkit lalu mencium bibir Devyta. Ini bukan sekedar ciuman ayah dan anak, tapi sudah ciuman sepasang kekasih karena ternyata mereka berciuman menggunakan lidah!! Tubuh telanjang mereka yang masih basah menempel berhadap- hadapan, menimbulkan suara decakan karena kulit basah mereka yang beradu. Entah siapa yang memulai, mereka kini sama-sama terjatuh ke atas ranjang. Mereka melanjutkan aksi cium- ciuman itu di sana, saling bergumul dan meraba tubuh. Membuat ranjang putrinya itu jadi ikut-ikutan basah. Sungguh pemandangan yang panas dan erotis!! Suamiku terlihat lebih bernafsu menjamah tubuh putrinya dibandingkan menjamah tubuhku, istrinya sendiri. Apalagi mereka melakukan ini seakan tidak peduli kalau aku ada di rumah. Aku cemburu luar biasa. Namun itu justru menimbulkan sensasi tersendiri. Suamiku tampak begitu bernafsu, mungkin karena dia sudah menahan nafsunya sekian lama. Devyta yang dijilati dan diciumi ayahnya malah tertawa geli cekikikan.
“Aw… Pa geli… hihihi” pinta Devyta manja sambil ketawa-ketawa. Namun yang ada itu malah membuat suamiku semakin bernafsu. “Pa… stop dulu.... Pah…” pinta Devyta, tapi suamiku tetap saja lanjut. “Pa.. geli, Ngh.. stop.. dulu” setelah berkali-kali memohon untuk berhenti barulah akhirnya suamiku menghentikan aktifitasnya. “Ish, Papa nafsuan amat ih… gak tahan banget yah sama Devyta? hihi” “Maaf sayang, Papa gak kuat. Tapi kenapa kok suruh berhenti?” tanya suamiku terengah-engah menahan nafsunya. “Katanya mau ngeluarin peju, kok malah jilat- jilatin Devyta sih?” tanya Devyta. “Itu juga cara biar Papa bisa keluar pejunya…” “Oh… tapi jangan lama-lama Pa, ntar ketahuan Mamah” Devyta lalu bangkit dari pelukan ayahnya, dia lalu menuju lemari dan mengambil sepotong celana dalam.
“Pakein dulu Pa…” kata Devyta sambil menyerahkan celana dalam itu. “Baru lagi ya sayang?” tanya suamiku memperhatikan celana dalam berenda yang ada di genggamannya. “Iya Pa, bagus kan?” “Bagus kok” Suamikupun memakaikan celana dalam itu tanpa mengelap badan anaknya dulu. Setelah celana dalam berenda itu menempel di pinggul Devyta, yang ada itu malah membuat nafsu suamiku semakin menjadi-jadi. Bagaimana tidak? tubuh remaja anak gadisnya yang masih sangat basah hanya dibalut celana dalam. Celana dalam itupun menjadi transparan karena basah sehingga memperlihatkan belahan vagina Devyta. Dia yang tidak tahan dengan pemandangan ini kembali menerkam tubuh putrinya, menariknya ke ranjang dan menciuminya dengan buas. Tubuh mungil Devyta kembali ditindih sang ayah. “Duh… Pa…. kok diciumi lagi sih?” rengek Devyta manja. Tapi kali ini suamiku sepertinya tidak peduli lagi dengan rengekan anaknya. Dia terus saja menjamah tubuh putrinya. Seorang pria dewasa yang telanjang bulat sedang menggerayangi tubuh remaja 14 tahun yang hanya mengenakan celana dalam di atas ranjangnya sendiri, yang mana tubuh mereka masih sama-sama basah. Sungguh erotis bukan?
Setelah beberapa lama, mereka duduk berhadap-hadapan di tepi ranjang. Devyta duduk di paha ayahnya. Mereka masih tetap berciuman dengan posisi itu. Mulut mereka seperti tidak ingin lepas, lidah mereka terus saja saling membelit. Mereka juga saling menjilati wajah satu sama lain. Wajah Devyta terlhat mengkilap karena dijilat-jilat sang ayah, begitupun wajah suamiku yang dijilat-jilat putriku. Tiba-tiba suamiku sedikit menyingkap celana dalam Devyta ke samping sehingga vagina putrinya terbuka, dan astaga!! Suamiku mengarahkan penisnya ke vagina putrinya. Penis tegangnya dia gesek-gesekkan ke belahan vagina Devyta. Suamiku seperti sedang berusaha memasukkan kontolnya ke sana. “Sssh… Pa…” Devyta merintih memanggil ayahnya. Dia tidak berusaha melepaskan diri sama sekali meskipun gerakan ayahnya semakin cabul. Malah dia juga ikut-ikutan menggoyangkan pinggulnya seirama gerakan pinggul ayahnya!! Mereka seperti masih menahan-nahan diri agar jangan sampai bersenggama, tapi tubuh mereka jelas menginginkan itu. Setelah beberapa saat, ku lihat wajah Devyta mengernyit seperti kesakitan. Mungkinkah? Mungkinkah vaginanya sudah dijejali penis ayahnya? Jantungku semakin berdetak cepat. “Ngghhh… Pa, sakit… hati-hati dong…” “Maaf sayang, Papa gak sengaja” Aku yakin kalau kepala penis suamiku baru saja masuk ke dalam vagina putrinya, tapi sepertinya dikeluarkan lagi olehnya karena mendengar rintihan Devyta barusan. Ku lihat dengan seksama kalau penis itu kembali bergesekkan dengan vagina Devyta, tapi kemudian terlihat menghilang lagi yang disertai rintihan putrinya, “Pa… Ssshh…” Kemudian ku lihat kelamin mereka bergesekan lagi. Begitu selalu seterusnya.
“Ih… Papa!! Kok gak sengajanya sering amat sih?” tanya Devyta. Suamiku tidak menjawab, dia hanya mengajak putrinya berciuman lagi sambil terus melanjutkan aksi menggesek-geseknya. Dia sudah sangat bernafsu. Setelah beberapa kali gesek-masuk gesek- masuk, ku lihat kepala penis suamiku kembali hilang, namun kali ini tidak keluar lagi. Devyta walaupun terlihat sangat kesakitan tapi dia tetap membiarkan penis ayahnya di dalam tubuhnya. Mereka bersetubuh!! Suami dan putriku bersetubuh!! Tubuhku panas dingin menyaksikannya.
Namun… “Dugh!! Kreekkk…” Aduh…!! Aku yang terlalu semangat dan penasaran membuat tumpuanku goyah. Akupun terjatuh, sehingga pintu tempat aku bersembunyi jadi terdorong terbuka. Terang saja mereka kaget bukan main melihat kedatanganku. Devyta ku lihat langsung melepaskan diri dari pangkuan ayahnya lalu membetulkan celana dalamnya. “Mama??” kata mereka hampir serentak. Duh… rencanaku untuk mengintip mereka bersetubuh diam-diam gagal!! Namun aku berusaha mengontrol diri karena akulah yang punya kendali saat ini. Aku tidak ingin seakan-akan akulah yang tertangkap basah sedang mengintip. “Ohh… jadi ini ya yang dilakukan ayah dan anak gadisnya tiap selesai mandi?” tanyaku pura- pura seakan baru tahu kelakuan mereka. “B-bukan Ma… i-ini…” suamiku tampak sangat panik, dia tentunya tidak menyangka benar- benar ketahuan olehku, namun Devyta terlihat lebih santai meskipun juga ikut diam. Tampak jelas raut wajah horni mereka berdua yang betul-betul merasa tanggung karena aksi cabul mereka tiba-tiba terhenti. “Apa? sudah jelas-jelas aku melihat kamu menyetubuhi putrimu sendiri Mas” tuduhku lagi. “Bu-bukan!!” “Terus kalau bukan, apa dong namanya?” Suamiku terdiam, aku yakin dia tidak bisa mengelak setelah tertangkap basah olehku. “Maaf Ma, a-aku… aku tidak tahan” kata suamiku akhirnya. “Sudah tidak tahan?” “Iya… Maaf Ma… Maaf….” “Baiklah aku maafkan, tapi ada syaratnya” “Syarat? Apa itu Ma?” Aku tersenyum sebentar sebelum berkata, “Aku ingin melihat kalian bersetubuh” “Hah?” suamiku terkejut bukan main. “Iya, aku ingin melihat kamu ngentot dengan Devyta”
“Tapi Ma…” “Kenapa Pa? Kalian belum selesai kan? lanjutin gih… Sudah terlanjur terjadi juga, jadi cepat selesaikan. Setubuhi Devyta” Suamiku diam sejenak. Dia tampaknya masih tidak percaya dengan apa yang baru ku katakan. Mungkin saja kalau dia tadi memang benar-benar tidak sengaja meskipun dia sudah sangat bernafsu. Entahlah, namun apapun itu aku ingin melihat mereka bersetubuh sekarang. “Tapi… apa itu tidak apa-apa? dia putriku sendiri, lagian dia masih 14 tahun” ujarnya kemudian masih berusaha meyakinkan diri. Dia masih ragu. Tentu saja, karena Devyta adalah putri kami sendiri. Tapi aku yakin nafsu bisa mengalahkan segjokoya. “Sudah Pa… Gak apa-apa Pa… Lanjutin saja. Kamu pasti sudah lama punya khayjoko untuk menyetubuhi putrimu ini bukan? Tidak usah pikirkan norma-norma. Bebaskan saja khayjoko dan fantasi kamu” “Sayang, kamu juga mau kan berzinah dengan Papa kamu?” tanyaku kini pada Devyta. “Berzinah? Berzinah itu ngentot yah Ma?” tanya Devyta polos. Aku sangat senang tiap mendengar Devyta mengulangi kata-kata yang ku ajarkan ini. “Iya… berzinah itu ngentot, kamu mau kan dizinahi sama ayah kandungmu? Mau kan memek kamu dikontolin sama Papa?” ujarku dengan menggunakan kata-kata ‘liar’ untuk memanaskan suasana. “Hmm… karena Devyta cinta sama Papa, Devyta mau deh Ma dizinahi” jawab Devyta dengan riangnya, seakan dizinahi ayahnya merupakan bentuk pengabdian pada orangtua. “Tuh Pa… putrimu sudah bersedia tuh untuk kamu zinahi, entotin gih… hihihi” “Devyta, kocokin dong kontol Papa… bikin ngaceng lagi” suruhku pada Devyta. Tanpa perlu disuruh dua kali Devytapun mendekat ke arah Papanya. Dia lalu meraih kontol suamiku yang tadi terlanjur menciut. “Devyta kocokin yah Pa…” kata Devyta minta izin ke Papanya.
“I-iya sayang…” jawab suamiku tidak menolak. Meskipun dia tadi sempat ragu, tapi memang tubuhnya tidak bisa berbohong untuk mendapatkan kenikmatan dari tubuh putrinya. Devyta lalu mulai mengocok, tidak butuh waktu lama untuk membuat kontol ayahnya tegang kembali karena kocokannya. Jemari Devyta yang mungil lentik mengocok penis ayahnya dengan telaten. Tapi kalau cuma mengocok saja aku sudah sering melihatnya. “Hmm… kayakya ada yang kurang, sayang… coba masukin ke mulut kamu” “Masukin ke mulut Ma?” “Iya… Kontol Papa kamu masukin ke mulut kamu. Kamu belum pernah coba kan? cobain gih… pasti ayahmu makin cinta sama kamu…” Devyta tidak langsung melakukannya, dia menatap dulu sekian lama padaku, lalu menatap ke ayahnya. “Mau Devyta emut Pa kontolnya?” kata Devyta yang lagi-lagi meminta izin dahulu pada ayahnya. “E-emang kamu bisa?” tanya suamiku. “Bisa kok, Devyta udah pernah lihat” jawab Devyta sambil melirik padaku. Tentu saja maksudnya itu sudah pernah lihat dari film porno yang ku berikan.
“Ya sudah sayang… silahkan” setuju suamiku yang dibalas senyum manis anaknya. Aku terpana melihat pemandangan ini. Aku yakin suamiku juga demikian. Anak gadisnya sendiri sedang mengoral penisnya. Devyta mengecup ujung kepala penis suamiku beberapa kali, kemudian berusaha memasukkan semua penis itu ke dalam mulut mungilnya. “Arggghh….” Erang suamiku. Suamiku pasti merasakan sensasi nikmat yang luar biasa. Penisnya sedang dikocok pakai mulut oleh anak gadisnya di hadapan istrinya sendiri!! Cukup lama Devyta mengemut penis ayahnya, dia terlihat sangat lihai meskipun ini yang pertama baginya. “Ugh… berhenti dulu sayang… Papa gak kuat” pinta suamiku setelah beberapa saat, Devytapun menghentikan aksinya. “Kenapa berhenti sih Pa? pejuin aja mulut Devyta…” kataku sambil tertawa kecil. Mendengar hal itu Devyta juga tertawa dan memasukkan penis itu sekali lagi dalam mulutnya. Tentu saja membuat ayahnya terkejut. “Dasar Devyta, kamu nakal yah ternyata… hihihi, ayo sayang… bikin Papamu enak” suruhku menyemangati Devyta. Gerakan kepala Devyta terlihat lebih cepat sekarang. “Nghh… Devyta… arggghhh” suamiku kini juga mulai memegang kepala putrinya lalu memaju- mundurkan seperti sedang menyetubuhi mulut anaknya. Sungguh cabul!! Gerakan pinggul suamiku semakin cepat, hingga akhirnya tubuhnya kelojotan dan memuncrakan pejunya ke dalam mulut Devyta. Putri kami terus menutup mulutnya, mengapit penis itu dengan bibir selama peju ayahnya menyemprot memenuhi rongga mulutnya. Dan dia melakukan itu sambil terus tersenyum pada ayahnya. “Sayang jangan langsung telan” suruhku, Devyta sedikit mengangguk.
“Sekarang kasih lihat sama Papa kamu…” suruhku lagi. Devytapun membuka mulutnya lebar-lebar dihadapan ayahnya, menunjukkan bagaimana benih-benih ayahnya yang dulu menciptakan dirinya kini malah dia tampung di mulutnya. Karena sperma itu sangat banyak, membuat sperma itu sebagian meluber ke dagu Devyta hingga ada yang tercecer ke buah dadanya karena tidak mampu ditampung oleh mulut Devyta yang kecil. “Gimana Pa, suka ya ngelihat Devyta seperti ini? Mulut anak gadis sendiri kok dipejuin sih? hihihi” tanyaku pada suamiku. Dia tidak menjawab, tapi aku tahu dia sangat suka. Pemandangan gadis remaja dengan mulut penuh sperma serta sebagian tubuh berceceran sperma seperti ini pastinya sangat menggairahkan bagi para lelaki. “Oke sayang, sekarang telan peju Papa kamu” suruhku pada Devyta, diapun menelan sperma itu perlahan. Semua sperma itu kini perpindah ke dalam lambung putri kami. Meskipun baru saja keluar, tapi penis suamiku hanya setengah layu. Mungkin birahinya yang masih tinggi membuatnya demikian. Tidak butuh waktu lama untuk penis itu kembali tegang sepenuhnya.
“Pa, Devyta…” panggilku pada mereka berdua. “Ya Ma?” jawab mereka serentak. “Tunggu apa lagi?” tanyaku sambil tersenyum. Mereka saling pandang, suamiku yang mengerti tanpa menunggu lagi langsung menciumi putri kami. Dia juga memainkan jarinya ke vagina Devyta tanpa melepaskan celana dalam putrinya itu terlebih dahulu. Dia kini tidak malu lagi melakukan hal bejat pada putrinya di depan istrinya. Dia ingin segera meraih kenikmatan dari tubuh putrinya. Suamiku lalu merebahkan Devyta ke atas ranjang. Dia lalu melepaskan celana dalam putrinya ini. Devyta yang sepertinya juga sudah horni nurut- nurut saja, bahkan dia membantu dengan mengangkat pinggulnya. Sekarang mereka sama-sama polos kembali. “Kamu yakin Ma tidak apa?” tanyanya padaku, ujung kepala penisnya sudah menempel di permukaan vagina Devyta. “Jangan tanya aku, tanya Devyta dong Pa…” “Sayang, kamu yakin?” “Iya Pa, masukin aja…. Zinah… zinahi Devyta…” rintih Devyta yang tampak tidak tahan untuk ditusuk-tusuk sang ayah. Suamiku yang mendengar persetujuan putrinya tanpa menunggu lagi langsung menghujamkan kontolnya. Penis suamiku kini masuk seutuhnya!!
“Arggghhhhhhh” jerit Devyta tertahan. Tampak darah perawannya mengalir pelan. Dia baru saja diperawani oleh ayahnya sendiri. “Sakit…. Sakit Pah…” rengek Devyta merintih. Aku tahu betapa sakitnya hilangnya perawan itu, terlebih bagi Devyta karena umurnya masih 14 tahun!! Suamiku lalu mendiamkan penisnya beberapa saat di dalam vagina Devyta agar terbiasa. “Lanjutin Pa…” ujar Devyta beberapa saat kemudian, sepertinya tubuhnya sudah terbiasa dengan benda tumpul itu. Suamiku kembali menggerakkan pinggulnya, makin lama semakin kencang. Wajah mereka sama-sama merah padam kerena saking birahinya, terlebih oleh suamiku. Kenyataan bahwa wanita mungil yang sedang digenjotnya saat ini adalah darah dagingnya sendiri pastilah membuatnya semakin bernafsu. Dia hentak-hentakkan penisnya dengan kuat. Devyta yang awalnya merintih kesakitan kini telah berubah menjadi rintihan kenikmatan. “Gimana Pa? enak?” tanyaku pada suamiku. Dia tidak menjawab. Aku juga menanyakan Devyta pertanyaan yang sama, dan dia juga tidak dijawab.
“Dasar… kalian ini, asik berzinah ria sampai- sampai Mama dicuekin, hihihi” ujarku. Tapi tidak masalah bagiku. Aku rela tidak tidak dihiraukan demi menyaksikan obsesiku yang jadi kenyataan ini. “Pa, dia itu putri kandungmu lho…” ujarku lagi menggoda suamiku. Aku ingin membuatnya makin terangsang. “Enak yah Pa ngentotin anak gadis sendiri?” “Dia masih empat belas tahun lho…. tapi kayaknya Devyta suka tuh dizinahi sama kamu. Entotin terus dia Pa, jangan kasih ampun” Aku terus menerus mengata-ngatai agar suamiku semakin bertambah birahinya. “Sayang… Papa mau keluarin peju…” erang suamiku. Tentu saja suamiku merasa ingin cepat keluar. Udah penisnya dijepit vagina remaja yang super rapat, terus mendengar omonganku lagi, siapa yang gak tahan coba pengen cepat-cepat ngecrot? “Keluarin saja di dalam rahim Devyta Pa, bikin putrimu…. Bunting” ujarku. “Croooottttt” suamiku sepertinya tidak kuasa mendengar kata ‘bunting’. Dia ejakulasi. Tubuhnya mengejang dengan hebatnya. Dia menyemprotkan pejunya ke rahim putrinya. Sangat banyak hingga meluber ke luar dari vagina Devyta, turun perlahan membasahi sprei tempat tidur anaknya ini. “Hihihi, Papa, banyak banget sih pejunya, kamu benar-benar pengen bikin Devyta bunting yah?” ujarku menggodanya.
“Sayang, kamu pengen gak dibuntingi sama Papa?” tanyaku pada Devyta, dia mengangguk. Aku merinding membayangkan kalau Devyta benar-benar sampai hamil oleh ayahnya di usianya yang baru 14 tahun dan masih duduk di bangku SMU ini. “Terus kalau Devyta benar-benar hamil gimana Ma?” tanya Devyta. “Kamu nikah saja sama Papa. Kamu mau kan nikah sama Papa kamu?” jawabku bercanda. “Mmh… Mau deh” aku tertawa mendengar jawaban polosnya. “Hihi, emang kamu mau kasih berapa anak ke Papa?” tanyaku. “Kalau tiga gimana?” “Boleeeh…” Kami kemudian sama-sama diam sejenak meresapi apa yang baru saja terjadi. Suami telah memperawani putrinya sendiri. Mas Joko juga sepertinya tidak percaya kalau akhirnya dia telah merenggut kewanitaan Devyta. Mungkin semua ini sangat melenceng dari norma, tapi sensasi persetubuhan sedarah itu pastinya sungguh sangat luar biasa. “Pa…” panggil Devyta. “Ya sayang?” “Lain kali lagi yuk….” “I-iya… kapanpun kamu mau” jawab suamiku. “Papa juga, kapanpun Papa pengen entotin Devyta, entotin aja Pa” kata Devyta sambil tersenyum. “Mmh… Terus Mama gimana?” tanya Devyta padaku. “Mamagak apa-apa kok sayang… kamu ngentot saja yang baik sama Papa, gak usah pikirin Mama, oke?” “Benar Ma gak apa-apa?” tanya suamiku juga. “Iya Pa, kalau kamu nanti mau tidur berdua di kamar Devyta juga gak apa kok” Devyta dan suamiku tersenyum, merekapun berciuman lagi. Bercumbuan dan saling menjamah di atas ranjang. Ku lihat penis suamiku tegang lagi.
“Ya, ampun… belum puas yah? Ya udah, kalian lanjutin gih main-mainnya… Mama gak bakal ikut-ikutan sekarang. Nih kunci dulu pintunya” kataku bangkit ke luar kamar. Sebelum menutup pintu aku berkata, “Selamat berzinah ria yah kaliannya…” ayah anak itu hanya senyum-senyum, lalu melanjutkan lagi berciuman, melanjutkan lagi perzinahan mereka. Aku buru-buru menuju dapur, membuka lemari pendingin dan mengambil terong dan timun. Aku tidak tahan untuk bermasturbasi. Ya… aku rela hanya bisa bermasturbasi, sedangkan suamiku sedang enak-enakan menggenjot putri kandungnya sekarang. ~~
Sejak saat itu, hampir tiap hari aku melihat suami dan anakku bersetubuh. Mereka melakukannya di berbagai tempat. Baik di kamar Devyta, di kamar mandi, bahkan di ranjang kamarku tempat aku dan suamiku biasa bersetubuh. Suara erangan dan rintihan nikmat persetubuhan sedarah itu selalu ku dengar. Entah sudah berapa kali mereka bersetubuh. Entah sudah berapa banyak sperma suamiku bersemayam dalam vagina putrinya. Sering suamiku menyetubuhi Devyta sampai larut malam. Kadang Devyta tidak sekolah karena saking ngantuk esok paginya. Obsesiku memang sudah kesampaian untuk melihat suamiku menyetubuhi putri kami sendiri. Tapi tenyata selanjutnya aku punya ide yang lebih gila lagi. Aku ingin teman-teman suamiku tahu kalau suamiku telah menyetubuhi Devyta. Aku ingin suamiku menyetubuhi Devyta di depan teman-temannya, bapak-bapak tetangga kami. Memang sungguh gila, tapi aku tidak kuasa menahan rasa penasaran akan sensasinya. Akupun memberi tahu suamiku tentang ideku ini pagi itu sesudah Devyta berangkat sekolah. “Kamu jangan gila Ma!! Masa aku menyetubuhi Devyta di depan orang lain!!?” tentu saja suamiku terkejut mendengar permintaanku. Walaupun begitu, aku dapat melihat dari mata suamiku kalau dia juga terangsang mendengar ideku ini. Tampak ada tonjolan dari balik celananya. “Mereka selama ini kan juga sudah punya pikiran jorok ke Devyta, kamu pasti sudah tahu itu kan Pa?” Ya… melihat Devyta bermanja-manjaan dengan Papanya saja itu sudah bisa bikin mereka horni, aku penasaran bila mereka melihat Devyta disetubuhi, apalagi oleh Papanya sendiri.
“I-iya… tapi kan….” “Mereka cuma boleh melihat saja kok… tidak boleh macam-macam sama Devyta. Juga mereka harus janji tidak boleh cerita sama orang lain. Lagian kita kan mau pindah rumah Pa… jadi kita gak bakal ketemu mereka lagi” bujukku terus. “Tapi gimana caranya? Terus kamunya?” “Ya kamu ngaku saja kalau kamu sudah pernah bersetubuh dengan Devyta. Terus mereka pasti tidak percaya tuh, suruh liat saja. Aku bakal keluar rumah hari itu, jadi kalian bebas pengen ngapain aja” jawabku. “Bukannya kamu pengen lihat kami gituan di depan teman-temanku Ma?” “Iya” “Terus?” “Kan sudah ku bilang kalau aku ingin membiarkan kalian bebas” jawabku. Sebenarnya hanya dengan membayangkannya saja itu sudah cukup bagiku. “Tapi… tolong kamu rekam saja untukku Pa, atau suruh teman-temanmu itu yang merekam” lanjutku lagi. “Hah!!?” Suamiku tampak makin terkejut saja dengan ideku ini. Tapi aku tahu dadanya sedang berdebar kencang memikirkan hal tersebut sekarang. Bersenggama dengan anak gadisnya di depan orang lain sambil direkam!! “Terus kalau nanti mereka tidak tahan gimana Ma?” “Ya kamu jaga dong anakmu… Gimana Pa? Setuju?” tanyaku lagi. Ia lalu berpikir sangat lama, wajar memang karena ide ini sangat gila dan beresiko.
“O-oke deh Ma…” setuju suamiku akhirnya. Hari minggu, teman-teman suamiku datang lagi ke rumah. Mereka dan suamiku asik ngobrol dengan tetap ada Devyta di samping suamiku. Ku dengar mereka sering bertanya-tanya tentang Devyta pada suamiku seperti, “Devytanya masih sering mandi sama Pak Joko? Masih dipakaikan baju juga?” Tampaknya mereka masih saja penasaran dengan itu. Mereka tentu saja belum tahu kalau akan dikasih liat pemandangan luar biasa, begitupun putriku yang juga tidak tahu akan disetubuhi di depan teman-teman ayahnya. “Devyta, mama pergi ke pasar yah… Kamu gak apa kan Mama tinggal?” kataku pamit pada Devyta. “Gak apa kok Ma” jawabnya. Akupun meninggalkan rumah. Membayangkan anak gadisku menjadi satu-satunya wanita di antara mereka makin membuatku birahi. Selama di pasar dadaku selalu berdebar-debar memikirkan apa yang sedang terjadi di rumahku. Bayangan- bayangan suami dan putri kami bersetubuh di depan bapak-bapak itu terus memenuhi pikiranku. Sampai-sampai aku bermasturbasi di toilet umum karenanya. Aku baru pulang menjelang magrib. Aku tiba bersamaan dengan teman-teman suamiku yang juga baru akan pulang. Kami berpapasan di depan pagar. “Sudah mau pulang bapak-bapak?” sapaku pada mereka.
“Eh, i-iya Bu Susi… Pamit dulu Bu…” jawab mereka agak tergagap. “Tumben buru-buru? Ada apa?” “Gak ada apa-apa kok Bu” “Oh.. Ya sudah, hati-hati di jjoko Pak” Akupun masuk ke dalam rumah. Aku langsung mencari suami dan anakku. Meskipun suamiku berkata akan merekamnya, tapi aku lebih penasaran mendengar ceritanya langsung. Ternyata mereka ada di dalam kamar Devyta, tapi astaga!!! Aku melihat tubuh putriku penuh dengan ceceran sperma!! “Pa…!!” “Eh, M-mama” jawab suamiku. “Kok Devytanya penuh peju gini sih Pa!!?” “Kamu gak apa sayang?” tanyaku pada Devyta. Apa anak gadisku baru saja dipejuin ramai- ramai oleh mereka? Kalau benar ini tentu saja di luar dugaanku, atau mungkin mereka juga…. . “Gak apa kok Ma… Tapi Papa tuh… masa ngentotin Devyta di depan om-om itu sih…” “Ha? Dasar Papa kamu ini” ujarku pura-pura tidak tahu sambil mencubit pinggang suamiku. “Emang gimana ceritanya sayang?” tanyaku lagi pada Devyta sambil mengambil handuk untuk mengelap badan Devyta, tapi tidak jadi ku lakukan. Soalnya Devyta terlihat lebih seksi dengan badan penuh sperma begini. “Iya, awalnya Devyta dicium-cium sama Papa… Om om itu muji-muji Devyta terus Ma. Terus Papa bilang kalau Papa pengen ngentotin Devyta di depan om-om itu” “Terus kamu bolehin?” “Agak malu sih ma, tapi Devyta bolehin juga” jawabnya. “Terus sayang?” “Papa suruh Om itu ngerekam Ma…” “Om itu Mau?” “Mau kok… terus Papa mulai telanjangi Devyta Ma di depan om-om itu, tapi Ma…” “Tapi apa sayang?” “Waktu Papa ambil handycam ke kamar, om-om itu yang lanjutin nelanjangi Devyta” lanjut putriku. Aku bergidik membayangkan bagaimana putriku ditelanjangi oleh bapak-bapak itu. Seorang gadis belia yang cantik jelita, membiarkan dirinya ditelanjangi oleh pria-pria berumur. Jantungku makin berdetak cepat.
“Kamu ditelanjangi sampai bugil?” “Iya Ma… Papa sih lama, Om om itu deh yang bantuin” “Kamu ini gimana sih Pa? kok orang lain sih yang telanjangi Devyta?” tanyaku pada suamiku. “Aku juga gak tahu Ma, waktu aku balik dari kamar, ternyata Devyta lagi ditelanjangi mereka” ujar suamiku. Ya sudahlah kalau begitu, menurutku tidak masalah. Toh cuma ditelanjangi, paling digerepe-gerepe 'sedikit'. “Terus sayang?” “Mereka mulai merekam Ma, Devyta disuruh hisap kontol Papa sambil liat ke kamera yang dipegang om itu Ma… ya Devyta ikutin” jawab Devyta enteng dengan lugunya. Membayangkan putriku yang cantik telanjang sendirian diantara pria-pria disana, bahkan mengulum penis ayahnya sungguh membuat dadaku berdebar. Aku tidak menyangka hanya mendengar ceritanya saja bisa membuatku sangat horni. “Terus?” “Devyta dientotin sama Papa Ma di ruang tamu…. Om itu terus aja muji Devyta. Eh, Papa bilang silahkan aja kalau mereka mau ngocok. Mereka ngocok deh Ma sambil liat Devyta dientotin sama Papa” terang Devyta. “Terus Papa kamu keluarin pejunya dimana sayang?” “Di dalam Ma… banyak banget” “Enak ya Pa ngentot di depan orang lain? hihihi” tanyaku pada suamiku, dia hanya tersenyum nyengir. “Udah? gitu aja?” “Belum selesai Ma…” kata Devyta. “Belum selesai?” “Iya Ma, soalnya om-om itu bilang gini Ma… Devytanya gak di anal sekalian Pak?” kata Devyta berusaha menirukan gaya bicara bapak-bapak itu. “Anal?” tanyaku terkejut, “Devyta nya kamu analin Pa?” tanyaku lagi pada suamiku. Aku tentu saja tidak menyangka kalau Devyta bakal dianal. “Iya Ma, Devyta nya mau kok, katanya dia juga penasaran” “Beneran sayang? Kamu gak dipaksa kan sama Papa? Emang gak sakit?” tanyaku pada Devyta. “Sakit sih Ma… Tapi gak dipaksa kok Ma…” “Oh…”
“Terus om-om itu pengen Devyta pake seragam sekolah Ma…” lanjut Devyta. “Ha? Kamu dianal sambil pake seragam??” “Awalnya sih iya Ma… tapi lama-lama kancing kemeja Devyta mulai dibukain satu-satu, terus cuma pake rok aja, terus Devyta bugil lagi” terang Devyta. Aku hanya bisa geleng-geleng kepala. Sungguh mesum, Devyta dicabuli beramai-ramai dengan seragam sekolah SMU nya. Ini melebihi khayjokoku, juga khayjoko suamiku tentunya. “Terus sayang?” “Terus mereka tumpahin pejunya ke seragam Devyta Ma, Papa juga. Basah deh seragam Devyta kena peju… lihat tuh Ma” kata Devyta sambil menunjuk ke sudut ruangan, ada seragam SMU nya Devyta yang berlumuran cairan putih kental di sana. “Udahan? Terus peju di badan kamu ini?” “Iya… terus kan kami istrihat. Devyta mandi sama Papa” “Mereka gak ikut mandiin kamu kan sayang?” “Gak Ma, gak boleh sama Papa. Tapi mereka bantu handukin Devyta” “Bantu handukin kamu?” “Iya… Mereka juga ambil foto-foto Devyta sambil handukin. Terus katanya mereka nafsu lagi, mereka bilang pengen ngentotin Devyta Ma, mereka pengen genjotin memek Devyta…” “Kamu bolehin!!??” “Nggak, Devyta maunya cuma sama Papa aja” “Oh…” bagus deh.
“Jadinya mereka ngocok deh Ma sambil pegang-pegang Devyta, gak apa kan Ma kalau cuma dipegang-pegang? Habisnya enak sih… hihihi” “Dasar kamu. Iya gak apa, terus mereka tumpahin ke badan kamu?” “Iya Ma… mereka tembakin peju mereka ke Devyta. Kotor lagi badan Devyta Ma, padahal Devyta baru mandi” ujar Devyta santai sambil membuka lebar tangannya, menunjukkan ceceran sperma yang mulai mengering di sekujur tubuhnya. Memang bukan bau sabun yang tercium dari tubuhnya, tapi bau peju yang pekat. “Masa kamu biarin aja sih Pa? Kalau Devyta nya diperkosa gimana coba?” tanyaku pada suamiku. “Aku juga gak mau Ma sebenarnya… Waktu itu aku sedang menerima telpon dari bos” jawab suamiku beralasan. “Jadi kamu cuma bisa ngelihatin anakmu dipejuin orang lain?” “Mau gimana lagi Ma, tidak mungkin aku menyela omongan Bos” ujar suamiku, tampaknya dia berkata jujur. “Ya sudah Pa, gimana lagi” “Tapi itu tandanya om om itu cinta sama Devyta kan Ma?” tanya Devyta polos.
“Iya… Om itu cinta sama kamu, hati-hati lho ntar kalau istri mereka tahu kamu bakal dimarahi, hihihi” ujarku, Devyta nya malah cekikikan sambil meletakkan telunjuk di bibirnya, tanda agar jangan memberi tahu mereka. Sungguh nakal dan menggemaskan tingkah putri kami ini. “Eh Ma… Tapi kontol om-om itu gede gede lho Ma, apalagi punya Om Rudi. Punya Papa aja kalah Ma… Devyta jadi ngebayangin kalau masuk ke memek Devyta gimana” kata Devyta kemudian. Aku terkejut bukan main mendengarnya, demikian juga suamiku. Devyta jadi keterusan!! Ku lihat raut wajah cemburu dari suamiku karena punyanya dibandingkan dengan punya bapak- bapak tetangga oleh putrinya sendiri. “Dasar kamu nakal, emangnya kamu mau memek kamu dimasuki kontol Om Rudi?” godaku yang sepertinya malah membuat suamiku makin cemburu. “Mmmh… Yang boleh masuk ke memek Devyta cuma punya Papa sih Ma, tapi…” “Tapi apa?” “Tapi kalau Papa kasih izin… Devyta gak nolak kok” katanya melirik nakal pada ayahnya. Makin terkejut aku dan suamiku mendengarnya.
Perkataannya sungguh bikin aku gemas. Polos dan lugu tapi ternyata putriku ini ‘nakal’ juga. Aku kini jadi ikut-ikutan tertarik membayangkan putriku disetubuhi oleh bapak tetangga itu. “Mama sih terserah Papa aja. Kalau Papa kasih izin Mama setuju aja kamu dimasukin kontol om-om tetangga kita itu” ujarku. Aku ingin tahu bagaimana respon suamiku. Devytapun benar- benar meminta izin pada ayahnya. “Gimana Pa? Boleh gak memek anak Papa dimasukin kontol Om Rudi? Papa rela gak?” tanyanya. Sungguh pertanyaan yang pastinya makin membuat perasaan suamiku tidak karuan. Suamiku tampak lama diam berpikir. Sepertinya dia juga penasaran!! Apa yang akan kau jawab mas? Apa kamu rela putrimu bersetubuh dengan orang lain? “Papa gak tahu, lihat nanti saja deh” cuma itu yang dikatakan suamiku. Diapun pergi ke kamarnya. Ya sudah, tapi kok Devyta nya… “Sayaaang!!! Kamu kok langsung tiduran gitu sih?” tanyaku pada Devyta karena dia seenaknya langsung tiduran di atas ranjang. Padahal ceceran sperma dibadannya masih belum dibersihkan.
“Ngantuk Ma… capeeeek” jawab Devyta santai. Aku paham dia pasti capek, tapi kan… “Iya Mama tahu, tapi bersihkan dulu dong badannya… Lihat tuh jadi kotor gitu spreinya” suruhku lagi, tapi dia tetap tidak menghiraukan. Tetap saja berbaring memeluk guling dengan nyamannya. Dasar Devyta… Apa dia tidak risih badannya lengket-lengket begitu? “Bandel banget sih… Ya sudah kamu tidur dulu bentar, tapi ntar jangan lupa bersih-bersih” kataku mengalah. Akupun membiarkan Devyta tertidur dengan badan masih berlumuran peju!! Bisa-bisanya putriku ini tidur dengan nyenyaknya dengan kondisi seperti itu, pemandangan yang sangat ganjil. Aku lalu keluar dari kamarnya yang penuh bau peju ini. Aku memutuskan untuk bermasturbasi sendiri sambil menonton rekaman persetubuhan putri dan suamiku barusan. Soalnya aku sudah horni dari tadi mendengar semua cerita mereka. ~~ Beberapa hari berlalu, tiap sore tetangga teman-teman suamiku ini selalu main ke rumah. Tentu saja aku tahu maksud tujuan kedatangan mereka yang sebenarnya. Namun mereka tidak berani berbuat macam-macam pada Devyta karena ada aku di rumah. Paling jauh mereka hanya punya kesempatan meraba Devyta sebentar saja.
….. “Sayang…” panggil suamiku pada Devyta hari itu. “Ya Pa?” “Papa mau bilang sesuatu sama kamu” “Hmm? Mau bilang apa Pa?” “Anu… tentang yang kamu bilang waktu itu” “Yang waktu itu yang mana sih Pa?” “Itu… Yang katanya kamu pengen cobain kontol Om Rudi” “Oh yang itu… Kenapa Pa? Papa pengen Devyta ngentot sama Om Rudi? Kapan Pa?” “…..” “Gimana Pa? Papa pengen lihat Devyta ngentot- ngentotan sama orang lain ya? Papa rela?” “Tidak!! Papa tidak rela. Papa tidak mau kamu disetubuhi sama orang lain!!” ujar suamiku. Aku tidak menyangka suamiku berkata demikian. Sesaat aku tadi berpikir kalau dia akan merelakan putrinya dientotin teman-temannya. Keraguannya lenyap, dia kini tampak benar- benar yakin kalau Devyta cuma miliknya. Ya... Menurutku memang lebih baik begitu, aku dan suamiku bukan germo yang mengobral anak gadis kami sendiri. Aku ingin hanya Papanya saja yang menyetubuhi Devyta. Hmm... Apa aku aja ya yang cobain punyanya Pak Rudi? Ups... apa sih yang ku pikirkan. “Papa cuma mau kamu milik Papa. Cuma Papa yang boleh ngentotin kamu” lanjutnya.
“….” “Pa…” panggil Devyta, dia terlihat tersenyum. “….Devyta juga gak rela kok” “Sayang…?” “Iya… Devyta juga gak rela kalau dientotin sama selain Papa. Devyta juga maunya cuma sama Papa aja. Papa cemburu ya waktu itu? Hihihi, maaf yah Pa…” “Tentu saja Papa cemburu sayang. Kamu itu milik Papa, masak Papa kasih ke orang” Senyum manis Devyta mengembang mendengar perkataan ayahnya ini. “Makasih Pa… Devyta jadi yakin kalau Papa benar- benar cinta sama Devyta.... sama kayak Devyta cinta sama Papa” “Jadi… jadi kamu sengaja ya bikin Papa cemburu?” “Iya Pa, maaf ya… hihihi” ujar Devyta sambil memeluk Papanya. “Dasar kamu memang nakal” Aku terpana melihat adegan ini. Sungguh manis. Sepertinya cinta suamiku terhadap putrinya jauh lebih besar dibandingkan cintanya padaku, tapi tidak masalah. Ini memang keinginanku. Ini memang obsesiku. Karena memang seharusnya seorang ayah adalah cinta pertama dan cinta sejati bagi anak gadisnya, bukan begitu? Mungkin inilah alasan kenapa ibu dan kakekku dulu bersetubuh. Karena mereka… saling mencintai. “Pa…” Panggil Devyta. “Ya sayang?’
“Berzinah lagi yuk…” pinta Devyta dengan senyum manis. “Kamu pengen Papa genjotin lagi?” “Iya Pa… sampai bunting kalau boleh” “Dasar kamu nakal, boleh kok” “Boleh kan Ma?” tanya Devyta padaku. Aku tersenyum mengangguk. Akupun meninggalkan mereka berduaan. Membiarkan mereka saling membagi cinta mereka. Kamipun pindah rumah dua minggu kemudian. Untung saja, kalau tidak, mungkin lama-lama Devyta benar akan disetubuhi oleh tetangga kami. Putri dan suamiku kini betul-betul menjadi kekasih sejati. Saling mencintai lebih dari sekedar ayah dan anak. Hubungan sedarah mereka tentu saja sangat tabu, tapi cinta dan nafsu mengalahkan segjokoya. Dan untuk apa- apa yang akan terjadi selanjutnya, biarlah waktu yang menjawab. Yang penting kami sama-sama mendapatkan kebahagian saat ini. Di luar akulah istri dari suamiku, tapi di dalam rumah Devytalah yang selalu melayani ayahnya. “Sayang…” panggilku pada putriku. “Ya Ma?” “Ini Mama baru beliin celana dalam lagi. Suruh Papamu pakein gih” kataku sambil menyerahkan bungkusan plastik berisi beberapa helai pakaian dalam. “Makasih Ma… Pa, lihat nih… baru lagi lho… Ih, ada empat helai Pa, lucu-lucu” kata Devyta menunjukkan bungkusan celana dalam itu pada Papanya. “Pa… Mandi bareng yuk Pa… Habis itu handukin Devyta” ujar Devyta manja. “Iya iya… Terus habis itu?” tanya suamiku. “Habis itu cobain celana dalam” “Terus, habis itu?” “Ngentot sama Papa sampai malam”
▼
Sunday, August 2, 2015
Namaku Susi. Aku sudah menikah dan memiliki seorang putri tunggal, Devyta
Asterina namanya. Umurnya kini sudah 17 tahun dan duduk di kelas 2 SMU. Usianya
yang sudah beranjak remaja telah membuat dirinya tampak menarik. Wajahnya yang
cantik dan imut menjadi nilai lebih darinya. Umurku sendiri baru 40 tahun,
sedangkan suamiku, Mas Joko, 42 tahun.
Ada sebuah pengalaman yang sangat membekas dalam ingatanku. Waktu kecil dulu aku pernah diam-diam melihat ibuku dientot oleh kakekku, ayah kandung ibuku sendiri. Aku tidak tahu apa yang membuat ibu dan kakek melakukan hubungan seperti itu, aku yang juga tidak tahu harus berbuat apa akhirnya memilih diam. Namun ternyata kejadian itu bukan hanya sekali, tapi berkali-kali. Kakekku dulu memang tinggal bersama dengan kami sehingga memungkinkan mereka berbuat seperti itu berulang-ulang di saat ayahku tidak di rumah. Kini saat sudah memiliki putri, aku sering membayangkan kalau suamiku bersetubuh dengan anak gadis kami. Membayangkan bagaimana suamiku menggenjot anak gadisnya sendiri sampai anak gadis kami ini hamil olehnya. Tentu saja itu merupakan khayjoko gila dari seorang ibu terhadap anak dan suaminya sendiri. Bagaimana bisa seorang ibu punya pikiran semacam itu!? Namun hal tersebut sangat membangkitkan gairahku. Bahkan aku sering bermasturbasi karena tidak tahan dengan khayjoko gilaku ini. Saat aku berhubungan badan dengan suamiku, aku juga menganggap kalau aku ini adalah Devyta, anak gadisnya. Hal itu membuatku orgasme lebih cepat. Selain itu, saat aku pergi ke pasar dan meninggalkan mereka berdua di rumah, aku juga sering membayangkan kalau mereka bersetubuh di belakangku selama aku pergi. Aku jadi berdebar-debar sendiri selama di pasar karena memikirkannya.
Seiring waktu, hanya dengan membayangkan tidak cukup lagi bagiku. Kini aku betul-betul berharap mereka berzinah, melakukan hubungan badan sedarah antara seorang ayah dan anak gadisnya. Akupun berusaha menciptakan situasi-situasi agar suami dan anakku menjadi tertarik satu sama lain. Aku sampai membelikan putriku pakaian-pakaian yang seksi, lalu mengajarinya cara berpakaian yang membuat lekuk tubuhnya tercetak. Tanktop dan celana pendekpun menjadi pakaiannya sehari-hari bila di rumah. Devyta tidak masalah dengan cara berpakaian yang ku ajarkan, malah dia sangat menyukainya. Sebenarnya sering suamiku memprotes cara berpakaian putri kami. Tapi tentu saja aku membela Devyta.
“Memangnya kenapa sih Pa? kan cuma di rumah saja. Lagian cuma Papa sendiri laki-laki di sini” ujarku. “Iya sih” “Kalau gitu ya gak apa-apa dong Pa…” “Tapi kan….. Ya sudah lah” kata suamiku akhirnya mengalah. Maka bebaslah Devyta berpakaian seperti itu di hadapan ayahnya. Mungkin kalau pria lain yang melihat keadaan putri kami, pria itu sudah pasti akan sangat bernafsu. Bagaimana tidak? Seorang gadis cantik yang sedang segar-segarnya tampil dengan pakaian yang menggemaskan dan membangkitkan birahi, yang mana ibunya sendiri yang mengajarkan cara berpakaiannya itu. Itupun sebenarnya cukup sering terjadi, karena teman-teman suamiku sering mampir ke rumah, begitupun bapak-bapak tetangga sebelah. Aku seorang ibu yang sedang mengajarkan putrinya menjadi seorang eksibisonis!!
“Wah, Devyta udah gede yah… cantik lagi” Itu yang selalu mereka katakan bila melihat putriku di rumah. Aku lihat mata mereka selalu melirik ke tubuh putri kami. Rasanya sungguh aneh saat anak gadisku dipelototin begitu, antara marah dan bangga karena putriku banyak yang menyukai. Dengan keadaan Devyta yang berpakaian seperti itu, aku jadi lebih sering meninggalkan suami dan putri kami berdua menonton tv, atau menyuruh suamiku membantu Devyta mengerjakan PR-nya di dalam kamarnya Devyta. Saat mereka berduaan, akupun diam-diam memperhatikan dari jauh. Aku ingin tahu apakah suamiku mencuri-curi pandang ke arah anaknya. Tapi ternyata tidak. Meskipun ada sesekali melirik ke anaknya, tapi yang ku lihat masih pandangan tanpa nafsu. Tidak lebih dari seorang ayah yang sedang membantu putrinya. Namun ini tidak membuatku menyerah. Malam ini kami sedang duduk bersama menonton acara televisi. Sebenarnya ini adalah keadaan dan suasana yang biasa, hanya pikiranku saja yang tidak beres. “Sayang, ayo sini mama pangku” kataku mulai melancarkan aksiku. Devyta saat itu masih tetap setia mengenakan tanktop dan celana pendek sepaha bila sedang di rumah. “Ihh… mama. Devyta kan udah gede. Masa masih dipangku!?” “Hihihi, udah gede apanya? udah gede apanya ayo…” kataku sambil menarik Devyta, memeluknya lalu mengangkatnya ke pangkuanku sambil ku gelitiki. “Hahaha… geli mah, ampun….” “Ininya yah yang udah gede?” tanyaku sambil menyentil buah dadanya yang hanya ditutupi tanktop. “Mama!! Geli…!!” Bercanda seperti inipun memang sudah sering kami lakukan. Saling menggelitik dan bermain- main saat bersama-sama duduk menonton tv. Tapi kini aku mempunyai tujuan lain, yaitu sengaja membuat suamiku jadi terangsang dan bernafsu pada anaknya sendiri. “Hihihi, Pa, lihat nih anakmu udah gede” ujarku memanggil Mas Joko. Kaki Devyta ku buat jadi membuka lebar saat itu. Aku ingin suamiku melihat betapa putrinya kini sudah menjadi seorang gadis yang cantik dan menggairahkan. Membuat suamiku jadi berpikiran kotor pada anak gadisnya sendiri. Mas Joko memang melirik ke arah kami, tapi dapat ku baca dari wajahnya kalau yang dimaksud ‘gede’ olehnya hanyalah umur putrinya yang sudah semakin bertambah, bukan ukuran-ukuran kewanitaan seperti buah dada, pinggul dan lekuk tubuh putrinya.
“Ayo sayang , minta pangku juga sama papa kamu sana” suruhku pada Devyta. “Pa… pangkuin Devyta dong…” minta Devyta manja. “Iya-iya sini” kata mas Joko sambil membiarkan Devyta duduk di pangkuannya. Mereka kini sama- sama menghadap ke arah tv. Suamiku tampak biasa-biasa saja, tidak terlihat tanda-tanda nafsu meskipun saat ini ada seorang gadis cantik yang sedang duduk di pangkuannya. Padahal aku berharap kalau suamiku ereksi, sehingga penis tegangnya akan mengganjal pantat anak gadis kami. “Duh, iya nih kamu sudah gede. Berat amat sekarang” ujar mas Joko sambil mengusap- ngusap rambut Devyta. “Biarin… week. Nih rasain!!” Devyta lalu mengangkat sedikit pinggulnya, lalu menurunkannya lagi tiba-tiba ke bawah. Seakan menunjukkan kalau dia memang sudah lebih berat sekarang karena semakin dewasa. Namun yang ada itu malah membuat penis suamiku tertekan pantat putrinya. “Duh, kamu ini” gerutu suamiku. Namun tetap membiarkan Devyta terus di pangkuannya. Devyta tampak nyaman sekali dipangku ayahnya, mereka begitu mesra. Merekapun terus menonton tv dengan posisi berduaan begitu, dan aku terus hanya memperhatikan. Semakin lama, ku lihat sesekali pantat putriku ini bergeser-geser kesana-kemari di pangkuan suamiku. Apa suamiku sedang ereksi? Sehingga membuat Devyta merasa tidak nyaman karena pantatnya terganjal? Kalau benar, apa putriku ini tahu kalau penis tegang ayahnyalah yang sedang mengganjal pantatnya saat ini? Oh tuhan… Aku jadi berdebar-debar memikirkannya. Aku lalu bangkit dari tempat dudukku. Aku ingin meninggalkan mereka berdua lagi kali ini. “Mau kemana ma?” tanya suamiku. “Mau ke kamar, sudah ngantuk” jawabku sekenanya, karena tujuanku sebenarnya hanyalah ingin membiarkan mereka berduaan. “Kamu mau tidur juga sayang?” tanyanya kini pada Devyta. “Belum ngaktuk Pa” jawab Devyta cuek sambil tetap asik menonton tv. “Ya sudah” Akupun masuk ke kamar dan membiarkan suami dan anakku berduaan di sana. Dari dalam kamar aku mencoba mengintip mereka, tapi tidak ada gerakan ataupun obrolan yang aneh- aneh meski posisi mereka tetap tidak berubah. Akupun memutuskan untuk berbaring di ranjang. Tapi tanpa sadar aku benar-benar tertidur!! Saat aku terbangun esok paginya dadaku begitu berdebar-debar. Entah apa yang sudah ku lewatkan tadi malam. Apa mereka melakukan sesuatu selagi aku tidur? Atau bahkan suamiku dan putri kami sudah bersenggama? Pikiran- pikiran itu terus melintas di kepalaku. Perasaanku semakin tidak karuan karena aku tidak mengetahui apa yang sebenarnya terjadi, meskipun belum tentu semua yang ku pikirkan tadi benar-benar terjadi. Tapi sensasi membayangkan kalau mereka bermain diam- diam dibelakangku ini sungguh mengaduk-aduk perasaanku, dan aku berharap mereka benar- benar telah melakukannya. ~~
Akupun melanjutkan terus aksiku. Ketika itu dengan nada bercanda aku menyuruh Mas Joko untuk memandikan Devyta, tapi tentu saja baik Devyta maupun suamiku menolaknya. “Gak mau ah, Devyta kan udah gede, masa dimandikan Papa” jawab Devyta. “Iya nih, mama ada-ada aja” kata suamiku ikut- ikutan. “Hihihi… Kalau mama yang mandikan Devyta, mau?” tanyaku lagi. “Gak mau juga!!” Namun akhirnya Devyta mau juga mandi denganku. Dia benar-benar sudah menjadi seorang gadis muda yang cantik. Tanda-tanda kewanitaannya benar-benar sedang tumbuh dengan baik. Pastinya akan membuat nafsu para lelaki bila melihat dia telanjang dan basah- basahan seperti sekarang ini. Aku ingin ayahnya juga melihatnya dengan pandangan nafsu. Waktu aku ingin menyabuni badan, ku temukan botol sabun sudah mau habis. Ini kesempatanku!! “Sayang, sabunnya habis nih. Kamu ambilin gih ke belakang” suruhku pada Devyta. “Kok Devyta sih ma?” “Iya dong, masa mama yang ambil. Sana” “Iyaa…” Devyta lalu melilitkan handuk ke tubuhnya, tapi ku cegah. Aku ingin memamerkan tubuh indah Devyta kepada ayahnya saat ini. Tanpa banyak tanya Devytapun menuruti. Aku memanfaatkan sifatnya yang masih polos dan belum mengerti betapa pentingnya menutupi bagian-bagian kewanitaaannya itu. Jadilah dia bertelanjang bulat dari kamar mandi ke dapur. Pintu kamar mandi ku buka sedikit agar aku dapat mendengar apa yang akan terjadi. Dari sini aku memang tidak bisa melihat apa yang terjadi, namun aku masih bisa mendengar dengan jelas. Ku dengar suamiku terkejut dan menegur Devyta kenapa keluyuran telanjang begitu di dalam rumah. Dijawab Devyta kalau ingin mengambil sabun. “Sabunnya dimana Pa? gak ketemu nih…” “Bentar papa ambilkan” Tidak terdengar suara sama sekali selama beberapa saat kemudian. Dadaku berdebar memikirkan suamiku sedang bersama putri kami yang bertelanjang bulat!! Pastinya jarak antara ayah dan anak itu sangat dekat. Aku tidak tahu apa suamiku terangsang saat ini. Namun yang pasti, akulah yang terangsang berat karena memikirkan hal tersebut. “Makasih Pa” “Iya, sana cepat ke kamar mandi. Nanti malah masuk angin lama-lama telanjang di luar” “Iya Pa” Tidak lama kemudian Devyta masuk kembali ke kamar mandi. “Mama lagi ngapaiiiin!??” “Eh, n-nggak lagi ngapa-ngapain” jawabku tergagap. Aku kedapatan olehnya sedang masturbasi menyemprotkan shower ke vaginaku!! Untung kemudian bisa ku jelaskan kalau aku sedang membersihkan bagian tersebut. Kamipun mandi seperti biasa selanjutnya. Handuk yang kami bawa saat itu cuma satu, jadi kami pakai berdua bergantian setelah selesai mandi. Tentu aku yang mengenakan handuk itu, sedangkan Devyta ku suruh bertelanjang menuju ke kamarnya. Sekali lagi ketelanjangannya di lihat oleh ayahnya. ~~
Malam harinya aku mengajak Devyta tidur bersama di kamar kami. Tentunya ini juga bagian dari rencanaku yang lain. Suamiku awalnya menolak karena harus berbagi ranjang dengan Devyta, mungkin karena anak perempuannya itu sudah besar. Tapi setelah ku bujuk terus akhirnya dia mau juga. “Kamu suka sayang kita tidur sama-sama kayak dulu lagi?” tanyaku pada Devyta. “Suka ma, udah lama nggak” Sebelum tidur kami menghabiskan waktu untuk ngobrol-ngobrol tentang sekolahnya, teman- temannya, rencana liburan, hadiah ulang tahunnya yang akan datang dan lain-lain. Posisi Devyta berada di tengah-tengah diapit oleh kami berdua. “Menurut kamu Papa orangnya gimana sayang?” tanyaku kini mencoba membahas tentang ayahnya. “Baik, gak pemarah” “Kamu sayang tidak sama Papa?” “Iya, Devyta sayang banget sama Papa” “Cuma sayang saja? Tidak cinta?” tanyaku lagi. “Iya, Devyta juga cinta Papa” jawab Devyta polos. Tentu saja cinta yang dimaksud Devyta bukanlah seperti perasaan cinta kepada kekasih, namun hanya perasaan cinta dari seorang anak kepada orangtuanya. “Tuh Pa, anak kamu saja cinta sama kamu, masa kamu enggak? hihihi” tanyaku kini pada mas Joko. Aku ingin tahu bagaimana responnya. “Ihh… Papa gak cinta yah sama Devyta?” rengek Devyta manja. “Ah, gara-gara kamu ini Ma. Iya sayaaang… Papa juga cinta kok sama kamu” ucap suamiku yang disambut tawa renyah Devyta. Mendengar hal ini membuatku semakin bersemangat. Ku dekati Devyta dan ku bisikkan sesuatu padanya. “Pa, kalau Papa cinta sama Devyta, cium Devyta dong Pa…” kata Devyta kemudian. Ia menuruti apa yang ku bisikkan padanya barusan. Mas Joko yang mendengar permintaan Devyta itu dibuat terkejut, diapun melotot kepadaku karena sudah mengatakan yang tidak-tidak pada putri kami. Aku hanya tertawa kecil saja. “Iya, sini sayang…” ucap Mas Joko mau juga akhirnya, “Cup” “Yang kanan juga Pa” pinta Devyta lagi. “Iya-iya” saat mencium pipi kanan, suamiku sedikit menghimpit Devyta karena putrinya itu berada di sisi kirinya. “Devyta juga cium dong Papanya” suruhku lagi, Devyta pun melakukannya. Dia kini gantian menciumi pipi Papanya. Darahku berdesir melihat pemandangan cium-ciuman ini. Adegan cium-ciuman antara ayah dan putrinya. Walau sebenarnya hal ini tidak asing, namun baru kali ini mereka saling mencium berkali-kali, bahkan melakukannya di atas ranjang. Saat putri kami sudah tidur, akupun melanjutkan aksiku untuk merangsang suamiku. Aku bermasturbasi di sebelah Devyta. Suamiku tentunya terkejut melihat aksiku karena ada Devyta di dekat kami, aku senyum-senyum saja. Ku katakan kalau aku sedang kepengen. Tentu saja suamiku menolaknya, mana mungkin kami ngentot saat Devyta ada di tengah-tengah kami. Akhirnya aku setuju untuk hanya saling bermasturbasi. Dia memainkan vaginaku dan aku mengocok penisnya. Saat mengocoknya, sering aku menyentuhkan penisnya ke paha putri kami. Tentunya aku pura-pura tidak sengaja saat melakukannya. “Ma… hati-hati dong…” “Kenapa Pa? geli yah kena paha Devyta? Hihihi” “Bukan gitu… Nanti kalau dia bangun gimana coba?” “Iya deh… sorry” kataku sambil tersenyum. Ku lanjutkan terus kocokanku sampai akhirnya dia muncrat, tapi sengaja ku arahkan ke selangakangan putri kami. Jadilah celana pendek serta paha Devyta berceceran sperma ayah kandungnya. “Duh Ma… kena Devyta nih… Makanya aku bilang hati-hati!!” ujar suamiku berbisik keras. “Wah… Gak sengaja Pa. Papa yang bersihkan yah, aku mau ke wc dulu” “Lho? Kok aku sih ma yang ngebersihin?” tanya suamiku jengkel, namun aku terus saja memalingkan tubuhku berjjoko ke wc. Saat aku sudah keluar dari kamar, aku mengintip apa yang akan dilakukan suamiku. Dia tampak kerepotan membersihkan ceceran spermanya yang ada di sekitar selangkangan anak gadisnya. Sayangnya dia hanya sekedar membersihkan, tidak berperilaku aneh. ~~
Malam itu baru permulaan, karena setelah itu semakin sering ku ajak Devyta tidur bareng dengan kami. Devyta sepertinya amat senang bisa tidur bersama-sama dan sepertinya dia ketagihan, dia bahkan tidak mau lagi tidur di kamarnya. Bagiku ini pertanda bagus untuk mewujudkan khayjokoku. Sama seperti malam itu, aku dan suamiku juga terus saling membantu bermasturbasi walau ada Devyta di tengah-tengah kami. Sehingga makin seringlah Devyta terkena semprotan peju ayahnya karena selalu sengaja ku tembakkan ke arah selangkangannya. Kadang tidak hanya paha dan celana pendeknya saja yang kena, namun juga tangan dan bajunya. Bahkan pernah suamiku menyemprot sangat kencang hingga ada yang mengenai wajah putri kami. Dan lagi-lagi, suamikulah yang ku suruh membersihkan ceceran spermanya itu. Mas Joko sepertinya sudah tidak keberatan lagi dengan kehadiran Devyta di tempat tidur. Spermanya yang berceceran di tubuh putrinya tidak menjadi masalah lagi baginya. Entah ada hubungannya atau tidak. Suamiku jadi lebih sering meminta ML. Apa ini sebagai pelampiasan nafsunya yang tak tersalurkan pada putrinya? Aku harap iya. Tentunya dia memintanya saat siang hari karena kalau malam ada Devyta di tempat tidur kami. Walaupun sering aku mencoba mengajaknya ngentot setelah putri kami tidur, namun dia tetap menolaknya. Sering saat kami ngeseks di kamar waktu siang hari, pintu kamar ku buat agak terbuka. Padahal ada Devyta di rumah saat itu. Ya… aku sengaja membukanya sedikit dan berharap putri kami melihat apa yang sedang ku buat dengan ayahnya. Dan itu benar terjadi!! Sering aku melihat kalau putriku sedang mengintip kami bersenggama. Aku penasaran apa yang ada dipikiran putri kami saat itu. Aku kini berpikir untuk tidak memberi jatah lagi pada suamiku. Saat suamiku kepengen, akupun menolaknya dengan berbagai macam alasan seperti sedang capek, sibuk dan sebagainya. Namun malamnya aku tetap membantu mengocok penisnya di samping anakku seperti biasa. Karena memang ini tujuanku, aku tidak ingin melayani suamiku agar malamnya dia melampiaskan nafsunya di samping putri kami. “Ma, kita ML yuk…” pinta suamiku malam itu, akhirnya kini dia meminta ngeseks walau ada Devyta yang sedang tidur di antara kami. Tapi aku sudah punya rencana lain. Aku tetap tidak akan memberinya jatah lagi. “Capek Pa…” jawabku pura-pura lemas. “Ayo lah Ma… Papa lagi kepengen nih…” “Mama kocokin aja yah…” tawarku. “Ya sudah Ma” Dia lalu bangkit dan berlutut, sedangkan aku masih tetap berbaring sambil mengocok penisnya. Namun posisi Devyta masih ada di antara kami. “Devyta cantik yah Pa?” tanyaku memancing sambil tetap mengocok penis suamiku. “Iya, sama kayak mamanya” aku tersenyum. “Anak gadis Papa ini udah makin gede aja… lihat nih kulit putihnya lembut, mulus dan licin” ujarku sambil menampar-nampar penis suamiku ke tangan anak kami. Suamiku hanya diam saja!! biasanya dia pasti protes!! namun kali ini tidak berkata apa-apa!! “Enak yah Pa?” tanyaku. Tentu saja yang ku maksud enak atau tidak waktu penisnya bersentuhan dengan kulit putri kami. “Ngghh… Enak ma…” “Geser dikit Pa, biar lebih enak mama ngocokinnya” pintaku. Diapun menggeser tubuhnya ke atas sehingga kini penis tegangnya tepat mengarah ke wajah Devyta. Posisinya seperti akan men-cumshoot putri kami !! Ku melirik ke arah suamiku, dia ternyata memang sedang menatap wajah putri kami sambil penisnya tetap ku kocok. Aku harap dia memang sedang berpikiran kotor terhadap Devyta. Setelah sekian lama ku kocok, akhirnya dia muncrat juga. Anehnya dia tidak berusaha mengarahkan muncratannya ke tempat lain. Jadilah wajah putri kami berlumuran sperma kental suamiku. Pemandangan ini membuatku bergidik. Devyta yang sedang tidur baru saja disemprotin peju, dan pelakunya adalah ayah kandungnya!! Sungguh banyak, kental dan menggumpal di wajah cantiknya. “Ihh.. Pa, kok muncratnya ke wajah Devyta sih? banyak banget lagi… udah gak tahan yah?” godaku. “I-iya Ma… kocokan mama enak banget” jawabnya. Kocokanku yang enak atau kamu yang nafsu sama putrimu? Sampai-sampai muka putrimu sendiri dipejuin gitu, ujarku dalam hati. Tampak Devyta sedikit menggeliatkan badannya, mungkin tidurnya terganggu karena ada sesuatu yang mengenai mukanya. “Cup cup cup… Devyta sayang… tidur… tidur…” kataku berbisik sambil mengusap-ngusap bahunya agar dia tertidur lagi. “Tuh Papa… untung Devytanya gak kebangun. Ya sudah, mama tidur duluan yah Pa. Gak pengen nambah lagi kan ngepejuin muka Devyta nya?” kataku menggoda suamiku. “Apaan sih kamu ma? Aku kan gak sengaja nyemprot di muka Devyta” katanya beralasan. “Ya sudah, buruan bersihin gih, ntar dia beneran bangun. Kan gak lucu pas dia bangun nemuin peju di mukanya, peju papanya pula, hihihi” Baru saja ku berbicara begitu, Devyta kembali menggeliat. Tangan Devyta tampak mengusap wajahnya sendiri. Mungkin dia berpikir kalau ada nyamuk di wajahnya, padahal itu sperma ayah kandungnya. “Cup cup cup… tidur sayang….” Kataku lagi buru-buru mengusap bahu Devyta biar dia lelap lagi. “Kalau gak bobo ntar kena pejuin Papa lagi lho… hihihi” kataku lagi. “Ma!! Kamu ini, masa ngomongnya begitu!!” katanya, aku hanya senyum-senyum saja, lalu merebahkan badanku pura-pura tidur, membiarkan suamiku sibuk membersihkan ceceran peju di wajah putrinya itu. ~~
“Ma… kocokin lagi dong…” Malam esoknya juga demikan, dia meminta untuk dikocokin lagi olehku setelah aku tidak menyetujui menerima ajakan ngentotnya. Tapi kali ini aku tidak ingin membantunya. Aku ingin tahu apa yang akan dilakukan olehnya bila tidak ku bantu menuntaskan nafsunya itu. Aku berharap dia khilaf karena tidak tahan menahan nafsu hingga mencabuli putri kandungnya sendiri. “Mama ngantuk banget pa, badan mama rasanya juga gak enak. Papa ngocok sendiri aja yah…” “Yah… Kok gitu sih Ma?” Aku tidak menjawab dan berpura-pura tidur setelahnya. Posisi tidurku menghadap ke arah suami dan putri kami. Dengan sedikit membuka kelopak mata, akupun mengintip bagaimana suamiku menuntaskan nafsunya. Akhirnya dia tetap juga mengocok penisnya di sana, di samping Devyta. Entah dia sengaja atau tidak, dia sangat sering menempelkan penisnya ke paha putri kami. Dan astaga!! dia lalu bangkit dan menempelkan tubuhnya ke Devyta, membuat batang penisnya jadi terselip di antara kedua paha anak gadis kami ini. Dia tampak ragu apa yang akan dilakukannya selanjutnya, diapun melirik ke arahku berkali-kali. Sepertinya ingin memastikan kalu aku sudah tertidur. Suamiku melanjutkan aksinya lagi, sepertinya nafsunya yang sudah diubun-ubun tidak memikirkan lagi kalau gadis muda yang sedang ditindihnya itu adalah anak kandungnya sendiri. Aku memang tidak bisa melihat dengan jelas, tapi dia tampak sedang menggesek-gesekkan penisnya keluar masuk di sela-sela paha Devyta. “Nggggghh… Devytaaa” erang suamiku sambil menyebut nama putri kami!! Tidak lama kemudian tubuh suamiku mengejang. Dia klimaks!! Suamiku menumpahkan lagi pejunya ke tubuh putrinya, ke sekitaran selangkangan Devyta. Bedanya kali ini bukan aku yang mengarahkannya, namun dia sendiri yang melakukannya dengan sengaja!! Jantungku berdegub kencang. Oh tuhan… ini hampir mewujudkan khayjokoku. Sedikit lagi… tinggal sedikit lagi… lalu mereka akan bersetubuh. Sebuah persetubuhan sedarah antara seorang ayah dan anak gadisnya. Antara suami dan putriku. ***
Sejak kejadian malam itu, aku terus berpura- pura malas untuk melayani suamiku. Sehingga membuat suamiku akan terus mengulangi perbuatannya mengocok sebelum tidur di samping Devyta, hingga akhirnya memuncratkan spermanya dengan sengaja ke arah putrinya ini. Baik paha, tangan maupun wajah Devyta selalu menjadi sasaran tembak sperma ayah kandungnya. Melihat putri kami terkena ceceran sperma ayahnya betul-betul membuatku horni.
Aku juga makin sering mandi bersama Devyta saat ada ayahnya di rumah. Tentu saja setelah itu Devyta ku suruh ke kamarnya dengan bertelanjang bulat. Suamiku yang sudah hampir dua minggu tidak ku layani, ku cekoki dengan pemandangan bugil putri kandungnya sesering mungkin. “Teruslah lihat tubuh putrimu ini suamiku sayang, membuatmu nafsu bukan?” Entah mungkin karena jarang ku layani, suamiku kini kelihatan jadi lebih sering memanjakan putrinya. Devyta juga sepertinya semakin nempel pada suamiku. Ia sekarang jadi lebih banyak menghabiskan waktu dengan ayahnya dibanding denganku. Bahkan saat ada teman-teman ayahnya, Devyta tetap saja berpangku-pangku dan bermanjaan pada ayahnya. Tentunya merupakan pemandangan yang ganjil bagi mereka melihat gadis muda cantik dengan pakaian minim bergelayutan manja di pangkuan pria dewasa, meskipun itu adalah ayahnya sendri. Siang dimanjain, malamnya Devyta dipejuin. Begitu terus setiap hari.
“Pa, tadi malam onani lagi?” “Iya mah, mama sih gak mau bantuin” “Mama kan beneran capek Pa… Terus peju papa gimana? Kena Devyta lagi dong?” “Ya gak sengaja kena Devyta nya…” jawabnya berbohong, padahal jelas-jelas yang ku lihat dia sengaja menyemprotkannya ke tubuh putrinya. “Soalnya Devyta suka ngeluh tuh ke aku, katanya badannya sering terasa lengket waktu bangun” “Oh… gitu yah Ma, maaf deh. Papa bakal hati- hati” jawabnya. Dia mengatakan akan hati-hati? Seharusnya dia tidak onani lagi dan memaksaku untuk melayaninya, tapi ternyata tidak. Berarti dia memang ingin terus mengulangi perbuatannya untuk terus mengocok di samping putri kami. Benar saja, dia tetap terus mengulanginya. Meskipun dia berkata akan hati-hati tapi dia tetap sengaja menumpahkan pejunya ke tubuh Devyta. Aku yakin kalau suamiku sudah tertarik pada putri kandungnya sendiri.
Hingga akhirnya malam itu yang suamiku takuti terjadi juga. Devyta terbangun sesaat setelah wajahnya disemprotin peju. “Nghhh… Paaaaaaaaa!!! Apaan sih iniiiih???” teriak Devyta kencang. Suamiku langsung terdiam tidak tahu harus berkata dan berbuat apa. Aku juga pura-pura terbangun. “M-maaf sayang… i-itu…” “Ihh.. kok Devyta dikencingin siiiiiih?” Devyta terlihat seperti ingin menangis saat itu. Diapun langsung berlari menuju ke kamar mandi yang ada di dalam kamar untuk mencuci muka. Saat kembali, wajahnya terlihat ngambek, dia sepertinya marah. Diapun keluar kamar untuk tidur di kamarnya. Baik aku dan suamiku sama- sama terdiam. “Tuh kan Pa… makanya ku bilang hati-hati” kataku akhirnya dengan nada serius pada suamiku, padahal hatiku sangat senang karena akhirnya Devyta mengetahui perbuatan Papanya. Aku penasaran apa yang akan terjadi setelah ini. ~~
Besoknya, dari pagi sampai Devyta pulang sekolah dia tetap saja diam. Akupun menyuruh suamiku ke kamar putri kami untuk membujuknya agak tidak ngambek lagi. “Mama gak ikutan bujuk? Masa cuma papa sendiri?” “Mama lagi masak Pa… papa aja deh. Lagian itu kan salah kamu Pa” tolakku. Tentunya itu hanyalah alasanku agar mereka kembali berduaan, sekaligus aku ingin tahu bagaimana suamiku mengatasi masalah ini. Setelah beberapa menit mereka di dalam, akupun memutuskan untuk menguping apa yang sedang mereka bicarakan. “……..” “……I-tu... itu bukan pipis sayang” terdengar suara suamiku. Sepertinya Devyta masih mengira kalau cairan itu adalah pipis ayahnya. “Bukan pipis? Terus?” “Itu peju, beda sama pipis” jelas suamiku. “Pejuh? Tapi sama aja kan Pa, masa muka Devyta dipe… dipejuhin sih?” tanya Devyta polos. “M-maaf sayang. Soalnya papa lagi nafsu waktu itu” “Nafsu?” “Iya.. nafsu. Papa tertarik sama kamu” “Tertarik sama aku? Maksudnya Papa suka sama Devyta?” “Iya, karena papa suka dan cinta kamu” “Gitu yah Pa? Jadi karena Papa nafsu sama Devyta, terus papa buang pejuh ke Devyta?” tanya Devyta berusaha menyimpulkan. “I-iya sayang… maaf yah” “Gak apa kok Pa… kalau memang gitu Papa boleh kok nafsu terus sama Devyta” ujar Devyta santai. Tampaknya dia salah menyimpulkan penjelasan Papanya. “Hah? I-iya, makasih sayang” “Iya, sama-sama. Emang apa yang bikin Papa nafsu sama Devyta? Jujur!” tanya Devyta. “I-tu… soalnya kamu cantik, terus badan kamu, terus pakaian kamu itu… Papa suka banget, bikin Papa nafsu” jelas suamiku kesusahan menjawab pertanyaan anaknya. Devyta tertawa renyah mendengar jawaban Papanya karena menganggapnya pujian.
“Hihihi, makasih Pa. Berarti sekarang Papa nafsu dong sama Devyta?” tanya Devyta sambil tersenyum manis. Saat itu dia memang mengenakan tanktop ketat dan celana pendek sepaha seperti biasa. “I-iya sayang… Papa nafsu lihat kamu” “Hmm… kalau gitu Papa boleh kok kalau mau buang pejunya ke Devyta lagi, Devyta gak bakal marah” ujar putri kami. Darahku berdesir mendengarnya. Aku tidak menyangka kalau Devyta akan berkata seperti itu. Memperbolehkan ayah kandungnya muncratin peju ke dia lagi!! “K-kamu serius sayang?” terdengar suamiku juga terkejut mendengar perkataan anaknya. “Iya… disiramin pejuh Papa lagi. Itu tanda suka dan cinta dari Papa kan? Sekarang boleh kok kalau Papa mau” “Tapi… itu kan…” Suamiku tampaknya bingung dengan apa yang harus dia lakukan. “Apa yang akan kau jawab suamiku? Anak gadismu meminta spermamu di tubuhnya. Itu yang kamu mau bukan? Kau ketagihan ngepejuin anak gadismu sendiri bukan?” kataku dalam hati. Dadaku sungguh berdebar-debar menanti jawaban suamiku. “Kenapa Pa?” “Baiklah kalau begitu, tapi jangan sekarang, nanti ketahuan Mama” jawab Mas Joko. Suamiku menyetujuinya!! “Emang Mama gak boleh tahu Pa?” “Iya, kamu jangan kasih tahu mama yah… jangan kasih tahu mama apa yang baru kita bicarakan. Bilang saja kalau kamu udah maafin Papa” “Oh… ya udah. Ini bakal jadi rahasia kecil kita berdua. Devyta bakal rahasiakan kalau Papa nafsu sama Devyta, gitu Pa? Oke?” “Oke sayang... kamu memang pintar” Ini sungguh situasi yang aneh. Mereka merahasiakan hal itu padaku, padahal akulah yang membuat mereka menjadi seperti sekarang ini. “Terus kapan Papa mau buang peju ke Devyta lagi?” tanya Devyta kemudian. “Kamu nanti malam tidur sama Papa Mama lagi kan?” “Hmm… Iya Pa..” “Kalau gitu nanti malam Papa bakal pejuin kamu lagi seperti biasa. Boleh kan sayang?” “Ihhh…. Jadi tiap malam Devyta kena semprot pejuh Papa terus !??” Devyta balik bertanya. “Iya sayang, Maaf yah.. hehe” “Ohh.. pantesan badan Devyta lengket terus waktu bangun. Ya udah, nanti malam yah Pa. Gak usah diam-diam lagi, Devyta mau kok bantuin”
Sepertinya sudah cukup apa yang ku dengar. Aku segera kembali ke dapur dan pura-pura tidak mendengar apa yang terjadi barusan. Sensasi ini sungguh luar biasa. Obsesiku semakin mendekati kenyataan. Aku tidak sabar menunggu malam tiba. Malamnya Devyta tidur lagi bersama kami. Suamikupun lagi-lagi meminta agar aku mau melayaninya, setidaknya membantu mengocok penisnya. Tapi aku yakin itu hanya pura-pura saja. Begitupun dengan diriku yang masih pura- pura malas melayaninya serta bertingkah seakan tidak mengetahui apa yang akan terjadi. Setelah aku pura-pura terlelap merekapun memulai aksinya. Sesekali ku buka sedikit mataku agar bisa melihat apa yang mereka lakukan. Suamiku tampak membangunkan Devyta yang sudah beneran tertidur. “Sayang, bangun…” suamiku berbisik membangunkan putrinya. “Nggmmhh… Papa mau pejuin Devyta sekarang?” “Ssssst… pelanin suaranya sayang!! ntar mama bangun” “Ups, Papa mau pejuin Devyta sekarang?” tanya Devyta lagi dengan berbisik pelan. “Iya, Papa mau ngepejuin anak gadis Papa sekarang, boleh kan sayang?” “Boleh banget kok…” Suamiku lalu tampak membuka celana tidurnya. Kemudian kembali tiduran di samping putri kami. “Kocokin sayang” suruh suamiku. “Gimana caranya Pa?” “Gini…” Aku tidak dapat melihat dengan jelas, tapi ku yakin Devyta sedang mengocok penis ayahnya saat ini. “Kamu memang pintar sayang” “Hihi.. Makasih Pa… masih lama Pa keluar pejunya?” “Bentar lagi kok, kamu mau papa keluarin dimana?” “Terserah Papa aja, dimana yang papa suka” jawab Devyta sambil tersenyum manis. Beberapa saat kemudian suamiku bangkit dan berlutut di samping putri kami. Dia tampaknya akan menembakkan pejunya ke wajah Devyta lagi!! “Sayang.. Papa mau keluarin peju nih…” “Iya Pah.. tumpahin aja” “Crooot.. crooot” sperma suamiku dimuncratkan
lagi ke wajah anak gadisnya itu. Bedanya kali ini putri kami sadar dan melihat langsung bagaimana penis ayahnya menembakkan sperma kental di wajah cantiknya!! Pemandangan yang sungguh membuatku blingsatan. Jantungku berdetak sangat kencang. “Ih.. Pa, banyak banget. Geli, bau…” “Maaf sayang…” “Hihihi… Gak apa kok Pa, pasti karena Papa nafsu banget kan sama Devyta?” “Iya.. Papa nafsu banget. Sini biar Papa bersihin mukanya” Suamiku lalu mengambil tisu dan membersihkan wajah anaknya. “Cuma sekali aja Pa?” tanya Devyta sambil membiarkan wajahnya dibersihkan Papanya. “Kenapa? kamu masih mau Papa pejuin lagi? nakal yah…” “Hehe, Mau aja kok…” “Sudah, besok malam lagi. Ntar mama kamu bangun” “Iya yah… ntar mama tahu rahasia kita lagi. Hmm… Papa suka pejuin muka mama juga?” tanya Devyta polos. “Pernah sih...” “Enakan mana dari pejuin muka Devyta?” “Enakan pejuin muka kamu dong... soalnya kamu anak gadis Papa yang paling cantik” “Emang cantikan mana, mama atau anak papa ini? Jujur lho…” “Lebih cantik kamu…” “Terus, nafsuin mana? Papa lebih nafsu sama siapa?” “Nafsuin kamuuuu… anak papa sayaaaang” “Hihihi, makasih Pa” “Iya, sudah sana tidur. Besok kamu sekolah” “Oke Pa… Malam…” Hatiku serasa diaduk-aduk!! Devyta mungkin memang polos bertanya seperti itu pada ayahnya, sedangkan ayahnya mungkin saja menjawabnya sesuai keinginan Devyta. Tapi aku merasakan cemburu yang luar biasa dibanding- bandingkan dengan putriku sendiri seperti itu, namun memang ini yang aku inginkan. ~~ Setelah malam itu, merekapun terus mengulangi perbuatan tersebut. Putri kami selalu jadi pelampiasan nafsu suamiku. Tiap malam Devyta pasti selalu disemprot peju ayah kandungnya. Pakaian, tangan, paha, dan mukanya ia relakan sebagai sasaran muncratan peju ayahnya. Bahkan sekarang mereka sudah berani diam-diam melakukannya di siang hari. Awalnya aku tidak tahu, namun waktu itu aku mendapati suamiku sedang dicoliin putrinya di kamar Devyta. Parahnya waktu itu Devyta sedang telanjang bulat karena baru selesai mandi. Jadilah tubuh telanjangnya yang masih basah itu terkena muncratan peju ayahnya, padahal dia baru saja mandi.
Pernah juga waktu itu aku tidak sengaja melihat mereka melakukannya saat Devyta baru pulang sekolah. Devyta mengocok penis ayahnya sambil masih mengenakan seragam SMU, pemandangan yang sangat menggairahkan. “Duh, sayang… kamu cantik banget pake seragam gini” “Hihihi… kenapa Pa? Papa mau pejuin seragam Devyta juga? Boleh kok…” “Terus besok kamu pakai apa?” “Besok kan udah kering Pa” “Tapi apa nggak bau sayang?” “Gak apa kok… jadi pejuin aja kalau Papa memang mau...” Setelah sekian lama mengocok penis ayahnya, suamikupun akhirnya muncrat. Pejunya menyemprot bertubi-tubi ke arah seragam putrinya. Baik kemeja putih maupun rok biru itu terkena ceceran sperma ayah kandungnya!! Dan Devyta menerima dengan senang hati seragam sekolahnya dibuat kotor begitu. “Udah Pa? lihat nih seragam Devyta jadi kotor gini… Suka Pa?” “Iya… makasih sayang… sana cepat ganti baju. Ntar ketahuan sama mama kamu” “Oce Pa, hmm… Pa” “Ya sayang?” “Nanti Mama katanya mau pergi ke pasar. Kalau ntar papa mau pejuin Devyta lagi boleh kok, Papa mau Devyta pakai seragam apa? Mau pejuin seragam pramuka Devyta juga? boleh kok… hihihi” “Wah… boleh juga tuh sayang…” “Ya udah, kita tunggu Mama pergi ya Pa…” ujar Devyta. Mereka berencana berbuat mesum lagi nanti ketika aku pergi!! Benar saja, saat aku kembali aku memang menemukan ceceran sperma pada seragam pramuka putri kami. Perbuatan mereka semakin hari semakin menjadi-jadi. Aku juga semakin sering meninggalkan mereka berdua dengan berbagai alasan seperti pergi ke pasar. Sensasinya sungguh aneh. Cemburu, tapi juga membuatku birahi. Suami dan putri kami tentunya sedang berbuat mesum selama aku tidak di rumah. Tidak jarang bila ku pulang, aku mendapati ceceran peju baik di ruang tamu, di atas tempat tidur Devyta, bahkan di meja makan. Entah bagaimana caranya sperma ini bisa ada di atas meja makan. Aku jadi horni memikirkan mereka yang berbuat cabul di sembarang tempat begini. Pernah juga aku melihat ada secuil peju di rambut Devyta yang sepertinya luput saat dibersihkan, Aku pikir hanya itu, tapi ternyata juga ada noda yang sama di sela bibirnya!! Astaga!! Apa suamiku tadi menembakkan spermanya ke dalam mulut putri kami? Sepertinya memang iya karena nafas Devyta bau peju. Aku pura-pura saja tidak tahu, bahkan membantu membersihkan noda itu dari sela birbinya.
“Kalau makan yang benar dong sayang… masa belepotan gitu” ujarku sambil tertawa. Devyta juga ikutan tertawa. “Hihihi, Habis Papa sih ma… Ups!!” “Papa? Papa kenapa sayang?” tanyaku. “Eh, Itu… tadi Papa ngasih Devyta es krim” jawabnya berbohong. Aku hanya tersenyum mendengar jawaban bohongnya sambil mengusap lembut kepjokoya. “Kamu suka dikasih es krim sama Papa?” “Suka banget…” “Pasti enak banget yah es krim nya?” “Enak banget mah… Devyta jadi kepengen lagi” “Kalau gitu minta aja lagi sama Papa” “Boleh yah Ma?” “Ya boleh dong… kamu minta yang sering yah es krimnya, minta yang banyak” “Iya ma… ntar Devyta minta lagi es krim yang banyak sama Papa, hihihi” Sebuah tanya jawab yang aneh karena kami saling menyembunyikan sesuatu. Aku tentu tahu apa yang dimaksudnya dengan es krim itu adalah sperma kental ayahnya. Ternyata suamiku memang sudah mulai ngepejuin mulut putrinya sendiri. Dadaku berdebar sangat kencang melihat pemandangan itu. Devyta yang tidur terlentang di sampingku, dikangkangi suamiku lalu ditembakkan sperma kental ayahnya ke mulutnya. Devyta menerima sperma ayahnya dengan senang hati, bahkan astaga!! Dia menelannya!! “Enak es krim papa sayang?” “Agak bau sih, tapi enak kok.. Devyta telan semua yah Pa?” “Iya sayang…” “Eh Pa, Mama tadi bilang agar Devyta minta es krim yang banyak sama Papa lho…” kata Devyta polos. “Mama kamu bilang gitu?” “Iya…” “Kalau gitu Papa turutin deh… Ntar kamu bilang ke Mama yah kalau Papa bakal kasih kamu es krim tiap hari” “Sip Pa… hihihi” Darahku berdesir mendengar obrolan mereka ini. Devyta akan selalu dipejuin ayahnya!! Esoknya Devyta bahkan benar-benar mengatakan kalau Papa setuju untuk ngasih dia es krim tiap hari. Aku tersenyum saja padanya seakan tidak tahu apa es krim yang mereka maksud sebenarnya. Putri kami betul-betul jadi tempat pembuangan peju ayahnya setelah itu. Tidak hanya di pakaian atau badan Devyta, namun sekarang di dalam mulutnya. Devyta jadi selalu berbau peju bila di rumah.
Tapi semua itu belum cukup bagiku. Obsesiku untuk melihat suami dan anakku bersetubuh masih belum kesampaian. Mereka belum melakukan perzinahan yang sesungguhnya. Aku ingin suamiku ngentotin putri kami. Aku ingin suamiku menyemprotkan pejunya tidak hanya di dalam mulut Devyta, tapi juga di dalam rahimnya hingga membuat putri kami ini hamil. Namun sepertinya suamiku masih belum punya niat untuk benar-benar melakukan itu. Padahal sudah hampir dua bulan aku tidak memberi jatah pada suamiku. Aku yakin suamiku sudah merindukan yang namanya bersenggama. Atau… apa mereka sudah pernah melakukannya? Sore ini aku kembali meninggalkan mereka berdua nonton tv dan mengintip mereka dari jauh. Mereka duduk berpangku-pangkuan. Aku pikir mereka hanya akan sekedar duduk mesra berduaan saja seperti biasa, tapi astaga!! Ku lihat suamiku mengeluarkan penisnya, setelah itu suamiku juga menyelipkan penisnya ke balik rok pendek Devyta. “Papa ngapain? Kok burungnya dikeluarin sih Pa?” tanya Devyta berbisik. “Gak ngapa-ngapain kok... Gak boleh sayang?” “Iya, boleh kok. Tapi ngeganjal nih…” Devyta lalu membiarkan ayahnya menggesek- gesekkan penisnya ke selangkangannya. Sepertinya Devyta juga sangat menikmatinya, ia bahkan ikut memaju-mundurkan pinggulnya seirama goyangan pinggul ayahnya. “Devyta, udah mau malam, buruan mandi gih…” kataku tiba-tiba muncul di hadapan mereka. Ayah dan anak itu tentu saja terkejut bukan main karena kedatanganku. Terlebih suamiku karena penisnya ada di balik rok Devyta saat ini. Namun aku pura-pura tidak mengetahuinya. “Iya ma… bentar lagi” jawab Devyta yang lebih terlihat santai. “Kenapa bentar lagi sih? buruan dong... manja banget sama Papa kamu. Atau kamu mau mandi bareng sama Papa? Pa, mandiin anakmu gih…” suruhku pada suamiku. Setahuku mereka belum pernah sama-sama telanjang bulat, jadi ini kesempatanku untuk lebih mendekatkan mereka. “Mandiin Devyta mah?” tanya suamiku. “Iya, kamu mau kan Devyta dimandiin Papamu?” “Nghhh…. Mau deh Ma” jawab Devyta tidak lagi menolak. “Tuh Pa, dia mau tuh. Buruan gih, ntar keburu malam. Devyta, ajak papa kamu mandi bareng dong…” suruhku pada Devyta. “Pa, mandi bareng yuk… Kan udah lama Devyta gak mandi bareng Papa” pinta Devyta manja. Suamiku tidak langsung menjawab. Mungkin dia ragu. “I-iya deh” setuju suamiku akhirnya. Merekapun setuju untuk mandi bersama. Setelah aku meninggalkan mereka lagi, Devyta lalu bangkit dan berjjoko ke kamar mandi kemudian disusul ayahnya. Aku sangat bersemangat menantikan mereka bakal sama- sama telanjang di dalam ruangan yang sempit. Aku harap suamiku jadi terangsang berat di dalam sana.
“Pa, mandiin Devyta yang bersih yah…” teriakku pada suamiku dari balik pintu kamar mandi. “Iya ma” “Devyta, kamu jangan nakal di dalam. Ntar gak dikasih es krim lagi lho” kataku kini pada Devyta. “Paling Papa yang nakal ma, hihihi” jawab Devyta sambil tertawa. Terdengar suara air tidak lama kemudian. Sepertinya mereka sudah mulai saling membilas dan menyabuni badan satu sama lain. Aku berusaha mencuri dengar apa yang mereka obrolkan di dalam. Devyta sesekali tertawa geli cekikikan, mungkin karena geli karena badannya diusap-usap Papanya. “Geli pa… jangan diremas-remas dong...” “Ssstt… kamu ini kencang banget suaranya!!” “Ups, sorry. Geli pa.. jangan diremas-remas gitu dong susu Devyta…” “Cuma ngebersihin kok sayang…” “Tapi kan geli… ntar burung Papa aku remas juga lho biar keluar lagi es krimnya” “Dasar kamu nakal. Kamu dengar kan tadi mama bilang jangan nakal?” “Hihihi, iya yah… tapi kan Mama gak ngelihat Pa” “Terus? Kamu mau kita nakal-nakjoko sekarang?” “Aku mau aja, emang Papa gak mau nakalin Devyta?” “Mau kok… ya udah nih Papa nakalin…” “Ih… Pa, ngapain? kok burungnya diselipin di sana sih?” “Iya sayang… Papa mau nyabunin sela-sela paha kamu pakai burung Papa” Setelah itu hanya desahan-desahan saja yang terdengar samar-samar. Aku yang mendengar dari sini juga ikut-ikutan horni karenanya. Suamiku sedang menggesek-gesekan penisnya di antara paha Devyta!! Ingin sekali rasanya aku melihat langsung apa yang mereka lakukan, tapi aku tidak bisa karena tidak ada celah. Apapun itu, mereka betul-betul melakukan perbuatan mesum sekarang. Hingga akhirnya ku dengar suamiku melenguh, dia klimaks. Entah di bagian tubuh Devyta yang mana yang dipejuin. Setelah itu barulah mereka mandi seperti biasa meskipun masih juga terdengar sesekali Devyta cekikikan geli. “Asik yah mandinya? Lama banget?” tanyaku pada mereka saat keluar dari kamar mandi. “Tau tuh Papa” jawab Devyta cuek. Tampak hanya suamiku saja yang mengenakan handuk, sedangkan Devyta dengan santainya berjjoko telanjang bulat ke kamarnya. “Pa,” panggilku pada suamiku. “Iya ma?” “Pakein Devyta baju gih sekalian” “Hah?” ***
“Pa,” panggilku pada suamiku. “Iya ma?” “Pakein Devyta baju gih sekalian” “Hah?” “Iya… Pakein Devyta baju. Badan Devyta tadi juga belum kering, handukin yang benar dong Pa… gimana sih? Buruan sana” ujarku lagi menegaskan. Aku bersikap sewajar mungkin agar suamiku tidak curiga. “Tapi Papa pakai baju dulu yah ma…” katanya, tentu saja tidak aku bolehkan. Tadi di kamar mandi aku hanya mendengar suara-suara mereka saja, aku ingin melihat mereka sama- sama telanjang sekarang. “Nanti saja Pa… pakein baju dulu Devytanya” “Ngmm… Ya sudah kalau begitu Ma” Dengan masih hanya mengenakan handuk, suamikupun menyusul Devyta ke dalam kamarnya. Pintu kamar Devyta yang tidak ditutup dengan rapat membuat aku bisa mengintip apa yang mereka lakukan di dalam. Aku memang tidak pernah puas melihat suami dan putriku bersama-sama dalam keadaan mesum begini. Devyta masih dalam keadaan telanjang bulat sedangkan ayah kandungnya hanya mengenakan handuk. “Ngapain Pa?” tanya Devyta yang sepertinya heran karena Papanya ikut masuk ke kamarnya. “Disuruh mama handukin kamu yang benar, terus pakein kamu baju” “Ih, emangnya Devyta masih kecil dipakein baju segala” “Tau tuh mama kamu” Suamiku lalu menanggalkan handuk yang dikenakannya, sehingga penis tegangnya tampak sekali lagi dihadapan putrinya ini. Akhirnya aku bisa melihat mereka sama-sama bertelanjang bulat. Devyta
Handuk yang baru saja menutupi penisnya itu sekarang dia gunakan lagi untuk mengeringkan tubuh putrinya. Rambut, wajah, badan, hingga kaki Devyta dihanduki sekali lagi oleh ayah kandungnya. Bahkan suamiku masih saja terus menghanduki putrinya walau tubuh putrinya itu sudah kering. Dapat ku lihat kalau penis suamiku yang sedang tegang sengaja sering- sering digesekkan ke kulit tubuh Devyta selama menghanduki anaknya ini. Suamiku sepertinya sangat menikmati setiap momen menghanduki anak gadisnya. Begitupun dengan Devyta, ia tampak sangat menikmati gesekan-gesekan dari handuk itu di kulitnya. Saat handuk itu sampai di bagian selangkangannya, Devyta terdengar merintih-rintih kecil. Ayahnya yang mendengar rintihan anak gadis remajanya jadi semakin bersemangat, dia makin cepat menggesek-gesekkan handuk itu di selangkangan putrinya.
Devyta sampai memegang tangan ayahnya karena menerima gesekan handuk yang semakin menjadi-jadi diselangkangannya, entah itu isyarat agar jangan berhenti atau isyarat supaya berhenti. Tapi sepertinya itu adalah isyarat agar jangan berhenti karena yang ku lihat berikutnya cukup mengejutkanku, Devyta menggoyang-goyangkan pinggulnya!! Sepertinya Devyta merasakan birahinya terpancing karena gesekan-gesekan handuk di vaginanya. Dia sudah 14 tahun dan sudah memasuki masa puber, jadi wajar bila insting seksnya sudah muncul dan merasakan nikmat bila kewanitaannya digesek-gesek seperti itu. Tapi yang membuat hal ini tidak wajar adalah karena yang menggesek-gesekkan kelaminnya adalah ayah kandungnya sendiri. Setelah beberapa lama ku lihat tubuh Devyta mengejang dan kelojotan. Ya tuhan!! putri kami orgasme. Itu mungkin orgasme pertamanya. Ayahnya telah membuat anak gadisnya sendiri orgasme. Tapi suamiku bukannya berhenti, dia terus saja menggesek-gesekkan kelamin Devyta. Hal itu membuat tubuh Devyta kembali kelojotan tidak lama kemudian. Putri kami double klimaks!! “Enak tidak sayang?” “Nghh…. Enak Pa… kok bisa… ngh… kok bisa gitu yah?” “Kamu tadi itu orgasme” “Orgasme? Hmm… Pa, lap lagi dong… sepertinya masih belum kering nih…” pinta Devyta. Tampaknya Devyta ketagihan dengan sensasi nikmat yang baru dia kenal ini. Suamikupun menuruti kemauan Devyta. Ia handuki lagi tubuh putrinya, atau lebih tepatnya menggesek-gesekkan handuk itu ke sekitaran vagina putrinya. Lagi-lagi tidak butuh waktu lama untuk membuat Devyta mendapatkan orgasmenya kembali.
Suamiku tampaknya sudah sangat horni. Dia kemudian bangkit, lalu penis tegangnya kini secara vulgar dia gesekkan ke pantat putrinya. Dia menggerakkan pinggulnya seperti sedang meyetubuhi Devyta, betul-betul ayah yang cabul!! “Nghh… Papa mau keluarin peju Papa lagi ya?” tanya Devyta pada ayahnya yang ada di belakangnya. “Eh, i-i-iya, Papa mau keluarin peju lagi” jawab suamiku tergagap saking bernafsunya. “Ya udah, keluarin aja Pa… yang banyak” kata Devyta memperbolehkan. “Kamu nungging dong…” Aku terkejut mendengarnya. Apa suamiku akan menyetubuhi putrinya sekarang? Dadaku begitu berdebar- debar. “Nungging? Papa mau Devyta ngapain?” “Nyelipin burung Papa juga kok, Papa mau coba sambil kamu nungging” jawabnya. Ternyata masih belum, kecewa akunya. “Oh… Papa pengen ngocok di sana yah Pa? Iya deh, suka-suka Papa aja” Suamikupun kembali menggesekkan penisnya ke belahan pantat Devyta dalam posisi putrinya ini sedang menungging. Setelah beberapa saat dia lalu menggesekkan penisnya di sela paha Devyta, tepat di bawah vagina putrinya. Aku bergidik melihat suami dan putri kami telanjang- telanjangan dengan posisi begitu. Kalau ku lihat dari sini mereka seperti sedang bersetubuh dalam posisi doggy. Rambut panjang Devyta yang masih lembab tergerai dengan indahnya, sungguh seksi. Apalagi Devyta juga mengeluarkan suara desahan di setiap kocokan penis ayahnya di pahanya. Aku yakin lelaki manapun tidak akan tahan melihat kondisi putriku saat ini. Apalagi oleh suamiku yang sedang mupeng- mupengnya menggesekkan penisnya di selangkangan Devyta. Goyangan pinggulnya semakin lama semakin kencang. Dia akan segera klimaks!!
Cepat-cepat dia raih handuk tadi, dibentangkannya di sebelahnya, lalu dia tumpahkan spermanya di sana. Sangat banyak. Sepertinya dia tidak ingin mengotori tubuh Devyta yang baru saja selesai mandi. “Udah keluar Pa pejunya?” “Udah sayang… makasih ya” “Iya…” jawab Devyta sambil tersenyum manis. Ada kebanggan tersendiri sepertinya bagi Devyta membahagiakan ayah kandungnya dengan cara seperti ini, dengan cara memberikan tubuhnya sebagai pelampiasan nafsu ayahnya. Devyta Devyta… kamu seharusnya memberikan lebih dari ini, ujarku dalam hati. Mendadak timbul niat isengku untuk menganggu mereka. Akupun memutuskan untuk masuk ke dalam kamar. “Belum selesai Pa handukin Devytanya?” tanyaku tiba-tiba. Suamiku menjadi salah tingkah karena terkejut, handuk tadi dia lap-lapkan lagi ke tubuh putrinya seakan belum selesai menghanduki Devyta. Dia lupa kalau handuk itu baru saja dia gunakan sebagai wadah penampung spermanya!! Jadilah tubuh Devyta terkena lagi cairan peju ayahnya. Suamiku baru sadar setelah bagian depan tubuh anaknya tampak mengkilap. “Tuh, kok masih basah saja sih badan Devytanya?” tanyaku pada Mas Joko pura-pura tidak tahu kalau itu adalah sperma. Devyta tampak tidak terlalu peduli kalau tubuhnya terkena sperma ayahnya, tapi suamiku betul- betul terlihat panik. Saat dia mencoba mengelap badan Devyta, yang ada peju itu jadi semakin menyebar merata di tubuh putrinya. Yang mana niatnya tadi tidak ingin mengotori tubuh anaknya malah sekarang jadi kotor merata oleh peju. Aku jadi ingin tertawa dibuatnya, tapi ku tahan. Barulah kemudian dia gunakan sisi handuk yang tidak ada ceceran spermanya untuk mengelap badan Devyta.
Barulah sekarang benar-benar kering, hihihi. “Sudah selesai Pa?” tanyaku kemudian. “Su-sudah Ma” Suamiku kini mengenakan handuknya kembali. Aku sedikit kecewa sih. Aku ingin suamiku terus telanjang di hadapan putrinya. Aku ingin Devyta melihat penis ayahnya sesering mungkin. Aku ingin Devyta tahu kalau Papanya ini selalu ngaceng dan horni bila di dekatnya. Tapi tidak mungkin aku memaksa suamiku terus bertelanjang, dia bisa curiga. “Ma, mumpung kamu udah di sini. Kamu saja ya yang makein Devyta baju” ujar suamiku masih berlagak keberatan, padahal aku tahu kalau dia sebenarnya ingin melakukannya. “Lho? Kok gitu sih Pa? nanggung… Sayang, celana dalam yang Mama beliin kemarin belum kamu coba kan?” tanyaku pada Devyta. “Belum Ma” “Suruh Papa kamu pakein gih… sekaligus Mama pengen tahu pendapat Papa kamu bagus apa tidak” kataku pada Devyta sambil tersenyum melirik ke suamiku. “Oce Ma”
Devyta kemudian mengambil bungkusan yang berisi dalaman yang ku maksud lalu menyerahkan ke Papanya. Sungguh ganjil, seorang anak gadis baru saja menyerahkan celana dalam ke ayah kandungnya untuk dipakaikan!! Awalnya suamiku tampak ragu menerimanya, namun akhirnya dia tetap memakaikan celana dalam itu pada putrinya. Sebuah pemandangan yang membuat darahku berdesir. Mungkin kalau Devyta masih kecil hal seperti ini bukan sesuatu yang aneh, namun tidak jika anak gadisnya ini sudah remaja seperti sekarang.
“Gimana sayang? Bagus kan pilihan Mama? Cocok gak Pa?” tanyaku pada mereka berdua setelah celana dalam bergaris-garis putih biru itu melekat di pinggul Devyta. “Bagus kok Ma, cocok. Iya kan Pa?” tanya Devyta juga pada Papanya sambil memutar tubuhnya. Pastinya pria manapun bakal mupeng berat melihat keadaan putri kami sekarang. Seorang gadis remaja SMU dengan tubuh yang sedang ranum-ranumnya hanya memakai celana dalam seksi!! Benar saja, ku lihat handuk yang dikenakan suamiku tidak bisa menyembunyikan kalau penisnya sedang tegang luar biasa saat ini. Kamu pasti nafsu kan Mas pada putrimu? Pengen kamu entotin kan? Senggamai dia suamiku, genjot memek anakmu!! Batinku seakan mencoba mengendalikan pikiran suamiku.
“I-iya bagus. Terus bh sama bajunya?” tanya suamiku tampak tidak tenang, sepertinya dia sudah sangat horni. Teruslah begitu suamiku, sering-seringlah berpikir jorok pada putrimu. “Kalau Bh gak usah kali Pa, kan cuma di rumah saja. Iya kan sayang?” “Iya Pa, gak usah” jawab Devyta. Aku memang sudah mengajarkan putriku ini kalau tidak perlu memakai bh jika di rumah, apalagi tujuannya kalau bukan untuk memancing nafsu ayahnya. “Nah… Kalau baju, kamu saja yang pilih Pa…” suruhku pada suamiku. “Iya, Papa aja yang milihin” kata Devyta setuju. “Papa yang milih?” tanya suamiku tampak terkejut. “Kenapa Pa? atau kamu mau kalau Devyta gak usah pake baju? Pengen Devyta cuma pake celana dalam kayak gini saja ya?” godaku. “Kamu mau sayang tidak usah pakai baju?” tanyaku iseng pada Devyta. “M-masa tidak pakai baju? Kayak gembel saja. Iya iya Papa yang milihiin” kata suamiku akhirnya setuju.
Suamiku lalu memilihkan baju dari dalam lemari. Dia memilihkan model pakaian yang belakangan sering dipakai putri kami, tanktop dan celana pendek ketat. Dulu dia memprotes pakaian anaknya itu, namun kini dia sendiri yang memilihkannya. Dia lalu membantu Devyta berpakaian. Ya… walaupun sudah berpakaianpun sebenarnya Devyta tetap terlihat cantik dan menggairahkan juga. “Ayo Devyta, bilang apa sama Papa?” tanyaku pada Devyta setelah dia selesai dipakaikan baju oleh Papanya. “Hmm… makasih yah Pa” “Makasih ngapain? Yang lengkap dong…” suruhku. “Makasih Pa udah mandiin Devyta, ngelap badan Devyta, terus makein Devyta baju” ujar Devyta dengan senyum manis pada Papanya. “Iya sayang… sama-sama” jawab suamiku. “Hmm… Ma, kapan-kapan boleh kan Devyta mandi sama Papa lagi?” tanya Devyta. “Kamu pengen mandi sama Papa kamu lagi?” “Iya Ma…” “Boleh kok sayang. Gak usah kapan-kapan, tiap kamu mau mandi ajak saja Papamu. Papa kamu gak bakal nolak kok mandi telanjang berdua sama gadis cantik kayak kamu. Iya kan Pa?” tanyaku pada suamiku dengan senyuman penuh arti. Suamiku tampak sangat malu, sedangkan putri kami tertawa polos karena dipuji begitu. “I-iya sayang. Kalau itu mau kamu” jawab suamiku.
“Terus nanti Papa yang handukin sama makein Devyta baju lagi kan Ma?” tanya Devyta lagi. “Iya… habis kamu dimandiin, terus dihanduki dan dipej- dipakein baju sama Papa, mau kan Pa?” tanyaku lagi, ups… hampir saja keceplosan nyebut ‘dipejuin’. “Kalau kamu mau, kamu boleh kok gantian yang makein Papa baju” sambungku lagi. “Kamu apaan sih Ma…!!” “Bercanda Pa, hihihi” tawaku, Devyta juga tertawa cekikikan. “Ya sudah… yuk makan malam” ajakku. Acarapun selesai.
Sejak saat itu Devyta selalu mandi dengan ayah kandungnya. Tiap akan mandi putri kami akan mengajak Papanya, “Pa… mandi bareng Devyta yuk…” Lelaki mana yang akan menolak diajak mandi oleh Devyta? Lelaki mana yang tidak akan horni bila mendengar ajakan manja dari seorang gadis cantik untuk mandi bersama? Tak terkecuali ayahnya sendiri. Setelah mereka selesai mandi aku masih sering melihat suamiku berbuat cabul pada putrinya. Tidak jarang saat menghanduki maupun memakaikan Devyta baju, aku melihat suamiku memainkan penisnya ke tubuh putrinya sampai dia muncrat-muncrat. Dia biasanya akan menumpahkan pejunya ke tisu atau handuk. Bila suamiku sedang nafsu-nafsunya barulah dia akan menumpahkan peju kentalnya itu ke langit-langit mulut putrinya maupun ke sekujur tubuh Devyta, tidak peduli kalau putrinya ini baru saja mandi. Bahkan sering juga dia tumpahkan ke celana dalam Devyta, padahal itu celana dalam yang baru saja ku belikan. Ya… Aku juga memang makin sering membelikan putriku pakaian dalam model terbaru yang super seksi dan imut, semua itu dicobakan di depan ayahnya. Dan aku selalu berlagak seakan-akan hanya mengetahui kalau suamiku cuma sekedar memandikan, menghanduki dan memakaikan Devyta pakaian.
Pagi itu sebelum Devyta pergi ke sekolah, aku melihat mereka akan melakukannya lagi. Suamiku sepertinya menjadi nafsu setelah memakaikan Devyta seragam. Devyta memang terlihat sangat cantik dengan seragam SMU putih biru itu, ditambah kaos kaki putih yang melekat di kakinya. “Papa mau keluarin peju lagi ya?” tanya Devyta melihat sang ayah mengelus-elus penisnya sendiri. “Iya sayang… tolong kocokin yah...” “Iya Pa” Pemandangan gadis SMU berseragam lengkap sedang mengocok penis pria dewasa seperti ini pastinya membuat semua orang terpana. Terlebih mereka adalah ayah dan anak kandung. Ayahnya duduk di atas tempat tidur, sedangkan anak gadisnya berlutut di lantai. Tidak butuh waktu lama bagi suamiku, pejunya pun muncrat-muncrat dengan banyaknya ke arah putrinya. Sebagian mengenai wajahnya, sebagian lagi mengenai seragam sekolahnya. Rok Devyta yang paling banyak terkena ceceran sperma.
“Ih… Pa, kok muncratin pejunya ke seragam Devyta sih?” protes Devyta. Kalau itu sesudah pulang sekolah seperti yang ku lihat sebelumnya Devyta memang tidak akan memprotes, tapi sekarang dia baru akan berangkat sekolah. “M-maaf sayang… Papa gak tahan” Suamikupun membantu membersihkan wajah dan seragam Devyta sebisa mungkin dengan handuk. Lalu menyemprotkan parfum yang banyak ke area seragam yang terkena peju. Tapi aku punya keinginan lain. “Devyta, buruan…. Entar telat” Teriakku dari balik pintu. “I-iya Ma” sahutnya. “Pa… udah, biarin aja, ntar Devyta telat” sambungnya lagi pelan pada Papanya. Aku tidak ingin ceceran peju itu bersih-bersih amat. Sepertinya Devyta terkesan lebih seksi bila pergi ke sekolah dengan sedikit bau peju dan sedikit bekas ceceran peju di seragamnya. Peju ayahnya akan menemani aktifitas belajarnya di sekolah. Aku jadi senyum-senyum sendiri memikirkannya. ~~
Waktu terus berlalu. Sekarang tidak hanya ayahnya yang terus ku coba pancing nafsunya, namun juga putri kami. Aku ingin Devyta menjadi sedikit nakal di depan Papanya. Aku bahkan sengaja mendownload film porno lalu ku tunjukkan pada putriku. Devyta tentu saja geli awalnya dipertontonkan adegan seperti itu. Tapi aku senang karena ternyata putriku ini cukup antusias. Devyta sering bertanya padaku tentang apa-apa yang dilakukan pasangan di dalam film itu. “Kok burungnya dimasukin ke sana sih Ma?” tanya Devyta polos. Dia yang masih belum ngerti tentu saja heran melihat kelamin wanita dimasuki penis. “Itu namanya ngentot sayang…” “Ngentot?” “Iya, ngentot. Terus yang itu namanya bukan burung tapi kontol, dan punya kamu itu namanya memek” jelasku. Aku tidak menyangka akhirnya aku mengajarkan kata- kata sevulgar ini pada putriku sendiri. “Kontol? memek?” tanya Devyta, rasanya sungguh aneh saat dia mengulangi setiap kata-kata yang baru ku ajarkan itu dari mulut mungilnya. “Hmm… jadi yang waktu itu Papa dan Mama ngentot yah?” tanyanya lagi. Ternyata dia memang pernah melihat aku dan Papanya bersetubuh.
“Iya… Ih, kamu ngintip ya? Dasar nakal, hihihi” “Hihi, enak yah Ma rasanya ngentot itu?” “Enak dong… kamu pengen gak dientotin? Mau gak memek kamu dikontolin?” “Dikontolin? Ih… gak ah, sakit pasti” “Kok gak mau sih? itu kan tanda cinta” “Tanda cinta? Kok gitu sih Ma?” “Iya… Waktu itu kamu lihat kan kontol Mama ditusuk-tusuk kontol Papa? Itu tandanya Papa cinta sama Mama. Terus waktu kamu mandi sama Papa pasti kontol Papa tegang kan? Itu berarti Papa juga cinta sama kamu” “Oh… Iya yah… dulu Papa kan pernah bilang kalau dia cinta sama Devyta. Jadi karena Papa cinta sama Devyta makanya kontolnya Papa jadi tegang ya Ma?” “Iya… tuh kamu pintar” pujiku sambil mengelus rambutnya, dia hanya tersenyum manis. Dia terus bertanya-tanya selama menonton, seperti “Ih… kok kontolnya dimasukin ke mulut sih Ma? Gak jijik apa?” Atau dia bertanya “Itu cowoknya kok nyusu sih? Emang ada air susunya? Kok pantat ceweknya dimasukin kontol juga sih Ma?” dan berbagai macam pertanyaan polos lainnya. Semua pertanyaan putriku ini ku jawab dengan rinci dan memakai bahasa yang vulgar. Saat ada bagian si cowok nyemprotkan peju ke mulut si cewek, barulah Devyta tidak bertanya.
“Kenapa sayang? Kamu udah pernah lihat peju?” pancingku. “Eh, gak kok ma. Mirip es krim yah Ma peju itu…” “Iya, mirip es krim yang sering dikasih Papa sama kamu” jawabku. Dasar Devyta, dia pikir aku tidak tahu apa, hihihi. “Mmmh… Kalau cewek juga bisa orgasme kan Ma?” “Bisa dong… kenapa? Kamu udah pernah orgasme? Kapan?” tanyaku menggodanya, aku tentu saja tahu kalau putriku ini pernah orgasme, orgasme yang didapatkannya pertama kali dari ayahnya sendiri. “Eh, nggak pernah kok Ma…” “Beneran?” “Iyah… sumpah deh” “Iya-iya Mama percaya… hihihi. Oh ya sayang, kamu jangan kasih tau Papa ya kalau Mama ajarin beginian” “Hmm? Gak boleh ya Ma?” “Iya, jangan ya…” “Oce Ma” Tidak hanya satu video tentunya yang aku perlihatkan padanya, tapi banyak. Mungkin lebih dari satu jam kami ibu dan anak nonton film porno bersama. Aku sampai horni sendiri, aku penasaran apa Devyta juga horni, mungkin saja iya. Devyta yang sangat tertarik bahkan meminta dikirimkan ke ponselnya. Aku penasaran apa yang akan terjadi pada anak gadisku setelah menonton semua film-flm porno ini. Aku penasaran apakah dia akan mengajak Papanya bersenggama. Bila iya, apakah suamiku akan menerima ajakan bersetubuh dari putrinya ini? Aku sungguh penasaran.
Tidak lama kemudian terdengar suara ketukan pintu. Suamiku pulang!! Cepat-cepat ku matikan film porno yang masih diputar di laptop. “Tuh, bukain pintu… Papa pulang” suruhku pada Devyta. “Iya Mah…” “Ingat ya jangan kasih tau Papa” kataku lagi mengingatkan, Devyta mengangguk paham. Devyta pergi ke depan membukakan pintu untuk ayahnya. Aku menyusul tidak lama kemudian. Ternyata suamiku membawa dua orang temannya lagi. Belakangan ini mereka memang jadi sering kemari. Devyta mencium tangan kedua bapak itu. Seakan mencuri kesempatan, ku lihat mereka mengelus rambut Devyta, matanya juga kelayapan menelanjangi anak gadisku. Ternyata putriku memang punya daya tarik yang tinggi. Dan sepertinya bapak bapak ini juga punya pikiran jorok pada putriku. Ya… kalau itu cuma sekedar dalam pikiran mereka ya tidak apa, aku tidak bisa berbuat banyak. Pria manapun memang akan horni bila melihat anak gadis remajaku ini. Dan itu memang salahku juga karena mengajarkan Devyta cara berpakaian yang seksi seperti sekarang. “Udah pulang Pa?” tanyaku. “Iya… ada tamu nih. Tolong buatkan minum dong Ma” “Iya Pa, bentar”
“Devyta, bantuin Mama kamu gih…” suruh suamiku. “Enggak ah, malas…” jawab Devyta enteng lalu duduk di samping Papanya. Dari dapur aku dapat melihat mereka. Seperti biasa, Devyta tetap saja nempel pada Papanya meskipun di depan teman-teman ayahnya. Suamikupun tetap berusaha meladeni obrolan teman-temannya meskipun Devyta terus bergelayutan manja di pangkuannya. Aku yakin suamiku sedang ngaceng sekarang, bahkan mungkin tidak hanya dia, tapi juga teman-temannya. “Duh, Devytanya manja amat Pak Joko” komentar salah satu teman suamiku, Pak Rudi. “Iya nih Pak, beruntung banget bapak punya anak gadis secantik Devyta” ujar Pak Prabu ikut- ikutan. “Haha, bisa aja bapak-bapak ini” jawab suamiku. Aku yang baru mengantarkan minum kemudian juga ikut duduk bersama mereka. “Iya nih bapak-bapak, Devyta manja banget sama Papanya. Papanya sih suka ngasih dia es krim” ujarku menimpali. Suamiku tampak sedikit terperanjat mendengar omonganku barusan. “Oh… Devyta suka es krim?” “Iya om…” jawab Devyta. “Kapan-kapan Om kasih es krim mau?” tawar bapak itu pada Devyta. Ku lihat Devyta melirik ke ayahnya sambil tersenyum. “Mau banget Om… Boleh kan Pa? Boleh kan Ma?” “Iya… boleh kok” jawab suamiku. Aku juga mengangguk boleh sambil tersenyum kecil. Tentu saja yang dimaksud Bapak ini adalah benar-benar es krim. Bukan ‘es krim kental’ yang biasa diberikan Papanya. Aku bergidik membayangkan kalau mereka juga memberikan putriku ‘es krim’ yang seperti diberikan suamiku.
“Sayang, udah sore.. cepat mandi sana. Pa, mandiin Devyta nya dulu…” suruhku pada suami dan putri kami. “Hah? Devyta nya masih mandi sama Papanya?” Tentu saja tema-teman suamiku tidak habis pikir mendengar Devyta yang sudah sebesar itu masih saja mandi dengan ayahnya. Devyta yang sudah jadi gadis remaja cantik, memang sangat ganjil rasanya mandi bertelanjang bulat dengan pria dewasa meskipun itu adalah ayah kandungnya sendiri. “Iya Pak, mandi telanjang berdua. Apalagi mereka itu kalau mandinya lama banget. Gak tahu deh ngapain aja.. hihihi” ujarku memancing. “Ih, mamaaaa… Devyta gak ngapa-ngapain kok di dalam sama Papa, iya kan Pa?” balas Devyta. “I-iya…” jawab suamiku tergagap. “Oh…. Gitu? terus waktu Papa kamu makein kamu baju kok juga lama ya?” godaku lagi pura- pura tidak tahu. Aku berusaha menahan tawa melihat ekspresi semua orang di sini, terlebih ekspresi teman-teman suamiku. Aku memang sengaja menanyakan semua hal ini sekarang di hadapan orang lain. Aku ingin tahu bagaimana respon mereka berdua dan respon teman- teman suamiku.
“Pak Joko juga makein Devyta baju??” tanya teman suamiku lagi makin terkejut. “Iya Pak, emang kenapa Pak? Kan putri sendiri. Iya kan Pa?” kataku membantu menjawab. “I-iya Pak” Ku lihat wajah mereka semua jadi mupeng karena ceritaku ini. Mereka pasti sudah membayangkan yang tidak-tidak tentang Devyta. Memang Devyta adalah putri suamiku sendiri, tapi pastinya tidak ada seorang ayah yang masih memandikan dan memakaikan baju anak gadisnya yang sudah sebesar ini. Mereka pasti iri sekali dengan suamiku, mereka mungkin ingin sekali jadi bapak angkatnya Devyta biar juga bisa ngerasain mandiin Devyta, hihihi. “Ya sudah Pak, saya permisi mau mandi dulu. Tunggu sebentar yah Pak. Yuk sayang…” ujar suamiku pada teman-temannya lalu mengajak Devyta ke kemar mandi. “Baiklah kalau begitu kami tunggu” balas teman-temannya.
Suami dan putriku lalu masuk ke kamar mandi. Aku sendiri kembali ke dapur karena tidak mungkin menguping apa yang mereka lakukan di dalam saat ini. Namun kali ini mereka mandi lebih cepat, sepertinya mereka tidak melakukan hal yang aneh sekarang karena ada teman- teman suamiku menunggu. Tapi astaga!! Devyta tetap seperti biasa bertelanjang bulat sehabis mandi menuju ke kamarnya!! Tentu saja hal itu dapat dilihat oleh teman-teman suamiku. Anak gadisku yang cantik sedang dinikmati ketelanjangannya oleh bapak-bapak ini. Dadaku berdebar kencang. Apa suamiku lupa kalau ada teman-temannya saat ini?? Ada orang lain yang menyaksikan tubuh telanjang putri kami, bukan anggota keluarga!! “Devyta!! kamu kok gak pakai handuk? Papa kamu mana?” tanyaku menyusul Devyta sebelum dia masuk ke kamar, entah kenapa aku jadi pengen menunjukkan tubuh putriku pada mereka. Mereka juga sudah melihat tubuh Devyta, sekalian saja ku goda. Tapi hanya menunjukkan sebentar saja, tidak lebih. “Itu Ma, Papa lagi eek. Ya Devyta keluar dulu, masak nungguin Papa selesai? bau!!” jawabnya polos.
“Iya, tapi masa kamu keluyuran bugil gini? Lihat tuh om om itu liatin kamu. Ntar mereka jadi cinta lho gara-gara liat susu kamu ini, hihihi” kataku sambil melirik ke arah teman-teman suamiku. Posisi Devyta menghadap ke arah mereka, jadi mata mereka dapat dengan leluasa melihat buah dada serta vagina Devyta. Mereka tampak mupeng melihat tubuh telanjang putriku ini, apalagi mendengar omonganku barusan. “Emangnya gak boleh yah Ma om om itu cinta sama Devyta? Nanti kontol om om itu tegang yah Ma?” aku tidak menyangka Devyta akan mengatakan itu, teman-teman suamiku mungkin mendengarnya!! Aku seharusnya mengajarkan Devyta agar tidak mengucapkan kata itu sembarangan, tapi terlambat. Ya sudah lah. “Bukannya gak boleh sih... tapi mereka kan udah cinta sama istrinya. Masa kamu ambil juga sih? Sudah sana masuk kamar pakai baju, atau Mama suruh om om itu yang makein? Mau? Om… tolong pakein Devyta baju dong… hihihi” godaku. Aku yakin bapak-bapak itu semakin mupeng sekarang, mereka mungkin berharap benar-benar dibolehkan memakaikan Devyta baju. Aku sebenarnya geli membayangkan bila putriku dipakaikan baju oleh bapak-bapak itu. Tapi tentu saja tidak akan ku lakukan, cuma ayahnya saja yang boleh menyentuh tubuh putriku.
“Gak mau, mau dipakein baju sama Papa!!” rengek Devyta. Untung Devyta juga hanya ingin sama Papanya. “Ya sudah tunggu di dalam kamar gih, jangan di luar gini. Malu dilihat sama om-om itu. Iya kan Om?” tanyaku pada bapak-bapak itu. “I-iya” jawab mereka serentak. “Ya deh Ma… Devyta masuk dulu yah om…” Devytapun masuk ke dalam kamarnya. “Maaf yah Pak… Devytanya bandel banget, habis mandi main nyelonong aja telanjang ke kamar” “Iya Bu gak apa. Tapi Devytanya kok udah tahu kontol yah bu Susi?” tanya salah satu mereka. Gawat!! Mereka memang mendengarnya!! “I-itu Pak… s-saya yang ajarin” kataku mengaku, aku tidak tahu harus berkata apa lagi. “Oh… bu Susi yang ajarin?” “Iya, itu agar dia ngerti sedikit saja kok bapak bapak” “Iya Bu Susi, anak remaja sekarang memang seharusnya diajari yang benar tentang hal begituan biar gak salah jjoko” ujar mereka. Fiuh, untung saja mereka menganggap positif omonganku barusan. Tapi ku yakin itu hanya di omongan saja, mereka pasti memang horni dan nafsu pada putri kami. Silahkan saja kalau mereka sekedar ingin menjadikan Devyta objek onaninya, tapi cukup sekian pertunjukannya. Tidak ada lagi!! Akupun kembali ke dapur. Aku sempat melihat salah satu dari mereka menyusul Devyta dan seperti ingin mengintip Devyta, tapi untung saja suamiku sudah selesai dari kamar mandi. “Mau kemana Pak Rudi?” tanya suamiku. “Eh, ng-nggak, mau ke kamar mandi” “Oh, silahkan Pak… sebelah sana” suamikupun masuk ke kamar Devyta. ~~
Setelah hari itu, aku rasa ketelanjangan putri kami semakin intens saja. Baik sebelum maupun sesudah mandi, dia sering keluyuran di dalam rumah tanpa busana. Sering pula Devyta mengajak ayahnya mandi sambil dia sudah mulai menanggalkan pakaiannya sendiri, padahal dia belum berada di kamar mandi. “Kamu ini, buka baju itu di dalam kamar mandi, jangan di luar gitu…” protes suamiku jaim. Pernah juga saat itu Devyta kelupaan mengajak Papanya, diapun keluar dari kamar mandi basah-basah telanjang bulat, lalu menyeret Papanya ke dalam kamar mandi. Sungguh pemandangan yang ganjil!! Aku tidak tahu apakah Devyta berbuat itu karena kepolosannya, namun dia terlihat seakan menikmati ketelanjangannya itu. Masalahnya tidak ayahnya saja yang melihatnya, tapi juga teman- teman ayahnya.
Saat berangkat sekolahpun dia kini tidak hanya mencium pipi ayahnya, tapi sudah mulai mencium bibir seperti waktu dia TK dulu. Omongannya, bahasa tubuhnya, kini terlihat lebih nakal dan menggemaskan bagi kaum lelaki. Aku tidak tahu apakah ini pengaruh dari video porno yang ku berikan. Tapi yang jelas Devyta menjadi seperti ini, itu semua gara-gara aku, ibunya. Suamiku memang belum menyetubuhi Devyta, tapi dia sudah memperlakukan anak gadisnya itu bagaikan ‘mainan seks’. Hasrat seksnya yang dia pendam selama ini karena tidak ku layani, dia lepaskan semuanya pada anak gadisnya. Begitupun halnya dengan Devyta, dia semakin hari juga semakin sempurna mengabdikan dirinya sebagai ‘mainan’ sang ayah, baik saat akan tidur, mandi, maupun saat mereka ku tinggal berduaan dimanapun itu. Aku memang ingin membuat kontak mata dan fisik sesering mungkin di antara mereka. Aku ingin hubungan mereka menjadi lebih intim sebagai ayah dan anak. Aku rela aku hanya bermasturbasi sendirian sedangkan suamiku bisa melampiaskan nafsunya ke putrinya. Sore itu aku mengintip lagi apa yang mereka lakukan setelah mandi sore. Mereka bukannya handukan di kamar mandi namun malah di dalam kamar Devyta. Itupun setelah ku lihat suamiku lebih seperti membelai Devyta dibanding menghanduki.
“Kenapa Pa? kok berhenti?” tanya Devyta melihat Papanya berhenti membelai, padahal tubuhnya masih sangat basah. Tapi aku rasa Devyta bertanya seperti iu bukan karena tubuhnya belum kering, namun karena dia ingin terus dibelai sang ayah. “Papa mau buang peju lagi?” tanya Devyta lagi menebak. “Iya, boleh kan sayang?” “Boleh kok Pa, boleh banget malah” jawab Devyta riang. Suamiku tersenyum. Dia kemudian bangkit lalu mencium bibir Devyta. Ini bukan sekedar ciuman ayah dan anak, tapi sudah ciuman sepasang kekasih karena ternyata mereka berciuman menggunakan lidah!! Tubuh telanjang mereka yang masih basah menempel berhadap- hadapan, menimbulkan suara decakan karena kulit basah mereka yang beradu. Entah siapa yang memulai, mereka kini sama-sama terjatuh ke atas ranjang. Mereka melanjutkan aksi cium- ciuman itu di sana, saling bergumul dan meraba tubuh. Membuat ranjang putrinya itu jadi ikut-ikutan basah. Sungguh pemandangan yang panas dan erotis!! Suamiku terlihat lebih bernafsu menjamah tubuh putrinya dibandingkan menjamah tubuhku, istrinya sendiri. Apalagi mereka melakukan ini seakan tidak peduli kalau aku ada di rumah. Aku cemburu luar biasa. Namun itu justru menimbulkan sensasi tersendiri. Suamiku tampak begitu bernafsu, mungkin karena dia sudah menahan nafsunya sekian lama. Devyta yang dijilati dan diciumi ayahnya malah tertawa geli cekikikan.
“Aw… Pa geli… hihihi” pinta Devyta manja sambil ketawa-ketawa. Namun yang ada itu malah membuat suamiku semakin bernafsu. “Pa… stop dulu.... Pah…” pinta Devyta, tapi suamiku tetap saja lanjut. “Pa.. geli, Ngh.. stop.. dulu” setelah berkali-kali memohon untuk berhenti barulah akhirnya suamiku menghentikan aktifitasnya. “Ish, Papa nafsuan amat ih… gak tahan banget yah sama Devyta? hihi” “Maaf sayang, Papa gak kuat. Tapi kenapa kok suruh berhenti?” tanya suamiku terengah-engah menahan nafsunya. “Katanya mau ngeluarin peju, kok malah jilat- jilatin Devyta sih?” tanya Devyta. “Itu juga cara biar Papa bisa keluar pejunya…” “Oh… tapi jangan lama-lama Pa, ntar ketahuan Mamah” Devyta lalu bangkit dari pelukan ayahnya, dia lalu menuju lemari dan mengambil sepotong celana dalam.
“Pakein dulu Pa…” kata Devyta sambil menyerahkan celana dalam itu. “Baru lagi ya sayang?” tanya suamiku memperhatikan celana dalam berenda yang ada di genggamannya. “Iya Pa, bagus kan?” “Bagus kok” Suamikupun memakaikan celana dalam itu tanpa mengelap badan anaknya dulu. Setelah celana dalam berenda itu menempel di pinggul Devyta, yang ada itu malah membuat nafsu suamiku semakin menjadi-jadi. Bagaimana tidak? tubuh remaja anak gadisnya yang masih sangat basah hanya dibalut celana dalam. Celana dalam itupun menjadi transparan karena basah sehingga memperlihatkan belahan vagina Devyta. Dia yang tidak tahan dengan pemandangan ini kembali menerkam tubuh putrinya, menariknya ke ranjang dan menciuminya dengan buas. Tubuh mungil Devyta kembali ditindih sang ayah. “Duh… Pa…. kok diciumi lagi sih?” rengek Devyta manja. Tapi kali ini suamiku sepertinya tidak peduli lagi dengan rengekan anaknya. Dia terus saja menjamah tubuh putrinya. Seorang pria dewasa yang telanjang bulat sedang menggerayangi tubuh remaja 14 tahun yang hanya mengenakan celana dalam di atas ranjangnya sendiri, yang mana tubuh mereka masih sama-sama basah. Sungguh erotis bukan?
Setelah beberapa lama, mereka duduk berhadap-hadapan di tepi ranjang. Devyta duduk di paha ayahnya. Mereka masih tetap berciuman dengan posisi itu. Mulut mereka seperti tidak ingin lepas, lidah mereka terus saja saling membelit. Mereka juga saling menjilati wajah satu sama lain. Wajah Devyta terlhat mengkilap karena dijilat-jilat sang ayah, begitupun wajah suamiku yang dijilat-jilat putriku. Tiba-tiba suamiku sedikit menyingkap celana dalam Devyta ke samping sehingga vagina putrinya terbuka, dan astaga!! Suamiku mengarahkan penisnya ke vagina putrinya. Penis tegangnya dia gesek-gesekkan ke belahan vagina Devyta. Suamiku seperti sedang berusaha memasukkan kontolnya ke sana. “Sssh… Pa…” Devyta merintih memanggil ayahnya. Dia tidak berusaha melepaskan diri sama sekali meskipun gerakan ayahnya semakin cabul. Malah dia juga ikut-ikutan menggoyangkan pinggulnya seirama gerakan pinggul ayahnya!! Mereka seperti masih menahan-nahan diri agar jangan sampai bersenggama, tapi tubuh mereka jelas menginginkan itu. Setelah beberapa saat, ku lihat wajah Devyta mengernyit seperti kesakitan. Mungkinkah? Mungkinkah vaginanya sudah dijejali penis ayahnya? Jantungku semakin berdetak cepat. “Ngghhh… Pa, sakit… hati-hati dong…” “Maaf sayang, Papa gak sengaja” Aku yakin kalau kepala penis suamiku baru saja masuk ke dalam vagina putrinya, tapi sepertinya dikeluarkan lagi olehnya karena mendengar rintihan Devyta barusan. Ku lihat dengan seksama kalau penis itu kembali bergesekkan dengan vagina Devyta, tapi kemudian terlihat menghilang lagi yang disertai rintihan putrinya, “Pa… Ssshh…” Kemudian ku lihat kelamin mereka bergesekan lagi. Begitu selalu seterusnya.
“Ih… Papa!! Kok gak sengajanya sering amat sih?” tanya Devyta. Suamiku tidak menjawab, dia hanya mengajak putrinya berciuman lagi sambil terus melanjutkan aksi menggesek-geseknya. Dia sudah sangat bernafsu. Setelah beberapa kali gesek-masuk gesek- masuk, ku lihat kepala penis suamiku kembali hilang, namun kali ini tidak keluar lagi. Devyta walaupun terlihat sangat kesakitan tapi dia tetap membiarkan penis ayahnya di dalam tubuhnya. Mereka bersetubuh!! Suami dan putriku bersetubuh!! Tubuhku panas dingin menyaksikannya.
Namun… “Dugh!! Kreekkk…” Aduh…!! Aku yang terlalu semangat dan penasaran membuat tumpuanku goyah. Akupun terjatuh, sehingga pintu tempat aku bersembunyi jadi terdorong terbuka. Terang saja mereka kaget bukan main melihat kedatanganku. Devyta ku lihat langsung melepaskan diri dari pangkuan ayahnya lalu membetulkan celana dalamnya. “Mama??” kata mereka hampir serentak. Duh… rencanaku untuk mengintip mereka bersetubuh diam-diam gagal!! Namun aku berusaha mengontrol diri karena akulah yang punya kendali saat ini. Aku tidak ingin seakan-akan akulah yang tertangkap basah sedang mengintip. “Ohh… jadi ini ya yang dilakukan ayah dan anak gadisnya tiap selesai mandi?” tanyaku pura- pura seakan baru tahu kelakuan mereka. “B-bukan Ma… i-ini…” suamiku tampak sangat panik, dia tentunya tidak menyangka benar- benar ketahuan olehku, namun Devyta terlihat lebih santai meskipun juga ikut diam. Tampak jelas raut wajah horni mereka berdua yang betul-betul merasa tanggung karena aksi cabul mereka tiba-tiba terhenti. “Apa? sudah jelas-jelas aku melihat kamu menyetubuhi putrimu sendiri Mas” tuduhku lagi. “Bu-bukan!!” “Terus kalau bukan, apa dong namanya?” Suamiku terdiam, aku yakin dia tidak bisa mengelak setelah tertangkap basah olehku. “Maaf Ma, a-aku… aku tidak tahan” kata suamiku akhirnya. “Sudah tidak tahan?” “Iya… Maaf Ma… Maaf….” “Baiklah aku maafkan, tapi ada syaratnya” “Syarat? Apa itu Ma?” Aku tersenyum sebentar sebelum berkata, “Aku ingin melihat kalian bersetubuh” “Hah?” suamiku terkejut bukan main. “Iya, aku ingin melihat kamu ngentot dengan Devyta”
“Tapi Ma…” “Kenapa Pa? Kalian belum selesai kan? lanjutin gih… Sudah terlanjur terjadi juga, jadi cepat selesaikan. Setubuhi Devyta” Suamiku diam sejenak. Dia tampaknya masih tidak percaya dengan apa yang baru ku katakan. Mungkin saja kalau dia tadi memang benar-benar tidak sengaja meskipun dia sudah sangat bernafsu. Entahlah, namun apapun itu aku ingin melihat mereka bersetubuh sekarang. “Tapi… apa itu tidak apa-apa? dia putriku sendiri, lagian dia masih 14 tahun” ujarnya kemudian masih berusaha meyakinkan diri. Dia masih ragu. Tentu saja, karena Devyta adalah putri kami sendiri. Tapi aku yakin nafsu bisa mengalahkan segjokoya. “Sudah Pa… Gak apa-apa Pa… Lanjutin saja. Kamu pasti sudah lama punya khayjoko untuk menyetubuhi putrimu ini bukan? Tidak usah pikirkan norma-norma. Bebaskan saja khayjoko dan fantasi kamu” “Sayang, kamu juga mau kan berzinah dengan Papa kamu?” tanyaku kini pada Devyta. “Berzinah? Berzinah itu ngentot yah Ma?” tanya Devyta polos. Aku sangat senang tiap mendengar Devyta mengulangi kata-kata yang ku ajarkan ini. “Iya… berzinah itu ngentot, kamu mau kan dizinahi sama ayah kandungmu? Mau kan memek kamu dikontolin sama Papa?” ujarku dengan menggunakan kata-kata ‘liar’ untuk memanaskan suasana. “Hmm… karena Devyta cinta sama Papa, Devyta mau deh Ma dizinahi” jawab Devyta dengan riangnya, seakan dizinahi ayahnya merupakan bentuk pengabdian pada orangtua. “Tuh Pa… putrimu sudah bersedia tuh untuk kamu zinahi, entotin gih… hihihi” “Devyta, kocokin dong kontol Papa… bikin ngaceng lagi” suruhku pada Devyta. Tanpa perlu disuruh dua kali Devytapun mendekat ke arah Papanya. Dia lalu meraih kontol suamiku yang tadi terlanjur menciut. “Devyta kocokin yah Pa…” kata Devyta minta izin ke Papanya.
“I-iya sayang…” jawab suamiku tidak menolak. Meskipun dia tadi sempat ragu, tapi memang tubuhnya tidak bisa berbohong untuk mendapatkan kenikmatan dari tubuh putrinya. Devyta lalu mulai mengocok, tidak butuh waktu lama untuk membuat kontol ayahnya tegang kembali karena kocokannya. Jemari Devyta yang mungil lentik mengocok penis ayahnya dengan telaten. Tapi kalau cuma mengocok saja aku sudah sering melihatnya. “Hmm… kayakya ada yang kurang, sayang… coba masukin ke mulut kamu” “Masukin ke mulut Ma?” “Iya… Kontol Papa kamu masukin ke mulut kamu. Kamu belum pernah coba kan? cobain gih… pasti ayahmu makin cinta sama kamu…” Devyta tidak langsung melakukannya, dia menatap dulu sekian lama padaku, lalu menatap ke ayahnya. “Mau Devyta emut Pa kontolnya?” kata Devyta yang lagi-lagi meminta izin dahulu pada ayahnya. “E-emang kamu bisa?” tanya suamiku. “Bisa kok, Devyta udah pernah lihat” jawab Devyta sambil melirik padaku. Tentu saja maksudnya itu sudah pernah lihat dari film porno yang ku berikan.
“Ya sudah sayang… silahkan” setuju suamiku yang dibalas senyum manis anaknya. Aku terpana melihat pemandangan ini. Aku yakin suamiku juga demikian. Anak gadisnya sendiri sedang mengoral penisnya. Devyta mengecup ujung kepala penis suamiku beberapa kali, kemudian berusaha memasukkan semua penis itu ke dalam mulut mungilnya. “Arggghh….” Erang suamiku. Suamiku pasti merasakan sensasi nikmat yang luar biasa. Penisnya sedang dikocok pakai mulut oleh anak gadisnya di hadapan istrinya sendiri!! Cukup lama Devyta mengemut penis ayahnya, dia terlihat sangat lihai meskipun ini yang pertama baginya. “Ugh… berhenti dulu sayang… Papa gak kuat” pinta suamiku setelah beberapa saat, Devytapun menghentikan aksinya. “Kenapa berhenti sih Pa? pejuin aja mulut Devyta…” kataku sambil tertawa kecil. Mendengar hal itu Devyta juga tertawa dan memasukkan penis itu sekali lagi dalam mulutnya. Tentu saja membuat ayahnya terkejut. “Dasar Devyta, kamu nakal yah ternyata… hihihi, ayo sayang… bikin Papamu enak” suruhku menyemangati Devyta. Gerakan kepala Devyta terlihat lebih cepat sekarang. “Nghh… Devyta… arggghhh” suamiku kini juga mulai memegang kepala putrinya lalu memaju- mundurkan seperti sedang menyetubuhi mulut anaknya. Sungguh cabul!! Gerakan pinggul suamiku semakin cepat, hingga akhirnya tubuhnya kelojotan dan memuncrakan pejunya ke dalam mulut Devyta. Putri kami terus menutup mulutnya, mengapit penis itu dengan bibir selama peju ayahnya menyemprot memenuhi rongga mulutnya. Dan dia melakukan itu sambil terus tersenyum pada ayahnya. “Sayang jangan langsung telan” suruhku, Devyta sedikit mengangguk.
“Sekarang kasih lihat sama Papa kamu…” suruhku lagi. Devytapun membuka mulutnya lebar-lebar dihadapan ayahnya, menunjukkan bagaimana benih-benih ayahnya yang dulu menciptakan dirinya kini malah dia tampung di mulutnya. Karena sperma itu sangat banyak, membuat sperma itu sebagian meluber ke dagu Devyta hingga ada yang tercecer ke buah dadanya karena tidak mampu ditampung oleh mulut Devyta yang kecil. “Gimana Pa, suka ya ngelihat Devyta seperti ini? Mulut anak gadis sendiri kok dipejuin sih? hihihi” tanyaku pada suamiku. Dia tidak menjawab, tapi aku tahu dia sangat suka. Pemandangan gadis remaja dengan mulut penuh sperma serta sebagian tubuh berceceran sperma seperti ini pastinya sangat menggairahkan bagi para lelaki. “Oke sayang, sekarang telan peju Papa kamu” suruhku pada Devyta, diapun menelan sperma itu perlahan. Semua sperma itu kini perpindah ke dalam lambung putri kami. Meskipun baru saja keluar, tapi penis suamiku hanya setengah layu. Mungkin birahinya yang masih tinggi membuatnya demikian. Tidak butuh waktu lama untuk penis itu kembali tegang sepenuhnya.
“Pa, Devyta…” panggilku pada mereka berdua. “Ya Ma?” jawab mereka serentak. “Tunggu apa lagi?” tanyaku sambil tersenyum. Mereka saling pandang, suamiku yang mengerti tanpa menunggu lagi langsung menciumi putri kami. Dia juga memainkan jarinya ke vagina Devyta tanpa melepaskan celana dalam putrinya itu terlebih dahulu. Dia kini tidak malu lagi melakukan hal bejat pada putrinya di depan istrinya. Dia ingin segera meraih kenikmatan dari tubuh putrinya. Suamiku lalu merebahkan Devyta ke atas ranjang. Dia lalu melepaskan celana dalam putrinya ini. Devyta yang sepertinya juga sudah horni nurut- nurut saja, bahkan dia membantu dengan mengangkat pinggulnya. Sekarang mereka sama-sama polos kembali. “Kamu yakin Ma tidak apa?” tanyanya padaku, ujung kepala penisnya sudah menempel di permukaan vagina Devyta. “Jangan tanya aku, tanya Devyta dong Pa…” “Sayang, kamu yakin?” “Iya Pa, masukin aja…. Zinah… zinahi Devyta…” rintih Devyta yang tampak tidak tahan untuk ditusuk-tusuk sang ayah. Suamiku yang mendengar persetujuan putrinya tanpa menunggu lagi langsung menghujamkan kontolnya. Penis suamiku kini masuk seutuhnya!!
“Arggghhhhhhh” jerit Devyta tertahan. Tampak darah perawannya mengalir pelan. Dia baru saja diperawani oleh ayahnya sendiri. “Sakit…. Sakit Pah…” rengek Devyta merintih. Aku tahu betapa sakitnya hilangnya perawan itu, terlebih bagi Devyta karena umurnya masih 14 tahun!! Suamiku lalu mendiamkan penisnya beberapa saat di dalam vagina Devyta agar terbiasa. “Lanjutin Pa…” ujar Devyta beberapa saat kemudian, sepertinya tubuhnya sudah terbiasa dengan benda tumpul itu. Suamiku kembali menggerakkan pinggulnya, makin lama semakin kencang. Wajah mereka sama-sama merah padam kerena saking birahinya, terlebih oleh suamiku. Kenyataan bahwa wanita mungil yang sedang digenjotnya saat ini adalah darah dagingnya sendiri pastilah membuatnya semakin bernafsu. Dia hentak-hentakkan penisnya dengan kuat. Devyta yang awalnya merintih kesakitan kini telah berubah menjadi rintihan kenikmatan. “Gimana Pa? enak?” tanyaku pada suamiku. Dia tidak menjawab. Aku juga menanyakan Devyta pertanyaan yang sama, dan dia juga tidak dijawab.
“Dasar… kalian ini, asik berzinah ria sampai- sampai Mama dicuekin, hihihi” ujarku. Tapi tidak masalah bagiku. Aku rela tidak tidak dihiraukan demi menyaksikan obsesiku yang jadi kenyataan ini. “Pa, dia itu putri kandungmu lho…” ujarku lagi menggoda suamiku. Aku ingin membuatnya makin terangsang. “Enak yah Pa ngentotin anak gadis sendiri?” “Dia masih empat belas tahun lho…. tapi kayaknya Devyta suka tuh dizinahi sama kamu. Entotin terus dia Pa, jangan kasih ampun” Aku terus menerus mengata-ngatai agar suamiku semakin bertambah birahinya. “Sayang… Papa mau keluarin peju…” erang suamiku. Tentu saja suamiku merasa ingin cepat keluar. Udah penisnya dijepit vagina remaja yang super rapat, terus mendengar omonganku lagi, siapa yang gak tahan coba pengen cepat-cepat ngecrot? “Keluarin saja di dalam rahim Devyta Pa, bikin putrimu…. Bunting” ujarku. “Croooottttt” suamiku sepertinya tidak kuasa mendengar kata ‘bunting’. Dia ejakulasi. Tubuhnya mengejang dengan hebatnya. Dia menyemprotkan pejunya ke rahim putrinya. Sangat banyak hingga meluber ke luar dari vagina Devyta, turun perlahan membasahi sprei tempat tidur anaknya ini. “Hihihi, Papa, banyak banget sih pejunya, kamu benar-benar pengen bikin Devyta bunting yah?” ujarku menggodanya.
“Sayang, kamu pengen gak dibuntingi sama Papa?” tanyaku pada Devyta, dia mengangguk. Aku merinding membayangkan kalau Devyta benar-benar sampai hamil oleh ayahnya di usianya yang baru 14 tahun dan masih duduk di bangku SMU ini. “Terus kalau Devyta benar-benar hamil gimana Ma?” tanya Devyta. “Kamu nikah saja sama Papa. Kamu mau kan nikah sama Papa kamu?” jawabku bercanda. “Mmh… Mau deh” aku tertawa mendengar jawaban polosnya. “Hihi, emang kamu mau kasih berapa anak ke Papa?” tanyaku. “Kalau tiga gimana?” “Boleeeh…” Kami kemudian sama-sama diam sejenak meresapi apa yang baru saja terjadi. Suami telah memperawani putrinya sendiri. Mas Joko juga sepertinya tidak percaya kalau akhirnya dia telah merenggut kewanitaan Devyta. Mungkin semua ini sangat melenceng dari norma, tapi sensasi persetubuhan sedarah itu pastinya sungguh sangat luar biasa. “Pa…” panggil Devyta. “Ya sayang?” “Lain kali lagi yuk….” “I-iya… kapanpun kamu mau” jawab suamiku. “Papa juga, kapanpun Papa pengen entotin Devyta, entotin aja Pa” kata Devyta sambil tersenyum. “Mmh… Terus Mama gimana?” tanya Devyta padaku. “Mamagak apa-apa kok sayang… kamu ngentot saja yang baik sama Papa, gak usah pikirin Mama, oke?” “Benar Ma gak apa-apa?” tanya suamiku juga. “Iya Pa, kalau kamu nanti mau tidur berdua di kamar Devyta juga gak apa kok” Devyta dan suamiku tersenyum, merekapun berciuman lagi. Bercumbuan dan saling menjamah di atas ranjang. Ku lihat penis suamiku tegang lagi.
“Ya, ampun… belum puas yah? Ya udah, kalian lanjutin gih main-mainnya… Mama gak bakal ikut-ikutan sekarang. Nih kunci dulu pintunya” kataku bangkit ke luar kamar. Sebelum menutup pintu aku berkata, “Selamat berzinah ria yah kaliannya…” ayah anak itu hanya senyum-senyum, lalu melanjutkan lagi berciuman, melanjutkan lagi perzinahan mereka. Aku buru-buru menuju dapur, membuka lemari pendingin dan mengambil terong dan timun. Aku tidak tahan untuk bermasturbasi. Ya… aku rela hanya bisa bermasturbasi, sedangkan suamiku sedang enak-enakan menggenjot putri kandungnya sekarang. ~~
Sejak saat itu, hampir tiap hari aku melihat suami dan anakku bersetubuh. Mereka melakukannya di berbagai tempat. Baik di kamar Devyta, di kamar mandi, bahkan di ranjang kamarku tempat aku dan suamiku biasa bersetubuh. Suara erangan dan rintihan nikmat persetubuhan sedarah itu selalu ku dengar. Entah sudah berapa kali mereka bersetubuh. Entah sudah berapa banyak sperma suamiku bersemayam dalam vagina putrinya. Sering suamiku menyetubuhi Devyta sampai larut malam. Kadang Devyta tidak sekolah karena saking ngantuk esok paginya. Obsesiku memang sudah kesampaian untuk melihat suamiku menyetubuhi putri kami sendiri. Tapi tenyata selanjutnya aku punya ide yang lebih gila lagi. Aku ingin teman-teman suamiku tahu kalau suamiku telah menyetubuhi Devyta. Aku ingin suamiku menyetubuhi Devyta di depan teman-temannya, bapak-bapak tetangga kami. Memang sungguh gila, tapi aku tidak kuasa menahan rasa penasaran akan sensasinya. Akupun memberi tahu suamiku tentang ideku ini pagi itu sesudah Devyta berangkat sekolah. “Kamu jangan gila Ma!! Masa aku menyetubuhi Devyta di depan orang lain!!?” tentu saja suamiku terkejut mendengar permintaanku. Walaupun begitu, aku dapat melihat dari mata suamiku kalau dia juga terangsang mendengar ideku ini. Tampak ada tonjolan dari balik celananya. “Mereka selama ini kan juga sudah punya pikiran jorok ke Devyta, kamu pasti sudah tahu itu kan Pa?” Ya… melihat Devyta bermanja-manjaan dengan Papanya saja itu sudah bisa bikin mereka horni, aku penasaran bila mereka melihat Devyta disetubuhi, apalagi oleh Papanya sendiri.
“I-iya… tapi kan….” “Mereka cuma boleh melihat saja kok… tidak boleh macam-macam sama Devyta. Juga mereka harus janji tidak boleh cerita sama orang lain. Lagian kita kan mau pindah rumah Pa… jadi kita gak bakal ketemu mereka lagi” bujukku terus. “Tapi gimana caranya? Terus kamunya?” “Ya kamu ngaku saja kalau kamu sudah pernah bersetubuh dengan Devyta. Terus mereka pasti tidak percaya tuh, suruh liat saja. Aku bakal keluar rumah hari itu, jadi kalian bebas pengen ngapain aja” jawabku. “Bukannya kamu pengen lihat kami gituan di depan teman-temanku Ma?” “Iya” “Terus?” “Kan sudah ku bilang kalau aku ingin membiarkan kalian bebas” jawabku. Sebenarnya hanya dengan membayangkannya saja itu sudah cukup bagiku. “Tapi… tolong kamu rekam saja untukku Pa, atau suruh teman-temanmu itu yang merekam” lanjutku lagi. “Hah!!?” Suamiku tampak makin terkejut saja dengan ideku ini. Tapi aku tahu dadanya sedang berdebar kencang memikirkan hal tersebut sekarang. Bersenggama dengan anak gadisnya di depan orang lain sambil direkam!! “Terus kalau nanti mereka tidak tahan gimana Ma?” “Ya kamu jaga dong anakmu… Gimana Pa? Setuju?” tanyaku lagi. Ia lalu berpikir sangat lama, wajar memang karena ide ini sangat gila dan beresiko.
“O-oke deh Ma…” setuju suamiku akhirnya. Hari minggu, teman-teman suamiku datang lagi ke rumah. Mereka dan suamiku asik ngobrol dengan tetap ada Devyta di samping suamiku. Ku dengar mereka sering bertanya-tanya tentang Devyta pada suamiku seperti, “Devytanya masih sering mandi sama Pak Joko? Masih dipakaikan baju juga?” Tampaknya mereka masih saja penasaran dengan itu. Mereka tentu saja belum tahu kalau akan dikasih liat pemandangan luar biasa, begitupun putriku yang juga tidak tahu akan disetubuhi di depan teman-teman ayahnya. “Devyta, mama pergi ke pasar yah… Kamu gak apa kan Mama tinggal?” kataku pamit pada Devyta. “Gak apa kok Ma” jawabnya. Akupun meninggalkan rumah. Membayangkan anak gadisku menjadi satu-satunya wanita di antara mereka makin membuatku birahi. Selama di pasar dadaku selalu berdebar-debar memikirkan apa yang sedang terjadi di rumahku. Bayangan- bayangan suami dan putri kami bersetubuh di depan bapak-bapak itu terus memenuhi pikiranku. Sampai-sampai aku bermasturbasi di toilet umum karenanya. Aku baru pulang menjelang magrib. Aku tiba bersamaan dengan teman-teman suamiku yang juga baru akan pulang. Kami berpapasan di depan pagar. “Sudah mau pulang bapak-bapak?” sapaku pada mereka.
“Eh, i-iya Bu Susi… Pamit dulu Bu…” jawab mereka agak tergagap. “Tumben buru-buru? Ada apa?” “Gak ada apa-apa kok Bu” “Oh.. Ya sudah, hati-hati di jjoko Pak” Akupun masuk ke dalam rumah. Aku langsung mencari suami dan anakku. Meskipun suamiku berkata akan merekamnya, tapi aku lebih penasaran mendengar ceritanya langsung. Ternyata mereka ada di dalam kamar Devyta, tapi astaga!!! Aku melihat tubuh putriku penuh dengan ceceran sperma!! “Pa…!!” “Eh, M-mama” jawab suamiku. “Kok Devytanya penuh peju gini sih Pa!!?” “Kamu gak apa sayang?” tanyaku pada Devyta. Apa anak gadisku baru saja dipejuin ramai- ramai oleh mereka? Kalau benar ini tentu saja di luar dugaanku, atau mungkin mereka juga…. . “Gak apa kok Ma… Tapi Papa tuh… masa ngentotin Devyta di depan om-om itu sih…” “Ha? Dasar Papa kamu ini” ujarku pura-pura tidak tahu sambil mencubit pinggang suamiku. “Emang gimana ceritanya sayang?” tanyaku lagi pada Devyta sambil mengambil handuk untuk mengelap badan Devyta, tapi tidak jadi ku lakukan. Soalnya Devyta terlihat lebih seksi dengan badan penuh sperma begini. “Iya, awalnya Devyta dicium-cium sama Papa… Om om itu muji-muji Devyta terus Ma. Terus Papa bilang kalau Papa pengen ngentotin Devyta di depan om-om itu” “Terus kamu bolehin?” “Agak malu sih ma, tapi Devyta bolehin juga” jawabnya. “Terus sayang?” “Papa suruh Om itu ngerekam Ma…” “Om itu Mau?” “Mau kok… terus Papa mulai telanjangi Devyta Ma di depan om-om itu, tapi Ma…” “Tapi apa sayang?” “Waktu Papa ambil handycam ke kamar, om-om itu yang lanjutin nelanjangi Devyta” lanjut putriku. Aku bergidik membayangkan bagaimana putriku ditelanjangi oleh bapak-bapak itu. Seorang gadis belia yang cantik jelita, membiarkan dirinya ditelanjangi oleh pria-pria berumur. Jantungku makin berdetak cepat.
“Kamu ditelanjangi sampai bugil?” “Iya Ma… Papa sih lama, Om om itu deh yang bantuin” “Kamu ini gimana sih Pa? kok orang lain sih yang telanjangi Devyta?” tanyaku pada suamiku. “Aku juga gak tahu Ma, waktu aku balik dari kamar, ternyata Devyta lagi ditelanjangi mereka” ujar suamiku. Ya sudahlah kalau begitu, menurutku tidak masalah. Toh cuma ditelanjangi, paling digerepe-gerepe 'sedikit'. “Terus sayang?” “Mereka mulai merekam Ma, Devyta disuruh hisap kontol Papa sambil liat ke kamera yang dipegang om itu Ma… ya Devyta ikutin” jawab Devyta enteng dengan lugunya. Membayangkan putriku yang cantik telanjang sendirian diantara pria-pria disana, bahkan mengulum penis ayahnya sungguh membuat dadaku berdebar. Aku tidak menyangka hanya mendengar ceritanya saja bisa membuatku sangat horni. “Terus?” “Devyta dientotin sama Papa Ma di ruang tamu…. Om itu terus aja muji Devyta. Eh, Papa bilang silahkan aja kalau mereka mau ngocok. Mereka ngocok deh Ma sambil liat Devyta dientotin sama Papa” terang Devyta. “Terus Papa kamu keluarin pejunya dimana sayang?” “Di dalam Ma… banyak banget” “Enak ya Pa ngentot di depan orang lain? hihihi” tanyaku pada suamiku, dia hanya tersenyum nyengir. “Udah? gitu aja?” “Belum selesai Ma…” kata Devyta. “Belum selesai?” “Iya Ma, soalnya om-om itu bilang gini Ma… Devytanya gak di anal sekalian Pak?” kata Devyta berusaha menirukan gaya bicara bapak-bapak itu. “Anal?” tanyaku terkejut, “Devyta nya kamu analin Pa?” tanyaku lagi pada suamiku. Aku tentu saja tidak menyangka kalau Devyta bakal dianal. “Iya Ma, Devyta nya mau kok, katanya dia juga penasaran” “Beneran sayang? Kamu gak dipaksa kan sama Papa? Emang gak sakit?” tanyaku pada Devyta. “Sakit sih Ma… Tapi gak dipaksa kok Ma…” “Oh…”
“Terus om-om itu pengen Devyta pake seragam sekolah Ma…” lanjut Devyta. “Ha? Kamu dianal sambil pake seragam??” “Awalnya sih iya Ma… tapi lama-lama kancing kemeja Devyta mulai dibukain satu-satu, terus cuma pake rok aja, terus Devyta bugil lagi” terang Devyta. Aku hanya bisa geleng-geleng kepala. Sungguh mesum, Devyta dicabuli beramai-ramai dengan seragam sekolah SMU nya. Ini melebihi khayjokoku, juga khayjoko suamiku tentunya. “Terus sayang?” “Terus mereka tumpahin pejunya ke seragam Devyta Ma, Papa juga. Basah deh seragam Devyta kena peju… lihat tuh Ma” kata Devyta sambil menunjuk ke sudut ruangan, ada seragam SMU nya Devyta yang berlumuran cairan putih kental di sana. “Udahan? Terus peju di badan kamu ini?” “Iya… terus kan kami istrihat. Devyta mandi sama Papa” “Mereka gak ikut mandiin kamu kan sayang?” “Gak Ma, gak boleh sama Papa. Tapi mereka bantu handukin Devyta” “Bantu handukin kamu?” “Iya… Mereka juga ambil foto-foto Devyta sambil handukin. Terus katanya mereka nafsu lagi, mereka bilang pengen ngentotin Devyta Ma, mereka pengen genjotin memek Devyta…” “Kamu bolehin!!??” “Nggak, Devyta maunya cuma sama Papa aja” “Oh…” bagus deh.
“Jadinya mereka ngocok deh Ma sambil pegang-pegang Devyta, gak apa kan Ma kalau cuma dipegang-pegang? Habisnya enak sih… hihihi” “Dasar kamu. Iya gak apa, terus mereka tumpahin ke badan kamu?” “Iya Ma… mereka tembakin peju mereka ke Devyta. Kotor lagi badan Devyta Ma, padahal Devyta baru mandi” ujar Devyta santai sambil membuka lebar tangannya, menunjukkan ceceran sperma yang mulai mengering di sekujur tubuhnya. Memang bukan bau sabun yang tercium dari tubuhnya, tapi bau peju yang pekat. “Masa kamu biarin aja sih Pa? Kalau Devyta nya diperkosa gimana coba?” tanyaku pada suamiku. “Aku juga gak mau Ma sebenarnya… Waktu itu aku sedang menerima telpon dari bos” jawab suamiku beralasan. “Jadi kamu cuma bisa ngelihatin anakmu dipejuin orang lain?” “Mau gimana lagi Ma, tidak mungkin aku menyela omongan Bos” ujar suamiku, tampaknya dia berkata jujur. “Ya sudah Pa, gimana lagi” “Tapi itu tandanya om om itu cinta sama Devyta kan Ma?” tanya Devyta polos.
“Iya… Om itu cinta sama kamu, hati-hati lho ntar kalau istri mereka tahu kamu bakal dimarahi, hihihi” ujarku, Devyta nya malah cekikikan sambil meletakkan telunjuk di bibirnya, tanda agar jangan memberi tahu mereka. Sungguh nakal dan menggemaskan tingkah putri kami ini. “Eh Ma… Tapi kontol om-om itu gede gede lho Ma, apalagi punya Om Rudi. Punya Papa aja kalah Ma… Devyta jadi ngebayangin kalau masuk ke memek Devyta gimana” kata Devyta kemudian. Aku terkejut bukan main mendengarnya, demikian juga suamiku. Devyta jadi keterusan!! Ku lihat raut wajah cemburu dari suamiku karena punyanya dibandingkan dengan punya bapak- bapak tetangga oleh putrinya sendiri. “Dasar kamu nakal, emangnya kamu mau memek kamu dimasuki kontol Om Rudi?” godaku yang sepertinya malah membuat suamiku makin cemburu. “Mmmh… Yang boleh masuk ke memek Devyta cuma punya Papa sih Ma, tapi…” “Tapi apa?” “Tapi kalau Papa kasih izin… Devyta gak nolak kok” katanya melirik nakal pada ayahnya. Makin terkejut aku dan suamiku mendengarnya.
Perkataannya sungguh bikin aku gemas. Polos dan lugu tapi ternyata putriku ini ‘nakal’ juga. Aku kini jadi ikut-ikutan tertarik membayangkan putriku disetubuhi oleh bapak tetangga itu. “Mama sih terserah Papa aja. Kalau Papa kasih izin Mama setuju aja kamu dimasukin kontol om-om tetangga kita itu” ujarku. Aku ingin tahu bagaimana respon suamiku. Devytapun benar- benar meminta izin pada ayahnya. “Gimana Pa? Boleh gak memek anak Papa dimasukin kontol Om Rudi? Papa rela gak?” tanyanya. Sungguh pertanyaan yang pastinya makin membuat perasaan suamiku tidak karuan. Suamiku tampak lama diam berpikir. Sepertinya dia juga penasaran!! Apa yang akan kau jawab mas? Apa kamu rela putrimu bersetubuh dengan orang lain? “Papa gak tahu, lihat nanti saja deh” cuma itu yang dikatakan suamiku. Diapun pergi ke kamarnya. Ya sudah, tapi kok Devyta nya… “Sayaaang!!! Kamu kok langsung tiduran gitu sih?” tanyaku pada Devyta karena dia seenaknya langsung tiduran di atas ranjang. Padahal ceceran sperma dibadannya masih belum dibersihkan.
“Ngantuk Ma… capeeeek” jawab Devyta santai. Aku paham dia pasti capek, tapi kan… “Iya Mama tahu, tapi bersihkan dulu dong badannya… Lihat tuh jadi kotor gitu spreinya” suruhku lagi, tapi dia tetap tidak menghiraukan. Tetap saja berbaring memeluk guling dengan nyamannya. Dasar Devyta… Apa dia tidak risih badannya lengket-lengket begitu? “Bandel banget sih… Ya sudah kamu tidur dulu bentar, tapi ntar jangan lupa bersih-bersih” kataku mengalah. Akupun membiarkan Devyta tertidur dengan badan masih berlumuran peju!! Bisa-bisanya putriku ini tidur dengan nyenyaknya dengan kondisi seperti itu, pemandangan yang sangat ganjil. Aku lalu keluar dari kamarnya yang penuh bau peju ini. Aku memutuskan untuk bermasturbasi sendiri sambil menonton rekaman persetubuhan putri dan suamiku barusan. Soalnya aku sudah horni dari tadi mendengar semua cerita mereka. ~~ Beberapa hari berlalu, tiap sore tetangga teman-teman suamiku ini selalu main ke rumah. Tentu saja aku tahu maksud tujuan kedatangan mereka yang sebenarnya. Namun mereka tidak berani berbuat macam-macam pada Devyta karena ada aku di rumah. Paling jauh mereka hanya punya kesempatan meraba Devyta sebentar saja.
….. “Sayang…” panggil suamiku pada Devyta hari itu. “Ya Pa?” “Papa mau bilang sesuatu sama kamu” “Hmm? Mau bilang apa Pa?” “Anu… tentang yang kamu bilang waktu itu” “Yang waktu itu yang mana sih Pa?” “Itu… Yang katanya kamu pengen cobain kontol Om Rudi” “Oh yang itu… Kenapa Pa? Papa pengen Devyta ngentot sama Om Rudi? Kapan Pa?” “…..” “Gimana Pa? Papa pengen lihat Devyta ngentot- ngentotan sama orang lain ya? Papa rela?” “Tidak!! Papa tidak rela. Papa tidak mau kamu disetubuhi sama orang lain!!” ujar suamiku. Aku tidak menyangka suamiku berkata demikian. Sesaat aku tadi berpikir kalau dia akan merelakan putrinya dientotin teman-temannya. Keraguannya lenyap, dia kini tampak benar- benar yakin kalau Devyta cuma miliknya. Ya... Menurutku memang lebih baik begitu, aku dan suamiku bukan germo yang mengobral anak gadis kami sendiri. Aku ingin hanya Papanya saja yang menyetubuhi Devyta. Hmm... Apa aku aja ya yang cobain punyanya Pak Rudi? Ups... apa sih yang ku pikirkan. “Papa cuma mau kamu milik Papa. Cuma Papa yang boleh ngentotin kamu” lanjutnya.
“….” “Pa…” panggil Devyta, dia terlihat tersenyum. “….Devyta juga gak rela kok” “Sayang…?” “Iya… Devyta juga gak rela kalau dientotin sama selain Papa. Devyta juga maunya cuma sama Papa aja. Papa cemburu ya waktu itu? Hihihi, maaf yah Pa…” “Tentu saja Papa cemburu sayang. Kamu itu milik Papa, masak Papa kasih ke orang” Senyum manis Devyta mengembang mendengar perkataan ayahnya ini. “Makasih Pa… Devyta jadi yakin kalau Papa benar- benar cinta sama Devyta.... sama kayak Devyta cinta sama Papa” “Jadi… jadi kamu sengaja ya bikin Papa cemburu?” “Iya Pa, maaf ya… hihihi” ujar Devyta sambil memeluk Papanya. “Dasar kamu memang nakal” Aku terpana melihat adegan ini. Sungguh manis. Sepertinya cinta suamiku terhadap putrinya jauh lebih besar dibandingkan cintanya padaku, tapi tidak masalah. Ini memang keinginanku. Ini memang obsesiku. Karena memang seharusnya seorang ayah adalah cinta pertama dan cinta sejati bagi anak gadisnya, bukan begitu? Mungkin inilah alasan kenapa ibu dan kakekku dulu bersetubuh. Karena mereka… saling mencintai. “Pa…” Panggil Devyta. “Ya sayang?’
“Berzinah lagi yuk…” pinta Devyta dengan senyum manis. “Kamu pengen Papa genjotin lagi?” “Iya Pa… sampai bunting kalau boleh” “Dasar kamu nakal, boleh kok” “Boleh kan Ma?” tanya Devyta padaku. Aku tersenyum mengangguk. Akupun meninggalkan mereka berduaan. Membiarkan mereka saling membagi cinta mereka. Kamipun pindah rumah dua minggu kemudian. Untung saja, kalau tidak, mungkin lama-lama Devyta benar akan disetubuhi oleh tetangga kami. Putri dan suamiku kini betul-betul menjadi kekasih sejati. Saling mencintai lebih dari sekedar ayah dan anak. Hubungan sedarah mereka tentu saja sangat tabu, tapi cinta dan nafsu mengalahkan segjokoya. Dan untuk apa- apa yang akan terjadi selanjutnya, biarlah waktu yang menjawab. Yang penting kami sama-sama mendapatkan kebahagian saat ini. Di luar akulah istri dari suamiku, tapi di dalam rumah Devytalah yang selalu melayani ayahnya. “Sayang…” panggilku pada putriku. “Ya Ma?” “Ini Mama baru beliin celana dalam lagi. Suruh Papamu pakein gih” kataku sambil menyerahkan bungkusan plastik berisi beberapa helai pakaian dalam. “Makasih Ma… Pa, lihat nih… baru lagi lho… Ih, ada empat helai Pa, lucu-lucu” kata Devyta menunjukkan bungkusan celana dalam itu pada Papanya. “Pa… Mandi bareng yuk Pa… Habis itu handukin Devyta” ujar Devyta manja. “Iya iya… Terus habis itu?” tanya suamiku. “Habis itu cobain celana dalam” “Terus, habis itu?” “Ngentot sama Papa sampai malam”
Ada sebuah pengalaman yang sangat membekas dalam ingatanku. Waktu kecil dulu aku pernah diam-diam melihat ibuku dientot oleh kakekku, ayah kandung ibuku sendiri. Aku tidak tahu apa yang membuat ibu dan kakek melakukan hubungan seperti itu, aku yang juga tidak tahu harus berbuat apa akhirnya memilih diam. Namun ternyata kejadian itu bukan hanya sekali, tapi berkali-kali. Kakekku dulu memang tinggal bersama dengan kami sehingga memungkinkan mereka berbuat seperti itu berulang-ulang di saat ayahku tidak di rumah. Kini saat sudah memiliki putri, aku sering membayangkan kalau suamiku bersetubuh dengan anak gadis kami. Membayangkan bagaimana suamiku menggenjot anak gadisnya sendiri sampai anak gadis kami ini hamil olehnya. Tentu saja itu merupakan khayjoko gila dari seorang ibu terhadap anak dan suaminya sendiri. Bagaimana bisa seorang ibu punya pikiran semacam itu!? Namun hal tersebut sangat membangkitkan gairahku. Bahkan aku sering bermasturbasi karena tidak tahan dengan khayjoko gilaku ini. Saat aku berhubungan badan dengan suamiku, aku juga menganggap kalau aku ini adalah Devyta, anak gadisnya. Hal itu membuatku orgasme lebih cepat. Selain itu, saat aku pergi ke pasar dan meninggalkan mereka berdua di rumah, aku juga sering membayangkan kalau mereka bersetubuh di belakangku selama aku pergi. Aku jadi berdebar-debar sendiri selama di pasar karena memikirkannya.
Seiring waktu, hanya dengan membayangkan tidak cukup lagi bagiku. Kini aku betul-betul berharap mereka berzinah, melakukan hubungan badan sedarah antara seorang ayah dan anak gadisnya. Akupun berusaha menciptakan situasi-situasi agar suami dan anakku menjadi tertarik satu sama lain. Aku sampai membelikan putriku pakaian-pakaian yang seksi, lalu mengajarinya cara berpakaian yang membuat lekuk tubuhnya tercetak. Tanktop dan celana pendekpun menjadi pakaiannya sehari-hari bila di rumah. Devyta tidak masalah dengan cara berpakaian yang ku ajarkan, malah dia sangat menyukainya. Sebenarnya sering suamiku memprotes cara berpakaian putri kami. Tapi tentu saja aku membela Devyta.
“Memangnya kenapa sih Pa? kan cuma di rumah saja. Lagian cuma Papa sendiri laki-laki di sini” ujarku. “Iya sih” “Kalau gitu ya gak apa-apa dong Pa…” “Tapi kan….. Ya sudah lah” kata suamiku akhirnya mengalah. Maka bebaslah Devyta berpakaian seperti itu di hadapan ayahnya. Mungkin kalau pria lain yang melihat keadaan putri kami, pria itu sudah pasti akan sangat bernafsu. Bagaimana tidak? Seorang gadis cantik yang sedang segar-segarnya tampil dengan pakaian yang menggemaskan dan membangkitkan birahi, yang mana ibunya sendiri yang mengajarkan cara berpakaiannya itu. Itupun sebenarnya cukup sering terjadi, karena teman-teman suamiku sering mampir ke rumah, begitupun bapak-bapak tetangga sebelah. Aku seorang ibu yang sedang mengajarkan putrinya menjadi seorang eksibisonis!!
“Wah, Devyta udah gede yah… cantik lagi” Itu yang selalu mereka katakan bila melihat putriku di rumah. Aku lihat mata mereka selalu melirik ke tubuh putri kami. Rasanya sungguh aneh saat anak gadisku dipelototin begitu, antara marah dan bangga karena putriku banyak yang menyukai. Dengan keadaan Devyta yang berpakaian seperti itu, aku jadi lebih sering meninggalkan suami dan putri kami berdua menonton tv, atau menyuruh suamiku membantu Devyta mengerjakan PR-nya di dalam kamarnya Devyta. Saat mereka berduaan, akupun diam-diam memperhatikan dari jauh. Aku ingin tahu apakah suamiku mencuri-curi pandang ke arah anaknya. Tapi ternyata tidak. Meskipun ada sesekali melirik ke anaknya, tapi yang ku lihat masih pandangan tanpa nafsu. Tidak lebih dari seorang ayah yang sedang membantu putrinya. Namun ini tidak membuatku menyerah. Malam ini kami sedang duduk bersama menonton acara televisi. Sebenarnya ini adalah keadaan dan suasana yang biasa, hanya pikiranku saja yang tidak beres. “Sayang, ayo sini mama pangku” kataku mulai melancarkan aksiku. Devyta saat itu masih tetap setia mengenakan tanktop dan celana pendek sepaha bila sedang di rumah. “Ihh… mama. Devyta kan udah gede. Masa masih dipangku!?” “Hihihi, udah gede apanya? udah gede apanya ayo…” kataku sambil menarik Devyta, memeluknya lalu mengangkatnya ke pangkuanku sambil ku gelitiki. “Hahaha… geli mah, ampun….” “Ininya yah yang udah gede?” tanyaku sambil menyentil buah dadanya yang hanya ditutupi tanktop. “Mama!! Geli…!!” Bercanda seperti inipun memang sudah sering kami lakukan. Saling menggelitik dan bermain- main saat bersama-sama duduk menonton tv. Tapi kini aku mempunyai tujuan lain, yaitu sengaja membuat suamiku jadi terangsang dan bernafsu pada anaknya sendiri. “Hihihi, Pa, lihat nih anakmu udah gede” ujarku memanggil Mas Joko. Kaki Devyta ku buat jadi membuka lebar saat itu. Aku ingin suamiku melihat betapa putrinya kini sudah menjadi seorang gadis yang cantik dan menggairahkan. Membuat suamiku jadi berpikiran kotor pada anak gadisnya sendiri. Mas Joko memang melirik ke arah kami, tapi dapat ku baca dari wajahnya kalau yang dimaksud ‘gede’ olehnya hanyalah umur putrinya yang sudah semakin bertambah, bukan ukuran-ukuran kewanitaan seperti buah dada, pinggul dan lekuk tubuh putrinya.
“Ayo sayang , minta pangku juga sama papa kamu sana” suruhku pada Devyta. “Pa… pangkuin Devyta dong…” minta Devyta manja. “Iya-iya sini” kata mas Joko sambil membiarkan Devyta duduk di pangkuannya. Mereka kini sama- sama menghadap ke arah tv. Suamiku tampak biasa-biasa saja, tidak terlihat tanda-tanda nafsu meskipun saat ini ada seorang gadis cantik yang sedang duduk di pangkuannya. Padahal aku berharap kalau suamiku ereksi, sehingga penis tegangnya akan mengganjal pantat anak gadis kami. “Duh, iya nih kamu sudah gede. Berat amat sekarang” ujar mas Joko sambil mengusap- ngusap rambut Devyta. “Biarin… week. Nih rasain!!” Devyta lalu mengangkat sedikit pinggulnya, lalu menurunkannya lagi tiba-tiba ke bawah. Seakan menunjukkan kalau dia memang sudah lebih berat sekarang karena semakin dewasa. Namun yang ada itu malah membuat penis suamiku tertekan pantat putrinya. “Duh, kamu ini” gerutu suamiku. Namun tetap membiarkan Devyta terus di pangkuannya. Devyta tampak nyaman sekali dipangku ayahnya, mereka begitu mesra. Merekapun terus menonton tv dengan posisi berduaan begitu, dan aku terus hanya memperhatikan. Semakin lama, ku lihat sesekali pantat putriku ini bergeser-geser kesana-kemari di pangkuan suamiku. Apa suamiku sedang ereksi? Sehingga membuat Devyta merasa tidak nyaman karena pantatnya terganjal? Kalau benar, apa putriku ini tahu kalau penis tegang ayahnyalah yang sedang mengganjal pantatnya saat ini? Oh tuhan… Aku jadi berdebar-debar memikirkannya. Aku lalu bangkit dari tempat dudukku. Aku ingin meninggalkan mereka berdua lagi kali ini. “Mau kemana ma?” tanya suamiku. “Mau ke kamar, sudah ngantuk” jawabku sekenanya, karena tujuanku sebenarnya hanyalah ingin membiarkan mereka berduaan. “Kamu mau tidur juga sayang?” tanyanya kini pada Devyta. “Belum ngaktuk Pa” jawab Devyta cuek sambil tetap asik menonton tv. “Ya sudah” Akupun masuk ke kamar dan membiarkan suami dan anakku berduaan di sana. Dari dalam kamar aku mencoba mengintip mereka, tapi tidak ada gerakan ataupun obrolan yang aneh- aneh meski posisi mereka tetap tidak berubah. Akupun memutuskan untuk berbaring di ranjang. Tapi tanpa sadar aku benar-benar tertidur!! Saat aku terbangun esok paginya dadaku begitu berdebar-debar. Entah apa yang sudah ku lewatkan tadi malam. Apa mereka melakukan sesuatu selagi aku tidur? Atau bahkan suamiku dan putri kami sudah bersenggama? Pikiran- pikiran itu terus melintas di kepalaku. Perasaanku semakin tidak karuan karena aku tidak mengetahui apa yang sebenarnya terjadi, meskipun belum tentu semua yang ku pikirkan tadi benar-benar terjadi. Tapi sensasi membayangkan kalau mereka bermain diam- diam dibelakangku ini sungguh mengaduk-aduk perasaanku, dan aku berharap mereka benar- benar telah melakukannya. ~~
Akupun melanjutkan terus aksiku. Ketika itu dengan nada bercanda aku menyuruh Mas Joko untuk memandikan Devyta, tapi tentu saja baik Devyta maupun suamiku menolaknya. “Gak mau ah, Devyta kan udah gede, masa dimandikan Papa” jawab Devyta. “Iya nih, mama ada-ada aja” kata suamiku ikut- ikutan. “Hihihi… Kalau mama yang mandikan Devyta, mau?” tanyaku lagi. “Gak mau juga!!” Namun akhirnya Devyta mau juga mandi denganku. Dia benar-benar sudah menjadi seorang gadis muda yang cantik. Tanda-tanda kewanitaannya benar-benar sedang tumbuh dengan baik. Pastinya akan membuat nafsu para lelaki bila melihat dia telanjang dan basah- basahan seperti sekarang ini. Aku ingin ayahnya juga melihatnya dengan pandangan nafsu. Waktu aku ingin menyabuni badan, ku temukan botol sabun sudah mau habis. Ini kesempatanku!! “Sayang, sabunnya habis nih. Kamu ambilin gih ke belakang” suruhku pada Devyta. “Kok Devyta sih ma?” “Iya dong, masa mama yang ambil. Sana” “Iyaa…” Devyta lalu melilitkan handuk ke tubuhnya, tapi ku cegah. Aku ingin memamerkan tubuh indah Devyta kepada ayahnya saat ini. Tanpa banyak tanya Devytapun menuruti. Aku memanfaatkan sifatnya yang masih polos dan belum mengerti betapa pentingnya menutupi bagian-bagian kewanitaaannya itu. Jadilah dia bertelanjang bulat dari kamar mandi ke dapur. Pintu kamar mandi ku buka sedikit agar aku dapat mendengar apa yang akan terjadi. Dari sini aku memang tidak bisa melihat apa yang terjadi, namun aku masih bisa mendengar dengan jelas. Ku dengar suamiku terkejut dan menegur Devyta kenapa keluyuran telanjang begitu di dalam rumah. Dijawab Devyta kalau ingin mengambil sabun. “Sabunnya dimana Pa? gak ketemu nih…” “Bentar papa ambilkan” Tidak terdengar suara sama sekali selama beberapa saat kemudian. Dadaku berdebar memikirkan suamiku sedang bersama putri kami yang bertelanjang bulat!! Pastinya jarak antara ayah dan anak itu sangat dekat. Aku tidak tahu apa suamiku terangsang saat ini. Namun yang pasti, akulah yang terangsang berat karena memikirkan hal tersebut. “Makasih Pa” “Iya, sana cepat ke kamar mandi. Nanti malah masuk angin lama-lama telanjang di luar” “Iya Pa” Tidak lama kemudian Devyta masuk kembali ke kamar mandi. “Mama lagi ngapaiiiin!??” “Eh, n-nggak lagi ngapa-ngapain” jawabku tergagap. Aku kedapatan olehnya sedang masturbasi menyemprotkan shower ke vaginaku!! Untung kemudian bisa ku jelaskan kalau aku sedang membersihkan bagian tersebut. Kamipun mandi seperti biasa selanjutnya. Handuk yang kami bawa saat itu cuma satu, jadi kami pakai berdua bergantian setelah selesai mandi. Tentu aku yang mengenakan handuk itu, sedangkan Devyta ku suruh bertelanjang menuju ke kamarnya. Sekali lagi ketelanjangannya di lihat oleh ayahnya. ~~
Malam harinya aku mengajak Devyta tidur bersama di kamar kami. Tentunya ini juga bagian dari rencanaku yang lain. Suamiku awalnya menolak karena harus berbagi ranjang dengan Devyta, mungkin karena anak perempuannya itu sudah besar. Tapi setelah ku bujuk terus akhirnya dia mau juga. “Kamu suka sayang kita tidur sama-sama kayak dulu lagi?” tanyaku pada Devyta. “Suka ma, udah lama nggak” Sebelum tidur kami menghabiskan waktu untuk ngobrol-ngobrol tentang sekolahnya, teman- temannya, rencana liburan, hadiah ulang tahunnya yang akan datang dan lain-lain. Posisi Devyta berada di tengah-tengah diapit oleh kami berdua. “Menurut kamu Papa orangnya gimana sayang?” tanyaku kini mencoba membahas tentang ayahnya. “Baik, gak pemarah” “Kamu sayang tidak sama Papa?” “Iya, Devyta sayang banget sama Papa” “Cuma sayang saja? Tidak cinta?” tanyaku lagi. “Iya, Devyta juga cinta Papa” jawab Devyta polos. Tentu saja cinta yang dimaksud Devyta bukanlah seperti perasaan cinta kepada kekasih, namun hanya perasaan cinta dari seorang anak kepada orangtuanya. “Tuh Pa, anak kamu saja cinta sama kamu, masa kamu enggak? hihihi” tanyaku kini pada mas Joko. Aku ingin tahu bagaimana responnya. “Ihh… Papa gak cinta yah sama Devyta?” rengek Devyta manja. “Ah, gara-gara kamu ini Ma. Iya sayaaang… Papa juga cinta kok sama kamu” ucap suamiku yang disambut tawa renyah Devyta. Mendengar hal ini membuatku semakin bersemangat. Ku dekati Devyta dan ku bisikkan sesuatu padanya. “Pa, kalau Papa cinta sama Devyta, cium Devyta dong Pa…” kata Devyta kemudian. Ia menuruti apa yang ku bisikkan padanya barusan. Mas Joko yang mendengar permintaan Devyta itu dibuat terkejut, diapun melotot kepadaku karena sudah mengatakan yang tidak-tidak pada putri kami. Aku hanya tertawa kecil saja. “Iya, sini sayang…” ucap Mas Joko mau juga akhirnya, “Cup” “Yang kanan juga Pa” pinta Devyta lagi. “Iya-iya” saat mencium pipi kanan, suamiku sedikit menghimpit Devyta karena putrinya itu berada di sisi kirinya. “Devyta juga cium dong Papanya” suruhku lagi, Devyta pun melakukannya. Dia kini gantian menciumi pipi Papanya. Darahku berdesir melihat pemandangan cium-ciuman ini. Adegan cium-ciuman antara ayah dan putrinya. Walau sebenarnya hal ini tidak asing, namun baru kali ini mereka saling mencium berkali-kali, bahkan melakukannya di atas ranjang. Saat putri kami sudah tidur, akupun melanjutkan aksiku untuk merangsang suamiku. Aku bermasturbasi di sebelah Devyta. Suamiku tentunya terkejut melihat aksiku karena ada Devyta di dekat kami, aku senyum-senyum saja. Ku katakan kalau aku sedang kepengen. Tentu saja suamiku menolaknya, mana mungkin kami ngentot saat Devyta ada di tengah-tengah kami. Akhirnya aku setuju untuk hanya saling bermasturbasi. Dia memainkan vaginaku dan aku mengocok penisnya. Saat mengocoknya, sering aku menyentuhkan penisnya ke paha putri kami. Tentunya aku pura-pura tidak sengaja saat melakukannya. “Ma… hati-hati dong…” “Kenapa Pa? geli yah kena paha Devyta? Hihihi” “Bukan gitu… Nanti kalau dia bangun gimana coba?” “Iya deh… sorry” kataku sambil tersenyum. Ku lanjutkan terus kocokanku sampai akhirnya dia muncrat, tapi sengaja ku arahkan ke selangakangan putri kami. Jadilah celana pendek serta paha Devyta berceceran sperma ayah kandungnya. “Duh Ma… kena Devyta nih… Makanya aku bilang hati-hati!!” ujar suamiku berbisik keras. “Wah… Gak sengaja Pa. Papa yang bersihkan yah, aku mau ke wc dulu” “Lho? Kok aku sih ma yang ngebersihin?” tanya suamiku jengkel, namun aku terus saja memalingkan tubuhku berjjoko ke wc. Saat aku sudah keluar dari kamar, aku mengintip apa yang akan dilakukan suamiku. Dia tampak kerepotan membersihkan ceceran spermanya yang ada di sekitar selangkangan anak gadisnya. Sayangnya dia hanya sekedar membersihkan, tidak berperilaku aneh. ~~
Malam itu baru permulaan, karena setelah itu semakin sering ku ajak Devyta tidur bareng dengan kami. Devyta sepertinya amat senang bisa tidur bersama-sama dan sepertinya dia ketagihan, dia bahkan tidak mau lagi tidur di kamarnya. Bagiku ini pertanda bagus untuk mewujudkan khayjokoku. Sama seperti malam itu, aku dan suamiku juga terus saling membantu bermasturbasi walau ada Devyta di tengah-tengah kami. Sehingga makin seringlah Devyta terkena semprotan peju ayahnya karena selalu sengaja ku tembakkan ke arah selangkangannya. Kadang tidak hanya paha dan celana pendeknya saja yang kena, namun juga tangan dan bajunya. Bahkan pernah suamiku menyemprot sangat kencang hingga ada yang mengenai wajah putri kami. Dan lagi-lagi, suamikulah yang ku suruh membersihkan ceceran spermanya itu. Mas Joko sepertinya sudah tidak keberatan lagi dengan kehadiran Devyta di tempat tidur. Spermanya yang berceceran di tubuh putrinya tidak menjadi masalah lagi baginya. Entah ada hubungannya atau tidak. Suamiku jadi lebih sering meminta ML. Apa ini sebagai pelampiasan nafsunya yang tak tersalurkan pada putrinya? Aku harap iya. Tentunya dia memintanya saat siang hari karena kalau malam ada Devyta di tempat tidur kami. Walaupun sering aku mencoba mengajaknya ngentot setelah putri kami tidur, namun dia tetap menolaknya. Sering saat kami ngeseks di kamar waktu siang hari, pintu kamar ku buat agak terbuka. Padahal ada Devyta di rumah saat itu. Ya… aku sengaja membukanya sedikit dan berharap putri kami melihat apa yang sedang ku buat dengan ayahnya. Dan itu benar terjadi!! Sering aku melihat kalau putriku sedang mengintip kami bersenggama. Aku penasaran apa yang ada dipikiran putri kami saat itu. Aku kini berpikir untuk tidak memberi jatah lagi pada suamiku. Saat suamiku kepengen, akupun menolaknya dengan berbagai macam alasan seperti sedang capek, sibuk dan sebagainya. Namun malamnya aku tetap membantu mengocok penisnya di samping anakku seperti biasa. Karena memang ini tujuanku, aku tidak ingin melayani suamiku agar malamnya dia melampiaskan nafsunya di samping putri kami. “Ma, kita ML yuk…” pinta suamiku malam itu, akhirnya kini dia meminta ngeseks walau ada Devyta yang sedang tidur di antara kami. Tapi aku sudah punya rencana lain. Aku tetap tidak akan memberinya jatah lagi. “Capek Pa…” jawabku pura-pura lemas. “Ayo lah Ma… Papa lagi kepengen nih…” “Mama kocokin aja yah…” tawarku. “Ya sudah Ma” Dia lalu bangkit dan berlutut, sedangkan aku masih tetap berbaring sambil mengocok penisnya. Namun posisi Devyta masih ada di antara kami. “Devyta cantik yah Pa?” tanyaku memancing sambil tetap mengocok penis suamiku. “Iya, sama kayak mamanya” aku tersenyum. “Anak gadis Papa ini udah makin gede aja… lihat nih kulit putihnya lembut, mulus dan licin” ujarku sambil menampar-nampar penis suamiku ke tangan anak kami. Suamiku hanya diam saja!! biasanya dia pasti protes!! namun kali ini tidak berkata apa-apa!! “Enak yah Pa?” tanyaku. Tentu saja yang ku maksud enak atau tidak waktu penisnya bersentuhan dengan kulit putri kami. “Ngghh… Enak ma…” “Geser dikit Pa, biar lebih enak mama ngocokinnya” pintaku. Diapun menggeser tubuhnya ke atas sehingga kini penis tegangnya tepat mengarah ke wajah Devyta. Posisinya seperti akan men-cumshoot putri kami !! Ku melirik ke arah suamiku, dia ternyata memang sedang menatap wajah putri kami sambil penisnya tetap ku kocok. Aku harap dia memang sedang berpikiran kotor terhadap Devyta. Setelah sekian lama ku kocok, akhirnya dia muncrat juga. Anehnya dia tidak berusaha mengarahkan muncratannya ke tempat lain. Jadilah wajah putri kami berlumuran sperma kental suamiku. Pemandangan ini membuatku bergidik. Devyta yang sedang tidur baru saja disemprotin peju, dan pelakunya adalah ayah kandungnya!! Sungguh banyak, kental dan menggumpal di wajah cantiknya. “Ihh.. Pa, kok muncratnya ke wajah Devyta sih? banyak banget lagi… udah gak tahan yah?” godaku. “I-iya Ma… kocokan mama enak banget” jawabnya. Kocokanku yang enak atau kamu yang nafsu sama putrimu? Sampai-sampai muka putrimu sendiri dipejuin gitu, ujarku dalam hati. Tampak Devyta sedikit menggeliatkan badannya, mungkin tidurnya terganggu karena ada sesuatu yang mengenai mukanya. “Cup cup cup… Devyta sayang… tidur… tidur…” kataku berbisik sambil mengusap-ngusap bahunya agar dia tertidur lagi. “Tuh Papa… untung Devytanya gak kebangun. Ya sudah, mama tidur duluan yah Pa. Gak pengen nambah lagi kan ngepejuin muka Devyta nya?” kataku menggoda suamiku. “Apaan sih kamu ma? Aku kan gak sengaja nyemprot di muka Devyta” katanya beralasan. “Ya sudah, buruan bersihin gih, ntar dia beneran bangun. Kan gak lucu pas dia bangun nemuin peju di mukanya, peju papanya pula, hihihi” Baru saja ku berbicara begitu, Devyta kembali menggeliat. Tangan Devyta tampak mengusap wajahnya sendiri. Mungkin dia berpikir kalau ada nyamuk di wajahnya, padahal itu sperma ayah kandungnya. “Cup cup cup… tidur sayang….” Kataku lagi buru-buru mengusap bahu Devyta biar dia lelap lagi. “Kalau gak bobo ntar kena pejuin Papa lagi lho… hihihi” kataku lagi. “Ma!! Kamu ini, masa ngomongnya begitu!!” katanya, aku hanya senyum-senyum saja, lalu merebahkan badanku pura-pura tidur, membiarkan suamiku sibuk membersihkan ceceran peju di wajah putrinya itu. ~~
“Ma… kocokin lagi dong…” Malam esoknya juga demikan, dia meminta untuk dikocokin lagi olehku setelah aku tidak menyetujui menerima ajakan ngentotnya. Tapi kali ini aku tidak ingin membantunya. Aku ingin tahu apa yang akan dilakukan olehnya bila tidak ku bantu menuntaskan nafsunya itu. Aku berharap dia khilaf karena tidak tahan menahan nafsu hingga mencabuli putri kandungnya sendiri. “Mama ngantuk banget pa, badan mama rasanya juga gak enak. Papa ngocok sendiri aja yah…” “Yah… Kok gitu sih Ma?” Aku tidak menjawab dan berpura-pura tidur setelahnya. Posisi tidurku menghadap ke arah suami dan putri kami. Dengan sedikit membuka kelopak mata, akupun mengintip bagaimana suamiku menuntaskan nafsunya. Akhirnya dia tetap juga mengocok penisnya di sana, di samping Devyta. Entah dia sengaja atau tidak, dia sangat sering menempelkan penisnya ke paha putri kami. Dan astaga!! dia lalu bangkit dan menempelkan tubuhnya ke Devyta, membuat batang penisnya jadi terselip di antara kedua paha anak gadis kami ini. Dia tampak ragu apa yang akan dilakukannya selanjutnya, diapun melirik ke arahku berkali-kali. Sepertinya ingin memastikan kalu aku sudah tertidur. Suamiku melanjutkan aksinya lagi, sepertinya nafsunya yang sudah diubun-ubun tidak memikirkan lagi kalau gadis muda yang sedang ditindihnya itu adalah anak kandungnya sendiri. Aku memang tidak bisa melihat dengan jelas, tapi dia tampak sedang menggesek-gesekkan penisnya keluar masuk di sela-sela paha Devyta. “Nggggghh… Devytaaa” erang suamiku sambil menyebut nama putri kami!! Tidak lama kemudian tubuh suamiku mengejang. Dia klimaks!! Suamiku menumpahkan lagi pejunya ke tubuh putrinya, ke sekitaran selangkangan Devyta. Bedanya kali ini bukan aku yang mengarahkannya, namun dia sendiri yang melakukannya dengan sengaja!! Jantungku berdegub kencang. Oh tuhan… ini hampir mewujudkan khayjokoku. Sedikit lagi… tinggal sedikit lagi… lalu mereka akan bersetubuh. Sebuah persetubuhan sedarah antara seorang ayah dan anak gadisnya. Antara suami dan putriku. ***
Sejak kejadian malam itu, aku terus berpura- pura malas untuk melayani suamiku. Sehingga membuat suamiku akan terus mengulangi perbuatannya mengocok sebelum tidur di samping Devyta, hingga akhirnya memuncratkan spermanya dengan sengaja ke arah putrinya ini. Baik paha, tangan maupun wajah Devyta selalu menjadi sasaran tembak sperma ayah kandungnya. Melihat putri kami terkena ceceran sperma ayahnya betul-betul membuatku horni.
Aku juga makin sering mandi bersama Devyta saat ada ayahnya di rumah. Tentu saja setelah itu Devyta ku suruh ke kamarnya dengan bertelanjang bulat. Suamiku yang sudah hampir dua minggu tidak ku layani, ku cekoki dengan pemandangan bugil putri kandungnya sesering mungkin. “Teruslah lihat tubuh putrimu ini suamiku sayang, membuatmu nafsu bukan?” Entah mungkin karena jarang ku layani, suamiku kini kelihatan jadi lebih sering memanjakan putrinya. Devyta juga sepertinya semakin nempel pada suamiku. Ia sekarang jadi lebih banyak menghabiskan waktu dengan ayahnya dibanding denganku. Bahkan saat ada teman-teman ayahnya, Devyta tetap saja berpangku-pangku dan bermanjaan pada ayahnya. Tentunya merupakan pemandangan yang ganjil bagi mereka melihat gadis muda cantik dengan pakaian minim bergelayutan manja di pangkuan pria dewasa, meskipun itu adalah ayahnya sendri. Siang dimanjain, malamnya Devyta dipejuin. Begitu terus setiap hari.
“Pa, tadi malam onani lagi?” “Iya mah, mama sih gak mau bantuin” “Mama kan beneran capek Pa… Terus peju papa gimana? Kena Devyta lagi dong?” “Ya gak sengaja kena Devyta nya…” jawabnya berbohong, padahal jelas-jelas yang ku lihat dia sengaja menyemprotkannya ke tubuh putrinya. “Soalnya Devyta suka ngeluh tuh ke aku, katanya badannya sering terasa lengket waktu bangun” “Oh… gitu yah Ma, maaf deh. Papa bakal hati- hati” jawabnya. Dia mengatakan akan hati-hati? Seharusnya dia tidak onani lagi dan memaksaku untuk melayaninya, tapi ternyata tidak. Berarti dia memang ingin terus mengulangi perbuatannya untuk terus mengocok di samping putri kami. Benar saja, dia tetap terus mengulanginya. Meskipun dia berkata akan hati-hati tapi dia tetap sengaja menumpahkan pejunya ke tubuh Devyta. Aku yakin kalau suamiku sudah tertarik pada putri kandungnya sendiri.
Hingga akhirnya malam itu yang suamiku takuti terjadi juga. Devyta terbangun sesaat setelah wajahnya disemprotin peju. “Nghhh… Paaaaaaaaa!!! Apaan sih iniiiih???” teriak Devyta kencang. Suamiku langsung terdiam tidak tahu harus berkata dan berbuat apa. Aku juga pura-pura terbangun. “M-maaf sayang… i-itu…” “Ihh.. kok Devyta dikencingin siiiiiih?” Devyta terlihat seperti ingin menangis saat itu. Diapun langsung berlari menuju ke kamar mandi yang ada di dalam kamar untuk mencuci muka. Saat kembali, wajahnya terlihat ngambek, dia sepertinya marah. Diapun keluar kamar untuk tidur di kamarnya. Baik aku dan suamiku sama- sama terdiam. “Tuh kan Pa… makanya ku bilang hati-hati” kataku akhirnya dengan nada serius pada suamiku, padahal hatiku sangat senang karena akhirnya Devyta mengetahui perbuatan Papanya. Aku penasaran apa yang akan terjadi setelah ini. ~~
Besoknya, dari pagi sampai Devyta pulang sekolah dia tetap saja diam. Akupun menyuruh suamiku ke kamar putri kami untuk membujuknya agak tidak ngambek lagi. “Mama gak ikutan bujuk? Masa cuma papa sendiri?” “Mama lagi masak Pa… papa aja deh. Lagian itu kan salah kamu Pa” tolakku. Tentunya itu hanyalah alasanku agar mereka kembali berduaan, sekaligus aku ingin tahu bagaimana suamiku mengatasi masalah ini. Setelah beberapa menit mereka di dalam, akupun memutuskan untuk menguping apa yang sedang mereka bicarakan. “……..” “……I-tu... itu bukan pipis sayang” terdengar suara suamiku. Sepertinya Devyta masih mengira kalau cairan itu adalah pipis ayahnya. “Bukan pipis? Terus?” “Itu peju, beda sama pipis” jelas suamiku. “Pejuh? Tapi sama aja kan Pa, masa muka Devyta dipe… dipejuhin sih?” tanya Devyta polos. “M-maaf sayang. Soalnya papa lagi nafsu waktu itu” “Nafsu?” “Iya.. nafsu. Papa tertarik sama kamu” “Tertarik sama aku? Maksudnya Papa suka sama Devyta?” “Iya, karena papa suka dan cinta kamu” “Gitu yah Pa? Jadi karena Papa nafsu sama Devyta, terus papa buang pejuh ke Devyta?” tanya Devyta berusaha menyimpulkan. “I-iya sayang… maaf yah” “Gak apa kok Pa… kalau memang gitu Papa boleh kok nafsu terus sama Devyta” ujar Devyta santai. Tampaknya dia salah menyimpulkan penjelasan Papanya. “Hah? I-iya, makasih sayang” “Iya, sama-sama. Emang apa yang bikin Papa nafsu sama Devyta? Jujur!” tanya Devyta. “I-tu… soalnya kamu cantik, terus badan kamu, terus pakaian kamu itu… Papa suka banget, bikin Papa nafsu” jelas suamiku kesusahan menjawab pertanyaan anaknya. Devyta tertawa renyah mendengar jawaban Papanya karena menganggapnya pujian.
“Hihihi, makasih Pa. Berarti sekarang Papa nafsu dong sama Devyta?” tanya Devyta sambil tersenyum manis. Saat itu dia memang mengenakan tanktop ketat dan celana pendek sepaha seperti biasa. “I-iya sayang… Papa nafsu lihat kamu” “Hmm… kalau gitu Papa boleh kok kalau mau buang pejunya ke Devyta lagi, Devyta gak bakal marah” ujar putri kami. Darahku berdesir mendengarnya. Aku tidak menyangka kalau Devyta akan berkata seperti itu. Memperbolehkan ayah kandungnya muncratin peju ke dia lagi!! “K-kamu serius sayang?” terdengar suamiku juga terkejut mendengar perkataan anaknya. “Iya… disiramin pejuh Papa lagi. Itu tanda suka dan cinta dari Papa kan? Sekarang boleh kok kalau Papa mau” “Tapi… itu kan…” Suamiku tampaknya bingung dengan apa yang harus dia lakukan. “Apa yang akan kau jawab suamiku? Anak gadismu meminta spermamu di tubuhnya. Itu yang kamu mau bukan? Kau ketagihan ngepejuin anak gadismu sendiri bukan?” kataku dalam hati. Dadaku sungguh berdebar-debar menanti jawaban suamiku. “Kenapa Pa?” “Baiklah kalau begitu, tapi jangan sekarang, nanti ketahuan Mama” jawab Mas Joko. Suamiku menyetujuinya!! “Emang Mama gak boleh tahu Pa?” “Iya, kamu jangan kasih tahu mama yah… jangan kasih tahu mama apa yang baru kita bicarakan. Bilang saja kalau kamu udah maafin Papa” “Oh… ya udah. Ini bakal jadi rahasia kecil kita berdua. Devyta bakal rahasiakan kalau Papa nafsu sama Devyta, gitu Pa? Oke?” “Oke sayang... kamu memang pintar” Ini sungguh situasi yang aneh. Mereka merahasiakan hal itu padaku, padahal akulah yang membuat mereka menjadi seperti sekarang ini. “Terus kapan Papa mau buang peju ke Devyta lagi?” tanya Devyta kemudian. “Kamu nanti malam tidur sama Papa Mama lagi kan?” “Hmm… Iya Pa..” “Kalau gitu nanti malam Papa bakal pejuin kamu lagi seperti biasa. Boleh kan sayang?” “Ihhh…. Jadi tiap malam Devyta kena semprot pejuh Papa terus !??” Devyta balik bertanya. “Iya sayang, Maaf yah.. hehe” “Ohh.. pantesan badan Devyta lengket terus waktu bangun. Ya udah, nanti malam yah Pa. Gak usah diam-diam lagi, Devyta mau kok bantuin”
Sepertinya sudah cukup apa yang ku dengar. Aku segera kembali ke dapur dan pura-pura tidak mendengar apa yang terjadi barusan. Sensasi ini sungguh luar biasa. Obsesiku semakin mendekati kenyataan. Aku tidak sabar menunggu malam tiba. Malamnya Devyta tidur lagi bersama kami. Suamikupun lagi-lagi meminta agar aku mau melayaninya, setidaknya membantu mengocok penisnya. Tapi aku yakin itu hanya pura-pura saja. Begitupun dengan diriku yang masih pura- pura malas melayaninya serta bertingkah seakan tidak mengetahui apa yang akan terjadi. Setelah aku pura-pura terlelap merekapun memulai aksinya. Sesekali ku buka sedikit mataku agar bisa melihat apa yang mereka lakukan. Suamiku tampak membangunkan Devyta yang sudah beneran tertidur. “Sayang, bangun…” suamiku berbisik membangunkan putrinya. “Nggmmhh… Papa mau pejuin Devyta sekarang?” “Ssssst… pelanin suaranya sayang!! ntar mama bangun” “Ups, Papa mau pejuin Devyta sekarang?” tanya Devyta lagi dengan berbisik pelan. “Iya, Papa mau ngepejuin anak gadis Papa sekarang, boleh kan sayang?” “Boleh banget kok…” Suamiku lalu tampak membuka celana tidurnya. Kemudian kembali tiduran di samping putri kami. “Kocokin sayang” suruh suamiku. “Gimana caranya Pa?” “Gini…” Aku tidak dapat melihat dengan jelas, tapi ku yakin Devyta sedang mengocok penis ayahnya saat ini. “Kamu memang pintar sayang” “Hihi.. Makasih Pa… masih lama Pa keluar pejunya?” “Bentar lagi kok, kamu mau papa keluarin dimana?” “Terserah Papa aja, dimana yang papa suka” jawab Devyta sambil tersenyum manis. Beberapa saat kemudian suamiku bangkit dan berlutut di samping putri kami. Dia tampaknya akan menembakkan pejunya ke wajah Devyta lagi!! “Sayang.. Papa mau keluarin peju nih…” “Iya Pah.. tumpahin aja” “Crooot.. crooot” sperma suamiku dimuncratkan
lagi ke wajah anak gadisnya itu. Bedanya kali ini putri kami sadar dan melihat langsung bagaimana penis ayahnya menembakkan sperma kental di wajah cantiknya!! Pemandangan yang sungguh membuatku blingsatan. Jantungku berdetak sangat kencang. “Ih.. Pa, banyak banget. Geli, bau…” “Maaf sayang…” “Hihihi… Gak apa kok Pa, pasti karena Papa nafsu banget kan sama Devyta?” “Iya.. Papa nafsu banget. Sini biar Papa bersihin mukanya” Suamiku lalu mengambil tisu dan membersihkan wajah anaknya. “Cuma sekali aja Pa?” tanya Devyta sambil membiarkan wajahnya dibersihkan Papanya. “Kenapa? kamu masih mau Papa pejuin lagi? nakal yah…” “Hehe, Mau aja kok…” “Sudah, besok malam lagi. Ntar mama kamu bangun” “Iya yah… ntar mama tahu rahasia kita lagi. Hmm… Papa suka pejuin muka mama juga?” tanya Devyta polos. “Pernah sih...” “Enakan mana dari pejuin muka Devyta?” “Enakan pejuin muka kamu dong... soalnya kamu anak gadis Papa yang paling cantik” “Emang cantikan mana, mama atau anak papa ini? Jujur lho…” “Lebih cantik kamu…” “Terus, nafsuin mana? Papa lebih nafsu sama siapa?” “Nafsuin kamuuuu… anak papa sayaaaang” “Hihihi, makasih Pa” “Iya, sudah sana tidur. Besok kamu sekolah” “Oke Pa… Malam…” Hatiku serasa diaduk-aduk!! Devyta mungkin memang polos bertanya seperti itu pada ayahnya, sedangkan ayahnya mungkin saja menjawabnya sesuai keinginan Devyta. Tapi aku merasakan cemburu yang luar biasa dibanding- bandingkan dengan putriku sendiri seperti itu, namun memang ini yang aku inginkan. ~~ Setelah malam itu, merekapun terus mengulangi perbuatan tersebut. Putri kami selalu jadi pelampiasan nafsu suamiku. Tiap malam Devyta pasti selalu disemprot peju ayah kandungnya. Pakaian, tangan, paha, dan mukanya ia relakan sebagai sasaran muncratan peju ayahnya. Bahkan sekarang mereka sudah berani diam-diam melakukannya di siang hari. Awalnya aku tidak tahu, namun waktu itu aku mendapati suamiku sedang dicoliin putrinya di kamar Devyta. Parahnya waktu itu Devyta sedang telanjang bulat karena baru selesai mandi. Jadilah tubuh telanjangnya yang masih basah itu terkena muncratan peju ayahnya, padahal dia baru saja mandi.
Pernah juga waktu itu aku tidak sengaja melihat mereka melakukannya saat Devyta baru pulang sekolah. Devyta mengocok penis ayahnya sambil masih mengenakan seragam SMU, pemandangan yang sangat menggairahkan. “Duh, sayang… kamu cantik banget pake seragam gini” “Hihihi… kenapa Pa? Papa mau pejuin seragam Devyta juga? Boleh kok…” “Terus besok kamu pakai apa?” “Besok kan udah kering Pa” “Tapi apa nggak bau sayang?” “Gak apa kok… jadi pejuin aja kalau Papa memang mau...” Setelah sekian lama mengocok penis ayahnya, suamikupun akhirnya muncrat. Pejunya menyemprot bertubi-tubi ke arah seragam putrinya. Baik kemeja putih maupun rok biru itu terkena ceceran sperma ayah kandungnya!! Dan Devyta menerima dengan senang hati seragam sekolahnya dibuat kotor begitu. “Udah Pa? lihat nih seragam Devyta jadi kotor gini… Suka Pa?” “Iya… makasih sayang… sana cepat ganti baju. Ntar ketahuan sama mama kamu” “Oce Pa, hmm… Pa” “Ya sayang?” “Nanti Mama katanya mau pergi ke pasar. Kalau ntar papa mau pejuin Devyta lagi boleh kok, Papa mau Devyta pakai seragam apa? Mau pejuin seragam pramuka Devyta juga? boleh kok… hihihi” “Wah… boleh juga tuh sayang…” “Ya udah, kita tunggu Mama pergi ya Pa…” ujar Devyta. Mereka berencana berbuat mesum lagi nanti ketika aku pergi!! Benar saja, saat aku kembali aku memang menemukan ceceran sperma pada seragam pramuka putri kami. Perbuatan mereka semakin hari semakin menjadi-jadi. Aku juga semakin sering meninggalkan mereka berdua dengan berbagai alasan seperti pergi ke pasar. Sensasinya sungguh aneh. Cemburu, tapi juga membuatku birahi. Suami dan putri kami tentunya sedang berbuat mesum selama aku tidak di rumah. Tidak jarang bila ku pulang, aku mendapati ceceran peju baik di ruang tamu, di atas tempat tidur Devyta, bahkan di meja makan. Entah bagaimana caranya sperma ini bisa ada di atas meja makan. Aku jadi horni memikirkan mereka yang berbuat cabul di sembarang tempat begini. Pernah juga aku melihat ada secuil peju di rambut Devyta yang sepertinya luput saat dibersihkan, Aku pikir hanya itu, tapi ternyata juga ada noda yang sama di sela bibirnya!! Astaga!! Apa suamiku tadi menembakkan spermanya ke dalam mulut putri kami? Sepertinya memang iya karena nafas Devyta bau peju. Aku pura-pura saja tidak tahu, bahkan membantu membersihkan noda itu dari sela birbinya.
“Kalau makan yang benar dong sayang… masa belepotan gitu” ujarku sambil tertawa. Devyta juga ikutan tertawa. “Hihihi, Habis Papa sih ma… Ups!!” “Papa? Papa kenapa sayang?” tanyaku. “Eh, Itu… tadi Papa ngasih Devyta es krim” jawabnya berbohong. Aku hanya tersenyum mendengar jawaban bohongnya sambil mengusap lembut kepjokoya. “Kamu suka dikasih es krim sama Papa?” “Suka banget…” “Pasti enak banget yah es krim nya?” “Enak banget mah… Devyta jadi kepengen lagi” “Kalau gitu minta aja lagi sama Papa” “Boleh yah Ma?” “Ya boleh dong… kamu minta yang sering yah es krimnya, minta yang banyak” “Iya ma… ntar Devyta minta lagi es krim yang banyak sama Papa, hihihi” Sebuah tanya jawab yang aneh karena kami saling menyembunyikan sesuatu. Aku tentu tahu apa yang dimaksudnya dengan es krim itu adalah sperma kental ayahnya. Ternyata suamiku memang sudah mulai ngepejuin mulut putrinya sendiri. Dadaku berdebar sangat kencang melihat pemandangan itu. Devyta yang tidur terlentang di sampingku, dikangkangi suamiku lalu ditembakkan sperma kental ayahnya ke mulutnya. Devyta menerima sperma ayahnya dengan senang hati, bahkan astaga!! Dia menelannya!! “Enak es krim papa sayang?” “Agak bau sih, tapi enak kok.. Devyta telan semua yah Pa?” “Iya sayang…” “Eh Pa, Mama tadi bilang agar Devyta minta es krim yang banyak sama Papa lho…” kata Devyta polos. “Mama kamu bilang gitu?” “Iya…” “Kalau gitu Papa turutin deh… Ntar kamu bilang ke Mama yah kalau Papa bakal kasih kamu es krim tiap hari” “Sip Pa… hihihi” Darahku berdesir mendengar obrolan mereka ini. Devyta akan selalu dipejuin ayahnya!! Esoknya Devyta bahkan benar-benar mengatakan kalau Papa setuju untuk ngasih dia es krim tiap hari. Aku tersenyum saja padanya seakan tidak tahu apa es krim yang mereka maksud sebenarnya. Putri kami betul-betul jadi tempat pembuangan peju ayahnya setelah itu. Tidak hanya di pakaian atau badan Devyta, namun sekarang di dalam mulutnya. Devyta jadi selalu berbau peju bila di rumah.
Tapi semua itu belum cukup bagiku. Obsesiku untuk melihat suami dan anakku bersetubuh masih belum kesampaian. Mereka belum melakukan perzinahan yang sesungguhnya. Aku ingin suamiku ngentotin putri kami. Aku ingin suamiku menyemprotkan pejunya tidak hanya di dalam mulut Devyta, tapi juga di dalam rahimnya hingga membuat putri kami ini hamil. Namun sepertinya suamiku masih belum punya niat untuk benar-benar melakukan itu. Padahal sudah hampir dua bulan aku tidak memberi jatah pada suamiku. Aku yakin suamiku sudah merindukan yang namanya bersenggama. Atau… apa mereka sudah pernah melakukannya? Sore ini aku kembali meninggalkan mereka berdua nonton tv dan mengintip mereka dari jauh. Mereka duduk berpangku-pangkuan. Aku pikir mereka hanya akan sekedar duduk mesra berduaan saja seperti biasa, tapi astaga!! Ku lihat suamiku mengeluarkan penisnya, setelah itu suamiku juga menyelipkan penisnya ke balik rok pendek Devyta. “Papa ngapain? Kok burungnya dikeluarin sih Pa?” tanya Devyta berbisik. “Gak ngapa-ngapain kok... Gak boleh sayang?” “Iya, boleh kok. Tapi ngeganjal nih…” Devyta lalu membiarkan ayahnya menggesek- gesekkan penisnya ke selangkangannya. Sepertinya Devyta juga sangat menikmatinya, ia bahkan ikut memaju-mundurkan pinggulnya seirama goyangan pinggul ayahnya. “Devyta, udah mau malam, buruan mandi gih…” kataku tiba-tiba muncul di hadapan mereka. Ayah dan anak itu tentu saja terkejut bukan main karena kedatanganku. Terlebih suamiku karena penisnya ada di balik rok Devyta saat ini. Namun aku pura-pura tidak mengetahuinya. “Iya ma… bentar lagi” jawab Devyta yang lebih terlihat santai. “Kenapa bentar lagi sih? buruan dong... manja banget sama Papa kamu. Atau kamu mau mandi bareng sama Papa? Pa, mandiin anakmu gih…” suruhku pada suamiku. Setahuku mereka belum pernah sama-sama telanjang bulat, jadi ini kesempatanku untuk lebih mendekatkan mereka. “Mandiin Devyta mah?” tanya suamiku. “Iya, kamu mau kan Devyta dimandiin Papamu?” “Nghhh…. Mau deh Ma” jawab Devyta tidak lagi menolak. “Tuh Pa, dia mau tuh. Buruan gih, ntar keburu malam. Devyta, ajak papa kamu mandi bareng dong…” suruhku pada Devyta. “Pa, mandi bareng yuk… Kan udah lama Devyta gak mandi bareng Papa” pinta Devyta manja. Suamiku tidak langsung menjawab. Mungkin dia ragu. “I-iya deh” setuju suamiku akhirnya. Merekapun setuju untuk mandi bersama. Setelah aku meninggalkan mereka lagi, Devyta lalu bangkit dan berjjoko ke kamar mandi kemudian disusul ayahnya. Aku sangat bersemangat menantikan mereka bakal sama- sama telanjang di dalam ruangan yang sempit. Aku harap suamiku jadi terangsang berat di dalam sana.
“Pa, mandiin Devyta yang bersih yah…” teriakku pada suamiku dari balik pintu kamar mandi. “Iya ma” “Devyta, kamu jangan nakal di dalam. Ntar gak dikasih es krim lagi lho” kataku kini pada Devyta. “Paling Papa yang nakal ma, hihihi” jawab Devyta sambil tertawa. Terdengar suara air tidak lama kemudian. Sepertinya mereka sudah mulai saling membilas dan menyabuni badan satu sama lain. Aku berusaha mencuri dengar apa yang mereka obrolkan di dalam. Devyta sesekali tertawa geli cekikikan, mungkin karena geli karena badannya diusap-usap Papanya. “Geli pa… jangan diremas-remas dong...” “Ssstt… kamu ini kencang banget suaranya!!” “Ups, sorry. Geli pa.. jangan diremas-remas gitu dong susu Devyta…” “Cuma ngebersihin kok sayang…” “Tapi kan geli… ntar burung Papa aku remas juga lho biar keluar lagi es krimnya” “Dasar kamu nakal. Kamu dengar kan tadi mama bilang jangan nakal?” “Hihihi, iya yah… tapi kan Mama gak ngelihat Pa” “Terus? Kamu mau kita nakal-nakjoko sekarang?” “Aku mau aja, emang Papa gak mau nakalin Devyta?” “Mau kok… ya udah nih Papa nakalin…” “Ih… Pa, ngapain? kok burungnya diselipin di sana sih?” “Iya sayang… Papa mau nyabunin sela-sela paha kamu pakai burung Papa” Setelah itu hanya desahan-desahan saja yang terdengar samar-samar. Aku yang mendengar dari sini juga ikut-ikutan horni karenanya. Suamiku sedang menggesek-gesekan penisnya di antara paha Devyta!! Ingin sekali rasanya aku melihat langsung apa yang mereka lakukan, tapi aku tidak bisa karena tidak ada celah. Apapun itu, mereka betul-betul melakukan perbuatan mesum sekarang. Hingga akhirnya ku dengar suamiku melenguh, dia klimaks. Entah di bagian tubuh Devyta yang mana yang dipejuin. Setelah itu barulah mereka mandi seperti biasa meskipun masih juga terdengar sesekali Devyta cekikikan geli. “Asik yah mandinya? Lama banget?” tanyaku pada mereka saat keluar dari kamar mandi. “Tau tuh Papa” jawab Devyta cuek. Tampak hanya suamiku saja yang mengenakan handuk, sedangkan Devyta dengan santainya berjjoko telanjang bulat ke kamarnya. “Pa,” panggilku pada suamiku. “Iya ma?” “Pakein Devyta baju gih sekalian” “Hah?” ***
“Pa,” panggilku pada suamiku. “Iya ma?” “Pakein Devyta baju gih sekalian” “Hah?” “Iya… Pakein Devyta baju. Badan Devyta tadi juga belum kering, handukin yang benar dong Pa… gimana sih? Buruan sana” ujarku lagi menegaskan. Aku bersikap sewajar mungkin agar suamiku tidak curiga. “Tapi Papa pakai baju dulu yah ma…” katanya, tentu saja tidak aku bolehkan. Tadi di kamar mandi aku hanya mendengar suara-suara mereka saja, aku ingin melihat mereka sama- sama telanjang sekarang. “Nanti saja Pa… pakein baju dulu Devytanya” “Ngmm… Ya sudah kalau begitu Ma” Dengan masih hanya mengenakan handuk, suamikupun menyusul Devyta ke dalam kamarnya. Pintu kamar Devyta yang tidak ditutup dengan rapat membuat aku bisa mengintip apa yang mereka lakukan di dalam. Aku memang tidak pernah puas melihat suami dan putriku bersama-sama dalam keadaan mesum begini. Devyta masih dalam keadaan telanjang bulat sedangkan ayah kandungnya hanya mengenakan handuk. “Ngapain Pa?” tanya Devyta yang sepertinya heran karena Papanya ikut masuk ke kamarnya. “Disuruh mama handukin kamu yang benar, terus pakein kamu baju” “Ih, emangnya Devyta masih kecil dipakein baju segala” “Tau tuh mama kamu” Suamiku lalu menanggalkan handuk yang dikenakannya, sehingga penis tegangnya tampak sekali lagi dihadapan putrinya ini. Akhirnya aku bisa melihat mereka sama-sama bertelanjang bulat. Devyta
Handuk yang baru saja menutupi penisnya itu sekarang dia gunakan lagi untuk mengeringkan tubuh putrinya. Rambut, wajah, badan, hingga kaki Devyta dihanduki sekali lagi oleh ayah kandungnya. Bahkan suamiku masih saja terus menghanduki putrinya walau tubuh putrinya itu sudah kering. Dapat ku lihat kalau penis suamiku yang sedang tegang sengaja sering- sering digesekkan ke kulit tubuh Devyta selama menghanduki anaknya ini. Suamiku sepertinya sangat menikmati setiap momen menghanduki anak gadisnya. Begitupun dengan Devyta, ia tampak sangat menikmati gesekan-gesekan dari handuk itu di kulitnya. Saat handuk itu sampai di bagian selangkangannya, Devyta terdengar merintih-rintih kecil. Ayahnya yang mendengar rintihan anak gadis remajanya jadi semakin bersemangat, dia makin cepat menggesek-gesekkan handuk itu di selangkangan putrinya.
Devyta sampai memegang tangan ayahnya karena menerima gesekan handuk yang semakin menjadi-jadi diselangkangannya, entah itu isyarat agar jangan berhenti atau isyarat supaya berhenti. Tapi sepertinya itu adalah isyarat agar jangan berhenti karena yang ku lihat berikutnya cukup mengejutkanku, Devyta menggoyang-goyangkan pinggulnya!! Sepertinya Devyta merasakan birahinya terpancing karena gesekan-gesekan handuk di vaginanya. Dia sudah 14 tahun dan sudah memasuki masa puber, jadi wajar bila insting seksnya sudah muncul dan merasakan nikmat bila kewanitaannya digesek-gesek seperti itu. Tapi yang membuat hal ini tidak wajar adalah karena yang menggesek-gesekkan kelaminnya adalah ayah kandungnya sendiri. Setelah beberapa lama ku lihat tubuh Devyta mengejang dan kelojotan. Ya tuhan!! putri kami orgasme. Itu mungkin orgasme pertamanya. Ayahnya telah membuat anak gadisnya sendiri orgasme. Tapi suamiku bukannya berhenti, dia terus saja menggesek-gesekkan kelamin Devyta. Hal itu membuat tubuh Devyta kembali kelojotan tidak lama kemudian. Putri kami double klimaks!! “Enak tidak sayang?” “Nghh…. Enak Pa… kok bisa… ngh… kok bisa gitu yah?” “Kamu tadi itu orgasme” “Orgasme? Hmm… Pa, lap lagi dong… sepertinya masih belum kering nih…” pinta Devyta. Tampaknya Devyta ketagihan dengan sensasi nikmat yang baru dia kenal ini. Suamikupun menuruti kemauan Devyta. Ia handuki lagi tubuh putrinya, atau lebih tepatnya menggesek-gesekkan handuk itu ke sekitaran vagina putrinya. Lagi-lagi tidak butuh waktu lama untuk membuat Devyta mendapatkan orgasmenya kembali.
Suamiku tampaknya sudah sangat horni. Dia kemudian bangkit, lalu penis tegangnya kini secara vulgar dia gesekkan ke pantat putrinya. Dia menggerakkan pinggulnya seperti sedang meyetubuhi Devyta, betul-betul ayah yang cabul!! “Nghh… Papa mau keluarin peju Papa lagi ya?” tanya Devyta pada ayahnya yang ada di belakangnya. “Eh, i-i-iya, Papa mau keluarin peju lagi” jawab suamiku tergagap saking bernafsunya. “Ya udah, keluarin aja Pa… yang banyak” kata Devyta memperbolehkan. “Kamu nungging dong…” Aku terkejut mendengarnya. Apa suamiku akan menyetubuhi putrinya sekarang? Dadaku begitu berdebar- debar. “Nungging? Papa mau Devyta ngapain?” “Nyelipin burung Papa juga kok, Papa mau coba sambil kamu nungging” jawabnya. Ternyata masih belum, kecewa akunya. “Oh… Papa pengen ngocok di sana yah Pa? Iya deh, suka-suka Papa aja” Suamikupun kembali menggesekkan penisnya ke belahan pantat Devyta dalam posisi putrinya ini sedang menungging. Setelah beberapa saat dia lalu menggesekkan penisnya di sela paha Devyta, tepat di bawah vagina putrinya. Aku bergidik melihat suami dan putri kami telanjang- telanjangan dengan posisi begitu. Kalau ku lihat dari sini mereka seperti sedang bersetubuh dalam posisi doggy. Rambut panjang Devyta yang masih lembab tergerai dengan indahnya, sungguh seksi. Apalagi Devyta juga mengeluarkan suara desahan di setiap kocokan penis ayahnya di pahanya. Aku yakin lelaki manapun tidak akan tahan melihat kondisi putriku saat ini. Apalagi oleh suamiku yang sedang mupeng- mupengnya menggesekkan penisnya di selangkangan Devyta. Goyangan pinggulnya semakin lama semakin kencang. Dia akan segera klimaks!!
Cepat-cepat dia raih handuk tadi, dibentangkannya di sebelahnya, lalu dia tumpahkan spermanya di sana. Sangat banyak. Sepertinya dia tidak ingin mengotori tubuh Devyta yang baru saja selesai mandi. “Udah keluar Pa pejunya?” “Udah sayang… makasih ya” “Iya…” jawab Devyta sambil tersenyum manis. Ada kebanggan tersendiri sepertinya bagi Devyta membahagiakan ayah kandungnya dengan cara seperti ini, dengan cara memberikan tubuhnya sebagai pelampiasan nafsu ayahnya. Devyta Devyta… kamu seharusnya memberikan lebih dari ini, ujarku dalam hati. Mendadak timbul niat isengku untuk menganggu mereka. Akupun memutuskan untuk masuk ke dalam kamar. “Belum selesai Pa handukin Devytanya?” tanyaku tiba-tiba. Suamiku menjadi salah tingkah karena terkejut, handuk tadi dia lap-lapkan lagi ke tubuh putrinya seakan belum selesai menghanduki Devyta. Dia lupa kalau handuk itu baru saja dia gunakan sebagai wadah penampung spermanya!! Jadilah tubuh Devyta terkena lagi cairan peju ayahnya. Suamiku baru sadar setelah bagian depan tubuh anaknya tampak mengkilap. “Tuh, kok masih basah saja sih badan Devytanya?” tanyaku pada Mas Joko pura-pura tidak tahu kalau itu adalah sperma. Devyta tampak tidak terlalu peduli kalau tubuhnya terkena sperma ayahnya, tapi suamiku betul- betul terlihat panik. Saat dia mencoba mengelap badan Devyta, yang ada peju itu jadi semakin menyebar merata di tubuh putrinya. Yang mana niatnya tadi tidak ingin mengotori tubuh anaknya malah sekarang jadi kotor merata oleh peju. Aku jadi ingin tertawa dibuatnya, tapi ku tahan. Barulah kemudian dia gunakan sisi handuk yang tidak ada ceceran spermanya untuk mengelap badan Devyta.
Barulah sekarang benar-benar kering, hihihi. “Sudah selesai Pa?” tanyaku kemudian. “Su-sudah Ma” Suamiku kini mengenakan handuknya kembali. Aku sedikit kecewa sih. Aku ingin suamiku terus telanjang di hadapan putrinya. Aku ingin Devyta melihat penis ayahnya sesering mungkin. Aku ingin Devyta tahu kalau Papanya ini selalu ngaceng dan horni bila di dekatnya. Tapi tidak mungkin aku memaksa suamiku terus bertelanjang, dia bisa curiga. “Ma, mumpung kamu udah di sini. Kamu saja ya yang makein Devyta baju” ujar suamiku masih berlagak keberatan, padahal aku tahu kalau dia sebenarnya ingin melakukannya. “Lho? Kok gitu sih Pa? nanggung… Sayang, celana dalam yang Mama beliin kemarin belum kamu coba kan?” tanyaku pada Devyta. “Belum Ma” “Suruh Papa kamu pakein gih… sekaligus Mama pengen tahu pendapat Papa kamu bagus apa tidak” kataku pada Devyta sambil tersenyum melirik ke suamiku. “Oce Ma”
Devyta kemudian mengambil bungkusan yang berisi dalaman yang ku maksud lalu menyerahkan ke Papanya. Sungguh ganjil, seorang anak gadis baru saja menyerahkan celana dalam ke ayah kandungnya untuk dipakaikan!! Awalnya suamiku tampak ragu menerimanya, namun akhirnya dia tetap memakaikan celana dalam itu pada putrinya. Sebuah pemandangan yang membuat darahku berdesir. Mungkin kalau Devyta masih kecil hal seperti ini bukan sesuatu yang aneh, namun tidak jika anak gadisnya ini sudah remaja seperti sekarang.
“Gimana sayang? Bagus kan pilihan Mama? Cocok gak Pa?” tanyaku pada mereka berdua setelah celana dalam bergaris-garis putih biru itu melekat di pinggul Devyta. “Bagus kok Ma, cocok. Iya kan Pa?” tanya Devyta juga pada Papanya sambil memutar tubuhnya. Pastinya pria manapun bakal mupeng berat melihat keadaan putri kami sekarang. Seorang gadis remaja SMU dengan tubuh yang sedang ranum-ranumnya hanya memakai celana dalam seksi!! Benar saja, ku lihat handuk yang dikenakan suamiku tidak bisa menyembunyikan kalau penisnya sedang tegang luar biasa saat ini. Kamu pasti nafsu kan Mas pada putrimu? Pengen kamu entotin kan? Senggamai dia suamiku, genjot memek anakmu!! Batinku seakan mencoba mengendalikan pikiran suamiku.
“I-iya bagus. Terus bh sama bajunya?” tanya suamiku tampak tidak tenang, sepertinya dia sudah sangat horni. Teruslah begitu suamiku, sering-seringlah berpikir jorok pada putrimu. “Kalau Bh gak usah kali Pa, kan cuma di rumah saja. Iya kan sayang?” “Iya Pa, gak usah” jawab Devyta. Aku memang sudah mengajarkan putriku ini kalau tidak perlu memakai bh jika di rumah, apalagi tujuannya kalau bukan untuk memancing nafsu ayahnya. “Nah… Kalau baju, kamu saja yang pilih Pa…” suruhku pada suamiku. “Iya, Papa aja yang milihin” kata Devyta setuju. “Papa yang milih?” tanya suamiku tampak terkejut. “Kenapa Pa? atau kamu mau kalau Devyta gak usah pake baju? Pengen Devyta cuma pake celana dalam kayak gini saja ya?” godaku. “Kamu mau sayang tidak usah pakai baju?” tanyaku iseng pada Devyta. “M-masa tidak pakai baju? Kayak gembel saja. Iya iya Papa yang milihiin” kata suamiku akhirnya setuju.
Suamiku lalu memilihkan baju dari dalam lemari. Dia memilihkan model pakaian yang belakangan sering dipakai putri kami, tanktop dan celana pendek ketat. Dulu dia memprotes pakaian anaknya itu, namun kini dia sendiri yang memilihkannya. Dia lalu membantu Devyta berpakaian. Ya… walaupun sudah berpakaianpun sebenarnya Devyta tetap terlihat cantik dan menggairahkan juga. “Ayo Devyta, bilang apa sama Papa?” tanyaku pada Devyta setelah dia selesai dipakaikan baju oleh Papanya. “Hmm… makasih yah Pa” “Makasih ngapain? Yang lengkap dong…” suruhku. “Makasih Pa udah mandiin Devyta, ngelap badan Devyta, terus makein Devyta baju” ujar Devyta dengan senyum manis pada Papanya. “Iya sayang… sama-sama” jawab suamiku. “Hmm… Ma, kapan-kapan boleh kan Devyta mandi sama Papa lagi?” tanya Devyta. “Kamu pengen mandi sama Papa kamu lagi?” “Iya Ma…” “Boleh kok sayang. Gak usah kapan-kapan, tiap kamu mau mandi ajak saja Papamu. Papa kamu gak bakal nolak kok mandi telanjang berdua sama gadis cantik kayak kamu. Iya kan Pa?” tanyaku pada suamiku dengan senyuman penuh arti. Suamiku tampak sangat malu, sedangkan putri kami tertawa polos karena dipuji begitu. “I-iya sayang. Kalau itu mau kamu” jawab suamiku.
“Terus nanti Papa yang handukin sama makein Devyta baju lagi kan Ma?” tanya Devyta lagi. “Iya… habis kamu dimandiin, terus dihanduki dan dipej- dipakein baju sama Papa, mau kan Pa?” tanyaku lagi, ups… hampir saja keceplosan nyebut ‘dipejuin’. “Kalau kamu mau, kamu boleh kok gantian yang makein Papa baju” sambungku lagi. “Kamu apaan sih Ma…!!” “Bercanda Pa, hihihi” tawaku, Devyta juga tertawa cekikikan. “Ya sudah… yuk makan malam” ajakku. Acarapun selesai.
Sejak saat itu Devyta selalu mandi dengan ayah kandungnya. Tiap akan mandi putri kami akan mengajak Papanya, “Pa… mandi bareng Devyta yuk…” Lelaki mana yang akan menolak diajak mandi oleh Devyta? Lelaki mana yang tidak akan horni bila mendengar ajakan manja dari seorang gadis cantik untuk mandi bersama? Tak terkecuali ayahnya sendiri. Setelah mereka selesai mandi aku masih sering melihat suamiku berbuat cabul pada putrinya. Tidak jarang saat menghanduki maupun memakaikan Devyta baju, aku melihat suamiku memainkan penisnya ke tubuh putrinya sampai dia muncrat-muncrat. Dia biasanya akan menumpahkan pejunya ke tisu atau handuk. Bila suamiku sedang nafsu-nafsunya barulah dia akan menumpahkan peju kentalnya itu ke langit-langit mulut putrinya maupun ke sekujur tubuh Devyta, tidak peduli kalau putrinya ini baru saja mandi. Bahkan sering juga dia tumpahkan ke celana dalam Devyta, padahal itu celana dalam yang baru saja ku belikan. Ya… Aku juga memang makin sering membelikan putriku pakaian dalam model terbaru yang super seksi dan imut, semua itu dicobakan di depan ayahnya. Dan aku selalu berlagak seakan-akan hanya mengetahui kalau suamiku cuma sekedar memandikan, menghanduki dan memakaikan Devyta pakaian.
Pagi itu sebelum Devyta pergi ke sekolah, aku melihat mereka akan melakukannya lagi. Suamiku sepertinya menjadi nafsu setelah memakaikan Devyta seragam. Devyta memang terlihat sangat cantik dengan seragam SMU putih biru itu, ditambah kaos kaki putih yang melekat di kakinya. “Papa mau keluarin peju lagi ya?” tanya Devyta melihat sang ayah mengelus-elus penisnya sendiri. “Iya sayang… tolong kocokin yah...” “Iya Pa” Pemandangan gadis SMU berseragam lengkap sedang mengocok penis pria dewasa seperti ini pastinya membuat semua orang terpana. Terlebih mereka adalah ayah dan anak kandung. Ayahnya duduk di atas tempat tidur, sedangkan anak gadisnya berlutut di lantai. Tidak butuh waktu lama bagi suamiku, pejunya pun muncrat-muncrat dengan banyaknya ke arah putrinya. Sebagian mengenai wajahnya, sebagian lagi mengenai seragam sekolahnya. Rok Devyta yang paling banyak terkena ceceran sperma.
“Ih… Pa, kok muncratin pejunya ke seragam Devyta sih?” protes Devyta. Kalau itu sesudah pulang sekolah seperti yang ku lihat sebelumnya Devyta memang tidak akan memprotes, tapi sekarang dia baru akan berangkat sekolah. “M-maaf sayang… Papa gak tahan” Suamikupun membantu membersihkan wajah dan seragam Devyta sebisa mungkin dengan handuk. Lalu menyemprotkan parfum yang banyak ke area seragam yang terkena peju. Tapi aku punya keinginan lain. “Devyta, buruan…. Entar telat” Teriakku dari balik pintu. “I-iya Ma” sahutnya. “Pa… udah, biarin aja, ntar Devyta telat” sambungnya lagi pelan pada Papanya. Aku tidak ingin ceceran peju itu bersih-bersih amat. Sepertinya Devyta terkesan lebih seksi bila pergi ke sekolah dengan sedikit bau peju dan sedikit bekas ceceran peju di seragamnya. Peju ayahnya akan menemani aktifitas belajarnya di sekolah. Aku jadi senyum-senyum sendiri memikirkannya. ~~
Waktu terus berlalu. Sekarang tidak hanya ayahnya yang terus ku coba pancing nafsunya, namun juga putri kami. Aku ingin Devyta menjadi sedikit nakal di depan Papanya. Aku bahkan sengaja mendownload film porno lalu ku tunjukkan pada putriku. Devyta tentu saja geli awalnya dipertontonkan adegan seperti itu. Tapi aku senang karena ternyata putriku ini cukup antusias. Devyta sering bertanya padaku tentang apa-apa yang dilakukan pasangan di dalam film itu. “Kok burungnya dimasukin ke sana sih Ma?” tanya Devyta polos. Dia yang masih belum ngerti tentu saja heran melihat kelamin wanita dimasuki penis. “Itu namanya ngentot sayang…” “Ngentot?” “Iya, ngentot. Terus yang itu namanya bukan burung tapi kontol, dan punya kamu itu namanya memek” jelasku. Aku tidak menyangka akhirnya aku mengajarkan kata- kata sevulgar ini pada putriku sendiri. “Kontol? memek?” tanya Devyta, rasanya sungguh aneh saat dia mengulangi setiap kata-kata yang baru ku ajarkan itu dari mulut mungilnya. “Hmm… jadi yang waktu itu Papa dan Mama ngentot yah?” tanyanya lagi. Ternyata dia memang pernah melihat aku dan Papanya bersetubuh.
“Iya… Ih, kamu ngintip ya? Dasar nakal, hihihi” “Hihi, enak yah Ma rasanya ngentot itu?” “Enak dong… kamu pengen gak dientotin? Mau gak memek kamu dikontolin?” “Dikontolin? Ih… gak ah, sakit pasti” “Kok gak mau sih? itu kan tanda cinta” “Tanda cinta? Kok gitu sih Ma?” “Iya… Waktu itu kamu lihat kan kontol Mama ditusuk-tusuk kontol Papa? Itu tandanya Papa cinta sama Mama. Terus waktu kamu mandi sama Papa pasti kontol Papa tegang kan? Itu berarti Papa juga cinta sama kamu” “Oh… Iya yah… dulu Papa kan pernah bilang kalau dia cinta sama Devyta. Jadi karena Papa cinta sama Devyta makanya kontolnya Papa jadi tegang ya Ma?” “Iya… tuh kamu pintar” pujiku sambil mengelus rambutnya, dia hanya tersenyum manis. Dia terus bertanya-tanya selama menonton, seperti “Ih… kok kontolnya dimasukin ke mulut sih Ma? Gak jijik apa?” Atau dia bertanya “Itu cowoknya kok nyusu sih? Emang ada air susunya? Kok pantat ceweknya dimasukin kontol juga sih Ma?” dan berbagai macam pertanyaan polos lainnya. Semua pertanyaan putriku ini ku jawab dengan rinci dan memakai bahasa yang vulgar. Saat ada bagian si cowok nyemprotkan peju ke mulut si cewek, barulah Devyta tidak bertanya.
“Kenapa sayang? Kamu udah pernah lihat peju?” pancingku. “Eh, gak kok ma. Mirip es krim yah Ma peju itu…” “Iya, mirip es krim yang sering dikasih Papa sama kamu” jawabku. Dasar Devyta, dia pikir aku tidak tahu apa, hihihi. “Mmmh… Kalau cewek juga bisa orgasme kan Ma?” “Bisa dong… kenapa? Kamu udah pernah orgasme? Kapan?” tanyaku menggodanya, aku tentu saja tahu kalau putriku ini pernah orgasme, orgasme yang didapatkannya pertama kali dari ayahnya sendiri. “Eh, nggak pernah kok Ma…” “Beneran?” “Iyah… sumpah deh” “Iya-iya Mama percaya… hihihi. Oh ya sayang, kamu jangan kasih tau Papa ya kalau Mama ajarin beginian” “Hmm? Gak boleh ya Ma?” “Iya, jangan ya…” “Oce Ma” Tidak hanya satu video tentunya yang aku perlihatkan padanya, tapi banyak. Mungkin lebih dari satu jam kami ibu dan anak nonton film porno bersama. Aku sampai horni sendiri, aku penasaran apa Devyta juga horni, mungkin saja iya. Devyta yang sangat tertarik bahkan meminta dikirimkan ke ponselnya. Aku penasaran apa yang akan terjadi pada anak gadisku setelah menonton semua film-flm porno ini. Aku penasaran apakah dia akan mengajak Papanya bersenggama. Bila iya, apakah suamiku akan menerima ajakan bersetubuh dari putrinya ini? Aku sungguh penasaran.
Tidak lama kemudian terdengar suara ketukan pintu. Suamiku pulang!! Cepat-cepat ku matikan film porno yang masih diputar di laptop. “Tuh, bukain pintu… Papa pulang” suruhku pada Devyta. “Iya Mah…” “Ingat ya jangan kasih tau Papa” kataku lagi mengingatkan, Devyta mengangguk paham. Devyta pergi ke depan membukakan pintu untuk ayahnya. Aku menyusul tidak lama kemudian. Ternyata suamiku membawa dua orang temannya lagi. Belakangan ini mereka memang jadi sering kemari. Devyta mencium tangan kedua bapak itu. Seakan mencuri kesempatan, ku lihat mereka mengelus rambut Devyta, matanya juga kelayapan menelanjangi anak gadisku. Ternyata putriku memang punya daya tarik yang tinggi. Dan sepertinya bapak bapak ini juga punya pikiran jorok pada putriku. Ya… kalau itu cuma sekedar dalam pikiran mereka ya tidak apa, aku tidak bisa berbuat banyak. Pria manapun memang akan horni bila melihat anak gadis remajaku ini. Dan itu memang salahku juga karena mengajarkan Devyta cara berpakaian yang seksi seperti sekarang. “Udah pulang Pa?” tanyaku. “Iya… ada tamu nih. Tolong buatkan minum dong Ma” “Iya Pa, bentar”
“Devyta, bantuin Mama kamu gih…” suruh suamiku. “Enggak ah, malas…” jawab Devyta enteng lalu duduk di samping Papanya. Dari dapur aku dapat melihat mereka. Seperti biasa, Devyta tetap saja nempel pada Papanya meskipun di depan teman-teman ayahnya. Suamikupun tetap berusaha meladeni obrolan teman-temannya meskipun Devyta terus bergelayutan manja di pangkuannya. Aku yakin suamiku sedang ngaceng sekarang, bahkan mungkin tidak hanya dia, tapi juga teman-temannya. “Duh, Devytanya manja amat Pak Joko” komentar salah satu teman suamiku, Pak Rudi. “Iya nih Pak, beruntung banget bapak punya anak gadis secantik Devyta” ujar Pak Prabu ikut- ikutan. “Haha, bisa aja bapak-bapak ini” jawab suamiku. Aku yang baru mengantarkan minum kemudian juga ikut duduk bersama mereka. “Iya nih bapak-bapak, Devyta manja banget sama Papanya. Papanya sih suka ngasih dia es krim” ujarku menimpali. Suamiku tampak sedikit terperanjat mendengar omonganku barusan. “Oh… Devyta suka es krim?” “Iya om…” jawab Devyta. “Kapan-kapan Om kasih es krim mau?” tawar bapak itu pada Devyta. Ku lihat Devyta melirik ke ayahnya sambil tersenyum. “Mau banget Om… Boleh kan Pa? Boleh kan Ma?” “Iya… boleh kok” jawab suamiku. Aku juga mengangguk boleh sambil tersenyum kecil. Tentu saja yang dimaksud Bapak ini adalah benar-benar es krim. Bukan ‘es krim kental’ yang biasa diberikan Papanya. Aku bergidik membayangkan kalau mereka juga memberikan putriku ‘es krim’ yang seperti diberikan suamiku.
“Sayang, udah sore.. cepat mandi sana. Pa, mandiin Devyta nya dulu…” suruhku pada suami dan putri kami. “Hah? Devyta nya masih mandi sama Papanya?” Tentu saja tema-teman suamiku tidak habis pikir mendengar Devyta yang sudah sebesar itu masih saja mandi dengan ayahnya. Devyta yang sudah jadi gadis remaja cantik, memang sangat ganjil rasanya mandi bertelanjang bulat dengan pria dewasa meskipun itu adalah ayah kandungnya sendiri. “Iya Pak, mandi telanjang berdua. Apalagi mereka itu kalau mandinya lama banget. Gak tahu deh ngapain aja.. hihihi” ujarku memancing. “Ih, mamaaaa… Devyta gak ngapa-ngapain kok di dalam sama Papa, iya kan Pa?” balas Devyta. “I-iya…” jawab suamiku tergagap. “Oh…. Gitu? terus waktu Papa kamu makein kamu baju kok juga lama ya?” godaku lagi pura- pura tidak tahu. Aku berusaha menahan tawa melihat ekspresi semua orang di sini, terlebih ekspresi teman-teman suamiku. Aku memang sengaja menanyakan semua hal ini sekarang di hadapan orang lain. Aku ingin tahu bagaimana respon mereka berdua dan respon teman- teman suamiku.
“Pak Joko juga makein Devyta baju??” tanya teman suamiku lagi makin terkejut. “Iya Pak, emang kenapa Pak? Kan putri sendiri. Iya kan Pa?” kataku membantu menjawab. “I-iya Pak” Ku lihat wajah mereka semua jadi mupeng karena ceritaku ini. Mereka pasti sudah membayangkan yang tidak-tidak tentang Devyta. Memang Devyta adalah putri suamiku sendiri, tapi pastinya tidak ada seorang ayah yang masih memandikan dan memakaikan baju anak gadisnya yang sudah sebesar ini. Mereka pasti iri sekali dengan suamiku, mereka mungkin ingin sekali jadi bapak angkatnya Devyta biar juga bisa ngerasain mandiin Devyta, hihihi. “Ya sudah Pak, saya permisi mau mandi dulu. Tunggu sebentar yah Pak. Yuk sayang…” ujar suamiku pada teman-temannya lalu mengajak Devyta ke kemar mandi. “Baiklah kalau begitu kami tunggu” balas teman-temannya.
Suami dan putriku lalu masuk ke kamar mandi. Aku sendiri kembali ke dapur karena tidak mungkin menguping apa yang mereka lakukan di dalam saat ini. Namun kali ini mereka mandi lebih cepat, sepertinya mereka tidak melakukan hal yang aneh sekarang karena ada teman- teman suamiku menunggu. Tapi astaga!! Devyta tetap seperti biasa bertelanjang bulat sehabis mandi menuju ke kamarnya!! Tentu saja hal itu dapat dilihat oleh teman-teman suamiku. Anak gadisku yang cantik sedang dinikmati ketelanjangannya oleh bapak-bapak ini. Dadaku berdebar kencang. Apa suamiku lupa kalau ada teman-temannya saat ini?? Ada orang lain yang menyaksikan tubuh telanjang putri kami, bukan anggota keluarga!! “Devyta!! kamu kok gak pakai handuk? Papa kamu mana?” tanyaku menyusul Devyta sebelum dia masuk ke kamar, entah kenapa aku jadi pengen menunjukkan tubuh putriku pada mereka. Mereka juga sudah melihat tubuh Devyta, sekalian saja ku goda. Tapi hanya menunjukkan sebentar saja, tidak lebih. “Itu Ma, Papa lagi eek. Ya Devyta keluar dulu, masak nungguin Papa selesai? bau!!” jawabnya polos.
“Iya, tapi masa kamu keluyuran bugil gini? Lihat tuh om om itu liatin kamu. Ntar mereka jadi cinta lho gara-gara liat susu kamu ini, hihihi” kataku sambil melirik ke arah teman-teman suamiku. Posisi Devyta menghadap ke arah mereka, jadi mata mereka dapat dengan leluasa melihat buah dada serta vagina Devyta. Mereka tampak mupeng melihat tubuh telanjang putriku ini, apalagi mendengar omonganku barusan. “Emangnya gak boleh yah Ma om om itu cinta sama Devyta? Nanti kontol om om itu tegang yah Ma?” aku tidak menyangka Devyta akan mengatakan itu, teman-teman suamiku mungkin mendengarnya!! Aku seharusnya mengajarkan Devyta agar tidak mengucapkan kata itu sembarangan, tapi terlambat. Ya sudah lah. “Bukannya gak boleh sih... tapi mereka kan udah cinta sama istrinya. Masa kamu ambil juga sih? Sudah sana masuk kamar pakai baju, atau Mama suruh om om itu yang makein? Mau? Om… tolong pakein Devyta baju dong… hihihi” godaku. Aku yakin bapak-bapak itu semakin mupeng sekarang, mereka mungkin berharap benar-benar dibolehkan memakaikan Devyta baju. Aku sebenarnya geli membayangkan bila putriku dipakaikan baju oleh bapak-bapak itu. Tapi tentu saja tidak akan ku lakukan, cuma ayahnya saja yang boleh menyentuh tubuh putriku.
“Gak mau, mau dipakein baju sama Papa!!” rengek Devyta. Untung Devyta juga hanya ingin sama Papanya. “Ya sudah tunggu di dalam kamar gih, jangan di luar gini. Malu dilihat sama om-om itu. Iya kan Om?” tanyaku pada bapak-bapak itu. “I-iya” jawab mereka serentak. “Ya deh Ma… Devyta masuk dulu yah om…” Devytapun masuk ke dalam kamarnya. “Maaf yah Pak… Devytanya bandel banget, habis mandi main nyelonong aja telanjang ke kamar” “Iya Bu gak apa. Tapi Devytanya kok udah tahu kontol yah bu Susi?” tanya salah satu mereka. Gawat!! Mereka memang mendengarnya!! “I-itu Pak… s-saya yang ajarin” kataku mengaku, aku tidak tahu harus berkata apa lagi. “Oh… bu Susi yang ajarin?” “Iya, itu agar dia ngerti sedikit saja kok bapak bapak” “Iya Bu Susi, anak remaja sekarang memang seharusnya diajari yang benar tentang hal begituan biar gak salah jjoko” ujar mereka. Fiuh, untung saja mereka menganggap positif omonganku barusan. Tapi ku yakin itu hanya di omongan saja, mereka pasti memang horni dan nafsu pada putri kami. Silahkan saja kalau mereka sekedar ingin menjadikan Devyta objek onaninya, tapi cukup sekian pertunjukannya. Tidak ada lagi!! Akupun kembali ke dapur. Aku sempat melihat salah satu dari mereka menyusul Devyta dan seperti ingin mengintip Devyta, tapi untung saja suamiku sudah selesai dari kamar mandi. “Mau kemana Pak Rudi?” tanya suamiku. “Eh, ng-nggak, mau ke kamar mandi” “Oh, silahkan Pak… sebelah sana” suamikupun masuk ke kamar Devyta. ~~
Setelah hari itu, aku rasa ketelanjangan putri kami semakin intens saja. Baik sebelum maupun sesudah mandi, dia sering keluyuran di dalam rumah tanpa busana. Sering pula Devyta mengajak ayahnya mandi sambil dia sudah mulai menanggalkan pakaiannya sendiri, padahal dia belum berada di kamar mandi. “Kamu ini, buka baju itu di dalam kamar mandi, jangan di luar gitu…” protes suamiku jaim. Pernah juga saat itu Devyta kelupaan mengajak Papanya, diapun keluar dari kamar mandi basah-basah telanjang bulat, lalu menyeret Papanya ke dalam kamar mandi. Sungguh pemandangan yang ganjil!! Aku tidak tahu apakah Devyta berbuat itu karena kepolosannya, namun dia terlihat seakan menikmati ketelanjangannya itu. Masalahnya tidak ayahnya saja yang melihatnya, tapi juga teman- teman ayahnya.
Saat berangkat sekolahpun dia kini tidak hanya mencium pipi ayahnya, tapi sudah mulai mencium bibir seperti waktu dia TK dulu. Omongannya, bahasa tubuhnya, kini terlihat lebih nakal dan menggemaskan bagi kaum lelaki. Aku tidak tahu apakah ini pengaruh dari video porno yang ku berikan. Tapi yang jelas Devyta menjadi seperti ini, itu semua gara-gara aku, ibunya. Suamiku memang belum menyetubuhi Devyta, tapi dia sudah memperlakukan anak gadisnya itu bagaikan ‘mainan seks’. Hasrat seksnya yang dia pendam selama ini karena tidak ku layani, dia lepaskan semuanya pada anak gadisnya. Begitupun halnya dengan Devyta, dia semakin hari juga semakin sempurna mengabdikan dirinya sebagai ‘mainan’ sang ayah, baik saat akan tidur, mandi, maupun saat mereka ku tinggal berduaan dimanapun itu. Aku memang ingin membuat kontak mata dan fisik sesering mungkin di antara mereka. Aku ingin hubungan mereka menjadi lebih intim sebagai ayah dan anak. Aku rela aku hanya bermasturbasi sendirian sedangkan suamiku bisa melampiaskan nafsunya ke putrinya. Sore itu aku mengintip lagi apa yang mereka lakukan setelah mandi sore. Mereka bukannya handukan di kamar mandi namun malah di dalam kamar Devyta. Itupun setelah ku lihat suamiku lebih seperti membelai Devyta dibanding menghanduki.
“Kenapa Pa? kok berhenti?” tanya Devyta melihat Papanya berhenti membelai, padahal tubuhnya masih sangat basah. Tapi aku rasa Devyta bertanya seperti iu bukan karena tubuhnya belum kering, namun karena dia ingin terus dibelai sang ayah. “Papa mau buang peju lagi?” tanya Devyta lagi menebak. “Iya, boleh kan sayang?” “Boleh kok Pa, boleh banget malah” jawab Devyta riang. Suamiku tersenyum. Dia kemudian bangkit lalu mencium bibir Devyta. Ini bukan sekedar ciuman ayah dan anak, tapi sudah ciuman sepasang kekasih karena ternyata mereka berciuman menggunakan lidah!! Tubuh telanjang mereka yang masih basah menempel berhadap- hadapan, menimbulkan suara decakan karena kulit basah mereka yang beradu. Entah siapa yang memulai, mereka kini sama-sama terjatuh ke atas ranjang. Mereka melanjutkan aksi cium- ciuman itu di sana, saling bergumul dan meraba tubuh. Membuat ranjang putrinya itu jadi ikut-ikutan basah. Sungguh pemandangan yang panas dan erotis!! Suamiku terlihat lebih bernafsu menjamah tubuh putrinya dibandingkan menjamah tubuhku, istrinya sendiri. Apalagi mereka melakukan ini seakan tidak peduli kalau aku ada di rumah. Aku cemburu luar biasa. Namun itu justru menimbulkan sensasi tersendiri. Suamiku tampak begitu bernafsu, mungkin karena dia sudah menahan nafsunya sekian lama. Devyta yang dijilati dan diciumi ayahnya malah tertawa geli cekikikan.
“Aw… Pa geli… hihihi” pinta Devyta manja sambil ketawa-ketawa. Namun yang ada itu malah membuat suamiku semakin bernafsu. “Pa… stop dulu.... Pah…” pinta Devyta, tapi suamiku tetap saja lanjut. “Pa.. geli, Ngh.. stop.. dulu” setelah berkali-kali memohon untuk berhenti barulah akhirnya suamiku menghentikan aktifitasnya. “Ish, Papa nafsuan amat ih… gak tahan banget yah sama Devyta? hihi” “Maaf sayang, Papa gak kuat. Tapi kenapa kok suruh berhenti?” tanya suamiku terengah-engah menahan nafsunya. “Katanya mau ngeluarin peju, kok malah jilat- jilatin Devyta sih?” tanya Devyta. “Itu juga cara biar Papa bisa keluar pejunya…” “Oh… tapi jangan lama-lama Pa, ntar ketahuan Mamah” Devyta lalu bangkit dari pelukan ayahnya, dia lalu menuju lemari dan mengambil sepotong celana dalam.
“Pakein dulu Pa…” kata Devyta sambil menyerahkan celana dalam itu. “Baru lagi ya sayang?” tanya suamiku memperhatikan celana dalam berenda yang ada di genggamannya. “Iya Pa, bagus kan?” “Bagus kok” Suamikupun memakaikan celana dalam itu tanpa mengelap badan anaknya dulu. Setelah celana dalam berenda itu menempel di pinggul Devyta, yang ada itu malah membuat nafsu suamiku semakin menjadi-jadi. Bagaimana tidak? tubuh remaja anak gadisnya yang masih sangat basah hanya dibalut celana dalam. Celana dalam itupun menjadi transparan karena basah sehingga memperlihatkan belahan vagina Devyta. Dia yang tidak tahan dengan pemandangan ini kembali menerkam tubuh putrinya, menariknya ke ranjang dan menciuminya dengan buas. Tubuh mungil Devyta kembali ditindih sang ayah. “Duh… Pa…. kok diciumi lagi sih?” rengek Devyta manja. Tapi kali ini suamiku sepertinya tidak peduli lagi dengan rengekan anaknya. Dia terus saja menjamah tubuh putrinya. Seorang pria dewasa yang telanjang bulat sedang menggerayangi tubuh remaja 14 tahun yang hanya mengenakan celana dalam di atas ranjangnya sendiri, yang mana tubuh mereka masih sama-sama basah. Sungguh erotis bukan?
Setelah beberapa lama, mereka duduk berhadap-hadapan di tepi ranjang. Devyta duduk di paha ayahnya. Mereka masih tetap berciuman dengan posisi itu. Mulut mereka seperti tidak ingin lepas, lidah mereka terus saja saling membelit. Mereka juga saling menjilati wajah satu sama lain. Wajah Devyta terlhat mengkilap karena dijilat-jilat sang ayah, begitupun wajah suamiku yang dijilat-jilat putriku. Tiba-tiba suamiku sedikit menyingkap celana dalam Devyta ke samping sehingga vagina putrinya terbuka, dan astaga!! Suamiku mengarahkan penisnya ke vagina putrinya. Penis tegangnya dia gesek-gesekkan ke belahan vagina Devyta. Suamiku seperti sedang berusaha memasukkan kontolnya ke sana. “Sssh… Pa…” Devyta merintih memanggil ayahnya. Dia tidak berusaha melepaskan diri sama sekali meskipun gerakan ayahnya semakin cabul. Malah dia juga ikut-ikutan menggoyangkan pinggulnya seirama gerakan pinggul ayahnya!! Mereka seperti masih menahan-nahan diri agar jangan sampai bersenggama, tapi tubuh mereka jelas menginginkan itu. Setelah beberapa saat, ku lihat wajah Devyta mengernyit seperti kesakitan. Mungkinkah? Mungkinkah vaginanya sudah dijejali penis ayahnya? Jantungku semakin berdetak cepat. “Ngghhh… Pa, sakit… hati-hati dong…” “Maaf sayang, Papa gak sengaja” Aku yakin kalau kepala penis suamiku baru saja masuk ke dalam vagina putrinya, tapi sepertinya dikeluarkan lagi olehnya karena mendengar rintihan Devyta barusan. Ku lihat dengan seksama kalau penis itu kembali bergesekkan dengan vagina Devyta, tapi kemudian terlihat menghilang lagi yang disertai rintihan putrinya, “Pa… Ssshh…” Kemudian ku lihat kelamin mereka bergesekan lagi. Begitu selalu seterusnya.
“Ih… Papa!! Kok gak sengajanya sering amat sih?” tanya Devyta. Suamiku tidak menjawab, dia hanya mengajak putrinya berciuman lagi sambil terus melanjutkan aksi menggesek-geseknya. Dia sudah sangat bernafsu. Setelah beberapa kali gesek-masuk gesek- masuk, ku lihat kepala penis suamiku kembali hilang, namun kali ini tidak keluar lagi. Devyta walaupun terlihat sangat kesakitan tapi dia tetap membiarkan penis ayahnya di dalam tubuhnya. Mereka bersetubuh!! Suami dan putriku bersetubuh!! Tubuhku panas dingin menyaksikannya.
Namun… “Dugh!! Kreekkk…” Aduh…!! Aku yang terlalu semangat dan penasaran membuat tumpuanku goyah. Akupun terjatuh, sehingga pintu tempat aku bersembunyi jadi terdorong terbuka. Terang saja mereka kaget bukan main melihat kedatanganku. Devyta ku lihat langsung melepaskan diri dari pangkuan ayahnya lalu membetulkan celana dalamnya. “Mama??” kata mereka hampir serentak. Duh… rencanaku untuk mengintip mereka bersetubuh diam-diam gagal!! Namun aku berusaha mengontrol diri karena akulah yang punya kendali saat ini. Aku tidak ingin seakan-akan akulah yang tertangkap basah sedang mengintip. “Ohh… jadi ini ya yang dilakukan ayah dan anak gadisnya tiap selesai mandi?” tanyaku pura- pura seakan baru tahu kelakuan mereka. “B-bukan Ma… i-ini…” suamiku tampak sangat panik, dia tentunya tidak menyangka benar- benar ketahuan olehku, namun Devyta terlihat lebih santai meskipun juga ikut diam. Tampak jelas raut wajah horni mereka berdua yang betul-betul merasa tanggung karena aksi cabul mereka tiba-tiba terhenti. “Apa? sudah jelas-jelas aku melihat kamu menyetubuhi putrimu sendiri Mas” tuduhku lagi. “Bu-bukan!!” “Terus kalau bukan, apa dong namanya?” Suamiku terdiam, aku yakin dia tidak bisa mengelak setelah tertangkap basah olehku. “Maaf Ma, a-aku… aku tidak tahan” kata suamiku akhirnya. “Sudah tidak tahan?” “Iya… Maaf Ma… Maaf….” “Baiklah aku maafkan, tapi ada syaratnya” “Syarat? Apa itu Ma?” Aku tersenyum sebentar sebelum berkata, “Aku ingin melihat kalian bersetubuh” “Hah?” suamiku terkejut bukan main. “Iya, aku ingin melihat kamu ngentot dengan Devyta”
“Tapi Ma…” “Kenapa Pa? Kalian belum selesai kan? lanjutin gih… Sudah terlanjur terjadi juga, jadi cepat selesaikan. Setubuhi Devyta” Suamiku diam sejenak. Dia tampaknya masih tidak percaya dengan apa yang baru ku katakan. Mungkin saja kalau dia tadi memang benar-benar tidak sengaja meskipun dia sudah sangat bernafsu. Entahlah, namun apapun itu aku ingin melihat mereka bersetubuh sekarang. “Tapi… apa itu tidak apa-apa? dia putriku sendiri, lagian dia masih 14 tahun” ujarnya kemudian masih berusaha meyakinkan diri. Dia masih ragu. Tentu saja, karena Devyta adalah putri kami sendiri. Tapi aku yakin nafsu bisa mengalahkan segjokoya. “Sudah Pa… Gak apa-apa Pa… Lanjutin saja. Kamu pasti sudah lama punya khayjoko untuk menyetubuhi putrimu ini bukan? Tidak usah pikirkan norma-norma. Bebaskan saja khayjoko dan fantasi kamu” “Sayang, kamu juga mau kan berzinah dengan Papa kamu?” tanyaku kini pada Devyta. “Berzinah? Berzinah itu ngentot yah Ma?” tanya Devyta polos. Aku sangat senang tiap mendengar Devyta mengulangi kata-kata yang ku ajarkan ini. “Iya… berzinah itu ngentot, kamu mau kan dizinahi sama ayah kandungmu? Mau kan memek kamu dikontolin sama Papa?” ujarku dengan menggunakan kata-kata ‘liar’ untuk memanaskan suasana. “Hmm… karena Devyta cinta sama Papa, Devyta mau deh Ma dizinahi” jawab Devyta dengan riangnya, seakan dizinahi ayahnya merupakan bentuk pengabdian pada orangtua. “Tuh Pa… putrimu sudah bersedia tuh untuk kamu zinahi, entotin gih… hihihi” “Devyta, kocokin dong kontol Papa… bikin ngaceng lagi” suruhku pada Devyta. Tanpa perlu disuruh dua kali Devytapun mendekat ke arah Papanya. Dia lalu meraih kontol suamiku yang tadi terlanjur menciut. “Devyta kocokin yah Pa…” kata Devyta minta izin ke Papanya.
“I-iya sayang…” jawab suamiku tidak menolak. Meskipun dia tadi sempat ragu, tapi memang tubuhnya tidak bisa berbohong untuk mendapatkan kenikmatan dari tubuh putrinya. Devyta lalu mulai mengocok, tidak butuh waktu lama untuk membuat kontol ayahnya tegang kembali karena kocokannya. Jemari Devyta yang mungil lentik mengocok penis ayahnya dengan telaten. Tapi kalau cuma mengocok saja aku sudah sering melihatnya. “Hmm… kayakya ada yang kurang, sayang… coba masukin ke mulut kamu” “Masukin ke mulut Ma?” “Iya… Kontol Papa kamu masukin ke mulut kamu. Kamu belum pernah coba kan? cobain gih… pasti ayahmu makin cinta sama kamu…” Devyta tidak langsung melakukannya, dia menatap dulu sekian lama padaku, lalu menatap ke ayahnya. “Mau Devyta emut Pa kontolnya?” kata Devyta yang lagi-lagi meminta izin dahulu pada ayahnya. “E-emang kamu bisa?” tanya suamiku. “Bisa kok, Devyta udah pernah lihat” jawab Devyta sambil melirik padaku. Tentu saja maksudnya itu sudah pernah lihat dari film porno yang ku berikan.
“Ya sudah sayang… silahkan” setuju suamiku yang dibalas senyum manis anaknya. Aku terpana melihat pemandangan ini. Aku yakin suamiku juga demikian. Anak gadisnya sendiri sedang mengoral penisnya. Devyta mengecup ujung kepala penis suamiku beberapa kali, kemudian berusaha memasukkan semua penis itu ke dalam mulut mungilnya. “Arggghh….” Erang suamiku. Suamiku pasti merasakan sensasi nikmat yang luar biasa. Penisnya sedang dikocok pakai mulut oleh anak gadisnya di hadapan istrinya sendiri!! Cukup lama Devyta mengemut penis ayahnya, dia terlihat sangat lihai meskipun ini yang pertama baginya. “Ugh… berhenti dulu sayang… Papa gak kuat” pinta suamiku setelah beberapa saat, Devytapun menghentikan aksinya. “Kenapa berhenti sih Pa? pejuin aja mulut Devyta…” kataku sambil tertawa kecil. Mendengar hal itu Devyta juga tertawa dan memasukkan penis itu sekali lagi dalam mulutnya. Tentu saja membuat ayahnya terkejut. “Dasar Devyta, kamu nakal yah ternyata… hihihi, ayo sayang… bikin Papamu enak” suruhku menyemangati Devyta. Gerakan kepala Devyta terlihat lebih cepat sekarang. “Nghh… Devyta… arggghhh” suamiku kini juga mulai memegang kepala putrinya lalu memaju- mundurkan seperti sedang menyetubuhi mulut anaknya. Sungguh cabul!! Gerakan pinggul suamiku semakin cepat, hingga akhirnya tubuhnya kelojotan dan memuncrakan pejunya ke dalam mulut Devyta. Putri kami terus menutup mulutnya, mengapit penis itu dengan bibir selama peju ayahnya menyemprot memenuhi rongga mulutnya. Dan dia melakukan itu sambil terus tersenyum pada ayahnya. “Sayang jangan langsung telan” suruhku, Devyta sedikit mengangguk.
“Sekarang kasih lihat sama Papa kamu…” suruhku lagi. Devytapun membuka mulutnya lebar-lebar dihadapan ayahnya, menunjukkan bagaimana benih-benih ayahnya yang dulu menciptakan dirinya kini malah dia tampung di mulutnya. Karena sperma itu sangat banyak, membuat sperma itu sebagian meluber ke dagu Devyta hingga ada yang tercecer ke buah dadanya karena tidak mampu ditampung oleh mulut Devyta yang kecil. “Gimana Pa, suka ya ngelihat Devyta seperti ini? Mulut anak gadis sendiri kok dipejuin sih? hihihi” tanyaku pada suamiku. Dia tidak menjawab, tapi aku tahu dia sangat suka. Pemandangan gadis remaja dengan mulut penuh sperma serta sebagian tubuh berceceran sperma seperti ini pastinya sangat menggairahkan bagi para lelaki. “Oke sayang, sekarang telan peju Papa kamu” suruhku pada Devyta, diapun menelan sperma itu perlahan. Semua sperma itu kini perpindah ke dalam lambung putri kami. Meskipun baru saja keluar, tapi penis suamiku hanya setengah layu. Mungkin birahinya yang masih tinggi membuatnya demikian. Tidak butuh waktu lama untuk penis itu kembali tegang sepenuhnya.
“Pa, Devyta…” panggilku pada mereka berdua. “Ya Ma?” jawab mereka serentak. “Tunggu apa lagi?” tanyaku sambil tersenyum. Mereka saling pandang, suamiku yang mengerti tanpa menunggu lagi langsung menciumi putri kami. Dia juga memainkan jarinya ke vagina Devyta tanpa melepaskan celana dalam putrinya itu terlebih dahulu. Dia kini tidak malu lagi melakukan hal bejat pada putrinya di depan istrinya. Dia ingin segera meraih kenikmatan dari tubuh putrinya. Suamiku lalu merebahkan Devyta ke atas ranjang. Dia lalu melepaskan celana dalam putrinya ini. Devyta yang sepertinya juga sudah horni nurut- nurut saja, bahkan dia membantu dengan mengangkat pinggulnya. Sekarang mereka sama-sama polos kembali. “Kamu yakin Ma tidak apa?” tanyanya padaku, ujung kepala penisnya sudah menempel di permukaan vagina Devyta. “Jangan tanya aku, tanya Devyta dong Pa…” “Sayang, kamu yakin?” “Iya Pa, masukin aja…. Zinah… zinahi Devyta…” rintih Devyta yang tampak tidak tahan untuk ditusuk-tusuk sang ayah. Suamiku yang mendengar persetujuan putrinya tanpa menunggu lagi langsung menghujamkan kontolnya. Penis suamiku kini masuk seutuhnya!!
“Arggghhhhhhh” jerit Devyta tertahan. Tampak darah perawannya mengalir pelan. Dia baru saja diperawani oleh ayahnya sendiri. “Sakit…. Sakit Pah…” rengek Devyta merintih. Aku tahu betapa sakitnya hilangnya perawan itu, terlebih bagi Devyta karena umurnya masih 14 tahun!! Suamiku lalu mendiamkan penisnya beberapa saat di dalam vagina Devyta agar terbiasa. “Lanjutin Pa…” ujar Devyta beberapa saat kemudian, sepertinya tubuhnya sudah terbiasa dengan benda tumpul itu. Suamiku kembali menggerakkan pinggulnya, makin lama semakin kencang. Wajah mereka sama-sama merah padam kerena saking birahinya, terlebih oleh suamiku. Kenyataan bahwa wanita mungil yang sedang digenjotnya saat ini adalah darah dagingnya sendiri pastilah membuatnya semakin bernafsu. Dia hentak-hentakkan penisnya dengan kuat. Devyta yang awalnya merintih kesakitan kini telah berubah menjadi rintihan kenikmatan. “Gimana Pa? enak?” tanyaku pada suamiku. Dia tidak menjawab. Aku juga menanyakan Devyta pertanyaan yang sama, dan dia juga tidak dijawab.
“Dasar… kalian ini, asik berzinah ria sampai- sampai Mama dicuekin, hihihi” ujarku. Tapi tidak masalah bagiku. Aku rela tidak tidak dihiraukan demi menyaksikan obsesiku yang jadi kenyataan ini. “Pa, dia itu putri kandungmu lho…” ujarku lagi menggoda suamiku. Aku ingin membuatnya makin terangsang. “Enak yah Pa ngentotin anak gadis sendiri?” “Dia masih empat belas tahun lho…. tapi kayaknya Devyta suka tuh dizinahi sama kamu. Entotin terus dia Pa, jangan kasih ampun” Aku terus menerus mengata-ngatai agar suamiku semakin bertambah birahinya. “Sayang… Papa mau keluarin peju…” erang suamiku. Tentu saja suamiku merasa ingin cepat keluar. Udah penisnya dijepit vagina remaja yang super rapat, terus mendengar omonganku lagi, siapa yang gak tahan coba pengen cepat-cepat ngecrot? “Keluarin saja di dalam rahim Devyta Pa, bikin putrimu…. Bunting” ujarku. “Croooottttt” suamiku sepertinya tidak kuasa mendengar kata ‘bunting’. Dia ejakulasi. Tubuhnya mengejang dengan hebatnya. Dia menyemprotkan pejunya ke rahim putrinya. Sangat banyak hingga meluber ke luar dari vagina Devyta, turun perlahan membasahi sprei tempat tidur anaknya ini. “Hihihi, Papa, banyak banget sih pejunya, kamu benar-benar pengen bikin Devyta bunting yah?” ujarku menggodanya.
“Sayang, kamu pengen gak dibuntingi sama Papa?” tanyaku pada Devyta, dia mengangguk. Aku merinding membayangkan kalau Devyta benar-benar sampai hamil oleh ayahnya di usianya yang baru 14 tahun dan masih duduk di bangku SMU ini. “Terus kalau Devyta benar-benar hamil gimana Ma?” tanya Devyta. “Kamu nikah saja sama Papa. Kamu mau kan nikah sama Papa kamu?” jawabku bercanda. “Mmh… Mau deh” aku tertawa mendengar jawaban polosnya. “Hihi, emang kamu mau kasih berapa anak ke Papa?” tanyaku. “Kalau tiga gimana?” “Boleeeh…” Kami kemudian sama-sama diam sejenak meresapi apa yang baru saja terjadi. Suami telah memperawani putrinya sendiri. Mas Joko juga sepertinya tidak percaya kalau akhirnya dia telah merenggut kewanitaan Devyta. Mungkin semua ini sangat melenceng dari norma, tapi sensasi persetubuhan sedarah itu pastinya sungguh sangat luar biasa. “Pa…” panggil Devyta. “Ya sayang?” “Lain kali lagi yuk….” “I-iya… kapanpun kamu mau” jawab suamiku. “Papa juga, kapanpun Papa pengen entotin Devyta, entotin aja Pa” kata Devyta sambil tersenyum. “Mmh… Terus Mama gimana?” tanya Devyta padaku. “Mamagak apa-apa kok sayang… kamu ngentot saja yang baik sama Papa, gak usah pikirin Mama, oke?” “Benar Ma gak apa-apa?” tanya suamiku juga. “Iya Pa, kalau kamu nanti mau tidur berdua di kamar Devyta juga gak apa kok” Devyta dan suamiku tersenyum, merekapun berciuman lagi. Bercumbuan dan saling menjamah di atas ranjang. Ku lihat penis suamiku tegang lagi.
“Ya, ampun… belum puas yah? Ya udah, kalian lanjutin gih main-mainnya… Mama gak bakal ikut-ikutan sekarang. Nih kunci dulu pintunya” kataku bangkit ke luar kamar. Sebelum menutup pintu aku berkata, “Selamat berzinah ria yah kaliannya…” ayah anak itu hanya senyum-senyum, lalu melanjutkan lagi berciuman, melanjutkan lagi perzinahan mereka. Aku buru-buru menuju dapur, membuka lemari pendingin dan mengambil terong dan timun. Aku tidak tahan untuk bermasturbasi. Ya… aku rela hanya bisa bermasturbasi, sedangkan suamiku sedang enak-enakan menggenjot putri kandungnya sekarang. ~~
Sejak saat itu, hampir tiap hari aku melihat suami dan anakku bersetubuh. Mereka melakukannya di berbagai tempat. Baik di kamar Devyta, di kamar mandi, bahkan di ranjang kamarku tempat aku dan suamiku biasa bersetubuh. Suara erangan dan rintihan nikmat persetubuhan sedarah itu selalu ku dengar. Entah sudah berapa kali mereka bersetubuh. Entah sudah berapa banyak sperma suamiku bersemayam dalam vagina putrinya. Sering suamiku menyetubuhi Devyta sampai larut malam. Kadang Devyta tidak sekolah karena saking ngantuk esok paginya. Obsesiku memang sudah kesampaian untuk melihat suamiku menyetubuhi putri kami sendiri. Tapi tenyata selanjutnya aku punya ide yang lebih gila lagi. Aku ingin teman-teman suamiku tahu kalau suamiku telah menyetubuhi Devyta. Aku ingin suamiku menyetubuhi Devyta di depan teman-temannya, bapak-bapak tetangga kami. Memang sungguh gila, tapi aku tidak kuasa menahan rasa penasaran akan sensasinya. Akupun memberi tahu suamiku tentang ideku ini pagi itu sesudah Devyta berangkat sekolah. “Kamu jangan gila Ma!! Masa aku menyetubuhi Devyta di depan orang lain!!?” tentu saja suamiku terkejut mendengar permintaanku. Walaupun begitu, aku dapat melihat dari mata suamiku kalau dia juga terangsang mendengar ideku ini. Tampak ada tonjolan dari balik celananya. “Mereka selama ini kan juga sudah punya pikiran jorok ke Devyta, kamu pasti sudah tahu itu kan Pa?” Ya… melihat Devyta bermanja-manjaan dengan Papanya saja itu sudah bisa bikin mereka horni, aku penasaran bila mereka melihat Devyta disetubuhi, apalagi oleh Papanya sendiri.
“I-iya… tapi kan….” “Mereka cuma boleh melihat saja kok… tidak boleh macam-macam sama Devyta. Juga mereka harus janji tidak boleh cerita sama orang lain. Lagian kita kan mau pindah rumah Pa… jadi kita gak bakal ketemu mereka lagi” bujukku terus. “Tapi gimana caranya? Terus kamunya?” “Ya kamu ngaku saja kalau kamu sudah pernah bersetubuh dengan Devyta. Terus mereka pasti tidak percaya tuh, suruh liat saja. Aku bakal keluar rumah hari itu, jadi kalian bebas pengen ngapain aja” jawabku. “Bukannya kamu pengen lihat kami gituan di depan teman-temanku Ma?” “Iya” “Terus?” “Kan sudah ku bilang kalau aku ingin membiarkan kalian bebas” jawabku. Sebenarnya hanya dengan membayangkannya saja itu sudah cukup bagiku. “Tapi… tolong kamu rekam saja untukku Pa, atau suruh teman-temanmu itu yang merekam” lanjutku lagi. “Hah!!?” Suamiku tampak makin terkejut saja dengan ideku ini. Tapi aku tahu dadanya sedang berdebar kencang memikirkan hal tersebut sekarang. Bersenggama dengan anak gadisnya di depan orang lain sambil direkam!! “Terus kalau nanti mereka tidak tahan gimana Ma?” “Ya kamu jaga dong anakmu… Gimana Pa? Setuju?” tanyaku lagi. Ia lalu berpikir sangat lama, wajar memang karena ide ini sangat gila dan beresiko.
“O-oke deh Ma…” setuju suamiku akhirnya. Hari minggu, teman-teman suamiku datang lagi ke rumah. Mereka dan suamiku asik ngobrol dengan tetap ada Devyta di samping suamiku. Ku dengar mereka sering bertanya-tanya tentang Devyta pada suamiku seperti, “Devytanya masih sering mandi sama Pak Joko? Masih dipakaikan baju juga?” Tampaknya mereka masih saja penasaran dengan itu. Mereka tentu saja belum tahu kalau akan dikasih liat pemandangan luar biasa, begitupun putriku yang juga tidak tahu akan disetubuhi di depan teman-teman ayahnya. “Devyta, mama pergi ke pasar yah… Kamu gak apa kan Mama tinggal?” kataku pamit pada Devyta. “Gak apa kok Ma” jawabnya. Akupun meninggalkan rumah. Membayangkan anak gadisku menjadi satu-satunya wanita di antara mereka makin membuatku birahi. Selama di pasar dadaku selalu berdebar-debar memikirkan apa yang sedang terjadi di rumahku. Bayangan- bayangan suami dan putri kami bersetubuh di depan bapak-bapak itu terus memenuhi pikiranku. Sampai-sampai aku bermasturbasi di toilet umum karenanya. Aku baru pulang menjelang magrib. Aku tiba bersamaan dengan teman-teman suamiku yang juga baru akan pulang. Kami berpapasan di depan pagar. “Sudah mau pulang bapak-bapak?” sapaku pada mereka.
“Eh, i-iya Bu Susi… Pamit dulu Bu…” jawab mereka agak tergagap. “Tumben buru-buru? Ada apa?” “Gak ada apa-apa kok Bu” “Oh.. Ya sudah, hati-hati di jjoko Pak” Akupun masuk ke dalam rumah. Aku langsung mencari suami dan anakku. Meskipun suamiku berkata akan merekamnya, tapi aku lebih penasaran mendengar ceritanya langsung. Ternyata mereka ada di dalam kamar Devyta, tapi astaga!!! Aku melihat tubuh putriku penuh dengan ceceran sperma!! “Pa…!!” “Eh, M-mama” jawab suamiku. “Kok Devytanya penuh peju gini sih Pa!!?” “Kamu gak apa sayang?” tanyaku pada Devyta. Apa anak gadisku baru saja dipejuin ramai- ramai oleh mereka? Kalau benar ini tentu saja di luar dugaanku, atau mungkin mereka juga…. . “Gak apa kok Ma… Tapi Papa tuh… masa ngentotin Devyta di depan om-om itu sih…” “Ha? Dasar Papa kamu ini” ujarku pura-pura tidak tahu sambil mencubit pinggang suamiku. “Emang gimana ceritanya sayang?” tanyaku lagi pada Devyta sambil mengambil handuk untuk mengelap badan Devyta, tapi tidak jadi ku lakukan. Soalnya Devyta terlihat lebih seksi dengan badan penuh sperma begini. “Iya, awalnya Devyta dicium-cium sama Papa… Om om itu muji-muji Devyta terus Ma. Terus Papa bilang kalau Papa pengen ngentotin Devyta di depan om-om itu” “Terus kamu bolehin?” “Agak malu sih ma, tapi Devyta bolehin juga” jawabnya. “Terus sayang?” “Papa suruh Om itu ngerekam Ma…” “Om itu Mau?” “Mau kok… terus Papa mulai telanjangi Devyta Ma di depan om-om itu, tapi Ma…” “Tapi apa sayang?” “Waktu Papa ambil handycam ke kamar, om-om itu yang lanjutin nelanjangi Devyta” lanjut putriku. Aku bergidik membayangkan bagaimana putriku ditelanjangi oleh bapak-bapak itu. Seorang gadis belia yang cantik jelita, membiarkan dirinya ditelanjangi oleh pria-pria berumur. Jantungku makin berdetak cepat.
“Kamu ditelanjangi sampai bugil?” “Iya Ma… Papa sih lama, Om om itu deh yang bantuin” “Kamu ini gimana sih Pa? kok orang lain sih yang telanjangi Devyta?” tanyaku pada suamiku. “Aku juga gak tahu Ma, waktu aku balik dari kamar, ternyata Devyta lagi ditelanjangi mereka” ujar suamiku. Ya sudahlah kalau begitu, menurutku tidak masalah. Toh cuma ditelanjangi, paling digerepe-gerepe 'sedikit'. “Terus sayang?” “Mereka mulai merekam Ma, Devyta disuruh hisap kontol Papa sambil liat ke kamera yang dipegang om itu Ma… ya Devyta ikutin” jawab Devyta enteng dengan lugunya. Membayangkan putriku yang cantik telanjang sendirian diantara pria-pria disana, bahkan mengulum penis ayahnya sungguh membuat dadaku berdebar. Aku tidak menyangka hanya mendengar ceritanya saja bisa membuatku sangat horni. “Terus?” “Devyta dientotin sama Papa Ma di ruang tamu…. Om itu terus aja muji Devyta. Eh, Papa bilang silahkan aja kalau mereka mau ngocok. Mereka ngocok deh Ma sambil liat Devyta dientotin sama Papa” terang Devyta. “Terus Papa kamu keluarin pejunya dimana sayang?” “Di dalam Ma… banyak banget” “Enak ya Pa ngentot di depan orang lain? hihihi” tanyaku pada suamiku, dia hanya tersenyum nyengir. “Udah? gitu aja?” “Belum selesai Ma…” kata Devyta. “Belum selesai?” “Iya Ma, soalnya om-om itu bilang gini Ma… Devytanya gak di anal sekalian Pak?” kata Devyta berusaha menirukan gaya bicara bapak-bapak itu. “Anal?” tanyaku terkejut, “Devyta nya kamu analin Pa?” tanyaku lagi pada suamiku. Aku tentu saja tidak menyangka kalau Devyta bakal dianal. “Iya Ma, Devyta nya mau kok, katanya dia juga penasaran” “Beneran sayang? Kamu gak dipaksa kan sama Papa? Emang gak sakit?” tanyaku pada Devyta. “Sakit sih Ma… Tapi gak dipaksa kok Ma…” “Oh…”
“Terus om-om itu pengen Devyta pake seragam sekolah Ma…” lanjut Devyta. “Ha? Kamu dianal sambil pake seragam??” “Awalnya sih iya Ma… tapi lama-lama kancing kemeja Devyta mulai dibukain satu-satu, terus cuma pake rok aja, terus Devyta bugil lagi” terang Devyta. Aku hanya bisa geleng-geleng kepala. Sungguh mesum, Devyta dicabuli beramai-ramai dengan seragam sekolah SMU nya. Ini melebihi khayjokoku, juga khayjoko suamiku tentunya. “Terus sayang?” “Terus mereka tumpahin pejunya ke seragam Devyta Ma, Papa juga. Basah deh seragam Devyta kena peju… lihat tuh Ma” kata Devyta sambil menunjuk ke sudut ruangan, ada seragam SMU nya Devyta yang berlumuran cairan putih kental di sana. “Udahan? Terus peju di badan kamu ini?” “Iya… terus kan kami istrihat. Devyta mandi sama Papa” “Mereka gak ikut mandiin kamu kan sayang?” “Gak Ma, gak boleh sama Papa. Tapi mereka bantu handukin Devyta” “Bantu handukin kamu?” “Iya… Mereka juga ambil foto-foto Devyta sambil handukin. Terus katanya mereka nafsu lagi, mereka bilang pengen ngentotin Devyta Ma, mereka pengen genjotin memek Devyta…” “Kamu bolehin!!??” “Nggak, Devyta maunya cuma sama Papa aja” “Oh…” bagus deh.
“Jadinya mereka ngocok deh Ma sambil pegang-pegang Devyta, gak apa kan Ma kalau cuma dipegang-pegang? Habisnya enak sih… hihihi” “Dasar kamu. Iya gak apa, terus mereka tumpahin ke badan kamu?” “Iya Ma… mereka tembakin peju mereka ke Devyta. Kotor lagi badan Devyta Ma, padahal Devyta baru mandi” ujar Devyta santai sambil membuka lebar tangannya, menunjukkan ceceran sperma yang mulai mengering di sekujur tubuhnya. Memang bukan bau sabun yang tercium dari tubuhnya, tapi bau peju yang pekat. “Masa kamu biarin aja sih Pa? Kalau Devyta nya diperkosa gimana coba?” tanyaku pada suamiku. “Aku juga gak mau Ma sebenarnya… Waktu itu aku sedang menerima telpon dari bos” jawab suamiku beralasan. “Jadi kamu cuma bisa ngelihatin anakmu dipejuin orang lain?” “Mau gimana lagi Ma, tidak mungkin aku menyela omongan Bos” ujar suamiku, tampaknya dia berkata jujur. “Ya sudah Pa, gimana lagi” “Tapi itu tandanya om om itu cinta sama Devyta kan Ma?” tanya Devyta polos.
“Iya… Om itu cinta sama kamu, hati-hati lho ntar kalau istri mereka tahu kamu bakal dimarahi, hihihi” ujarku, Devyta nya malah cekikikan sambil meletakkan telunjuk di bibirnya, tanda agar jangan memberi tahu mereka. Sungguh nakal dan menggemaskan tingkah putri kami ini. “Eh Ma… Tapi kontol om-om itu gede gede lho Ma, apalagi punya Om Rudi. Punya Papa aja kalah Ma… Devyta jadi ngebayangin kalau masuk ke memek Devyta gimana” kata Devyta kemudian. Aku terkejut bukan main mendengarnya, demikian juga suamiku. Devyta jadi keterusan!! Ku lihat raut wajah cemburu dari suamiku karena punyanya dibandingkan dengan punya bapak- bapak tetangga oleh putrinya sendiri. “Dasar kamu nakal, emangnya kamu mau memek kamu dimasuki kontol Om Rudi?” godaku yang sepertinya malah membuat suamiku makin cemburu. “Mmmh… Yang boleh masuk ke memek Devyta cuma punya Papa sih Ma, tapi…” “Tapi apa?” “Tapi kalau Papa kasih izin… Devyta gak nolak kok” katanya melirik nakal pada ayahnya. Makin terkejut aku dan suamiku mendengarnya.
Perkataannya sungguh bikin aku gemas. Polos dan lugu tapi ternyata putriku ini ‘nakal’ juga. Aku kini jadi ikut-ikutan tertarik membayangkan putriku disetubuhi oleh bapak tetangga itu. “Mama sih terserah Papa aja. Kalau Papa kasih izin Mama setuju aja kamu dimasukin kontol om-om tetangga kita itu” ujarku. Aku ingin tahu bagaimana respon suamiku. Devytapun benar- benar meminta izin pada ayahnya. “Gimana Pa? Boleh gak memek anak Papa dimasukin kontol Om Rudi? Papa rela gak?” tanyanya. Sungguh pertanyaan yang pastinya makin membuat perasaan suamiku tidak karuan. Suamiku tampak lama diam berpikir. Sepertinya dia juga penasaran!! Apa yang akan kau jawab mas? Apa kamu rela putrimu bersetubuh dengan orang lain? “Papa gak tahu, lihat nanti saja deh” cuma itu yang dikatakan suamiku. Diapun pergi ke kamarnya. Ya sudah, tapi kok Devyta nya… “Sayaaang!!! Kamu kok langsung tiduran gitu sih?” tanyaku pada Devyta karena dia seenaknya langsung tiduran di atas ranjang. Padahal ceceran sperma dibadannya masih belum dibersihkan.
“Ngantuk Ma… capeeeek” jawab Devyta santai. Aku paham dia pasti capek, tapi kan… “Iya Mama tahu, tapi bersihkan dulu dong badannya… Lihat tuh jadi kotor gitu spreinya” suruhku lagi, tapi dia tetap tidak menghiraukan. Tetap saja berbaring memeluk guling dengan nyamannya. Dasar Devyta… Apa dia tidak risih badannya lengket-lengket begitu? “Bandel banget sih… Ya sudah kamu tidur dulu bentar, tapi ntar jangan lupa bersih-bersih” kataku mengalah. Akupun membiarkan Devyta tertidur dengan badan masih berlumuran peju!! Bisa-bisanya putriku ini tidur dengan nyenyaknya dengan kondisi seperti itu, pemandangan yang sangat ganjil. Aku lalu keluar dari kamarnya yang penuh bau peju ini. Aku memutuskan untuk bermasturbasi sendiri sambil menonton rekaman persetubuhan putri dan suamiku barusan. Soalnya aku sudah horni dari tadi mendengar semua cerita mereka. ~~ Beberapa hari berlalu, tiap sore tetangga teman-teman suamiku ini selalu main ke rumah. Tentu saja aku tahu maksud tujuan kedatangan mereka yang sebenarnya. Namun mereka tidak berani berbuat macam-macam pada Devyta karena ada aku di rumah. Paling jauh mereka hanya punya kesempatan meraba Devyta sebentar saja.
….. “Sayang…” panggil suamiku pada Devyta hari itu. “Ya Pa?” “Papa mau bilang sesuatu sama kamu” “Hmm? Mau bilang apa Pa?” “Anu… tentang yang kamu bilang waktu itu” “Yang waktu itu yang mana sih Pa?” “Itu… Yang katanya kamu pengen cobain kontol Om Rudi” “Oh yang itu… Kenapa Pa? Papa pengen Devyta ngentot sama Om Rudi? Kapan Pa?” “…..” “Gimana Pa? Papa pengen lihat Devyta ngentot- ngentotan sama orang lain ya? Papa rela?” “Tidak!! Papa tidak rela. Papa tidak mau kamu disetubuhi sama orang lain!!” ujar suamiku. Aku tidak menyangka suamiku berkata demikian. Sesaat aku tadi berpikir kalau dia akan merelakan putrinya dientotin teman-temannya. Keraguannya lenyap, dia kini tampak benar- benar yakin kalau Devyta cuma miliknya. Ya... Menurutku memang lebih baik begitu, aku dan suamiku bukan germo yang mengobral anak gadis kami sendiri. Aku ingin hanya Papanya saja yang menyetubuhi Devyta. Hmm... Apa aku aja ya yang cobain punyanya Pak Rudi? Ups... apa sih yang ku pikirkan. “Papa cuma mau kamu milik Papa. Cuma Papa yang boleh ngentotin kamu” lanjutnya.
“….” “Pa…” panggil Devyta, dia terlihat tersenyum. “….Devyta juga gak rela kok” “Sayang…?” “Iya… Devyta juga gak rela kalau dientotin sama selain Papa. Devyta juga maunya cuma sama Papa aja. Papa cemburu ya waktu itu? Hihihi, maaf yah Pa…” “Tentu saja Papa cemburu sayang. Kamu itu milik Papa, masak Papa kasih ke orang” Senyum manis Devyta mengembang mendengar perkataan ayahnya ini. “Makasih Pa… Devyta jadi yakin kalau Papa benar- benar cinta sama Devyta.... sama kayak Devyta cinta sama Papa” “Jadi… jadi kamu sengaja ya bikin Papa cemburu?” “Iya Pa, maaf ya… hihihi” ujar Devyta sambil memeluk Papanya. “Dasar kamu memang nakal” Aku terpana melihat adegan ini. Sungguh manis. Sepertinya cinta suamiku terhadap putrinya jauh lebih besar dibandingkan cintanya padaku, tapi tidak masalah. Ini memang keinginanku. Ini memang obsesiku. Karena memang seharusnya seorang ayah adalah cinta pertama dan cinta sejati bagi anak gadisnya, bukan begitu? Mungkin inilah alasan kenapa ibu dan kakekku dulu bersetubuh. Karena mereka… saling mencintai. “Pa…” Panggil Devyta. “Ya sayang?’
“Berzinah lagi yuk…” pinta Devyta dengan senyum manis. “Kamu pengen Papa genjotin lagi?” “Iya Pa… sampai bunting kalau boleh” “Dasar kamu nakal, boleh kok” “Boleh kan Ma?” tanya Devyta padaku. Aku tersenyum mengangguk. Akupun meninggalkan mereka berduaan. Membiarkan mereka saling membagi cinta mereka. Kamipun pindah rumah dua minggu kemudian. Untung saja, kalau tidak, mungkin lama-lama Devyta benar akan disetubuhi oleh tetangga kami. Putri dan suamiku kini betul-betul menjadi kekasih sejati. Saling mencintai lebih dari sekedar ayah dan anak. Hubungan sedarah mereka tentu saja sangat tabu, tapi cinta dan nafsu mengalahkan segjokoya. Dan untuk apa- apa yang akan terjadi selanjutnya, biarlah waktu yang menjawab. Yang penting kami sama-sama mendapatkan kebahagian saat ini. Di luar akulah istri dari suamiku, tapi di dalam rumah Devytalah yang selalu melayani ayahnya. “Sayang…” panggilku pada putriku. “Ya Ma?” “Ini Mama baru beliin celana dalam lagi. Suruh Papamu pakein gih” kataku sambil menyerahkan bungkusan plastik berisi beberapa helai pakaian dalam. “Makasih Ma… Pa, lihat nih… baru lagi lho… Ih, ada empat helai Pa, lucu-lucu” kata Devyta menunjukkan bungkusan celana dalam itu pada Papanya. “Pa… Mandi bareng yuk Pa… Habis itu handukin Devyta” ujar Devyta manja. “Iya iya… Terus habis itu?” tanya suamiku. “Habis itu cobain celana dalam” “Terus, habis itu?” “Ngentot sama Papa sampai malam”
Namaku Susi. Aku sudah menikah dan memiliki seorang putri tunggal, Devyta
Asterina namanya. Umurnya kini sudah 17 tahun dan duduk di kelas 2 SMU. Usianya
yang sudah beranjak remaja telah membuat dirinya tampak menarik. Wajahnya yang
cantik dan imut menjadi nilai lebih darinya. Umurku sendiri baru 40 tahun,
sedangkan suamiku, Mas Joko, 42 tahun.
Ada sebuah pengalaman yang sangat membekas dalam ingatanku. Waktu kecil dulu aku pernah diam-diam melihat ibuku dientot oleh kakekku, ayah kandung ibuku sendiri. Aku tidak tahu apa yang membuat ibu dan kakek melakukan hubungan seperti itu, aku yang juga tidak tahu harus berbuat apa akhirnya memilih diam. Namun ternyata kejadian itu bukan hanya sekali, tapi berkali-kali. Kakekku dulu memang tinggal bersama dengan kami sehingga memungkinkan mereka berbuat seperti itu berulang-ulang di saat ayahku tidak di rumah. Kini saat sudah memiliki putri, aku sering membayangkan kalau suamiku bersetubuh dengan anak gadis kami. Membayangkan bagaimana suamiku menggenjot anak gadisnya sendiri sampai anak gadis kami ini hamil olehnya. Tentu saja itu merupakan khayjoko gila dari seorang ibu terhadap anak dan suaminya sendiri. Bagaimana bisa seorang ibu punya pikiran semacam itu!? Namun hal tersebut sangat membangkitkan gairahku. Bahkan aku sering bermasturbasi karena tidak tahan dengan khayjoko gilaku ini. Saat aku berhubungan badan dengan suamiku, aku juga menganggap kalau aku ini adalah Devyta, anak gadisnya. Hal itu membuatku orgasme lebih cepat. Selain itu, saat aku pergi ke pasar dan meninggalkan mereka berdua di rumah, aku juga sering membayangkan kalau mereka bersetubuh di belakangku selama aku pergi. Aku jadi berdebar-debar sendiri selama di pasar karena memikirkannya.
Seiring waktu, hanya dengan membayangkan tidak cukup lagi bagiku. Kini aku betul-betul berharap mereka berzinah, melakukan hubungan badan sedarah antara seorang ayah dan anak gadisnya. Akupun berusaha menciptakan situasi-situasi agar suami dan anakku menjadi tertarik satu sama lain. Aku sampai membelikan putriku pakaian-pakaian yang seksi, lalu mengajarinya cara berpakaian yang membuat lekuk tubuhnya tercetak. Tanktop dan celana pendekpun menjadi pakaiannya sehari-hari bila di rumah. Devyta tidak masalah dengan cara berpakaian yang ku ajarkan, malah dia sangat menyukainya. Sebenarnya sering suamiku memprotes cara berpakaian putri kami. Tapi tentu saja aku membela Devyta.
“Memangnya kenapa sih Pa? kan cuma di rumah saja. Lagian cuma Papa sendiri laki-laki di sini” ujarku. “Iya sih” “Kalau gitu ya gak apa-apa dong Pa…” “Tapi kan….. Ya sudah lah” kata suamiku akhirnya mengalah. Maka bebaslah Devyta berpakaian seperti itu di hadapan ayahnya. Mungkin kalau pria lain yang melihat keadaan putri kami, pria itu sudah pasti akan sangat bernafsu. Bagaimana tidak? Seorang gadis cantik yang sedang segar-segarnya tampil dengan pakaian yang menggemaskan dan membangkitkan birahi, yang mana ibunya sendiri yang mengajarkan cara berpakaiannya itu. Itupun sebenarnya cukup sering terjadi, karena teman-teman suamiku sering mampir ke rumah, begitupun bapak-bapak tetangga sebelah. Aku seorang ibu yang sedang mengajarkan putrinya menjadi seorang eksibisonis!!
“Wah, Devyta udah gede yah… cantik lagi” Itu yang selalu mereka katakan bila melihat putriku di rumah. Aku lihat mata mereka selalu melirik ke tubuh putri kami. Rasanya sungguh aneh saat anak gadisku dipelototin begitu, antara marah dan bangga karena putriku banyak yang menyukai. Dengan keadaan Devyta yang berpakaian seperti itu, aku jadi lebih sering meninggalkan suami dan putri kami berdua menonton tv, atau menyuruh suamiku membantu Devyta mengerjakan PR-nya di dalam kamarnya Devyta. Saat mereka berduaan, akupun diam-diam memperhatikan dari jauh. Aku ingin tahu apakah suamiku mencuri-curi pandang ke arah anaknya. Tapi ternyata tidak. Meskipun ada sesekali melirik ke anaknya, tapi yang ku lihat masih pandangan tanpa nafsu. Tidak lebih dari seorang ayah yang sedang membantu putrinya. Namun ini tidak membuatku menyerah. Malam ini kami sedang duduk bersama menonton acara televisi. Sebenarnya ini adalah keadaan dan suasana yang biasa, hanya pikiranku saja yang tidak beres. “Sayang, ayo sini mama pangku” kataku mulai melancarkan aksiku. Devyta saat itu masih tetap setia mengenakan tanktop dan celana pendek sepaha bila sedang di rumah. “Ihh… mama. Devyta kan udah gede. Masa masih dipangku!?” “Hihihi, udah gede apanya? udah gede apanya ayo…” kataku sambil menarik Devyta, memeluknya lalu mengangkatnya ke pangkuanku sambil ku gelitiki. “Hahaha… geli mah, ampun….” “Ininya yah yang udah gede?” tanyaku sambil menyentil buah dadanya yang hanya ditutupi tanktop. “Mama!! Geli…!!” Bercanda seperti inipun memang sudah sering kami lakukan. Saling menggelitik dan bermain- main saat bersama-sama duduk menonton tv. Tapi kini aku mempunyai tujuan lain, yaitu sengaja membuat suamiku jadi terangsang dan bernafsu pada anaknya sendiri. “Hihihi, Pa, lihat nih anakmu udah gede” ujarku memanggil Mas Joko. Kaki Devyta ku buat jadi membuka lebar saat itu. Aku ingin suamiku melihat betapa putrinya kini sudah menjadi seorang gadis yang cantik dan menggairahkan. Membuat suamiku jadi berpikiran kotor pada anak gadisnya sendiri. Mas Joko memang melirik ke arah kami, tapi dapat ku baca dari wajahnya kalau yang dimaksud ‘gede’ olehnya hanyalah umur putrinya yang sudah semakin bertambah, bukan ukuran-ukuran kewanitaan seperti buah dada, pinggul dan lekuk tubuh putrinya.
“Ayo sayang , minta pangku juga sama papa kamu sana” suruhku pada Devyta. “Pa… pangkuin Devyta dong…” minta Devyta manja. “Iya-iya sini” kata mas Joko sambil membiarkan Devyta duduk di pangkuannya. Mereka kini sama- sama menghadap ke arah tv. Suamiku tampak biasa-biasa saja, tidak terlihat tanda-tanda nafsu meskipun saat ini ada seorang gadis cantik yang sedang duduk di pangkuannya. Padahal aku berharap kalau suamiku ereksi, sehingga penis tegangnya akan mengganjal pantat anak gadis kami. “Duh, iya nih kamu sudah gede. Berat amat sekarang” ujar mas Joko sambil mengusap- ngusap rambut Devyta. “Biarin… week. Nih rasain!!” Devyta lalu mengangkat sedikit pinggulnya, lalu menurunkannya lagi tiba-tiba ke bawah. Seakan menunjukkan kalau dia memang sudah lebih berat sekarang karena semakin dewasa. Namun yang ada itu malah membuat penis suamiku tertekan pantat putrinya. “Duh, kamu ini” gerutu suamiku. Namun tetap membiarkan Devyta terus di pangkuannya. Devyta tampak nyaman sekali dipangku ayahnya, mereka begitu mesra. Merekapun terus menonton tv dengan posisi berduaan begitu, dan aku terus hanya memperhatikan. Semakin lama, ku lihat sesekali pantat putriku ini bergeser-geser kesana-kemari di pangkuan suamiku. Apa suamiku sedang ereksi? Sehingga membuat Devyta merasa tidak nyaman karena pantatnya terganjal? Kalau benar, apa putriku ini tahu kalau penis tegang ayahnyalah yang sedang mengganjal pantatnya saat ini? Oh tuhan… Aku jadi berdebar-debar memikirkannya. Aku lalu bangkit dari tempat dudukku. Aku ingin meninggalkan mereka berdua lagi kali ini. “Mau kemana ma?” tanya suamiku. “Mau ke kamar, sudah ngantuk” jawabku sekenanya, karena tujuanku sebenarnya hanyalah ingin membiarkan mereka berduaan. “Kamu mau tidur juga sayang?” tanyanya kini pada Devyta. “Belum ngaktuk Pa” jawab Devyta cuek sambil tetap asik menonton tv. “Ya sudah” Akupun masuk ke kamar dan membiarkan suami dan anakku berduaan di sana. Dari dalam kamar aku mencoba mengintip mereka, tapi tidak ada gerakan ataupun obrolan yang aneh- aneh meski posisi mereka tetap tidak berubah. Akupun memutuskan untuk berbaring di ranjang. Tapi tanpa sadar aku benar-benar tertidur!! Saat aku terbangun esok paginya dadaku begitu berdebar-debar. Entah apa yang sudah ku lewatkan tadi malam. Apa mereka melakukan sesuatu selagi aku tidur? Atau bahkan suamiku dan putri kami sudah bersenggama? Pikiran- pikiran itu terus melintas di kepalaku. Perasaanku semakin tidak karuan karena aku tidak mengetahui apa yang sebenarnya terjadi, meskipun belum tentu semua yang ku pikirkan tadi benar-benar terjadi. Tapi sensasi membayangkan kalau mereka bermain diam- diam dibelakangku ini sungguh mengaduk-aduk perasaanku, dan aku berharap mereka benar- benar telah melakukannya. ~~
Akupun melanjutkan terus aksiku. Ketika itu dengan nada bercanda aku menyuruh Mas Joko untuk memandikan Devyta, tapi tentu saja baik Devyta maupun suamiku menolaknya. “Gak mau ah, Devyta kan udah gede, masa dimandikan Papa” jawab Devyta. “Iya nih, mama ada-ada aja” kata suamiku ikut- ikutan. “Hihihi… Kalau mama yang mandikan Devyta, mau?” tanyaku lagi. “Gak mau juga!!” Namun akhirnya Devyta mau juga mandi denganku. Dia benar-benar sudah menjadi seorang gadis muda yang cantik. Tanda-tanda kewanitaannya benar-benar sedang tumbuh dengan baik. Pastinya akan membuat nafsu para lelaki bila melihat dia telanjang dan basah- basahan seperti sekarang ini. Aku ingin ayahnya juga melihatnya dengan pandangan nafsu. Waktu aku ingin menyabuni badan, ku temukan botol sabun sudah mau habis. Ini kesempatanku!! “Sayang, sabunnya habis nih. Kamu ambilin gih ke belakang” suruhku pada Devyta. “Kok Devyta sih ma?” “Iya dong, masa mama yang ambil. Sana” “Iyaa…” Devyta lalu melilitkan handuk ke tubuhnya, tapi ku cegah. Aku ingin memamerkan tubuh indah Devyta kepada ayahnya saat ini. Tanpa banyak tanya Devytapun menuruti. Aku memanfaatkan sifatnya yang masih polos dan belum mengerti betapa pentingnya menutupi bagian-bagian kewanitaaannya itu. Jadilah dia bertelanjang bulat dari kamar mandi ke dapur. Pintu kamar mandi ku buka sedikit agar aku dapat mendengar apa yang akan terjadi. Dari sini aku memang tidak bisa melihat apa yang terjadi, namun aku masih bisa mendengar dengan jelas. Ku dengar suamiku terkejut dan menegur Devyta kenapa keluyuran telanjang begitu di dalam rumah. Dijawab Devyta kalau ingin mengambil sabun. “Sabunnya dimana Pa? gak ketemu nih…” “Bentar papa ambilkan” Tidak terdengar suara sama sekali selama beberapa saat kemudian. Dadaku berdebar memikirkan suamiku sedang bersama putri kami yang bertelanjang bulat!! Pastinya jarak antara ayah dan anak itu sangat dekat. Aku tidak tahu apa suamiku terangsang saat ini. Namun yang pasti, akulah yang terangsang berat karena memikirkan hal tersebut. “Makasih Pa” “Iya, sana cepat ke kamar mandi. Nanti malah masuk angin lama-lama telanjang di luar” “Iya Pa” Tidak lama kemudian Devyta masuk kembali ke kamar mandi. “Mama lagi ngapaiiiin!??” “Eh, n-nggak lagi ngapa-ngapain” jawabku tergagap. Aku kedapatan olehnya sedang masturbasi menyemprotkan shower ke vaginaku!! Untung kemudian bisa ku jelaskan kalau aku sedang membersihkan bagian tersebut. Kamipun mandi seperti biasa selanjutnya. Handuk yang kami bawa saat itu cuma satu, jadi kami pakai berdua bergantian setelah selesai mandi. Tentu aku yang mengenakan handuk itu, sedangkan Devyta ku suruh bertelanjang menuju ke kamarnya. Sekali lagi ketelanjangannya di lihat oleh ayahnya. ~~
Malam harinya aku mengajak Devyta tidur bersama di kamar kami. Tentunya ini juga bagian dari rencanaku yang lain. Suamiku awalnya menolak karena harus berbagi ranjang dengan Devyta, mungkin karena anak perempuannya itu sudah besar. Tapi setelah ku bujuk terus akhirnya dia mau juga. “Kamu suka sayang kita tidur sama-sama kayak dulu lagi?” tanyaku pada Devyta. “Suka ma, udah lama nggak” Sebelum tidur kami menghabiskan waktu untuk ngobrol-ngobrol tentang sekolahnya, teman- temannya, rencana liburan, hadiah ulang tahunnya yang akan datang dan lain-lain. Posisi Devyta berada di tengah-tengah diapit oleh kami berdua. “Menurut kamu Papa orangnya gimana sayang?” tanyaku kini mencoba membahas tentang ayahnya. “Baik, gak pemarah” “Kamu sayang tidak sama Papa?” “Iya, Devyta sayang banget sama Papa” “Cuma sayang saja? Tidak cinta?” tanyaku lagi. “Iya, Devyta juga cinta Papa” jawab Devyta polos. Tentu saja cinta yang dimaksud Devyta bukanlah seperti perasaan cinta kepada kekasih, namun hanya perasaan cinta dari seorang anak kepada orangtuanya. “Tuh Pa, anak kamu saja cinta sama kamu, masa kamu enggak? hihihi” tanyaku kini pada mas Joko. Aku ingin tahu bagaimana responnya. “Ihh… Papa gak cinta yah sama Devyta?” rengek Devyta manja. “Ah, gara-gara kamu ini Ma. Iya sayaaang… Papa juga cinta kok sama kamu” ucap suamiku yang disambut tawa renyah Devyta. Mendengar hal ini membuatku semakin bersemangat. Ku dekati Devyta dan ku bisikkan sesuatu padanya. “Pa, kalau Papa cinta sama Devyta, cium Devyta dong Pa…” kata Devyta kemudian. Ia menuruti apa yang ku bisikkan padanya barusan. Mas Joko yang mendengar permintaan Devyta itu dibuat terkejut, diapun melotot kepadaku karena sudah mengatakan yang tidak-tidak pada putri kami. Aku hanya tertawa kecil saja. “Iya, sini sayang…” ucap Mas Joko mau juga akhirnya, “Cup” “Yang kanan juga Pa” pinta Devyta lagi. “Iya-iya” saat mencium pipi kanan, suamiku sedikit menghimpit Devyta karena putrinya itu berada di sisi kirinya. “Devyta juga cium dong Papanya” suruhku lagi, Devyta pun melakukannya. Dia kini gantian menciumi pipi Papanya. Darahku berdesir melihat pemandangan cium-ciuman ini. Adegan cium-ciuman antara ayah dan putrinya. Walau sebenarnya hal ini tidak asing, namun baru kali ini mereka saling mencium berkali-kali, bahkan melakukannya di atas ranjang. Saat putri kami sudah tidur, akupun melanjutkan aksiku untuk merangsang suamiku. Aku bermasturbasi di sebelah Devyta. Suamiku tentunya terkejut melihat aksiku karena ada Devyta di dekat kami, aku senyum-senyum saja. Ku katakan kalau aku sedang kepengen. Tentu saja suamiku menolaknya, mana mungkin kami ngentot saat Devyta ada di tengah-tengah kami. Akhirnya aku setuju untuk hanya saling bermasturbasi. Dia memainkan vaginaku dan aku mengocok penisnya. Saat mengocoknya, sering aku menyentuhkan penisnya ke paha putri kami. Tentunya aku pura-pura tidak sengaja saat melakukannya. “Ma… hati-hati dong…” “Kenapa Pa? geli yah kena paha Devyta? Hihihi” “Bukan gitu… Nanti kalau dia bangun gimana coba?” “Iya deh… sorry” kataku sambil tersenyum. Ku lanjutkan terus kocokanku sampai akhirnya dia muncrat, tapi sengaja ku arahkan ke selangakangan putri kami. Jadilah celana pendek serta paha Devyta berceceran sperma ayah kandungnya. “Duh Ma… kena Devyta nih… Makanya aku bilang hati-hati!!” ujar suamiku berbisik keras. “Wah… Gak sengaja Pa. Papa yang bersihkan yah, aku mau ke wc dulu” “Lho? Kok aku sih ma yang ngebersihin?” tanya suamiku jengkel, namun aku terus saja memalingkan tubuhku berjjoko ke wc. Saat aku sudah keluar dari kamar, aku mengintip apa yang akan dilakukan suamiku. Dia tampak kerepotan membersihkan ceceran spermanya yang ada di sekitar selangkangan anak gadisnya. Sayangnya dia hanya sekedar membersihkan, tidak berperilaku aneh. ~~
Malam itu baru permulaan, karena setelah itu semakin sering ku ajak Devyta tidur bareng dengan kami. Devyta sepertinya amat senang bisa tidur bersama-sama dan sepertinya dia ketagihan, dia bahkan tidak mau lagi tidur di kamarnya. Bagiku ini pertanda bagus untuk mewujudkan khayjokoku. Sama seperti malam itu, aku dan suamiku juga terus saling membantu bermasturbasi walau ada Devyta di tengah-tengah kami. Sehingga makin seringlah Devyta terkena semprotan peju ayahnya karena selalu sengaja ku tembakkan ke arah selangkangannya. Kadang tidak hanya paha dan celana pendeknya saja yang kena, namun juga tangan dan bajunya. Bahkan pernah suamiku menyemprot sangat kencang hingga ada yang mengenai wajah putri kami. Dan lagi-lagi, suamikulah yang ku suruh membersihkan ceceran spermanya itu. Mas Joko sepertinya sudah tidak keberatan lagi dengan kehadiran Devyta di tempat tidur. Spermanya yang berceceran di tubuh putrinya tidak menjadi masalah lagi baginya. Entah ada hubungannya atau tidak. Suamiku jadi lebih sering meminta ML. Apa ini sebagai pelampiasan nafsunya yang tak tersalurkan pada putrinya? Aku harap iya. Tentunya dia memintanya saat siang hari karena kalau malam ada Devyta di tempat tidur kami. Walaupun sering aku mencoba mengajaknya ngentot setelah putri kami tidur, namun dia tetap menolaknya. Sering saat kami ngeseks di kamar waktu siang hari, pintu kamar ku buat agak terbuka. Padahal ada Devyta di rumah saat itu. Ya… aku sengaja membukanya sedikit dan berharap putri kami melihat apa yang sedang ku buat dengan ayahnya. Dan itu benar terjadi!! Sering aku melihat kalau putriku sedang mengintip kami bersenggama. Aku penasaran apa yang ada dipikiran putri kami saat itu. Aku kini berpikir untuk tidak memberi jatah lagi pada suamiku. Saat suamiku kepengen, akupun menolaknya dengan berbagai macam alasan seperti sedang capek, sibuk dan sebagainya. Namun malamnya aku tetap membantu mengocok penisnya di samping anakku seperti biasa. Karena memang ini tujuanku, aku tidak ingin melayani suamiku agar malamnya dia melampiaskan nafsunya di samping putri kami. “Ma, kita ML yuk…” pinta suamiku malam itu, akhirnya kini dia meminta ngeseks walau ada Devyta yang sedang tidur di antara kami. Tapi aku sudah punya rencana lain. Aku tetap tidak akan memberinya jatah lagi. “Capek Pa…” jawabku pura-pura lemas. “Ayo lah Ma… Papa lagi kepengen nih…” “Mama kocokin aja yah…” tawarku. “Ya sudah Ma” Dia lalu bangkit dan berlutut, sedangkan aku masih tetap berbaring sambil mengocok penisnya. Namun posisi Devyta masih ada di antara kami. “Devyta cantik yah Pa?” tanyaku memancing sambil tetap mengocok penis suamiku. “Iya, sama kayak mamanya” aku tersenyum. “Anak gadis Papa ini udah makin gede aja… lihat nih kulit putihnya lembut, mulus dan licin” ujarku sambil menampar-nampar penis suamiku ke tangan anak kami. Suamiku hanya diam saja!! biasanya dia pasti protes!! namun kali ini tidak berkata apa-apa!! “Enak yah Pa?” tanyaku. Tentu saja yang ku maksud enak atau tidak waktu penisnya bersentuhan dengan kulit putri kami. “Ngghh… Enak ma…” “Geser dikit Pa, biar lebih enak mama ngocokinnya” pintaku. Diapun menggeser tubuhnya ke atas sehingga kini penis tegangnya tepat mengarah ke wajah Devyta. Posisinya seperti akan men-cumshoot putri kami !! Ku melirik ke arah suamiku, dia ternyata memang sedang menatap wajah putri kami sambil penisnya tetap ku kocok. Aku harap dia memang sedang berpikiran kotor terhadap Devyta. Setelah sekian lama ku kocok, akhirnya dia muncrat juga. Anehnya dia tidak berusaha mengarahkan muncratannya ke tempat lain. Jadilah wajah putri kami berlumuran sperma kental suamiku. Pemandangan ini membuatku bergidik. Devyta yang sedang tidur baru saja disemprotin peju, dan pelakunya adalah ayah kandungnya!! Sungguh banyak, kental dan menggumpal di wajah cantiknya. “Ihh.. Pa, kok muncratnya ke wajah Devyta sih? banyak banget lagi… udah gak tahan yah?” godaku. “I-iya Ma… kocokan mama enak banget” jawabnya. Kocokanku yang enak atau kamu yang nafsu sama putrimu? Sampai-sampai muka putrimu sendiri dipejuin gitu, ujarku dalam hati. Tampak Devyta sedikit menggeliatkan badannya, mungkin tidurnya terganggu karena ada sesuatu yang mengenai mukanya. “Cup cup cup… Devyta sayang… tidur… tidur…” kataku berbisik sambil mengusap-ngusap bahunya agar dia tertidur lagi. “Tuh Papa… untung Devytanya gak kebangun. Ya sudah, mama tidur duluan yah Pa. Gak pengen nambah lagi kan ngepejuin muka Devyta nya?” kataku menggoda suamiku. “Apaan sih kamu ma? Aku kan gak sengaja nyemprot di muka Devyta” katanya beralasan. “Ya sudah, buruan bersihin gih, ntar dia beneran bangun. Kan gak lucu pas dia bangun nemuin peju di mukanya, peju papanya pula, hihihi” Baru saja ku berbicara begitu, Devyta kembali menggeliat. Tangan Devyta tampak mengusap wajahnya sendiri. Mungkin dia berpikir kalau ada nyamuk di wajahnya, padahal itu sperma ayah kandungnya. “Cup cup cup… tidur sayang….” Kataku lagi buru-buru mengusap bahu Devyta biar dia lelap lagi. “Kalau gak bobo ntar kena pejuin Papa lagi lho… hihihi” kataku lagi. “Ma!! Kamu ini, masa ngomongnya begitu!!” katanya, aku hanya senyum-senyum saja, lalu merebahkan badanku pura-pura tidur, membiarkan suamiku sibuk membersihkan ceceran peju di wajah putrinya itu. ~~
“Ma… kocokin lagi dong…” Malam esoknya juga demikan, dia meminta untuk dikocokin lagi olehku setelah aku tidak menyetujui menerima ajakan ngentotnya. Tapi kali ini aku tidak ingin membantunya. Aku ingin tahu apa yang akan dilakukan olehnya bila tidak ku bantu menuntaskan nafsunya itu. Aku berharap dia khilaf karena tidak tahan menahan nafsu hingga mencabuli putri kandungnya sendiri. “Mama ngantuk banget pa, badan mama rasanya juga gak enak. Papa ngocok sendiri aja yah…” “Yah… Kok gitu sih Ma?” Aku tidak menjawab dan berpura-pura tidur setelahnya. Posisi tidurku menghadap ke arah suami dan putri kami. Dengan sedikit membuka kelopak mata, akupun mengintip bagaimana suamiku menuntaskan nafsunya. Akhirnya dia tetap juga mengocok penisnya di sana, di samping Devyta. Entah dia sengaja atau tidak, dia sangat sering menempelkan penisnya ke paha putri kami. Dan astaga!! dia lalu bangkit dan menempelkan tubuhnya ke Devyta, membuat batang penisnya jadi terselip di antara kedua paha anak gadis kami ini. Dia tampak ragu apa yang akan dilakukannya selanjutnya, diapun melirik ke arahku berkali-kali. Sepertinya ingin memastikan kalu aku sudah tertidur. Suamiku melanjutkan aksinya lagi, sepertinya nafsunya yang sudah diubun-ubun tidak memikirkan lagi kalau gadis muda yang sedang ditindihnya itu adalah anak kandungnya sendiri. Aku memang tidak bisa melihat dengan jelas, tapi dia tampak sedang menggesek-gesekkan penisnya keluar masuk di sela-sela paha Devyta. “Nggggghh… Devytaaa” erang suamiku sambil menyebut nama putri kami!! Tidak lama kemudian tubuh suamiku mengejang. Dia klimaks!! Suamiku menumpahkan lagi pejunya ke tubuh putrinya, ke sekitaran selangkangan Devyta. Bedanya kali ini bukan aku yang mengarahkannya, namun dia sendiri yang melakukannya dengan sengaja!! Jantungku berdegub kencang. Oh tuhan… ini hampir mewujudkan khayjokoku. Sedikit lagi… tinggal sedikit lagi… lalu mereka akan bersetubuh. Sebuah persetubuhan sedarah antara seorang ayah dan anak gadisnya. Antara suami dan putriku. ***
Sejak kejadian malam itu, aku terus berpura- pura malas untuk melayani suamiku. Sehingga membuat suamiku akan terus mengulangi perbuatannya mengocok sebelum tidur di samping Devyta, hingga akhirnya memuncratkan spermanya dengan sengaja ke arah putrinya ini. Baik paha, tangan maupun wajah Devyta selalu menjadi sasaran tembak sperma ayah kandungnya. Melihat putri kami terkena ceceran sperma ayahnya betul-betul membuatku horni.
Aku juga makin sering mandi bersama Devyta saat ada ayahnya di rumah. Tentu saja setelah itu Devyta ku suruh ke kamarnya dengan bertelanjang bulat. Suamiku yang sudah hampir dua minggu tidak ku layani, ku cekoki dengan pemandangan bugil putri kandungnya sesering mungkin. “Teruslah lihat tubuh putrimu ini suamiku sayang, membuatmu nafsu bukan?” Entah mungkin karena jarang ku layani, suamiku kini kelihatan jadi lebih sering memanjakan putrinya. Devyta juga sepertinya semakin nempel pada suamiku. Ia sekarang jadi lebih banyak menghabiskan waktu dengan ayahnya dibanding denganku. Bahkan saat ada teman-teman ayahnya, Devyta tetap saja berpangku-pangku dan bermanjaan pada ayahnya. Tentunya merupakan pemandangan yang ganjil bagi mereka melihat gadis muda cantik dengan pakaian minim bergelayutan manja di pangkuan pria dewasa, meskipun itu adalah ayahnya sendri. Siang dimanjain, malamnya Devyta dipejuin. Begitu terus setiap hari.
“Pa, tadi malam onani lagi?” “Iya mah, mama sih gak mau bantuin” “Mama kan beneran capek Pa… Terus peju papa gimana? Kena Devyta lagi dong?” “Ya gak sengaja kena Devyta nya…” jawabnya berbohong, padahal jelas-jelas yang ku lihat dia sengaja menyemprotkannya ke tubuh putrinya. “Soalnya Devyta suka ngeluh tuh ke aku, katanya badannya sering terasa lengket waktu bangun” “Oh… gitu yah Ma, maaf deh. Papa bakal hati- hati” jawabnya. Dia mengatakan akan hati-hati? Seharusnya dia tidak onani lagi dan memaksaku untuk melayaninya, tapi ternyata tidak. Berarti dia memang ingin terus mengulangi perbuatannya untuk terus mengocok di samping putri kami. Benar saja, dia tetap terus mengulanginya. Meskipun dia berkata akan hati-hati tapi dia tetap sengaja menumpahkan pejunya ke tubuh Devyta. Aku yakin kalau suamiku sudah tertarik pada putri kandungnya sendiri.
Hingga akhirnya malam itu yang suamiku takuti terjadi juga. Devyta terbangun sesaat setelah wajahnya disemprotin peju. “Nghhh… Paaaaaaaaa!!! Apaan sih iniiiih???” teriak Devyta kencang. Suamiku langsung terdiam tidak tahu harus berkata dan berbuat apa. Aku juga pura-pura terbangun. “M-maaf sayang… i-itu…” “Ihh.. kok Devyta dikencingin siiiiiih?” Devyta terlihat seperti ingin menangis saat itu. Diapun langsung berlari menuju ke kamar mandi yang ada di dalam kamar untuk mencuci muka. Saat kembali, wajahnya terlihat ngambek, dia sepertinya marah. Diapun keluar kamar untuk tidur di kamarnya. Baik aku dan suamiku sama- sama terdiam. “Tuh kan Pa… makanya ku bilang hati-hati” kataku akhirnya dengan nada serius pada suamiku, padahal hatiku sangat senang karena akhirnya Devyta mengetahui perbuatan Papanya. Aku penasaran apa yang akan terjadi setelah ini. ~~
Besoknya, dari pagi sampai Devyta pulang sekolah dia tetap saja diam. Akupun menyuruh suamiku ke kamar putri kami untuk membujuknya agak tidak ngambek lagi. “Mama gak ikutan bujuk? Masa cuma papa sendiri?” “Mama lagi masak Pa… papa aja deh. Lagian itu kan salah kamu Pa” tolakku. Tentunya itu hanyalah alasanku agar mereka kembali berduaan, sekaligus aku ingin tahu bagaimana suamiku mengatasi masalah ini. Setelah beberapa menit mereka di dalam, akupun memutuskan untuk menguping apa yang sedang mereka bicarakan. “……..” “……I-tu... itu bukan pipis sayang” terdengar suara suamiku. Sepertinya Devyta masih mengira kalau cairan itu adalah pipis ayahnya. “Bukan pipis? Terus?” “Itu peju, beda sama pipis” jelas suamiku. “Pejuh? Tapi sama aja kan Pa, masa muka Devyta dipe… dipejuhin sih?” tanya Devyta polos. “M-maaf sayang. Soalnya papa lagi nafsu waktu itu” “Nafsu?” “Iya.. nafsu. Papa tertarik sama kamu” “Tertarik sama aku? Maksudnya Papa suka sama Devyta?” “Iya, karena papa suka dan cinta kamu” “Gitu yah Pa? Jadi karena Papa nafsu sama Devyta, terus papa buang pejuh ke Devyta?” tanya Devyta berusaha menyimpulkan. “I-iya sayang… maaf yah” “Gak apa kok Pa… kalau memang gitu Papa boleh kok nafsu terus sama Devyta” ujar Devyta santai. Tampaknya dia salah menyimpulkan penjelasan Papanya. “Hah? I-iya, makasih sayang” “Iya, sama-sama. Emang apa yang bikin Papa nafsu sama Devyta? Jujur!” tanya Devyta. “I-tu… soalnya kamu cantik, terus badan kamu, terus pakaian kamu itu… Papa suka banget, bikin Papa nafsu” jelas suamiku kesusahan menjawab pertanyaan anaknya. Devyta tertawa renyah mendengar jawaban Papanya karena menganggapnya pujian.
“Hihihi, makasih Pa. Berarti sekarang Papa nafsu dong sama Devyta?” tanya Devyta sambil tersenyum manis. Saat itu dia memang mengenakan tanktop ketat dan celana pendek sepaha seperti biasa. “I-iya sayang… Papa nafsu lihat kamu” “Hmm… kalau gitu Papa boleh kok kalau mau buang pejunya ke Devyta lagi, Devyta gak bakal marah” ujar putri kami. Darahku berdesir mendengarnya. Aku tidak menyangka kalau Devyta akan berkata seperti itu. Memperbolehkan ayah kandungnya muncratin peju ke dia lagi!! “K-kamu serius sayang?” terdengar suamiku juga terkejut mendengar perkataan anaknya. “Iya… disiramin pejuh Papa lagi. Itu tanda suka dan cinta dari Papa kan? Sekarang boleh kok kalau Papa mau” “Tapi… itu kan…” Suamiku tampaknya bingung dengan apa yang harus dia lakukan. “Apa yang akan kau jawab suamiku? Anak gadismu meminta spermamu di tubuhnya. Itu yang kamu mau bukan? Kau ketagihan ngepejuin anak gadismu sendiri bukan?” kataku dalam hati. Dadaku sungguh berdebar-debar menanti jawaban suamiku. “Kenapa Pa?” “Baiklah kalau begitu, tapi jangan sekarang, nanti ketahuan Mama” jawab Mas Joko. Suamiku menyetujuinya!! “Emang Mama gak boleh tahu Pa?” “Iya, kamu jangan kasih tahu mama yah… jangan kasih tahu mama apa yang baru kita bicarakan. Bilang saja kalau kamu udah maafin Papa” “Oh… ya udah. Ini bakal jadi rahasia kecil kita berdua. Devyta bakal rahasiakan kalau Papa nafsu sama Devyta, gitu Pa? Oke?” “Oke sayang... kamu memang pintar” Ini sungguh situasi yang aneh. Mereka merahasiakan hal itu padaku, padahal akulah yang membuat mereka menjadi seperti sekarang ini. “Terus kapan Papa mau buang peju ke Devyta lagi?” tanya Devyta kemudian. “Kamu nanti malam tidur sama Papa Mama lagi kan?” “Hmm… Iya Pa..” “Kalau gitu nanti malam Papa bakal pejuin kamu lagi seperti biasa. Boleh kan sayang?” “Ihhh…. Jadi tiap malam Devyta kena semprot pejuh Papa terus !??” Devyta balik bertanya. “Iya sayang, Maaf yah.. hehe” “Ohh.. pantesan badan Devyta lengket terus waktu bangun. Ya udah, nanti malam yah Pa. Gak usah diam-diam lagi, Devyta mau kok bantuin”
Sepertinya sudah cukup apa yang ku dengar. Aku segera kembali ke dapur dan pura-pura tidak mendengar apa yang terjadi barusan. Sensasi ini sungguh luar biasa. Obsesiku semakin mendekati kenyataan. Aku tidak sabar menunggu malam tiba. Malamnya Devyta tidur lagi bersama kami. Suamikupun lagi-lagi meminta agar aku mau melayaninya, setidaknya membantu mengocok penisnya. Tapi aku yakin itu hanya pura-pura saja. Begitupun dengan diriku yang masih pura- pura malas melayaninya serta bertingkah seakan tidak mengetahui apa yang akan terjadi. Setelah aku pura-pura terlelap merekapun memulai aksinya. Sesekali ku buka sedikit mataku agar bisa melihat apa yang mereka lakukan. Suamiku tampak membangunkan Devyta yang sudah beneran tertidur. “Sayang, bangun…” suamiku berbisik membangunkan putrinya. “Nggmmhh… Papa mau pejuin Devyta sekarang?” “Ssssst… pelanin suaranya sayang!! ntar mama bangun” “Ups, Papa mau pejuin Devyta sekarang?” tanya Devyta lagi dengan berbisik pelan. “Iya, Papa mau ngepejuin anak gadis Papa sekarang, boleh kan sayang?” “Boleh banget kok…” Suamiku lalu tampak membuka celana tidurnya. Kemudian kembali tiduran di samping putri kami. “Kocokin sayang” suruh suamiku. “Gimana caranya Pa?” “Gini…” Aku tidak dapat melihat dengan jelas, tapi ku yakin Devyta sedang mengocok penis ayahnya saat ini. “Kamu memang pintar sayang” “Hihi.. Makasih Pa… masih lama Pa keluar pejunya?” “Bentar lagi kok, kamu mau papa keluarin dimana?” “Terserah Papa aja, dimana yang papa suka” jawab Devyta sambil tersenyum manis. Beberapa saat kemudian suamiku bangkit dan berlutut di samping putri kami. Dia tampaknya akan menembakkan pejunya ke wajah Devyta lagi!! “Sayang.. Papa mau keluarin peju nih…” “Iya Pah.. tumpahin aja” “Crooot.. crooot” sperma suamiku dimuncratkan
lagi ke wajah anak gadisnya itu. Bedanya kali ini putri kami sadar dan melihat langsung bagaimana penis ayahnya menembakkan sperma kental di wajah cantiknya!! Pemandangan yang sungguh membuatku blingsatan. Jantungku berdetak sangat kencang. “Ih.. Pa, banyak banget. Geli, bau…” “Maaf sayang…” “Hihihi… Gak apa kok Pa, pasti karena Papa nafsu banget kan sama Devyta?” “Iya.. Papa nafsu banget. Sini biar Papa bersihin mukanya” Suamiku lalu mengambil tisu dan membersihkan wajah anaknya. “Cuma sekali aja Pa?” tanya Devyta sambil membiarkan wajahnya dibersihkan Papanya. “Kenapa? kamu masih mau Papa pejuin lagi? nakal yah…” “Hehe, Mau aja kok…” “Sudah, besok malam lagi. Ntar mama kamu bangun” “Iya yah… ntar mama tahu rahasia kita lagi. Hmm… Papa suka pejuin muka mama juga?” tanya Devyta polos. “Pernah sih...” “Enakan mana dari pejuin muka Devyta?” “Enakan pejuin muka kamu dong... soalnya kamu anak gadis Papa yang paling cantik” “Emang cantikan mana, mama atau anak papa ini? Jujur lho…” “Lebih cantik kamu…” “Terus, nafsuin mana? Papa lebih nafsu sama siapa?” “Nafsuin kamuuuu… anak papa sayaaaang” “Hihihi, makasih Pa” “Iya, sudah sana tidur. Besok kamu sekolah” “Oke Pa… Malam…” Hatiku serasa diaduk-aduk!! Devyta mungkin memang polos bertanya seperti itu pada ayahnya, sedangkan ayahnya mungkin saja menjawabnya sesuai keinginan Devyta. Tapi aku merasakan cemburu yang luar biasa dibanding- bandingkan dengan putriku sendiri seperti itu, namun memang ini yang aku inginkan. ~~ Setelah malam itu, merekapun terus mengulangi perbuatan tersebut. Putri kami selalu jadi pelampiasan nafsu suamiku. Tiap malam Devyta pasti selalu disemprot peju ayah kandungnya. Pakaian, tangan, paha, dan mukanya ia relakan sebagai sasaran muncratan peju ayahnya. Bahkan sekarang mereka sudah berani diam-diam melakukannya di siang hari. Awalnya aku tidak tahu, namun waktu itu aku mendapati suamiku sedang dicoliin putrinya di kamar Devyta. Parahnya waktu itu Devyta sedang telanjang bulat karena baru selesai mandi. Jadilah tubuh telanjangnya yang masih basah itu terkena muncratan peju ayahnya, padahal dia baru saja mandi.
Pernah juga waktu itu aku tidak sengaja melihat mereka melakukannya saat Devyta baru pulang sekolah. Devyta mengocok penis ayahnya sambil masih mengenakan seragam SMU, pemandangan yang sangat menggairahkan. “Duh, sayang… kamu cantik banget pake seragam gini” “Hihihi… kenapa Pa? Papa mau pejuin seragam Devyta juga? Boleh kok…” “Terus besok kamu pakai apa?” “Besok kan udah kering Pa” “Tapi apa nggak bau sayang?” “Gak apa kok… jadi pejuin aja kalau Papa memang mau...” Setelah sekian lama mengocok penis ayahnya, suamikupun akhirnya muncrat. Pejunya menyemprot bertubi-tubi ke arah seragam putrinya. Baik kemeja putih maupun rok biru itu terkena ceceran sperma ayah kandungnya!! Dan Devyta menerima dengan senang hati seragam sekolahnya dibuat kotor begitu. “Udah Pa? lihat nih seragam Devyta jadi kotor gini… Suka Pa?” “Iya… makasih sayang… sana cepat ganti baju. Ntar ketahuan sama mama kamu” “Oce Pa, hmm… Pa” “Ya sayang?” “Nanti Mama katanya mau pergi ke pasar. Kalau ntar papa mau pejuin Devyta lagi boleh kok, Papa mau Devyta pakai seragam apa? Mau pejuin seragam pramuka Devyta juga? boleh kok… hihihi” “Wah… boleh juga tuh sayang…” “Ya udah, kita tunggu Mama pergi ya Pa…” ujar Devyta. Mereka berencana berbuat mesum lagi nanti ketika aku pergi!! Benar saja, saat aku kembali aku memang menemukan ceceran sperma pada seragam pramuka putri kami. Perbuatan mereka semakin hari semakin menjadi-jadi. Aku juga semakin sering meninggalkan mereka berdua dengan berbagai alasan seperti pergi ke pasar. Sensasinya sungguh aneh. Cemburu, tapi juga membuatku birahi. Suami dan putri kami tentunya sedang berbuat mesum selama aku tidak di rumah. Tidak jarang bila ku pulang, aku mendapati ceceran peju baik di ruang tamu, di atas tempat tidur Devyta, bahkan di meja makan. Entah bagaimana caranya sperma ini bisa ada di atas meja makan. Aku jadi horni memikirkan mereka yang berbuat cabul di sembarang tempat begini. Pernah juga aku melihat ada secuil peju di rambut Devyta yang sepertinya luput saat dibersihkan, Aku pikir hanya itu, tapi ternyata juga ada noda yang sama di sela bibirnya!! Astaga!! Apa suamiku tadi menembakkan spermanya ke dalam mulut putri kami? Sepertinya memang iya karena nafas Devyta bau peju. Aku pura-pura saja tidak tahu, bahkan membantu membersihkan noda itu dari sela birbinya.
“Kalau makan yang benar dong sayang… masa belepotan gitu” ujarku sambil tertawa. Devyta juga ikutan tertawa. “Hihihi, Habis Papa sih ma… Ups!!” “Papa? Papa kenapa sayang?” tanyaku. “Eh, Itu… tadi Papa ngasih Devyta es krim” jawabnya berbohong. Aku hanya tersenyum mendengar jawaban bohongnya sambil mengusap lembut kepjokoya. “Kamu suka dikasih es krim sama Papa?” “Suka banget…” “Pasti enak banget yah es krim nya?” “Enak banget mah… Devyta jadi kepengen lagi” “Kalau gitu minta aja lagi sama Papa” “Boleh yah Ma?” “Ya boleh dong… kamu minta yang sering yah es krimnya, minta yang banyak” “Iya ma… ntar Devyta minta lagi es krim yang banyak sama Papa, hihihi” Sebuah tanya jawab yang aneh karena kami saling menyembunyikan sesuatu. Aku tentu tahu apa yang dimaksudnya dengan es krim itu adalah sperma kental ayahnya. Ternyata suamiku memang sudah mulai ngepejuin mulut putrinya sendiri. Dadaku berdebar sangat kencang melihat pemandangan itu. Devyta yang tidur terlentang di sampingku, dikangkangi suamiku lalu ditembakkan sperma kental ayahnya ke mulutnya. Devyta menerima sperma ayahnya dengan senang hati, bahkan astaga!! Dia menelannya!! “Enak es krim papa sayang?” “Agak bau sih, tapi enak kok.. Devyta telan semua yah Pa?” “Iya sayang…” “Eh Pa, Mama tadi bilang agar Devyta minta es krim yang banyak sama Papa lho…” kata Devyta polos. “Mama kamu bilang gitu?” “Iya…” “Kalau gitu Papa turutin deh… Ntar kamu bilang ke Mama yah kalau Papa bakal kasih kamu es krim tiap hari” “Sip Pa… hihihi” Darahku berdesir mendengar obrolan mereka ini. Devyta akan selalu dipejuin ayahnya!! Esoknya Devyta bahkan benar-benar mengatakan kalau Papa setuju untuk ngasih dia es krim tiap hari. Aku tersenyum saja padanya seakan tidak tahu apa es krim yang mereka maksud sebenarnya. Putri kami betul-betul jadi tempat pembuangan peju ayahnya setelah itu. Tidak hanya di pakaian atau badan Devyta, namun sekarang di dalam mulutnya. Devyta jadi selalu berbau peju bila di rumah.
Tapi semua itu belum cukup bagiku. Obsesiku untuk melihat suami dan anakku bersetubuh masih belum kesampaian. Mereka belum melakukan perzinahan yang sesungguhnya. Aku ingin suamiku ngentotin putri kami. Aku ingin suamiku menyemprotkan pejunya tidak hanya di dalam mulut Devyta, tapi juga di dalam rahimnya hingga membuat putri kami ini hamil. Namun sepertinya suamiku masih belum punya niat untuk benar-benar melakukan itu. Padahal sudah hampir dua bulan aku tidak memberi jatah pada suamiku. Aku yakin suamiku sudah merindukan yang namanya bersenggama. Atau… apa mereka sudah pernah melakukannya? Sore ini aku kembali meninggalkan mereka berdua nonton tv dan mengintip mereka dari jauh. Mereka duduk berpangku-pangkuan. Aku pikir mereka hanya akan sekedar duduk mesra berduaan saja seperti biasa, tapi astaga!! Ku lihat suamiku mengeluarkan penisnya, setelah itu suamiku juga menyelipkan penisnya ke balik rok pendek Devyta. “Papa ngapain? Kok burungnya dikeluarin sih Pa?” tanya Devyta berbisik. “Gak ngapa-ngapain kok... Gak boleh sayang?” “Iya, boleh kok. Tapi ngeganjal nih…” Devyta lalu membiarkan ayahnya menggesek- gesekkan penisnya ke selangkangannya. Sepertinya Devyta juga sangat menikmatinya, ia bahkan ikut memaju-mundurkan pinggulnya seirama goyangan pinggul ayahnya. “Devyta, udah mau malam, buruan mandi gih…” kataku tiba-tiba muncul di hadapan mereka. Ayah dan anak itu tentu saja terkejut bukan main karena kedatanganku. Terlebih suamiku karena penisnya ada di balik rok Devyta saat ini. Namun aku pura-pura tidak mengetahuinya. “Iya ma… bentar lagi” jawab Devyta yang lebih terlihat santai. “Kenapa bentar lagi sih? buruan dong... manja banget sama Papa kamu. Atau kamu mau mandi bareng sama Papa? Pa, mandiin anakmu gih…” suruhku pada suamiku. Setahuku mereka belum pernah sama-sama telanjang bulat, jadi ini kesempatanku untuk lebih mendekatkan mereka. “Mandiin Devyta mah?” tanya suamiku. “Iya, kamu mau kan Devyta dimandiin Papamu?” “Nghhh…. Mau deh Ma” jawab Devyta tidak lagi menolak. “Tuh Pa, dia mau tuh. Buruan gih, ntar keburu malam. Devyta, ajak papa kamu mandi bareng dong…” suruhku pada Devyta. “Pa, mandi bareng yuk… Kan udah lama Devyta gak mandi bareng Papa” pinta Devyta manja. Suamiku tidak langsung menjawab. Mungkin dia ragu. “I-iya deh” setuju suamiku akhirnya. Merekapun setuju untuk mandi bersama. Setelah aku meninggalkan mereka lagi, Devyta lalu bangkit dan berjjoko ke kamar mandi kemudian disusul ayahnya. Aku sangat bersemangat menantikan mereka bakal sama- sama telanjang di dalam ruangan yang sempit. Aku harap suamiku jadi terangsang berat di dalam sana.
“Pa, mandiin Devyta yang bersih yah…” teriakku pada suamiku dari balik pintu kamar mandi. “Iya ma” “Devyta, kamu jangan nakal di dalam. Ntar gak dikasih es krim lagi lho” kataku kini pada Devyta. “Paling Papa yang nakal ma, hihihi” jawab Devyta sambil tertawa. Terdengar suara air tidak lama kemudian. Sepertinya mereka sudah mulai saling membilas dan menyabuni badan satu sama lain. Aku berusaha mencuri dengar apa yang mereka obrolkan di dalam. Devyta sesekali tertawa geli cekikikan, mungkin karena geli karena badannya diusap-usap Papanya. “Geli pa… jangan diremas-remas dong...” “Ssstt… kamu ini kencang banget suaranya!!” “Ups, sorry. Geli pa.. jangan diremas-remas gitu dong susu Devyta…” “Cuma ngebersihin kok sayang…” “Tapi kan geli… ntar burung Papa aku remas juga lho biar keluar lagi es krimnya” “Dasar kamu nakal. Kamu dengar kan tadi mama bilang jangan nakal?” “Hihihi, iya yah… tapi kan Mama gak ngelihat Pa” “Terus? Kamu mau kita nakal-nakjoko sekarang?” “Aku mau aja, emang Papa gak mau nakalin Devyta?” “Mau kok… ya udah nih Papa nakalin…” “Ih… Pa, ngapain? kok burungnya diselipin di sana sih?” “Iya sayang… Papa mau nyabunin sela-sela paha kamu pakai burung Papa” Setelah itu hanya desahan-desahan saja yang terdengar samar-samar. Aku yang mendengar dari sini juga ikut-ikutan horni karenanya. Suamiku sedang menggesek-gesekan penisnya di antara paha Devyta!! Ingin sekali rasanya aku melihat langsung apa yang mereka lakukan, tapi aku tidak bisa karena tidak ada celah. Apapun itu, mereka betul-betul melakukan perbuatan mesum sekarang. Hingga akhirnya ku dengar suamiku melenguh, dia klimaks. Entah di bagian tubuh Devyta yang mana yang dipejuin. Setelah itu barulah mereka mandi seperti biasa meskipun masih juga terdengar sesekali Devyta cekikikan geli. “Asik yah mandinya? Lama banget?” tanyaku pada mereka saat keluar dari kamar mandi. “Tau tuh Papa” jawab Devyta cuek. Tampak hanya suamiku saja yang mengenakan handuk, sedangkan Devyta dengan santainya berjjoko telanjang bulat ke kamarnya. “Pa,” panggilku pada suamiku. “Iya ma?” “Pakein Devyta baju gih sekalian” “Hah?” ***
“Pa,” panggilku pada suamiku. “Iya ma?” “Pakein Devyta baju gih sekalian” “Hah?” “Iya… Pakein Devyta baju. Badan Devyta tadi juga belum kering, handukin yang benar dong Pa… gimana sih? Buruan sana” ujarku lagi menegaskan. Aku bersikap sewajar mungkin agar suamiku tidak curiga. “Tapi Papa pakai baju dulu yah ma…” katanya, tentu saja tidak aku bolehkan. Tadi di kamar mandi aku hanya mendengar suara-suara mereka saja, aku ingin melihat mereka sama- sama telanjang sekarang. “Nanti saja Pa… pakein baju dulu Devytanya” “Ngmm… Ya sudah kalau begitu Ma” Dengan masih hanya mengenakan handuk, suamikupun menyusul Devyta ke dalam kamarnya. Pintu kamar Devyta yang tidak ditutup dengan rapat membuat aku bisa mengintip apa yang mereka lakukan di dalam. Aku memang tidak pernah puas melihat suami dan putriku bersama-sama dalam keadaan mesum begini. Devyta masih dalam keadaan telanjang bulat sedangkan ayah kandungnya hanya mengenakan handuk. “Ngapain Pa?” tanya Devyta yang sepertinya heran karena Papanya ikut masuk ke kamarnya. “Disuruh mama handukin kamu yang benar, terus pakein kamu baju” “Ih, emangnya Devyta masih kecil dipakein baju segala” “Tau tuh mama kamu” Suamiku lalu menanggalkan handuk yang dikenakannya, sehingga penis tegangnya tampak sekali lagi dihadapan putrinya ini. Akhirnya aku bisa melihat mereka sama-sama bertelanjang bulat. Devyta
Handuk yang baru saja menutupi penisnya itu sekarang dia gunakan lagi untuk mengeringkan tubuh putrinya. Rambut, wajah, badan, hingga kaki Devyta dihanduki sekali lagi oleh ayah kandungnya. Bahkan suamiku masih saja terus menghanduki putrinya walau tubuh putrinya itu sudah kering. Dapat ku lihat kalau penis suamiku yang sedang tegang sengaja sering- sering digesekkan ke kulit tubuh Devyta selama menghanduki anaknya ini. Suamiku sepertinya sangat menikmati setiap momen menghanduki anak gadisnya. Begitupun dengan Devyta, ia tampak sangat menikmati gesekan-gesekan dari handuk itu di kulitnya. Saat handuk itu sampai di bagian selangkangannya, Devyta terdengar merintih-rintih kecil. Ayahnya yang mendengar rintihan anak gadis remajanya jadi semakin bersemangat, dia makin cepat menggesek-gesekkan handuk itu di selangkangan putrinya.
Devyta sampai memegang tangan ayahnya karena menerima gesekan handuk yang semakin menjadi-jadi diselangkangannya, entah itu isyarat agar jangan berhenti atau isyarat supaya berhenti. Tapi sepertinya itu adalah isyarat agar jangan berhenti karena yang ku lihat berikutnya cukup mengejutkanku, Devyta menggoyang-goyangkan pinggulnya!! Sepertinya Devyta merasakan birahinya terpancing karena gesekan-gesekan handuk di vaginanya. Dia sudah 14 tahun dan sudah memasuki masa puber, jadi wajar bila insting seksnya sudah muncul dan merasakan nikmat bila kewanitaannya digesek-gesek seperti itu. Tapi yang membuat hal ini tidak wajar adalah karena yang menggesek-gesekkan kelaminnya adalah ayah kandungnya sendiri. Setelah beberapa lama ku lihat tubuh Devyta mengejang dan kelojotan. Ya tuhan!! putri kami orgasme. Itu mungkin orgasme pertamanya. Ayahnya telah membuat anak gadisnya sendiri orgasme. Tapi suamiku bukannya berhenti, dia terus saja menggesek-gesekkan kelamin Devyta. Hal itu membuat tubuh Devyta kembali kelojotan tidak lama kemudian. Putri kami double klimaks!! “Enak tidak sayang?” “Nghh…. Enak Pa… kok bisa… ngh… kok bisa gitu yah?” “Kamu tadi itu orgasme” “Orgasme? Hmm… Pa, lap lagi dong… sepertinya masih belum kering nih…” pinta Devyta. Tampaknya Devyta ketagihan dengan sensasi nikmat yang baru dia kenal ini. Suamikupun menuruti kemauan Devyta. Ia handuki lagi tubuh putrinya, atau lebih tepatnya menggesek-gesekkan handuk itu ke sekitaran vagina putrinya. Lagi-lagi tidak butuh waktu lama untuk membuat Devyta mendapatkan orgasmenya kembali.
Suamiku tampaknya sudah sangat horni. Dia kemudian bangkit, lalu penis tegangnya kini secara vulgar dia gesekkan ke pantat putrinya. Dia menggerakkan pinggulnya seperti sedang meyetubuhi Devyta, betul-betul ayah yang cabul!! “Nghh… Papa mau keluarin peju Papa lagi ya?” tanya Devyta pada ayahnya yang ada di belakangnya. “Eh, i-i-iya, Papa mau keluarin peju lagi” jawab suamiku tergagap saking bernafsunya. “Ya udah, keluarin aja Pa… yang banyak” kata Devyta memperbolehkan. “Kamu nungging dong…” Aku terkejut mendengarnya. Apa suamiku akan menyetubuhi putrinya sekarang? Dadaku begitu berdebar- debar. “Nungging? Papa mau Devyta ngapain?” “Nyelipin burung Papa juga kok, Papa mau coba sambil kamu nungging” jawabnya. Ternyata masih belum, kecewa akunya. “Oh… Papa pengen ngocok di sana yah Pa? Iya deh, suka-suka Papa aja” Suamikupun kembali menggesekkan penisnya ke belahan pantat Devyta dalam posisi putrinya ini sedang menungging. Setelah beberapa saat dia lalu menggesekkan penisnya di sela paha Devyta, tepat di bawah vagina putrinya. Aku bergidik melihat suami dan putri kami telanjang- telanjangan dengan posisi begitu. Kalau ku lihat dari sini mereka seperti sedang bersetubuh dalam posisi doggy. Rambut panjang Devyta yang masih lembab tergerai dengan indahnya, sungguh seksi. Apalagi Devyta juga mengeluarkan suara desahan di setiap kocokan penis ayahnya di pahanya. Aku yakin lelaki manapun tidak akan tahan melihat kondisi putriku saat ini. Apalagi oleh suamiku yang sedang mupeng- mupengnya menggesekkan penisnya di selangkangan Devyta. Goyangan pinggulnya semakin lama semakin kencang. Dia akan segera klimaks!!
Cepat-cepat dia raih handuk tadi, dibentangkannya di sebelahnya, lalu dia tumpahkan spermanya di sana. Sangat banyak. Sepertinya dia tidak ingin mengotori tubuh Devyta yang baru saja selesai mandi. “Udah keluar Pa pejunya?” “Udah sayang… makasih ya” “Iya…” jawab Devyta sambil tersenyum manis. Ada kebanggan tersendiri sepertinya bagi Devyta membahagiakan ayah kandungnya dengan cara seperti ini, dengan cara memberikan tubuhnya sebagai pelampiasan nafsu ayahnya. Devyta Devyta… kamu seharusnya memberikan lebih dari ini, ujarku dalam hati. Mendadak timbul niat isengku untuk menganggu mereka. Akupun memutuskan untuk masuk ke dalam kamar. “Belum selesai Pa handukin Devytanya?” tanyaku tiba-tiba. Suamiku menjadi salah tingkah karena terkejut, handuk tadi dia lap-lapkan lagi ke tubuh putrinya seakan belum selesai menghanduki Devyta. Dia lupa kalau handuk itu baru saja dia gunakan sebagai wadah penampung spermanya!! Jadilah tubuh Devyta terkena lagi cairan peju ayahnya. Suamiku baru sadar setelah bagian depan tubuh anaknya tampak mengkilap. “Tuh, kok masih basah saja sih badan Devytanya?” tanyaku pada Mas Joko pura-pura tidak tahu kalau itu adalah sperma. Devyta tampak tidak terlalu peduli kalau tubuhnya terkena sperma ayahnya, tapi suamiku betul- betul terlihat panik. Saat dia mencoba mengelap badan Devyta, yang ada peju itu jadi semakin menyebar merata di tubuh putrinya. Yang mana niatnya tadi tidak ingin mengotori tubuh anaknya malah sekarang jadi kotor merata oleh peju. Aku jadi ingin tertawa dibuatnya, tapi ku tahan. Barulah kemudian dia gunakan sisi handuk yang tidak ada ceceran spermanya untuk mengelap badan Devyta.
Barulah sekarang benar-benar kering, hihihi. “Sudah selesai Pa?” tanyaku kemudian. “Su-sudah Ma” Suamiku kini mengenakan handuknya kembali. Aku sedikit kecewa sih. Aku ingin suamiku terus telanjang di hadapan putrinya. Aku ingin Devyta melihat penis ayahnya sesering mungkin. Aku ingin Devyta tahu kalau Papanya ini selalu ngaceng dan horni bila di dekatnya. Tapi tidak mungkin aku memaksa suamiku terus bertelanjang, dia bisa curiga. “Ma, mumpung kamu udah di sini. Kamu saja ya yang makein Devyta baju” ujar suamiku masih berlagak keberatan, padahal aku tahu kalau dia sebenarnya ingin melakukannya. “Lho? Kok gitu sih Pa? nanggung… Sayang, celana dalam yang Mama beliin kemarin belum kamu coba kan?” tanyaku pada Devyta. “Belum Ma” “Suruh Papa kamu pakein gih… sekaligus Mama pengen tahu pendapat Papa kamu bagus apa tidak” kataku pada Devyta sambil tersenyum melirik ke suamiku. “Oce Ma”
Devyta kemudian mengambil bungkusan yang berisi dalaman yang ku maksud lalu menyerahkan ke Papanya. Sungguh ganjil, seorang anak gadis baru saja menyerahkan celana dalam ke ayah kandungnya untuk dipakaikan!! Awalnya suamiku tampak ragu menerimanya, namun akhirnya dia tetap memakaikan celana dalam itu pada putrinya. Sebuah pemandangan yang membuat darahku berdesir. Mungkin kalau Devyta masih kecil hal seperti ini bukan sesuatu yang aneh, namun tidak jika anak gadisnya ini sudah remaja seperti sekarang.
“Gimana sayang? Bagus kan pilihan Mama? Cocok gak Pa?” tanyaku pada mereka berdua setelah celana dalam bergaris-garis putih biru itu melekat di pinggul Devyta. “Bagus kok Ma, cocok. Iya kan Pa?” tanya Devyta juga pada Papanya sambil memutar tubuhnya. Pastinya pria manapun bakal mupeng berat melihat keadaan putri kami sekarang. Seorang gadis remaja SMU dengan tubuh yang sedang ranum-ranumnya hanya memakai celana dalam seksi!! Benar saja, ku lihat handuk yang dikenakan suamiku tidak bisa menyembunyikan kalau penisnya sedang tegang luar biasa saat ini. Kamu pasti nafsu kan Mas pada putrimu? Pengen kamu entotin kan? Senggamai dia suamiku, genjot memek anakmu!! Batinku seakan mencoba mengendalikan pikiran suamiku.
“I-iya bagus. Terus bh sama bajunya?” tanya suamiku tampak tidak tenang, sepertinya dia sudah sangat horni. Teruslah begitu suamiku, sering-seringlah berpikir jorok pada putrimu. “Kalau Bh gak usah kali Pa, kan cuma di rumah saja. Iya kan sayang?” “Iya Pa, gak usah” jawab Devyta. Aku memang sudah mengajarkan putriku ini kalau tidak perlu memakai bh jika di rumah, apalagi tujuannya kalau bukan untuk memancing nafsu ayahnya. “Nah… Kalau baju, kamu saja yang pilih Pa…” suruhku pada suamiku. “Iya, Papa aja yang milihin” kata Devyta setuju. “Papa yang milih?” tanya suamiku tampak terkejut. “Kenapa Pa? atau kamu mau kalau Devyta gak usah pake baju? Pengen Devyta cuma pake celana dalam kayak gini saja ya?” godaku. “Kamu mau sayang tidak usah pakai baju?” tanyaku iseng pada Devyta. “M-masa tidak pakai baju? Kayak gembel saja. Iya iya Papa yang milihiin” kata suamiku akhirnya setuju.
Suamiku lalu memilihkan baju dari dalam lemari. Dia memilihkan model pakaian yang belakangan sering dipakai putri kami, tanktop dan celana pendek ketat. Dulu dia memprotes pakaian anaknya itu, namun kini dia sendiri yang memilihkannya. Dia lalu membantu Devyta berpakaian. Ya… walaupun sudah berpakaianpun sebenarnya Devyta tetap terlihat cantik dan menggairahkan juga. “Ayo Devyta, bilang apa sama Papa?” tanyaku pada Devyta setelah dia selesai dipakaikan baju oleh Papanya. “Hmm… makasih yah Pa” “Makasih ngapain? Yang lengkap dong…” suruhku. “Makasih Pa udah mandiin Devyta, ngelap badan Devyta, terus makein Devyta baju” ujar Devyta dengan senyum manis pada Papanya. “Iya sayang… sama-sama” jawab suamiku. “Hmm… Ma, kapan-kapan boleh kan Devyta mandi sama Papa lagi?” tanya Devyta. “Kamu pengen mandi sama Papa kamu lagi?” “Iya Ma…” “Boleh kok sayang. Gak usah kapan-kapan, tiap kamu mau mandi ajak saja Papamu. Papa kamu gak bakal nolak kok mandi telanjang berdua sama gadis cantik kayak kamu. Iya kan Pa?” tanyaku pada suamiku dengan senyuman penuh arti. Suamiku tampak sangat malu, sedangkan putri kami tertawa polos karena dipuji begitu. “I-iya sayang. Kalau itu mau kamu” jawab suamiku.
“Terus nanti Papa yang handukin sama makein Devyta baju lagi kan Ma?” tanya Devyta lagi. “Iya… habis kamu dimandiin, terus dihanduki dan dipej- dipakein baju sama Papa, mau kan Pa?” tanyaku lagi, ups… hampir saja keceplosan nyebut ‘dipejuin’. “Kalau kamu mau, kamu boleh kok gantian yang makein Papa baju” sambungku lagi. “Kamu apaan sih Ma…!!” “Bercanda Pa, hihihi” tawaku, Devyta juga tertawa cekikikan. “Ya sudah… yuk makan malam” ajakku. Acarapun selesai.
Sejak saat itu Devyta selalu mandi dengan ayah kandungnya. Tiap akan mandi putri kami akan mengajak Papanya, “Pa… mandi bareng Devyta yuk…” Lelaki mana yang akan menolak diajak mandi oleh Devyta? Lelaki mana yang tidak akan horni bila mendengar ajakan manja dari seorang gadis cantik untuk mandi bersama? Tak terkecuali ayahnya sendiri. Setelah mereka selesai mandi aku masih sering melihat suamiku berbuat cabul pada putrinya. Tidak jarang saat menghanduki maupun memakaikan Devyta baju, aku melihat suamiku memainkan penisnya ke tubuh putrinya sampai dia muncrat-muncrat. Dia biasanya akan menumpahkan pejunya ke tisu atau handuk. Bila suamiku sedang nafsu-nafsunya barulah dia akan menumpahkan peju kentalnya itu ke langit-langit mulut putrinya maupun ke sekujur tubuh Devyta, tidak peduli kalau putrinya ini baru saja mandi. Bahkan sering juga dia tumpahkan ke celana dalam Devyta, padahal itu celana dalam yang baru saja ku belikan. Ya… Aku juga memang makin sering membelikan putriku pakaian dalam model terbaru yang super seksi dan imut, semua itu dicobakan di depan ayahnya. Dan aku selalu berlagak seakan-akan hanya mengetahui kalau suamiku cuma sekedar memandikan, menghanduki dan memakaikan Devyta pakaian.
Pagi itu sebelum Devyta pergi ke sekolah, aku melihat mereka akan melakukannya lagi. Suamiku sepertinya menjadi nafsu setelah memakaikan Devyta seragam. Devyta memang terlihat sangat cantik dengan seragam SMU putih biru itu, ditambah kaos kaki putih yang melekat di kakinya. “Papa mau keluarin peju lagi ya?” tanya Devyta melihat sang ayah mengelus-elus penisnya sendiri. “Iya sayang… tolong kocokin yah...” “Iya Pa” Pemandangan gadis SMU berseragam lengkap sedang mengocok penis pria dewasa seperti ini pastinya membuat semua orang terpana. Terlebih mereka adalah ayah dan anak kandung. Ayahnya duduk di atas tempat tidur, sedangkan anak gadisnya berlutut di lantai. Tidak butuh waktu lama bagi suamiku, pejunya pun muncrat-muncrat dengan banyaknya ke arah putrinya. Sebagian mengenai wajahnya, sebagian lagi mengenai seragam sekolahnya. Rok Devyta yang paling banyak terkena ceceran sperma.
“Ih… Pa, kok muncratin pejunya ke seragam Devyta sih?” protes Devyta. Kalau itu sesudah pulang sekolah seperti yang ku lihat sebelumnya Devyta memang tidak akan memprotes, tapi sekarang dia baru akan berangkat sekolah. “M-maaf sayang… Papa gak tahan” Suamikupun membantu membersihkan wajah dan seragam Devyta sebisa mungkin dengan handuk. Lalu menyemprotkan parfum yang banyak ke area seragam yang terkena peju. Tapi aku punya keinginan lain. “Devyta, buruan…. Entar telat” Teriakku dari balik pintu. “I-iya Ma” sahutnya. “Pa… udah, biarin aja, ntar Devyta telat” sambungnya lagi pelan pada Papanya. Aku tidak ingin ceceran peju itu bersih-bersih amat. Sepertinya Devyta terkesan lebih seksi bila pergi ke sekolah dengan sedikit bau peju dan sedikit bekas ceceran peju di seragamnya. Peju ayahnya akan menemani aktifitas belajarnya di sekolah. Aku jadi senyum-senyum sendiri memikirkannya. ~~
Waktu terus berlalu. Sekarang tidak hanya ayahnya yang terus ku coba pancing nafsunya, namun juga putri kami. Aku ingin Devyta menjadi sedikit nakal di depan Papanya. Aku bahkan sengaja mendownload film porno lalu ku tunjukkan pada putriku. Devyta tentu saja geli awalnya dipertontonkan adegan seperti itu. Tapi aku senang karena ternyata putriku ini cukup antusias. Devyta sering bertanya padaku tentang apa-apa yang dilakukan pasangan di dalam film itu. “Kok burungnya dimasukin ke sana sih Ma?” tanya Devyta polos. Dia yang masih belum ngerti tentu saja heran melihat kelamin wanita dimasuki penis. “Itu namanya ngentot sayang…” “Ngentot?” “Iya, ngentot. Terus yang itu namanya bukan burung tapi kontol, dan punya kamu itu namanya memek” jelasku. Aku tidak menyangka akhirnya aku mengajarkan kata- kata sevulgar ini pada putriku sendiri. “Kontol? memek?” tanya Devyta, rasanya sungguh aneh saat dia mengulangi setiap kata-kata yang baru ku ajarkan itu dari mulut mungilnya. “Hmm… jadi yang waktu itu Papa dan Mama ngentot yah?” tanyanya lagi. Ternyata dia memang pernah melihat aku dan Papanya bersetubuh.
“Iya… Ih, kamu ngintip ya? Dasar nakal, hihihi” “Hihi, enak yah Ma rasanya ngentot itu?” “Enak dong… kamu pengen gak dientotin? Mau gak memek kamu dikontolin?” “Dikontolin? Ih… gak ah, sakit pasti” “Kok gak mau sih? itu kan tanda cinta” “Tanda cinta? Kok gitu sih Ma?” “Iya… Waktu itu kamu lihat kan kontol Mama ditusuk-tusuk kontol Papa? Itu tandanya Papa cinta sama Mama. Terus waktu kamu mandi sama Papa pasti kontol Papa tegang kan? Itu berarti Papa juga cinta sama kamu” “Oh… Iya yah… dulu Papa kan pernah bilang kalau dia cinta sama Devyta. Jadi karena Papa cinta sama Devyta makanya kontolnya Papa jadi tegang ya Ma?” “Iya… tuh kamu pintar” pujiku sambil mengelus rambutnya, dia hanya tersenyum manis. Dia terus bertanya-tanya selama menonton, seperti “Ih… kok kontolnya dimasukin ke mulut sih Ma? Gak jijik apa?” Atau dia bertanya “Itu cowoknya kok nyusu sih? Emang ada air susunya? Kok pantat ceweknya dimasukin kontol juga sih Ma?” dan berbagai macam pertanyaan polos lainnya. Semua pertanyaan putriku ini ku jawab dengan rinci dan memakai bahasa yang vulgar. Saat ada bagian si cowok nyemprotkan peju ke mulut si cewek, barulah Devyta tidak bertanya.
“Kenapa sayang? Kamu udah pernah lihat peju?” pancingku. “Eh, gak kok ma. Mirip es krim yah Ma peju itu…” “Iya, mirip es krim yang sering dikasih Papa sama kamu” jawabku. Dasar Devyta, dia pikir aku tidak tahu apa, hihihi. “Mmmh… Kalau cewek juga bisa orgasme kan Ma?” “Bisa dong… kenapa? Kamu udah pernah orgasme? Kapan?” tanyaku menggodanya, aku tentu saja tahu kalau putriku ini pernah orgasme, orgasme yang didapatkannya pertama kali dari ayahnya sendiri. “Eh, nggak pernah kok Ma…” “Beneran?” “Iyah… sumpah deh” “Iya-iya Mama percaya… hihihi. Oh ya sayang, kamu jangan kasih tau Papa ya kalau Mama ajarin beginian” “Hmm? Gak boleh ya Ma?” “Iya, jangan ya…” “Oce Ma” Tidak hanya satu video tentunya yang aku perlihatkan padanya, tapi banyak. Mungkin lebih dari satu jam kami ibu dan anak nonton film porno bersama. Aku sampai horni sendiri, aku penasaran apa Devyta juga horni, mungkin saja iya. Devyta yang sangat tertarik bahkan meminta dikirimkan ke ponselnya. Aku penasaran apa yang akan terjadi pada anak gadisku setelah menonton semua film-flm porno ini. Aku penasaran apakah dia akan mengajak Papanya bersenggama. Bila iya, apakah suamiku akan menerima ajakan bersetubuh dari putrinya ini? Aku sungguh penasaran.
Tidak lama kemudian terdengar suara ketukan pintu. Suamiku pulang!! Cepat-cepat ku matikan film porno yang masih diputar di laptop. “Tuh, bukain pintu… Papa pulang” suruhku pada Devyta. “Iya Mah…” “Ingat ya jangan kasih tau Papa” kataku lagi mengingatkan, Devyta mengangguk paham. Devyta pergi ke depan membukakan pintu untuk ayahnya. Aku menyusul tidak lama kemudian. Ternyata suamiku membawa dua orang temannya lagi. Belakangan ini mereka memang jadi sering kemari. Devyta mencium tangan kedua bapak itu. Seakan mencuri kesempatan, ku lihat mereka mengelus rambut Devyta, matanya juga kelayapan menelanjangi anak gadisku. Ternyata putriku memang punya daya tarik yang tinggi. Dan sepertinya bapak bapak ini juga punya pikiran jorok pada putriku. Ya… kalau itu cuma sekedar dalam pikiran mereka ya tidak apa, aku tidak bisa berbuat banyak. Pria manapun memang akan horni bila melihat anak gadis remajaku ini. Dan itu memang salahku juga karena mengajarkan Devyta cara berpakaian yang seksi seperti sekarang. “Udah pulang Pa?” tanyaku. “Iya… ada tamu nih. Tolong buatkan minum dong Ma” “Iya Pa, bentar”
“Devyta, bantuin Mama kamu gih…” suruh suamiku. “Enggak ah, malas…” jawab Devyta enteng lalu duduk di samping Papanya. Dari dapur aku dapat melihat mereka. Seperti biasa, Devyta tetap saja nempel pada Papanya meskipun di depan teman-teman ayahnya. Suamikupun tetap berusaha meladeni obrolan teman-temannya meskipun Devyta terus bergelayutan manja di pangkuannya. Aku yakin suamiku sedang ngaceng sekarang, bahkan mungkin tidak hanya dia, tapi juga teman-temannya. “Duh, Devytanya manja amat Pak Joko” komentar salah satu teman suamiku, Pak Rudi. “Iya nih Pak, beruntung banget bapak punya anak gadis secantik Devyta” ujar Pak Prabu ikut- ikutan. “Haha, bisa aja bapak-bapak ini” jawab suamiku. Aku yang baru mengantarkan minum kemudian juga ikut duduk bersama mereka. “Iya nih bapak-bapak, Devyta manja banget sama Papanya. Papanya sih suka ngasih dia es krim” ujarku menimpali. Suamiku tampak sedikit terperanjat mendengar omonganku barusan. “Oh… Devyta suka es krim?” “Iya om…” jawab Devyta. “Kapan-kapan Om kasih es krim mau?” tawar bapak itu pada Devyta. Ku lihat Devyta melirik ke ayahnya sambil tersenyum. “Mau banget Om… Boleh kan Pa? Boleh kan Ma?” “Iya… boleh kok” jawab suamiku. Aku juga mengangguk boleh sambil tersenyum kecil. Tentu saja yang dimaksud Bapak ini adalah benar-benar es krim. Bukan ‘es krim kental’ yang biasa diberikan Papanya. Aku bergidik membayangkan kalau mereka juga memberikan putriku ‘es krim’ yang seperti diberikan suamiku.
“Sayang, udah sore.. cepat mandi sana. Pa, mandiin Devyta nya dulu…” suruhku pada suami dan putri kami. “Hah? Devyta nya masih mandi sama Papanya?” Tentu saja tema-teman suamiku tidak habis pikir mendengar Devyta yang sudah sebesar itu masih saja mandi dengan ayahnya. Devyta yang sudah jadi gadis remaja cantik, memang sangat ganjil rasanya mandi bertelanjang bulat dengan pria dewasa meskipun itu adalah ayah kandungnya sendiri. “Iya Pak, mandi telanjang berdua. Apalagi mereka itu kalau mandinya lama banget. Gak tahu deh ngapain aja.. hihihi” ujarku memancing. “Ih, mamaaaa… Devyta gak ngapa-ngapain kok di dalam sama Papa, iya kan Pa?” balas Devyta. “I-iya…” jawab suamiku tergagap. “Oh…. Gitu? terus waktu Papa kamu makein kamu baju kok juga lama ya?” godaku lagi pura- pura tidak tahu. Aku berusaha menahan tawa melihat ekspresi semua orang di sini, terlebih ekspresi teman-teman suamiku. Aku memang sengaja menanyakan semua hal ini sekarang di hadapan orang lain. Aku ingin tahu bagaimana respon mereka berdua dan respon teman- teman suamiku.
“Pak Joko juga makein Devyta baju??” tanya teman suamiku lagi makin terkejut. “Iya Pak, emang kenapa Pak? Kan putri sendiri. Iya kan Pa?” kataku membantu menjawab. “I-iya Pak” Ku lihat wajah mereka semua jadi mupeng karena ceritaku ini. Mereka pasti sudah membayangkan yang tidak-tidak tentang Devyta. Memang Devyta adalah putri suamiku sendiri, tapi pastinya tidak ada seorang ayah yang masih memandikan dan memakaikan baju anak gadisnya yang sudah sebesar ini. Mereka pasti iri sekali dengan suamiku, mereka mungkin ingin sekali jadi bapak angkatnya Devyta biar juga bisa ngerasain mandiin Devyta, hihihi. “Ya sudah Pak, saya permisi mau mandi dulu. Tunggu sebentar yah Pak. Yuk sayang…” ujar suamiku pada teman-temannya lalu mengajak Devyta ke kemar mandi. “Baiklah kalau begitu kami tunggu” balas teman-temannya.
Suami dan putriku lalu masuk ke kamar mandi. Aku sendiri kembali ke dapur karena tidak mungkin menguping apa yang mereka lakukan di dalam saat ini. Namun kali ini mereka mandi lebih cepat, sepertinya mereka tidak melakukan hal yang aneh sekarang karena ada teman- teman suamiku menunggu. Tapi astaga!! Devyta tetap seperti biasa bertelanjang bulat sehabis mandi menuju ke kamarnya!! Tentu saja hal itu dapat dilihat oleh teman-teman suamiku. Anak gadisku yang cantik sedang dinikmati ketelanjangannya oleh bapak-bapak ini. Dadaku berdebar kencang. Apa suamiku lupa kalau ada teman-temannya saat ini?? Ada orang lain yang menyaksikan tubuh telanjang putri kami, bukan anggota keluarga!! “Devyta!! kamu kok gak pakai handuk? Papa kamu mana?” tanyaku menyusul Devyta sebelum dia masuk ke kamar, entah kenapa aku jadi pengen menunjukkan tubuh putriku pada mereka. Mereka juga sudah melihat tubuh Devyta, sekalian saja ku goda. Tapi hanya menunjukkan sebentar saja, tidak lebih. “Itu Ma, Papa lagi eek. Ya Devyta keluar dulu, masak nungguin Papa selesai? bau!!” jawabnya polos.
“Iya, tapi masa kamu keluyuran bugil gini? Lihat tuh om om itu liatin kamu. Ntar mereka jadi cinta lho gara-gara liat susu kamu ini, hihihi” kataku sambil melirik ke arah teman-teman suamiku. Posisi Devyta menghadap ke arah mereka, jadi mata mereka dapat dengan leluasa melihat buah dada serta vagina Devyta. Mereka tampak mupeng melihat tubuh telanjang putriku ini, apalagi mendengar omonganku barusan. “Emangnya gak boleh yah Ma om om itu cinta sama Devyta? Nanti kontol om om itu tegang yah Ma?” aku tidak menyangka Devyta akan mengatakan itu, teman-teman suamiku mungkin mendengarnya!! Aku seharusnya mengajarkan Devyta agar tidak mengucapkan kata itu sembarangan, tapi terlambat. Ya sudah lah. “Bukannya gak boleh sih... tapi mereka kan udah cinta sama istrinya. Masa kamu ambil juga sih? Sudah sana masuk kamar pakai baju, atau Mama suruh om om itu yang makein? Mau? Om… tolong pakein Devyta baju dong… hihihi” godaku. Aku yakin bapak-bapak itu semakin mupeng sekarang, mereka mungkin berharap benar-benar dibolehkan memakaikan Devyta baju. Aku sebenarnya geli membayangkan bila putriku dipakaikan baju oleh bapak-bapak itu. Tapi tentu saja tidak akan ku lakukan, cuma ayahnya saja yang boleh menyentuh tubuh putriku.
“Gak mau, mau dipakein baju sama Papa!!” rengek Devyta. Untung Devyta juga hanya ingin sama Papanya. “Ya sudah tunggu di dalam kamar gih, jangan di luar gini. Malu dilihat sama om-om itu. Iya kan Om?” tanyaku pada bapak-bapak itu. “I-iya” jawab mereka serentak. “Ya deh Ma… Devyta masuk dulu yah om…” Devytapun masuk ke dalam kamarnya. “Maaf yah Pak… Devytanya bandel banget, habis mandi main nyelonong aja telanjang ke kamar” “Iya Bu gak apa. Tapi Devytanya kok udah tahu kontol yah bu Susi?” tanya salah satu mereka. Gawat!! Mereka memang mendengarnya!! “I-itu Pak… s-saya yang ajarin” kataku mengaku, aku tidak tahu harus berkata apa lagi. “Oh… bu Susi yang ajarin?” “Iya, itu agar dia ngerti sedikit saja kok bapak bapak” “Iya Bu Susi, anak remaja sekarang memang seharusnya diajari yang benar tentang hal begituan biar gak salah jjoko” ujar mereka. Fiuh, untung saja mereka menganggap positif omonganku barusan. Tapi ku yakin itu hanya di omongan saja, mereka pasti memang horni dan nafsu pada putri kami. Silahkan saja kalau mereka sekedar ingin menjadikan Devyta objek onaninya, tapi cukup sekian pertunjukannya. Tidak ada lagi!! Akupun kembali ke dapur. Aku sempat melihat salah satu dari mereka menyusul Devyta dan seperti ingin mengintip Devyta, tapi untung saja suamiku sudah selesai dari kamar mandi. “Mau kemana Pak Rudi?” tanya suamiku. “Eh, ng-nggak, mau ke kamar mandi” “Oh, silahkan Pak… sebelah sana” suamikupun masuk ke kamar Devyta. ~~
Setelah hari itu, aku rasa ketelanjangan putri kami semakin intens saja. Baik sebelum maupun sesudah mandi, dia sering keluyuran di dalam rumah tanpa busana. Sering pula Devyta mengajak ayahnya mandi sambil dia sudah mulai menanggalkan pakaiannya sendiri, padahal dia belum berada di kamar mandi. “Kamu ini, buka baju itu di dalam kamar mandi, jangan di luar gitu…” protes suamiku jaim. Pernah juga saat itu Devyta kelupaan mengajak Papanya, diapun keluar dari kamar mandi basah-basah telanjang bulat, lalu menyeret Papanya ke dalam kamar mandi. Sungguh pemandangan yang ganjil!! Aku tidak tahu apakah Devyta berbuat itu karena kepolosannya, namun dia terlihat seakan menikmati ketelanjangannya itu. Masalahnya tidak ayahnya saja yang melihatnya, tapi juga teman- teman ayahnya.
Saat berangkat sekolahpun dia kini tidak hanya mencium pipi ayahnya, tapi sudah mulai mencium bibir seperti waktu dia TK dulu. Omongannya, bahasa tubuhnya, kini terlihat lebih nakal dan menggemaskan bagi kaum lelaki. Aku tidak tahu apakah ini pengaruh dari video porno yang ku berikan. Tapi yang jelas Devyta menjadi seperti ini, itu semua gara-gara aku, ibunya. Suamiku memang belum menyetubuhi Devyta, tapi dia sudah memperlakukan anak gadisnya itu bagaikan ‘mainan seks’. Hasrat seksnya yang dia pendam selama ini karena tidak ku layani, dia lepaskan semuanya pada anak gadisnya. Begitupun halnya dengan Devyta, dia semakin hari juga semakin sempurna mengabdikan dirinya sebagai ‘mainan’ sang ayah, baik saat akan tidur, mandi, maupun saat mereka ku tinggal berduaan dimanapun itu. Aku memang ingin membuat kontak mata dan fisik sesering mungkin di antara mereka. Aku ingin hubungan mereka menjadi lebih intim sebagai ayah dan anak. Aku rela aku hanya bermasturbasi sendirian sedangkan suamiku bisa melampiaskan nafsunya ke putrinya. Sore itu aku mengintip lagi apa yang mereka lakukan setelah mandi sore. Mereka bukannya handukan di kamar mandi namun malah di dalam kamar Devyta. Itupun setelah ku lihat suamiku lebih seperti membelai Devyta dibanding menghanduki.
“Kenapa Pa? kok berhenti?” tanya Devyta melihat Papanya berhenti membelai, padahal tubuhnya masih sangat basah. Tapi aku rasa Devyta bertanya seperti iu bukan karena tubuhnya belum kering, namun karena dia ingin terus dibelai sang ayah. “Papa mau buang peju lagi?” tanya Devyta lagi menebak. “Iya, boleh kan sayang?” “Boleh kok Pa, boleh banget malah” jawab Devyta riang. Suamiku tersenyum. Dia kemudian bangkit lalu mencium bibir Devyta. Ini bukan sekedar ciuman ayah dan anak, tapi sudah ciuman sepasang kekasih karena ternyata mereka berciuman menggunakan lidah!! Tubuh telanjang mereka yang masih basah menempel berhadap- hadapan, menimbulkan suara decakan karena kulit basah mereka yang beradu. Entah siapa yang memulai, mereka kini sama-sama terjatuh ke atas ranjang. Mereka melanjutkan aksi cium- ciuman itu di sana, saling bergumul dan meraba tubuh. Membuat ranjang putrinya itu jadi ikut-ikutan basah. Sungguh pemandangan yang panas dan erotis!! Suamiku terlihat lebih bernafsu menjamah tubuh putrinya dibandingkan menjamah tubuhku, istrinya sendiri. Apalagi mereka melakukan ini seakan tidak peduli kalau aku ada di rumah. Aku cemburu luar biasa. Namun itu justru menimbulkan sensasi tersendiri. Suamiku tampak begitu bernafsu, mungkin karena dia sudah menahan nafsunya sekian lama. Devyta yang dijilati dan diciumi ayahnya malah tertawa geli cekikikan.
“Aw… Pa geli… hihihi” pinta Devyta manja sambil ketawa-ketawa. Namun yang ada itu malah membuat suamiku semakin bernafsu. “Pa… stop dulu.... Pah…” pinta Devyta, tapi suamiku tetap saja lanjut. “Pa.. geli, Ngh.. stop.. dulu” setelah berkali-kali memohon untuk berhenti barulah akhirnya suamiku menghentikan aktifitasnya. “Ish, Papa nafsuan amat ih… gak tahan banget yah sama Devyta? hihi” “Maaf sayang, Papa gak kuat. Tapi kenapa kok suruh berhenti?” tanya suamiku terengah-engah menahan nafsunya. “Katanya mau ngeluarin peju, kok malah jilat- jilatin Devyta sih?” tanya Devyta. “Itu juga cara biar Papa bisa keluar pejunya…” “Oh… tapi jangan lama-lama Pa, ntar ketahuan Mamah” Devyta lalu bangkit dari pelukan ayahnya, dia lalu menuju lemari dan mengambil sepotong celana dalam.
“Pakein dulu Pa…” kata Devyta sambil menyerahkan celana dalam itu. “Baru lagi ya sayang?” tanya suamiku memperhatikan celana dalam berenda yang ada di genggamannya. “Iya Pa, bagus kan?” “Bagus kok” Suamikupun memakaikan celana dalam itu tanpa mengelap badan anaknya dulu. Setelah celana dalam berenda itu menempel di pinggul Devyta, yang ada itu malah membuat nafsu suamiku semakin menjadi-jadi. Bagaimana tidak? tubuh remaja anak gadisnya yang masih sangat basah hanya dibalut celana dalam. Celana dalam itupun menjadi transparan karena basah sehingga memperlihatkan belahan vagina Devyta. Dia yang tidak tahan dengan pemandangan ini kembali menerkam tubuh putrinya, menariknya ke ranjang dan menciuminya dengan buas. Tubuh mungil Devyta kembali ditindih sang ayah. “Duh… Pa…. kok diciumi lagi sih?” rengek Devyta manja. Tapi kali ini suamiku sepertinya tidak peduli lagi dengan rengekan anaknya. Dia terus saja menjamah tubuh putrinya. Seorang pria dewasa yang telanjang bulat sedang menggerayangi tubuh remaja 14 tahun yang hanya mengenakan celana dalam di atas ranjangnya sendiri, yang mana tubuh mereka masih sama-sama basah. Sungguh erotis bukan?
Setelah beberapa lama, mereka duduk berhadap-hadapan di tepi ranjang. Devyta duduk di paha ayahnya. Mereka masih tetap berciuman dengan posisi itu. Mulut mereka seperti tidak ingin lepas, lidah mereka terus saja saling membelit. Mereka juga saling menjilati wajah satu sama lain. Wajah Devyta terlhat mengkilap karena dijilat-jilat sang ayah, begitupun wajah suamiku yang dijilat-jilat putriku. Tiba-tiba suamiku sedikit menyingkap celana dalam Devyta ke samping sehingga vagina putrinya terbuka, dan astaga!! Suamiku mengarahkan penisnya ke vagina putrinya. Penis tegangnya dia gesek-gesekkan ke belahan vagina Devyta. Suamiku seperti sedang berusaha memasukkan kontolnya ke sana. “Sssh… Pa…” Devyta merintih memanggil ayahnya. Dia tidak berusaha melepaskan diri sama sekali meskipun gerakan ayahnya semakin cabul. Malah dia juga ikut-ikutan menggoyangkan pinggulnya seirama gerakan pinggul ayahnya!! Mereka seperti masih menahan-nahan diri agar jangan sampai bersenggama, tapi tubuh mereka jelas menginginkan itu. Setelah beberapa saat, ku lihat wajah Devyta mengernyit seperti kesakitan. Mungkinkah? Mungkinkah vaginanya sudah dijejali penis ayahnya? Jantungku semakin berdetak cepat. “Ngghhh… Pa, sakit… hati-hati dong…” “Maaf sayang, Papa gak sengaja” Aku yakin kalau kepala penis suamiku baru saja masuk ke dalam vagina putrinya, tapi sepertinya dikeluarkan lagi olehnya karena mendengar rintihan Devyta barusan. Ku lihat dengan seksama kalau penis itu kembali bergesekkan dengan vagina Devyta, tapi kemudian terlihat menghilang lagi yang disertai rintihan putrinya, “Pa… Ssshh…” Kemudian ku lihat kelamin mereka bergesekan lagi. Begitu selalu seterusnya.
“Ih… Papa!! Kok gak sengajanya sering amat sih?” tanya Devyta. Suamiku tidak menjawab, dia hanya mengajak putrinya berciuman lagi sambil terus melanjutkan aksi menggesek-geseknya. Dia sudah sangat bernafsu. Setelah beberapa kali gesek-masuk gesek- masuk, ku lihat kepala penis suamiku kembali hilang, namun kali ini tidak keluar lagi. Devyta walaupun terlihat sangat kesakitan tapi dia tetap membiarkan penis ayahnya di dalam tubuhnya. Mereka bersetubuh!! Suami dan putriku bersetubuh!! Tubuhku panas dingin menyaksikannya.
Namun… “Dugh!! Kreekkk…” Aduh…!! Aku yang terlalu semangat dan penasaran membuat tumpuanku goyah. Akupun terjatuh, sehingga pintu tempat aku bersembunyi jadi terdorong terbuka. Terang saja mereka kaget bukan main melihat kedatanganku. Devyta ku lihat langsung melepaskan diri dari pangkuan ayahnya lalu membetulkan celana dalamnya. “Mama??” kata mereka hampir serentak. Duh… rencanaku untuk mengintip mereka bersetubuh diam-diam gagal!! Namun aku berusaha mengontrol diri karena akulah yang punya kendali saat ini. Aku tidak ingin seakan-akan akulah yang tertangkap basah sedang mengintip. “Ohh… jadi ini ya yang dilakukan ayah dan anak gadisnya tiap selesai mandi?” tanyaku pura- pura seakan baru tahu kelakuan mereka. “B-bukan Ma… i-ini…” suamiku tampak sangat panik, dia tentunya tidak menyangka benar- benar ketahuan olehku, namun Devyta terlihat lebih santai meskipun juga ikut diam. Tampak jelas raut wajah horni mereka berdua yang betul-betul merasa tanggung karena aksi cabul mereka tiba-tiba terhenti. “Apa? sudah jelas-jelas aku melihat kamu menyetubuhi putrimu sendiri Mas” tuduhku lagi. “Bu-bukan!!” “Terus kalau bukan, apa dong namanya?” Suamiku terdiam, aku yakin dia tidak bisa mengelak setelah tertangkap basah olehku. “Maaf Ma, a-aku… aku tidak tahan” kata suamiku akhirnya. “Sudah tidak tahan?” “Iya… Maaf Ma… Maaf….” “Baiklah aku maafkan, tapi ada syaratnya” “Syarat? Apa itu Ma?” Aku tersenyum sebentar sebelum berkata, “Aku ingin melihat kalian bersetubuh” “Hah?” suamiku terkejut bukan main. “Iya, aku ingin melihat kamu ngentot dengan Devyta”
“Tapi Ma…” “Kenapa Pa? Kalian belum selesai kan? lanjutin gih… Sudah terlanjur terjadi juga, jadi cepat selesaikan. Setubuhi Devyta” Suamiku diam sejenak. Dia tampaknya masih tidak percaya dengan apa yang baru ku katakan. Mungkin saja kalau dia tadi memang benar-benar tidak sengaja meskipun dia sudah sangat bernafsu. Entahlah, namun apapun itu aku ingin melihat mereka bersetubuh sekarang. “Tapi… apa itu tidak apa-apa? dia putriku sendiri, lagian dia masih 14 tahun” ujarnya kemudian masih berusaha meyakinkan diri. Dia masih ragu. Tentu saja, karena Devyta adalah putri kami sendiri. Tapi aku yakin nafsu bisa mengalahkan segjokoya. “Sudah Pa… Gak apa-apa Pa… Lanjutin saja. Kamu pasti sudah lama punya khayjoko untuk menyetubuhi putrimu ini bukan? Tidak usah pikirkan norma-norma. Bebaskan saja khayjoko dan fantasi kamu” “Sayang, kamu juga mau kan berzinah dengan Papa kamu?” tanyaku kini pada Devyta. “Berzinah? Berzinah itu ngentot yah Ma?” tanya Devyta polos. Aku sangat senang tiap mendengar Devyta mengulangi kata-kata yang ku ajarkan ini. “Iya… berzinah itu ngentot, kamu mau kan dizinahi sama ayah kandungmu? Mau kan memek kamu dikontolin sama Papa?” ujarku dengan menggunakan kata-kata ‘liar’ untuk memanaskan suasana. “Hmm… karena Devyta cinta sama Papa, Devyta mau deh Ma dizinahi” jawab Devyta dengan riangnya, seakan dizinahi ayahnya merupakan bentuk pengabdian pada orangtua. “Tuh Pa… putrimu sudah bersedia tuh untuk kamu zinahi, entotin gih… hihihi” “Devyta, kocokin dong kontol Papa… bikin ngaceng lagi” suruhku pada Devyta. Tanpa perlu disuruh dua kali Devytapun mendekat ke arah Papanya. Dia lalu meraih kontol suamiku yang tadi terlanjur menciut. “Devyta kocokin yah Pa…” kata Devyta minta izin ke Papanya.
“I-iya sayang…” jawab suamiku tidak menolak. Meskipun dia tadi sempat ragu, tapi memang tubuhnya tidak bisa berbohong untuk mendapatkan kenikmatan dari tubuh putrinya. Devyta lalu mulai mengocok, tidak butuh waktu lama untuk membuat kontol ayahnya tegang kembali karena kocokannya. Jemari Devyta yang mungil lentik mengocok penis ayahnya dengan telaten. Tapi kalau cuma mengocok saja aku sudah sering melihatnya. “Hmm… kayakya ada yang kurang, sayang… coba masukin ke mulut kamu” “Masukin ke mulut Ma?” “Iya… Kontol Papa kamu masukin ke mulut kamu. Kamu belum pernah coba kan? cobain gih… pasti ayahmu makin cinta sama kamu…” Devyta tidak langsung melakukannya, dia menatap dulu sekian lama padaku, lalu menatap ke ayahnya. “Mau Devyta emut Pa kontolnya?” kata Devyta yang lagi-lagi meminta izin dahulu pada ayahnya. “E-emang kamu bisa?” tanya suamiku. “Bisa kok, Devyta udah pernah lihat” jawab Devyta sambil melirik padaku. Tentu saja maksudnya itu sudah pernah lihat dari film porno yang ku berikan.
“Ya sudah sayang… silahkan” setuju suamiku yang dibalas senyum manis anaknya. Aku terpana melihat pemandangan ini. Aku yakin suamiku juga demikian. Anak gadisnya sendiri sedang mengoral penisnya. Devyta mengecup ujung kepala penis suamiku beberapa kali, kemudian berusaha memasukkan semua penis itu ke dalam mulut mungilnya. “Arggghh….” Erang suamiku. Suamiku pasti merasakan sensasi nikmat yang luar biasa. Penisnya sedang dikocok pakai mulut oleh anak gadisnya di hadapan istrinya sendiri!! Cukup lama Devyta mengemut penis ayahnya, dia terlihat sangat lihai meskipun ini yang pertama baginya. “Ugh… berhenti dulu sayang… Papa gak kuat” pinta suamiku setelah beberapa saat, Devytapun menghentikan aksinya. “Kenapa berhenti sih Pa? pejuin aja mulut Devyta…” kataku sambil tertawa kecil. Mendengar hal itu Devyta juga tertawa dan memasukkan penis itu sekali lagi dalam mulutnya. Tentu saja membuat ayahnya terkejut. “Dasar Devyta, kamu nakal yah ternyata… hihihi, ayo sayang… bikin Papamu enak” suruhku menyemangati Devyta. Gerakan kepala Devyta terlihat lebih cepat sekarang. “Nghh… Devyta… arggghhh” suamiku kini juga mulai memegang kepala putrinya lalu memaju- mundurkan seperti sedang menyetubuhi mulut anaknya. Sungguh cabul!! Gerakan pinggul suamiku semakin cepat, hingga akhirnya tubuhnya kelojotan dan memuncrakan pejunya ke dalam mulut Devyta. Putri kami terus menutup mulutnya, mengapit penis itu dengan bibir selama peju ayahnya menyemprot memenuhi rongga mulutnya. Dan dia melakukan itu sambil terus tersenyum pada ayahnya. “Sayang jangan langsung telan” suruhku, Devyta sedikit mengangguk.
“Sekarang kasih lihat sama Papa kamu…” suruhku lagi. Devytapun membuka mulutnya lebar-lebar dihadapan ayahnya, menunjukkan bagaimana benih-benih ayahnya yang dulu menciptakan dirinya kini malah dia tampung di mulutnya. Karena sperma itu sangat banyak, membuat sperma itu sebagian meluber ke dagu Devyta hingga ada yang tercecer ke buah dadanya karena tidak mampu ditampung oleh mulut Devyta yang kecil. “Gimana Pa, suka ya ngelihat Devyta seperti ini? Mulut anak gadis sendiri kok dipejuin sih? hihihi” tanyaku pada suamiku. Dia tidak menjawab, tapi aku tahu dia sangat suka. Pemandangan gadis remaja dengan mulut penuh sperma serta sebagian tubuh berceceran sperma seperti ini pastinya sangat menggairahkan bagi para lelaki. “Oke sayang, sekarang telan peju Papa kamu” suruhku pada Devyta, diapun menelan sperma itu perlahan. Semua sperma itu kini perpindah ke dalam lambung putri kami. Meskipun baru saja keluar, tapi penis suamiku hanya setengah layu. Mungkin birahinya yang masih tinggi membuatnya demikian. Tidak butuh waktu lama untuk penis itu kembali tegang sepenuhnya.
“Pa, Devyta…” panggilku pada mereka berdua. “Ya Ma?” jawab mereka serentak. “Tunggu apa lagi?” tanyaku sambil tersenyum. Mereka saling pandang, suamiku yang mengerti tanpa menunggu lagi langsung menciumi putri kami. Dia juga memainkan jarinya ke vagina Devyta tanpa melepaskan celana dalam putrinya itu terlebih dahulu. Dia kini tidak malu lagi melakukan hal bejat pada putrinya di depan istrinya. Dia ingin segera meraih kenikmatan dari tubuh putrinya. Suamiku lalu merebahkan Devyta ke atas ranjang. Dia lalu melepaskan celana dalam putrinya ini. Devyta yang sepertinya juga sudah horni nurut- nurut saja, bahkan dia membantu dengan mengangkat pinggulnya. Sekarang mereka sama-sama polos kembali. “Kamu yakin Ma tidak apa?” tanyanya padaku, ujung kepala penisnya sudah menempel di permukaan vagina Devyta. “Jangan tanya aku, tanya Devyta dong Pa…” “Sayang, kamu yakin?” “Iya Pa, masukin aja…. Zinah… zinahi Devyta…” rintih Devyta yang tampak tidak tahan untuk ditusuk-tusuk sang ayah. Suamiku yang mendengar persetujuan putrinya tanpa menunggu lagi langsung menghujamkan kontolnya. Penis suamiku kini masuk seutuhnya!!
“Arggghhhhhhh” jerit Devyta tertahan. Tampak darah perawannya mengalir pelan. Dia baru saja diperawani oleh ayahnya sendiri. “Sakit…. Sakit Pah…” rengek Devyta merintih. Aku tahu betapa sakitnya hilangnya perawan itu, terlebih bagi Devyta karena umurnya masih 14 tahun!! Suamiku lalu mendiamkan penisnya beberapa saat di dalam vagina Devyta agar terbiasa. “Lanjutin Pa…” ujar Devyta beberapa saat kemudian, sepertinya tubuhnya sudah terbiasa dengan benda tumpul itu. Suamiku kembali menggerakkan pinggulnya, makin lama semakin kencang. Wajah mereka sama-sama merah padam kerena saking birahinya, terlebih oleh suamiku. Kenyataan bahwa wanita mungil yang sedang digenjotnya saat ini adalah darah dagingnya sendiri pastilah membuatnya semakin bernafsu. Dia hentak-hentakkan penisnya dengan kuat. Devyta yang awalnya merintih kesakitan kini telah berubah menjadi rintihan kenikmatan. “Gimana Pa? enak?” tanyaku pada suamiku. Dia tidak menjawab. Aku juga menanyakan Devyta pertanyaan yang sama, dan dia juga tidak dijawab.
“Dasar… kalian ini, asik berzinah ria sampai- sampai Mama dicuekin, hihihi” ujarku. Tapi tidak masalah bagiku. Aku rela tidak tidak dihiraukan demi menyaksikan obsesiku yang jadi kenyataan ini. “Pa, dia itu putri kandungmu lho…” ujarku lagi menggoda suamiku. Aku ingin membuatnya makin terangsang. “Enak yah Pa ngentotin anak gadis sendiri?” “Dia masih empat belas tahun lho…. tapi kayaknya Devyta suka tuh dizinahi sama kamu. Entotin terus dia Pa, jangan kasih ampun” Aku terus menerus mengata-ngatai agar suamiku semakin bertambah birahinya. “Sayang… Papa mau keluarin peju…” erang suamiku. Tentu saja suamiku merasa ingin cepat keluar. Udah penisnya dijepit vagina remaja yang super rapat, terus mendengar omonganku lagi, siapa yang gak tahan coba pengen cepat-cepat ngecrot? “Keluarin saja di dalam rahim Devyta Pa, bikin putrimu…. Bunting” ujarku. “Croooottttt” suamiku sepertinya tidak kuasa mendengar kata ‘bunting’. Dia ejakulasi. Tubuhnya mengejang dengan hebatnya. Dia menyemprotkan pejunya ke rahim putrinya. Sangat banyak hingga meluber ke luar dari vagina Devyta, turun perlahan membasahi sprei tempat tidur anaknya ini. “Hihihi, Papa, banyak banget sih pejunya, kamu benar-benar pengen bikin Devyta bunting yah?” ujarku menggodanya.
“Sayang, kamu pengen gak dibuntingi sama Papa?” tanyaku pada Devyta, dia mengangguk. Aku merinding membayangkan kalau Devyta benar-benar sampai hamil oleh ayahnya di usianya yang baru 14 tahun dan masih duduk di bangku SMU ini. “Terus kalau Devyta benar-benar hamil gimana Ma?” tanya Devyta. “Kamu nikah saja sama Papa. Kamu mau kan nikah sama Papa kamu?” jawabku bercanda. “Mmh… Mau deh” aku tertawa mendengar jawaban polosnya. “Hihi, emang kamu mau kasih berapa anak ke Papa?” tanyaku. “Kalau tiga gimana?” “Boleeeh…” Kami kemudian sama-sama diam sejenak meresapi apa yang baru saja terjadi. Suami telah memperawani putrinya sendiri. Mas Joko juga sepertinya tidak percaya kalau akhirnya dia telah merenggut kewanitaan Devyta. Mungkin semua ini sangat melenceng dari norma, tapi sensasi persetubuhan sedarah itu pastinya sungguh sangat luar biasa. “Pa…” panggil Devyta. “Ya sayang?” “Lain kali lagi yuk….” “I-iya… kapanpun kamu mau” jawab suamiku. “Papa juga, kapanpun Papa pengen entotin Devyta, entotin aja Pa” kata Devyta sambil tersenyum. “Mmh… Terus Mama gimana?” tanya Devyta padaku. “Mamagak apa-apa kok sayang… kamu ngentot saja yang baik sama Papa, gak usah pikirin Mama, oke?” “Benar Ma gak apa-apa?” tanya suamiku juga. “Iya Pa, kalau kamu nanti mau tidur berdua di kamar Devyta juga gak apa kok” Devyta dan suamiku tersenyum, merekapun berciuman lagi. Bercumbuan dan saling menjamah di atas ranjang. Ku lihat penis suamiku tegang lagi.
“Ya, ampun… belum puas yah? Ya udah, kalian lanjutin gih main-mainnya… Mama gak bakal ikut-ikutan sekarang. Nih kunci dulu pintunya” kataku bangkit ke luar kamar. Sebelum menutup pintu aku berkata, “Selamat berzinah ria yah kaliannya…” ayah anak itu hanya senyum-senyum, lalu melanjutkan lagi berciuman, melanjutkan lagi perzinahan mereka. Aku buru-buru menuju dapur, membuka lemari pendingin dan mengambil terong dan timun. Aku tidak tahan untuk bermasturbasi. Ya… aku rela hanya bisa bermasturbasi, sedangkan suamiku sedang enak-enakan menggenjot putri kandungnya sekarang. ~~
Sejak saat itu, hampir tiap hari aku melihat suami dan anakku bersetubuh. Mereka melakukannya di berbagai tempat. Baik di kamar Devyta, di kamar mandi, bahkan di ranjang kamarku tempat aku dan suamiku biasa bersetubuh. Suara erangan dan rintihan nikmat persetubuhan sedarah itu selalu ku dengar. Entah sudah berapa kali mereka bersetubuh. Entah sudah berapa banyak sperma suamiku bersemayam dalam vagina putrinya. Sering suamiku menyetubuhi Devyta sampai larut malam. Kadang Devyta tidak sekolah karena saking ngantuk esok paginya. Obsesiku memang sudah kesampaian untuk melihat suamiku menyetubuhi putri kami sendiri. Tapi tenyata selanjutnya aku punya ide yang lebih gila lagi. Aku ingin teman-teman suamiku tahu kalau suamiku telah menyetubuhi Devyta. Aku ingin suamiku menyetubuhi Devyta di depan teman-temannya, bapak-bapak tetangga kami. Memang sungguh gila, tapi aku tidak kuasa menahan rasa penasaran akan sensasinya. Akupun memberi tahu suamiku tentang ideku ini pagi itu sesudah Devyta berangkat sekolah. “Kamu jangan gila Ma!! Masa aku menyetubuhi Devyta di depan orang lain!!?” tentu saja suamiku terkejut mendengar permintaanku. Walaupun begitu, aku dapat melihat dari mata suamiku kalau dia juga terangsang mendengar ideku ini. Tampak ada tonjolan dari balik celananya. “Mereka selama ini kan juga sudah punya pikiran jorok ke Devyta, kamu pasti sudah tahu itu kan Pa?” Ya… melihat Devyta bermanja-manjaan dengan Papanya saja itu sudah bisa bikin mereka horni, aku penasaran bila mereka melihat Devyta disetubuhi, apalagi oleh Papanya sendiri.
“I-iya… tapi kan….” “Mereka cuma boleh melihat saja kok… tidak boleh macam-macam sama Devyta. Juga mereka harus janji tidak boleh cerita sama orang lain. Lagian kita kan mau pindah rumah Pa… jadi kita gak bakal ketemu mereka lagi” bujukku terus. “Tapi gimana caranya? Terus kamunya?” “Ya kamu ngaku saja kalau kamu sudah pernah bersetubuh dengan Devyta. Terus mereka pasti tidak percaya tuh, suruh liat saja. Aku bakal keluar rumah hari itu, jadi kalian bebas pengen ngapain aja” jawabku. “Bukannya kamu pengen lihat kami gituan di depan teman-temanku Ma?” “Iya” “Terus?” “Kan sudah ku bilang kalau aku ingin membiarkan kalian bebas” jawabku. Sebenarnya hanya dengan membayangkannya saja itu sudah cukup bagiku. “Tapi… tolong kamu rekam saja untukku Pa, atau suruh teman-temanmu itu yang merekam” lanjutku lagi. “Hah!!?” Suamiku tampak makin terkejut saja dengan ideku ini. Tapi aku tahu dadanya sedang berdebar kencang memikirkan hal tersebut sekarang. Bersenggama dengan anak gadisnya di depan orang lain sambil direkam!! “Terus kalau nanti mereka tidak tahan gimana Ma?” “Ya kamu jaga dong anakmu… Gimana Pa? Setuju?” tanyaku lagi. Ia lalu berpikir sangat lama, wajar memang karena ide ini sangat gila dan beresiko.
“O-oke deh Ma…” setuju suamiku akhirnya. Hari minggu, teman-teman suamiku datang lagi ke rumah. Mereka dan suamiku asik ngobrol dengan tetap ada Devyta di samping suamiku. Ku dengar mereka sering bertanya-tanya tentang Devyta pada suamiku seperti, “Devytanya masih sering mandi sama Pak Joko? Masih dipakaikan baju juga?” Tampaknya mereka masih saja penasaran dengan itu. Mereka tentu saja belum tahu kalau akan dikasih liat pemandangan luar biasa, begitupun putriku yang juga tidak tahu akan disetubuhi di depan teman-teman ayahnya. “Devyta, mama pergi ke pasar yah… Kamu gak apa kan Mama tinggal?” kataku pamit pada Devyta. “Gak apa kok Ma” jawabnya. Akupun meninggalkan rumah. Membayangkan anak gadisku menjadi satu-satunya wanita di antara mereka makin membuatku birahi. Selama di pasar dadaku selalu berdebar-debar memikirkan apa yang sedang terjadi di rumahku. Bayangan- bayangan suami dan putri kami bersetubuh di depan bapak-bapak itu terus memenuhi pikiranku. Sampai-sampai aku bermasturbasi di toilet umum karenanya. Aku baru pulang menjelang magrib. Aku tiba bersamaan dengan teman-teman suamiku yang juga baru akan pulang. Kami berpapasan di depan pagar. “Sudah mau pulang bapak-bapak?” sapaku pada mereka.
“Eh, i-iya Bu Susi… Pamit dulu Bu…” jawab mereka agak tergagap. “Tumben buru-buru? Ada apa?” “Gak ada apa-apa kok Bu” “Oh.. Ya sudah, hati-hati di jjoko Pak” Akupun masuk ke dalam rumah. Aku langsung mencari suami dan anakku. Meskipun suamiku berkata akan merekamnya, tapi aku lebih penasaran mendengar ceritanya langsung. Ternyata mereka ada di dalam kamar Devyta, tapi astaga!!! Aku melihat tubuh putriku penuh dengan ceceran sperma!! “Pa…!!” “Eh, M-mama” jawab suamiku. “Kok Devytanya penuh peju gini sih Pa!!?” “Kamu gak apa sayang?” tanyaku pada Devyta. Apa anak gadisku baru saja dipejuin ramai- ramai oleh mereka? Kalau benar ini tentu saja di luar dugaanku, atau mungkin mereka juga…. . “Gak apa kok Ma… Tapi Papa tuh… masa ngentotin Devyta di depan om-om itu sih…” “Ha? Dasar Papa kamu ini” ujarku pura-pura tidak tahu sambil mencubit pinggang suamiku. “Emang gimana ceritanya sayang?” tanyaku lagi pada Devyta sambil mengambil handuk untuk mengelap badan Devyta, tapi tidak jadi ku lakukan. Soalnya Devyta terlihat lebih seksi dengan badan penuh sperma begini. “Iya, awalnya Devyta dicium-cium sama Papa… Om om itu muji-muji Devyta terus Ma. Terus Papa bilang kalau Papa pengen ngentotin Devyta di depan om-om itu” “Terus kamu bolehin?” “Agak malu sih ma, tapi Devyta bolehin juga” jawabnya. “Terus sayang?” “Papa suruh Om itu ngerekam Ma…” “Om itu Mau?” “Mau kok… terus Papa mulai telanjangi Devyta Ma di depan om-om itu, tapi Ma…” “Tapi apa sayang?” “Waktu Papa ambil handycam ke kamar, om-om itu yang lanjutin nelanjangi Devyta” lanjut putriku. Aku bergidik membayangkan bagaimana putriku ditelanjangi oleh bapak-bapak itu. Seorang gadis belia yang cantik jelita, membiarkan dirinya ditelanjangi oleh pria-pria berumur. Jantungku makin berdetak cepat.
“Kamu ditelanjangi sampai bugil?” “Iya Ma… Papa sih lama, Om om itu deh yang bantuin” “Kamu ini gimana sih Pa? kok orang lain sih yang telanjangi Devyta?” tanyaku pada suamiku. “Aku juga gak tahu Ma, waktu aku balik dari kamar, ternyata Devyta lagi ditelanjangi mereka” ujar suamiku. Ya sudahlah kalau begitu, menurutku tidak masalah. Toh cuma ditelanjangi, paling digerepe-gerepe 'sedikit'. “Terus sayang?” “Mereka mulai merekam Ma, Devyta disuruh hisap kontol Papa sambil liat ke kamera yang dipegang om itu Ma… ya Devyta ikutin” jawab Devyta enteng dengan lugunya. Membayangkan putriku yang cantik telanjang sendirian diantara pria-pria disana, bahkan mengulum penis ayahnya sungguh membuat dadaku berdebar. Aku tidak menyangka hanya mendengar ceritanya saja bisa membuatku sangat horni. “Terus?” “Devyta dientotin sama Papa Ma di ruang tamu…. Om itu terus aja muji Devyta. Eh, Papa bilang silahkan aja kalau mereka mau ngocok. Mereka ngocok deh Ma sambil liat Devyta dientotin sama Papa” terang Devyta. “Terus Papa kamu keluarin pejunya dimana sayang?” “Di dalam Ma… banyak banget” “Enak ya Pa ngentot di depan orang lain? hihihi” tanyaku pada suamiku, dia hanya tersenyum nyengir. “Udah? gitu aja?” “Belum selesai Ma…” kata Devyta. “Belum selesai?” “Iya Ma, soalnya om-om itu bilang gini Ma… Devytanya gak di anal sekalian Pak?” kata Devyta berusaha menirukan gaya bicara bapak-bapak itu. “Anal?” tanyaku terkejut, “Devyta nya kamu analin Pa?” tanyaku lagi pada suamiku. Aku tentu saja tidak menyangka kalau Devyta bakal dianal. “Iya Ma, Devyta nya mau kok, katanya dia juga penasaran” “Beneran sayang? Kamu gak dipaksa kan sama Papa? Emang gak sakit?” tanyaku pada Devyta. “Sakit sih Ma… Tapi gak dipaksa kok Ma…” “Oh…”
“Terus om-om itu pengen Devyta pake seragam sekolah Ma…” lanjut Devyta. “Ha? Kamu dianal sambil pake seragam??” “Awalnya sih iya Ma… tapi lama-lama kancing kemeja Devyta mulai dibukain satu-satu, terus cuma pake rok aja, terus Devyta bugil lagi” terang Devyta. Aku hanya bisa geleng-geleng kepala. Sungguh mesum, Devyta dicabuli beramai-ramai dengan seragam sekolah SMU nya. Ini melebihi khayjokoku, juga khayjoko suamiku tentunya. “Terus sayang?” “Terus mereka tumpahin pejunya ke seragam Devyta Ma, Papa juga. Basah deh seragam Devyta kena peju… lihat tuh Ma” kata Devyta sambil menunjuk ke sudut ruangan, ada seragam SMU nya Devyta yang berlumuran cairan putih kental di sana. “Udahan? Terus peju di badan kamu ini?” “Iya… terus kan kami istrihat. Devyta mandi sama Papa” “Mereka gak ikut mandiin kamu kan sayang?” “Gak Ma, gak boleh sama Papa. Tapi mereka bantu handukin Devyta” “Bantu handukin kamu?” “Iya… Mereka juga ambil foto-foto Devyta sambil handukin. Terus katanya mereka nafsu lagi, mereka bilang pengen ngentotin Devyta Ma, mereka pengen genjotin memek Devyta…” “Kamu bolehin!!??” “Nggak, Devyta maunya cuma sama Papa aja” “Oh…” bagus deh.
“Jadinya mereka ngocok deh Ma sambil pegang-pegang Devyta, gak apa kan Ma kalau cuma dipegang-pegang? Habisnya enak sih… hihihi” “Dasar kamu. Iya gak apa, terus mereka tumpahin ke badan kamu?” “Iya Ma… mereka tembakin peju mereka ke Devyta. Kotor lagi badan Devyta Ma, padahal Devyta baru mandi” ujar Devyta santai sambil membuka lebar tangannya, menunjukkan ceceran sperma yang mulai mengering di sekujur tubuhnya. Memang bukan bau sabun yang tercium dari tubuhnya, tapi bau peju yang pekat. “Masa kamu biarin aja sih Pa? Kalau Devyta nya diperkosa gimana coba?” tanyaku pada suamiku. “Aku juga gak mau Ma sebenarnya… Waktu itu aku sedang menerima telpon dari bos” jawab suamiku beralasan. “Jadi kamu cuma bisa ngelihatin anakmu dipejuin orang lain?” “Mau gimana lagi Ma, tidak mungkin aku menyela omongan Bos” ujar suamiku, tampaknya dia berkata jujur. “Ya sudah Pa, gimana lagi” “Tapi itu tandanya om om itu cinta sama Devyta kan Ma?” tanya Devyta polos.
“Iya… Om itu cinta sama kamu, hati-hati lho ntar kalau istri mereka tahu kamu bakal dimarahi, hihihi” ujarku, Devyta nya malah cekikikan sambil meletakkan telunjuk di bibirnya, tanda agar jangan memberi tahu mereka. Sungguh nakal dan menggemaskan tingkah putri kami ini. “Eh Ma… Tapi kontol om-om itu gede gede lho Ma, apalagi punya Om Rudi. Punya Papa aja kalah Ma… Devyta jadi ngebayangin kalau masuk ke memek Devyta gimana” kata Devyta kemudian. Aku terkejut bukan main mendengarnya, demikian juga suamiku. Devyta jadi keterusan!! Ku lihat raut wajah cemburu dari suamiku karena punyanya dibandingkan dengan punya bapak- bapak tetangga oleh putrinya sendiri. “Dasar kamu nakal, emangnya kamu mau memek kamu dimasuki kontol Om Rudi?” godaku yang sepertinya malah membuat suamiku makin cemburu. “Mmmh… Yang boleh masuk ke memek Devyta cuma punya Papa sih Ma, tapi…” “Tapi apa?” “Tapi kalau Papa kasih izin… Devyta gak nolak kok” katanya melirik nakal pada ayahnya. Makin terkejut aku dan suamiku mendengarnya.
Perkataannya sungguh bikin aku gemas. Polos dan lugu tapi ternyata putriku ini ‘nakal’ juga. Aku kini jadi ikut-ikutan tertarik membayangkan putriku disetubuhi oleh bapak tetangga itu. “Mama sih terserah Papa aja. Kalau Papa kasih izin Mama setuju aja kamu dimasukin kontol om-om tetangga kita itu” ujarku. Aku ingin tahu bagaimana respon suamiku. Devytapun benar- benar meminta izin pada ayahnya. “Gimana Pa? Boleh gak memek anak Papa dimasukin kontol Om Rudi? Papa rela gak?” tanyanya. Sungguh pertanyaan yang pastinya makin membuat perasaan suamiku tidak karuan. Suamiku tampak lama diam berpikir. Sepertinya dia juga penasaran!! Apa yang akan kau jawab mas? Apa kamu rela putrimu bersetubuh dengan orang lain? “Papa gak tahu, lihat nanti saja deh” cuma itu yang dikatakan suamiku. Diapun pergi ke kamarnya. Ya sudah, tapi kok Devyta nya… “Sayaaang!!! Kamu kok langsung tiduran gitu sih?” tanyaku pada Devyta karena dia seenaknya langsung tiduran di atas ranjang. Padahal ceceran sperma dibadannya masih belum dibersihkan.
“Ngantuk Ma… capeeeek” jawab Devyta santai. Aku paham dia pasti capek, tapi kan… “Iya Mama tahu, tapi bersihkan dulu dong badannya… Lihat tuh jadi kotor gitu spreinya” suruhku lagi, tapi dia tetap tidak menghiraukan. Tetap saja berbaring memeluk guling dengan nyamannya. Dasar Devyta… Apa dia tidak risih badannya lengket-lengket begitu? “Bandel banget sih… Ya sudah kamu tidur dulu bentar, tapi ntar jangan lupa bersih-bersih” kataku mengalah. Akupun membiarkan Devyta tertidur dengan badan masih berlumuran peju!! Bisa-bisanya putriku ini tidur dengan nyenyaknya dengan kondisi seperti itu, pemandangan yang sangat ganjil. Aku lalu keluar dari kamarnya yang penuh bau peju ini. Aku memutuskan untuk bermasturbasi sendiri sambil menonton rekaman persetubuhan putri dan suamiku barusan. Soalnya aku sudah horni dari tadi mendengar semua cerita mereka. ~~ Beberapa hari berlalu, tiap sore tetangga teman-teman suamiku ini selalu main ke rumah. Tentu saja aku tahu maksud tujuan kedatangan mereka yang sebenarnya. Namun mereka tidak berani berbuat macam-macam pada Devyta karena ada aku di rumah. Paling jauh mereka hanya punya kesempatan meraba Devyta sebentar saja.
….. “Sayang…” panggil suamiku pada Devyta hari itu. “Ya Pa?” “Papa mau bilang sesuatu sama kamu” “Hmm? Mau bilang apa Pa?” “Anu… tentang yang kamu bilang waktu itu” “Yang waktu itu yang mana sih Pa?” “Itu… Yang katanya kamu pengen cobain kontol Om Rudi” “Oh yang itu… Kenapa Pa? Papa pengen Devyta ngentot sama Om Rudi? Kapan Pa?” “…..” “Gimana Pa? Papa pengen lihat Devyta ngentot- ngentotan sama orang lain ya? Papa rela?” “Tidak!! Papa tidak rela. Papa tidak mau kamu disetubuhi sama orang lain!!” ujar suamiku. Aku tidak menyangka suamiku berkata demikian. Sesaat aku tadi berpikir kalau dia akan merelakan putrinya dientotin teman-temannya. Keraguannya lenyap, dia kini tampak benar- benar yakin kalau Devyta cuma miliknya. Ya... Menurutku memang lebih baik begitu, aku dan suamiku bukan germo yang mengobral anak gadis kami sendiri. Aku ingin hanya Papanya saja yang menyetubuhi Devyta. Hmm... Apa aku aja ya yang cobain punyanya Pak Rudi? Ups... apa sih yang ku pikirkan. “Papa cuma mau kamu milik Papa. Cuma Papa yang boleh ngentotin kamu” lanjutnya.
“….” “Pa…” panggil Devyta, dia terlihat tersenyum. “….Devyta juga gak rela kok” “Sayang…?” “Iya… Devyta juga gak rela kalau dientotin sama selain Papa. Devyta juga maunya cuma sama Papa aja. Papa cemburu ya waktu itu? Hihihi, maaf yah Pa…” “Tentu saja Papa cemburu sayang. Kamu itu milik Papa, masak Papa kasih ke orang” Senyum manis Devyta mengembang mendengar perkataan ayahnya ini. “Makasih Pa… Devyta jadi yakin kalau Papa benar- benar cinta sama Devyta.... sama kayak Devyta cinta sama Papa” “Jadi… jadi kamu sengaja ya bikin Papa cemburu?” “Iya Pa, maaf ya… hihihi” ujar Devyta sambil memeluk Papanya. “Dasar kamu memang nakal” Aku terpana melihat adegan ini. Sungguh manis. Sepertinya cinta suamiku terhadap putrinya jauh lebih besar dibandingkan cintanya padaku, tapi tidak masalah. Ini memang keinginanku. Ini memang obsesiku. Karena memang seharusnya seorang ayah adalah cinta pertama dan cinta sejati bagi anak gadisnya, bukan begitu? Mungkin inilah alasan kenapa ibu dan kakekku dulu bersetubuh. Karena mereka… saling mencintai. “Pa…” Panggil Devyta. “Ya sayang?’
“Berzinah lagi yuk…” pinta Devyta dengan senyum manis. “Kamu pengen Papa genjotin lagi?” “Iya Pa… sampai bunting kalau boleh” “Dasar kamu nakal, boleh kok” “Boleh kan Ma?” tanya Devyta padaku. Aku tersenyum mengangguk. Akupun meninggalkan mereka berduaan. Membiarkan mereka saling membagi cinta mereka. Kamipun pindah rumah dua minggu kemudian. Untung saja, kalau tidak, mungkin lama-lama Devyta benar akan disetubuhi oleh tetangga kami. Putri dan suamiku kini betul-betul menjadi kekasih sejati. Saling mencintai lebih dari sekedar ayah dan anak. Hubungan sedarah mereka tentu saja sangat tabu, tapi cinta dan nafsu mengalahkan segjokoya. Dan untuk apa- apa yang akan terjadi selanjutnya, biarlah waktu yang menjawab. Yang penting kami sama-sama mendapatkan kebahagian saat ini. Di luar akulah istri dari suamiku, tapi di dalam rumah Devytalah yang selalu melayani ayahnya. “Sayang…” panggilku pada putriku. “Ya Ma?” “Ini Mama baru beliin celana dalam lagi. Suruh Papamu pakein gih” kataku sambil menyerahkan bungkusan plastik berisi beberapa helai pakaian dalam. “Makasih Ma… Pa, lihat nih… baru lagi lho… Ih, ada empat helai Pa, lucu-lucu” kata Devyta menunjukkan bungkusan celana dalam itu pada Papanya. “Pa… Mandi bareng yuk Pa… Habis itu handukin Devyta” ujar Devyta manja. “Iya iya… Terus habis itu?” tanya suamiku. “Habis itu cobain celana dalam” “Terus, habis itu?” “Ngentot sama Papa sampai malam”
Ada sebuah pengalaman yang sangat membekas dalam ingatanku. Waktu kecil dulu aku pernah diam-diam melihat ibuku dientot oleh kakekku, ayah kandung ibuku sendiri. Aku tidak tahu apa yang membuat ibu dan kakek melakukan hubungan seperti itu, aku yang juga tidak tahu harus berbuat apa akhirnya memilih diam. Namun ternyata kejadian itu bukan hanya sekali, tapi berkali-kali. Kakekku dulu memang tinggal bersama dengan kami sehingga memungkinkan mereka berbuat seperti itu berulang-ulang di saat ayahku tidak di rumah. Kini saat sudah memiliki putri, aku sering membayangkan kalau suamiku bersetubuh dengan anak gadis kami. Membayangkan bagaimana suamiku menggenjot anak gadisnya sendiri sampai anak gadis kami ini hamil olehnya. Tentu saja itu merupakan khayjoko gila dari seorang ibu terhadap anak dan suaminya sendiri. Bagaimana bisa seorang ibu punya pikiran semacam itu!? Namun hal tersebut sangat membangkitkan gairahku. Bahkan aku sering bermasturbasi karena tidak tahan dengan khayjoko gilaku ini. Saat aku berhubungan badan dengan suamiku, aku juga menganggap kalau aku ini adalah Devyta, anak gadisnya. Hal itu membuatku orgasme lebih cepat. Selain itu, saat aku pergi ke pasar dan meninggalkan mereka berdua di rumah, aku juga sering membayangkan kalau mereka bersetubuh di belakangku selama aku pergi. Aku jadi berdebar-debar sendiri selama di pasar karena memikirkannya.
Seiring waktu, hanya dengan membayangkan tidak cukup lagi bagiku. Kini aku betul-betul berharap mereka berzinah, melakukan hubungan badan sedarah antara seorang ayah dan anak gadisnya. Akupun berusaha menciptakan situasi-situasi agar suami dan anakku menjadi tertarik satu sama lain. Aku sampai membelikan putriku pakaian-pakaian yang seksi, lalu mengajarinya cara berpakaian yang membuat lekuk tubuhnya tercetak. Tanktop dan celana pendekpun menjadi pakaiannya sehari-hari bila di rumah. Devyta tidak masalah dengan cara berpakaian yang ku ajarkan, malah dia sangat menyukainya. Sebenarnya sering suamiku memprotes cara berpakaian putri kami. Tapi tentu saja aku membela Devyta.
“Memangnya kenapa sih Pa? kan cuma di rumah saja. Lagian cuma Papa sendiri laki-laki di sini” ujarku. “Iya sih” “Kalau gitu ya gak apa-apa dong Pa…” “Tapi kan….. Ya sudah lah” kata suamiku akhirnya mengalah. Maka bebaslah Devyta berpakaian seperti itu di hadapan ayahnya. Mungkin kalau pria lain yang melihat keadaan putri kami, pria itu sudah pasti akan sangat bernafsu. Bagaimana tidak? Seorang gadis cantik yang sedang segar-segarnya tampil dengan pakaian yang menggemaskan dan membangkitkan birahi, yang mana ibunya sendiri yang mengajarkan cara berpakaiannya itu. Itupun sebenarnya cukup sering terjadi, karena teman-teman suamiku sering mampir ke rumah, begitupun bapak-bapak tetangga sebelah. Aku seorang ibu yang sedang mengajarkan putrinya menjadi seorang eksibisonis!!
“Wah, Devyta udah gede yah… cantik lagi” Itu yang selalu mereka katakan bila melihat putriku di rumah. Aku lihat mata mereka selalu melirik ke tubuh putri kami. Rasanya sungguh aneh saat anak gadisku dipelototin begitu, antara marah dan bangga karena putriku banyak yang menyukai. Dengan keadaan Devyta yang berpakaian seperti itu, aku jadi lebih sering meninggalkan suami dan putri kami berdua menonton tv, atau menyuruh suamiku membantu Devyta mengerjakan PR-nya di dalam kamarnya Devyta. Saat mereka berduaan, akupun diam-diam memperhatikan dari jauh. Aku ingin tahu apakah suamiku mencuri-curi pandang ke arah anaknya. Tapi ternyata tidak. Meskipun ada sesekali melirik ke anaknya, tapi yang ku lihat masih pandangan tanpa nafsu. Tidak lebih dari seorang ayah yang sedang membantu putrinya. Namun ini tidak membuatku menyerah. Malam ini kami sedang duduk bersama menonton acara televisi. Sebenarnya ini adalah keadaan dan suasana yang biasa, hanya pikiranku saja yang tidak beres. “Sayang, ayo sini mama pangku” kataku mulai melancarkan aksiku. Devyta saat itu masih tetap setia mengenakan tanktop dan celana pendek sepaha bila sedang di rumah. “Ihh… mama. Devyta kan udah gede. Masa masih dipangku!?” “Hihihi, udah gede apanya? udah gede apanya ayo…” kataku sambil menarik Devyta, memeluknya lalu mengangkatnya ke pangkuanku sambil ku gelitiki. “Hahaha… geli mah, ampun….” “Ininya yah yang udah gede?” tanyaku sambil menyentil buah dadanya yang hanya ditutupi tanktop. “Mama!! Geli…!!” Bercanda seperti inipun memang sudah sering kami lakukan. Saling menggelitik dan bermain- main saat bersama-sama duduk menonton tv. Tapi kini aku mempunyai tujuan lain, yaitu sengaja membuat suamiku jadi terangsang dan bernafsu pada anaknya sendiri. “Hihihi, Pa, lihat nih anakmu udah gede” ujarku memanggil Mas Joko. Kaki Devyta ku buat jadi membuka lebar saat itu. Aku ingin suamiku melihat betapa putrinya kini sudah menjadi seorang gadis yang cantik dan menggairahkan. Membuat suamiku jadi berpikiran kotor pada anak gadisnya sendiri. Mas Joko memang melirik ke arah kami, tapi dapat ku baca dari wajahnya kalau yang dimaksud ‘gede’ olehnya hanyalah umur putrinya yang sudah semakin bertambah, bukan ukuran-ukuran kewanitaan seperti buah dada, pinggul dan lekuk tubuh putrinya.
“Ayo sayang , minta pangku juga sama papa kamu sana” suruhku pada Devyta. “Pa… pangkuin Devyta dong…” minta Devyta manja. “Iya-iya sini” kata mas Joko sambil membiarkan Devyta duduk di pangkuannya. Mereka kini sama- sama menghadap ke arah tv. Suamiku tampak biasa-biasa saja, tidak terlihat tanda-tanda nafsu meskipun saat ini ada seorang gadis cantik yang sedang duduk di pangkuannya. Padahal aku berharap kalau suamiku ereksi, sehingga penis tegangnya akan mengganjal pantat anak gadis kami. “Duh, iya nih kamu sudah gede. Berat amat sekarang” ujar mas Joko sambil mengusap- ngusap rambut Devyta. “Biarin… week. Nih rasain!!” Devyta lalu mengangkat sedikit pinggulnya, lalu menurunkannya lagi tiba-tiba ke bawah. Seakan menunjukkan kalau dia memang sudah lebih berat sekarang karena semakin dewasa. Namun yang ada itu malah membuat penis suamiku tertekan pantat putrinya. “Duh, kamu ini” gerutu suamiku. Namun tetap membiarkan Devyta terus di pangkuannya. Devyta tampak nyaman sekali dipangku ayahnya, mereka begitu mesra. Merekapun terus menonton tv dengan posisi berduaan begitu, dan aku terus hanya memperhatikan. Semakin lama, ku lihat sesekali pantat putriku ini bergeser-geser kesana-kemari di pangkuan suamiku. Apa suamiku sedang ereksi? Sehingga membuat Devyta merasa tidak nyaman karena pantatnya terganjal? Kalau benar, apa putriku ini tahu kalau penis tegang ayahnyalah yang sedang mengganjal pantatnya saat ini? Oh tuhan… Aku jadi berdebar-debar memikirkannya. Aku lalu bangkit dari tempat dudukku. Aku ingin meninggalkan mereka berdua lagi kali ini. “Mau kemana ma?” tanya suamiku. “Mau ke kamar, sudah ngantuk” jawabku sekenanya, karena tujuanku sebenarnya hanyalah ingin membiarkan mereka berduaan. “Kamu mau tidur juga sayang?” tanyanya kini pada Devyta. “Belum ngaktuk Pa” jawab Devyta cuek sambil tetap asik menonton tv. “Ya sudah” Akupun masuk ke kamar dan membiarkan suami dan anakku berduaan di sana. Dari dalam kamar aku mencoba mengintip mereka, tapi tidak ada gerakan ataupun obrolan yang aneh- aneh meski posisi mereka tetap tidak berubah. Akupun memutuskan untuk berbaring di ranjang. Tapi tanpa sadar aku benar-benar tertidur!! Saat aku terbangun esok paginya dadaku begitu berdebar-debar. Entah apa yang sudah ku lewatkan tadi malam. Apa mereka melakukan sesuatu selagi aku tidur? Atau bahkan suamiku dan putri kami sudah bersenggama? Pikiran- pikiran itu terus melintas di kepalaku. Perasaanku semakin tidak karuan karena aku tidak mengetahui apa yang sebenarnya terjadi, meskipun belum tentu semua yang ku pikirkan tadi benar-benar terjadi. Tapi sensasi membayangkan kalau mereka bermain diam- diam dibelakangku ini sungguh mengaduk-aduk perasaanku, dan aku berharap mereka benar- benar telah melakukannya. ~~
Akupun melanjutkan terus aksiku. Ketika itu dengan nada bercanda aku menyuruh Mas Joko untuk memandikan Devyta, tapi tentu saja baik Devyta maupun suamiku menolaknya. “Gak mau ah, Devyta kan udah gede, masa dimandikan Papa” jawab Devyta. “Iya nih, mama ada-ada aja” kata suamiku ikut- ikutan. “Hihihi… Kalau mama yang mandikan Devyta, mau?” tanyaku lagi. “Gak mau juga!!” Namun akhirnya Devyta mau juga mandi denganku. Dia benar-benar sudah menjadi seorang gadis muda yang cantik. Tanda-tanda kewanitaannya benar-benar sedang tumbuh dengan baik. Pastinya akan membuat nafsu para lelaki bila melihat dia telanjang dan basah- basahan seperti sekarang ini. Aku ingin ayahnya juga melihatnya dengan pandangan nafsu. Waktu aku ingin menyabuni badan, ku temukan botol sabun sudah mau habis. Ini kesempatanku!! “Sayang, sabunnya habis nih. Kamu ambilin gih ke belakang” suruhku pada Devyta. “Kok Devyta sih ma?” “Iya dong, masa mama yang ambil. Sana” “Iyaa…” Devyta lalu melilitkan handuk ke tubuhnya, tapi ku cegah. Aku ingin memamerkan tubuh indah Devyta kepada ayahnya saat ini. Tanpa banyak tanya Devytapun menuruti. Aku memanfaatkan sifatnya yang masih polos dan belum mengerti betapa pentingnya menutupi bagian-bagian kewanitaaannya itu. Jadilah dia bertelanjang bulat dari kamar mandi ke dapur. Pintu kamar mandi ku buka sedikit agar aku dapat mendengar apa yang akan terjadi. Dari sini aku memang tidak bisa melihat apa yang terjadi, namun aku masih bisa mendengar dengan jelas. Ku dengar suamiku terkejut dan menegur Devyta kenapa keluyuran telanjang begitu di dalam rumah. Dijawab Devyta kalau ingin mengambil sabun. “Sabunnya dimana Pa? gak ketemu nih…” “Bentar papa ambilkan” Tidak terdengar suara sama sekali selama beberapa saat kemudian. Dadaku berdebar memikirkan suamiku sedang bersama putri kami yang bertelanjang bulat!! Pastinya jarak antara ayah dan anak itu sangat dekat. Aku tidak tahu apa suamiku terangsang saat ini. Namun yang pasti, akulah yang terangsang berat karena memikirkan hal tersebut. “Makasih Pa” “Iya, sana cepat ke kamar mandi. Nanti malah masuk angin lama-lama telanjang di luar” “Iya Pa” Tidak lama kemudian Devyta masuk kembali ke kamar mandi. “Mama lagi ngapaiiiin!??” “Eh, n-nggak lagi ngapa-ngapain” jawabku tergagap. Aku kedapatan olehnya sedang masturbasi menyemprotkan shower ke vaginaku!! Untung kemudian bisa ku jelaskan kalau aku sedang membersihkan bagian tersebut. Kamipun mandi seperti biasa selanjutnya. Handuk yang kami bawa saat itu cuma satu, jadi kami pakai berdua bergantian setelah selesai mandi. Tentu aku yang mengenakan handuk itu, sedangkan Devyta ku suruh bertelanjang menuju ke kamarnya. Sekali lagi ketelanjangannya di lihat oleh ayahnya. ~~
Malam harinya aku mengajak Devyta tidur bersama di kamar kami. Tentunya ini juga bagian dari rencanaku yang lain. Suamiku awalnya menolak karena harus berbagi ranjang dengan Devyta, mungkin karena anak perempuannya itu sudah besar. Tapi setelah ku bujuk terus akhirnya dia mau juga. “Kamu suka sayang kita tidur sama-sama kayak dulu lagi?” tanyaku pada Devyta. “Suka ma, udah lama nggak” Sebelum tidur kami menghabiskan waktu untuk ngobrol-ngobrol tentang sekolahnya, teman- temannya, rencana liburan, hadiah ulang tahunnya yang akan datang dan lain-lain. Posisi Devyta berada di tengah-tengah diapit oleh kami berdua. “Menurut kamu Papa orangnya gimana sayang?” tanyaku kini mencoba membahas tentang ayahnya. “Baik, gak pemarah” “Kamu sayang tidak sama Papa?” “Iya, Devyta sayang banget sama Papa” “Cuma sayang saja? Tidak cinta?” tanyaku lagi. “Iya, Devyta juga cinta Papa” jawab Devyta polos. Tentu saja cinta yang dimaksud Devyta bukanlah seperti perasaan cinta kepada kekasih, namun hanya perasaan cinta dari seorang anak kepada orangtuanya. “Tuh Pa, anak kamu saja cinta sama kamu, masa kamu enggak? hihihi” tanyaku kini pada mas Joko. Aku ingin tahu bagaimana responnya. “Ihh… Papa gak cinta yah sama Devyta?” rengek Devyta manja. “Ah, gara-gara kamu ini Ma. Iya sayaaang… Papa juga cinta kok sama kamu” ucap suamiku yang disambut tawa renyah Devyta. Mendengar hal ini membuatku semakin bersemangat. Ku dekati Devyta dan ku bisikkan sesuatu padanya. “Pa, kalau Papa cinta sama Devyta, cium Devyta dong Pa…” kata Devyta kemudian. Ia menuruti apa yang ku bisikkan padanya barusan. Mas Joko yang mendengar permintaan Devyta itu dibuat terkejut, diapun melotot kepadaku karena sudah mengatakan yang tidak-tidak pada putri kami. Aku hanya tertawa kecil saja. “Iya, sini sayang…” ucap Mas Joko mau juga akhirnya, “Cup” “Yang kanan juga Pa” pinta Devyta lagi. “Iya-iya” saat mencium pipi kanan, suamiku sedikit menghimpit Devyta karena putrinya itu berada di sisi kirinya. “Devyta juga cium dong Papanya” suruhku lagi, Devyta pun melakukannya. Dia kini gantian menciumi pipi Papanya. Darahku berdesir melihat pemandangan cium-ciuman ini. Adegan cium-ciuman antara ayah dan putrinya. Walau sebenarnya hal ini tidak asing, namun baru kali ini mereka saling mencium berkali-kali, bahkan melakukannya di atas ranjang. Saat putri kami sudah tidur, akupun melanjutkan aksiku untuk merangsang suamiku. Aku bermasturbasi di sebelah Devyta. Suamiku tentunya terkejut melihat aksiku karena ada Devyta di dekat kami, aku senyum-senyum saja. Ku katakan kalau aku sedang kepengen. Tentu saja suamiku menolaknya, mana mungkin kami ngentot saat Devyta ada di tengah-tengah kami. Akhirnya aku setuju untuk hanya saling bermasturbasi. Dia memainkan vaginaku dan aku mengocok penisnya. Saat mengocoknya, sering aku menyentuhkan penisnya ke paha putri kami. Tentunya aku pura-pura tidak sengaja saat melakukannya. “Ma… hati-hati dong…” “Kenapa Pa? geli yah kena paha Devyta? Hihihi” “Bukan gitu… Nanti kalau dia bangun gimana coba?” “Iya deh… sorry” kataku sambil tersenyum. Ku lanjutkan terus kocokanku sampai akhirnya dia muncrat, tapi sengaja ku arahkan ke selangakangan putri kami. Jadilah celana pendek serta paha Devyta berceceran sperma ayah kandungnya. “Duh Ma… kena Devyta nih… Makanya aku bilang hati-hati!!” ujar suamiku berbisik keras. “Wah… Gak sengaja Pa. Papa yang bersihkan yah, aku mau ke wc dulu” “Lho? Kok aku sih ma yang ngebersihin?” tanya suamiku jengkel, namun aku terus saja memalingkan tubuhku berjjoko ke wc. Saat aku sudah keluar dari kamar, aku mengintip apa yang akan dilakukan suamiku. Dia tampak kerepotan membersihkan ceceran spermanya yang ada di sekitar selangkangan anak gadisnya. Sayangnya dia hanya sekedar membersihkan, tidak berperilaku aneh. ~~
Malam itu baru permulaan, karena setelah itu semakin sering ku ajak Devyta tidur bareng dengan kami. Devyta sepertinya amat senang bisa tidur bersama-sama dan sepertinya dia ketagihan, dia bahkan tidak mau lagi tidur di kamarnya. Bagiku ini pertanda bagus untuk mewujudkan khayjokoku. Sama seperti malam itu, aku dan suamiku juga terus saling membantu bermasturbasi walau ada Devyta di tengah-tengah kami. Sehingga makin seringlah Devyta terkena semprotan peju ayahnya karena selalu sengaja ku tembakkan ke arah selangkangannya. Kadang tidak hanya paha dan celana pendeknya saja yang kena, namun juga tangan dan bajunya. Bahkan pernah suamiku menyemprot sangat kencang hingga ada yang mengenai wajah putri kami. Dan lagi-lagi, suamikulah yang ku suruh membersihkan ceceran spermanya itu. Mas Joko sepertinya sudah tidak keberatan lagi dengan kehadiran Devyta di tempat tidur. Spermanya yang berceceran di tubuh putrinya tidak menjadi masalah lagi baginya. Entah ada hubungannya atau tidak. Suamiku jadi lebih sering meminta ML. Apa ini sebagai pelampiasan nafsunya yang tak tersalurkan pada putrinya? Aku harap iya. Tentunya dia memintanya saat siang hari karena kalau malam ada Devyta di tempat tidur kami. Walaupun sering aku mencoba mengajaknya ngentot setelah putri kami tidur, namun dia tetap menolaknya. Sering saat kami ngeseks di kamar waktu siang hari, pintu kamar ku buat agak terbuka. Padahal ada Devyta di rumah saat itu. Ya… aku sengaja membukanya sedikit dan berharap putri kami melihat apa yang sedang ku buat dengan ayahnya. Dan itu benar terjadi!! Sering aku melihat kalau putriku sedang mengintip kami bersenggama. Aku penasaran apa yang ada dipikiran putri kami saat itu. Aku kini berpikir untuk tidak memberi jatah lagi pada suamiku. Saat suamiku kepengen, akupun menolaknya dengan berbagai macam alasan seperti sedang capek, sibuk dan sebagainya. Namun malamnya aku tetap membantu mengocok penisnya di samping anakku seperti biasa. Karena memang ini tujuanku, aku tidak ingin melayani suamiku agar malamnya dia melampiaskan nafsunya di samping putri kami. “Ma, kita ML yuk…” pinta suamiku malam itu, akhirnya kini dia meminta ngeseks walau ada Devyta yang sedang tidur di antara kami. Tapi aku sudah punya rencana lain. Aku tetap tidak akan memberinya jatah lagi. “Capek Pa…” jawabku pura-pura lemas. “Ayo lah Ma… Papa lagi kepengen nih…” “Mama kocokin aja yah…” tawarku. “Ya sudah Ma” Dia lalu bangkit dan berlutut, sedangkan aku masih tetap berbaring sambil mengocok penisnya. Namun posisi Devyta masih ada di antara kami. “Devyta cantik yah Pa?” tanyaku memancing sambil tetap mengocok penis suamiku. “Iya, sama kayak mamanya” aku tersenyum. “Anak gadis Papa ini udah makin gede aja… lihat nih kulit putihnya lembut, mulus dan licin” ujarku sambil menampar-nampar penis suamiku ke tangan anak kami. Suamiku hanya diam saja!! biasanya dia pasti protes!! namun kali ini tidak berkata apa-apa!! “Enak yah Pa?” tanyaku. Tentu saja yang ku maksud enak atau tidak waktu penisnya bersentuhan dengan kulit putri kami. “Ngghh… Enak ma…” “Geser dikit Pa, biar lebih enak mama ngocokinnya” pintaku. Diapun menggeser tubuhnya ke atas sehingga kini penis tegangnya tepat mengarah ke wajah Devyta. Posisinya seperti akan men-cumshoot putri kami !! Ku melirik ke arah suamiku, dia ternyata memang sedang menatap wajah putri kami sambil penisnya tetap ku kocok. Aku harap dia memang sedang berpikiran kotor terhadap Devyta. Setelah sekian lama ku kocok, akhirnya dia muncrat juga. Anehnya dia tidak berusaha mengarahkan muncratannya ke tempat lain. Jadilah wajah putri kami berlumuran sperma kental suamiku. Pemandangan ini membuatku bergidik. Devyta yang sedang tidur baru saja disemprotin peju, dan pelakunya adalah ayah kandungnya!! Sungguh banyak, kental dan menggumpal di wajah cantiknya. “Ihh.. Pa, kok muncratnya ke wajah Devyta sih? banyak banget lagi… udah gak tahan yah?” godaku. “I-iya Ma… kocokan mama enak banget” jawabnya. Kocokanku yang enak atau kamu yang nafsu sama putrimu? Sampai-sampai muka putrimu sendiri dipejuin gitu, ujarku dalam hati. Tampak Devyta sedikit menggeliatkan badannya, mungkin tidurnya terganggu karena ada sesuatu yang mengenai mukanya. “Cup cup cup… Devyta sayang… tidur… tidur…” kataku berbisik sambil mengusap-ngusap bahunya agar dia tertidur lagi. “Tuh Papa… untung Devytanya gak kebangun. Ya sudah, mama tidur duluan yah Pa. Gak pengen nambah lagi kan ngepejuin muka Devyta nya?” kataku menggoda suamiku. “Apaan sih kamu ma? Aku kan gak sengaja nyemprot di muka Devyta” katanya beralasan. “Ya sudah, buruan bersihin gih, ntar dia beneran bangun. Kan gak lucu pas dia bangun nemuin peju di mukanya, peju papanya pula, hihihi” Baru saja ku berbicara begitu, Devyta kembali menggeliat. Tangan Devyta tampak mengusap wajahnya sendiri. Mungkin dia berpikir kalau ada nyamuk di wajahnya, padahal itu sperma ayah kandungnya. “Cup cup cup… tidur sayang….” Kataku lagi buru-buru mengusap bahu Devyta biar dia lelap lagi. “Kalau gak bobo ntar kena pejuin Papa lagi lho… hihihi” kataku lagi. “Ma!! Kamu ini, masa ngomongnya begitu!!” katanya, aku hanya senyum-senyum saja, lalu merebahkan badanku pura-pura tidur, membiarkan suamiku sibuk membersihkan ceceran peju di wajah putrinya itu. ~~
“Ma… kocokin lagi dong…” Malam esoknya juga demikan, dia meminta untuk dikocokin lagi olehku setelah aku tidak menyetujui menerima ajakan ngentotnya. Tapi kali ini aku tidak ingin membantunya. Aku ingin tahu apa yang akan dilakukan olehnya bila tidak ku bantu menuntaskan nafsunya itu. Aku berharap dia khilaf karena tidak tahan menahan nafsu hingga mencabuli putri kandungnya sendiri. “Mama ngantuk banget pa, badan mama rasanya juga gak enak. Papa ngocok sendiri aja yah…” “Yah… Kok gitu sih Ma?” Aku tidak menjawab dan berpura-pura tidur setelahnya. Posisi tidurku menghadap ke arah suami dan putri kami. Dengan sedikit membuka kelopak mata, akupun mengintip bagaimana suamiku menuntaskan nafsunya. Akhirnya dia tetap juga mengocok penisnya di sana, di samping Devyta. Entah dia sengaja atau tidak, dia sangat sering menempelkan penisnya ke paha putri kami. Dan astaga!! dia lalu bangkit dan menempelkan tubuhnya ke Devyta, membuat batang penisnya jadi terselip di antara kedua paha anak gadis kami ini. Dia tampak ragu apa yang akan dilakukannya selanjutnya, diapun melirik ke arahku berkali-kali. Sepertinya ingin memastikan kalu aku sudah tertidur. Suamiku melanjutkan aksinya lagi, sepertinya nafsunya yang sudah diubun-ubun tidak memikirkan lagi kalau gadis muda yang sedang ditindihnya itu adalah anak kandungnya sendiri. Aku memang tidak bisa melihat dengan jelas, tapi dia tampak sedang menggesek-gesekkan penisnya keluar masuk di sela-sela paha Devyta. “Nggggghh… Devytaaa” erang suamiku sambil menyebut nama putri kami!! Tidak lama kemudian tubuh suamiku mengejang. Dia klimaks!! Suamiku menumpahkan lagi pejunya ke tubuh putrinya, ke sekitaran selangkangan Devyta. Bedanya kali ini bukan aku yang mengarahkannya, namun dia sendiri yang melakukannya dengan sengaja!! Jantungku berdegub kencang. Oh tuhan… ini hampir mewujudkan khayjokoku. Sedikit lagi… tinggal sedikit lagi… lalu mereka akan bersetubuh. Sebuah persetubuhan sedarah antara seorang ayah dan anak gadisnya. Antara suami dan putriku. ***
Sejak kejadian malam itu, aku terus berpura- pura malas untuk melayani suamiku. Sehingga membuat suamiku akan terus mengulangi perbuatannya mengocok sebelum tidur di samping Devyta, hingga akhirnya memuncratkan spermanya dengan sengaja ke arah putrinya ini. Baik paha, tangan maupun wajah Devyta selalu menjadi sasaran tembak sperma ayah kandungnya. Melihat putri kami terkena ceceran sperma ayahnya betul-betul membuatku horni.
Aku juga makin sering mandi bersama Devyta saat ada ayahnya di rumah. Tentu saja setelah itu Devyta ku suruh ke kamarnya dengan bertelanjang bulat. Suamiku yang sudah hampir dua minggu tidak ku layani, ku cekoki dengan pemandangan bugil putri kandungnya sesering mungkin. “Teruslah lihat tubuh putrimu ini suamiku sayang, membuatmu nafsu bukan?” Entah mungkin karena jarang ku layani, suamiku kini kelihatan jadi lebih sering memanjakan putrinya. Devyta juga sepertinya semakin nempel pada suamiku. Ia sekarang jadi lebih banyak menghabiskan waktu dengan ayahnya dibanding denganku. Bahkan saat ada teman-teman ayahnya, Devyta tetap saja berpangku-pangku dan bermanjaan pada ayahnya. Tentunya merupakan pemandangan yang ganjil bagi mereka melihat gadis muda cantik dengan pakaian minim bergelayutan manja di pangkuan pria dewasa, meskipun itu adalah ayahnya sendri. Siang dimanjain, malamnya Devyta dipejuin. Begitu terus setiap hari.
“Pa, tadi malam onani lagi?” “Iya mah, mama sih gak mau bantuin” “Mama kan beneran capek Pa… Terus peju papa gimana? Kena Devyta lagi dong?” “Ya gak sengaja kena Devyta nya…” jawabnya berbohong, padahal jelas-jelas yang ku lihat dia sengaja menyemprotkannya ke tubuh putrinya. “Soalnya Devyta suka ngeluh tuh ke aku, katanya badannya sering terasa lengket waktu bangun” “Oh… gitu yah Ma, maaf deh. Papa bakal hati- hati” jawabnya. Dia mengatakan akan hati-hati? Seharusnya dia tidak onani lagi dan memaksaku untuk melayaninya, tapi ternyata tidak. Berarti dia memang ingin terus mengulangi perbuatannya untuk terus mengocok di samping putri kami. Benar saja, dia tetap terus mengulanginya. Meskipun dia berkata akan hati-hati tapi dia tetap sengaja menumpahkan pejunya ke tubuh Devyta. Aku yakin kalau suamiku sudah tertarik pada putri kandungnya sendiri.
Hingga akhirnya malam itu yang suamiku takuti terjadi juga. Devyta terbangun sesaat setelah wajahnya disemprotin peju. “Nghhh… Paaaaaaaaa!!! Apaan sih iniiiih???” teriak Devyta kencang. Suamiku langsung terdiam tidak tahu harus berkata dan berbuat apa. Aku juga pura-pura terbangun. “M-maaf sayang… i-itu…” “Ihh.. kok Devyta dikencingin siiiiiih?” Devyta terlihat seperti ingin menangis saat itu. Diapun langsung berlari menuju ke kamar mandi yang ada di dalam kamar untuk mencuci muka. Saat kembali, wajahnya terlihat ngambek, dia sepertinya marah. Diapun keluar kamar untuk tidur di kamarnya. Baik aku dan suamiku sama- sama terdiam. “Tuh kan Pa… makanya ku bilang hati-hati” kataku akhirnya dengan nada serius pada suamiku, padahal hatiku sangat senang karena akhirnya Devyta mengetahui perbuatan Papanya. Aku penasaran apa yang akan terjadi setelah ini. ~~
Besoknya, dari pagi sampai Devyta pulang sekolah dia tetap saja diam. Akupun menyuruh suamiku ke kamar putri kami untuk membujuknya agak tidak ngambek lagi. “Mama gak ikutan bujuk? Masa cuma papa sendiri?” “Mama lagi masak Pa… papa aja deh. Lagian itu kan salah kamu Pa” tolakku. Tentunya itu hanyalah alasanku agar mereka kembali berduaan, sekaligus aku ingin tahu bagaimana suamiku mengatasi masalah ini. Setelah beberapa menit mereka di dalam, akupun memutuskan untuk menguping apa yang sedang mereka bicarakan. “……..” “……I-tu... itu bukan pipis sayang” terdengar suara suamiku. Sepertinya Devyta masih mengira kalau cairan itu adalah pipis ayahnya. “Bukan pipis? Terus?” “Itu peju, beda sama pipis” jelas suamiku. “Pejuh? Tapi sama aja kan Pa, masa muka Devyta dipe… dipejuhin sih?” tanya Devyta polos. “M-maaf sayang. Soalnya papa lagi nafsu waktu itu” “Nafsu?” “Iya.. nafsu. Papa tertarik sama kamu” “Tertarik sama aku? Maksudnya Papa suka sama Devyta?” “Iya, karena papa suka dan cinta kamu” “Gitu yah Pa? Jadi karena Papa nafsu sama Devyta, terus papa buang pejuh ke Devyta?” tanya Devyta berusaha menyimpulkan. “I-iya sayang… maaf yah” “Gak apa kok Pa… kalau memang gitu Papa boleh kok nafsu terus sama Devyta” ujar Devyta santai. Tampaknya dia salah menyimpulkan penjelasan Papanya. “Hah? I-iya, makasih sayang” “Iya, sama-sama. Emang apa yang bikin Papa nafsu sama Devyta? Jujur!” tanya Devyta. “I-tu… soalnya kamu cantik, terus badan kamu, terus pakaian kamu itu… Papa suka banget, bikin Papa nafsu” jelas suamiku kesusahan menjawab pertanyaan anaknya. Devyta tertawa renyah mendengar jawaban Papanya karena menganggapnya pujian.
“Hihihi, makasih Pa. Berarti sekarang Papa nafsu dong sama Devyta?” tanya Devyta sambil tersenyum manis. Saat itu dia memang mengenakan tanktop ketat dan celana pendek sepaha seperti biasa. “I-iya sayang… Papa nafsu lihat kamu” “Hmm… kalau gitu Papa boleh kok kalau mau buang pejunya ke Devyta lagi, Devyta gak bakal marah” ujar putri kami. Darahku berdesir mendengarnya. Aku tidak menyangka kalau Devyta akan berkata seperti itu. Memperbolehkan ayah kandungnya muncratin peju ke dia lagi!! “K-kamu serius sayang?” terdengar suamiku juga terkejut mendengar perkataan anaknya. “Iya… disiramin pejuh Papa lagi. Itu tanda suka dan cinta dari Papa kan? Sekarang boleh kok kalau Papa mau” “Tapi… itu kan…” Suamiku tampaknya bingung dengan apa yang harus dia lakukan. “Apa yang akan kau jawab suamiku? Anak gadismu meminta spermamu di tubuhnya. Itu yang kamu mau bukan? Kau ketagihan ngepejuin anak gadismu sendiri bukan?” kataku dalam hati. Dadaku sungguh berdebar-debar menanti jawaban suamiku. “Kenapa Pa?” “Baiklah kalau begitu, tapi jangan sekarang, nanti ketahuan Mama” jawab Mas Joko. Suamiku menyetujuinya!! “Emang Mama gak boleh tahu Pa?” “Iya, kamu jangan kasih tahu mama yah… jangan kasih tahu mama apa yang baru kita bicarakan. Bilang saja kalau kamu udah maafin Papa” “Oh… ya udah. Ini bakal jadi rahasia kecil kita berdua. Devyta bakal rahasiakan kalau Papa nafsu sama Devyta, gitu Pa? Oke?” “Oke sayang... kamu memang pintar” Ini sungguh situasi yang aneh. Mereka merahasiakan hal itu padaku, padahal akulah yang membuat mereka menjadi seperti sekarang ini. “Terus kapan Papa mau buang peju ke Devyta lagi?” tanya Devyta kemudian. “Kamu nanti malam tidur sama Papa Mama lagi kan?” “Hmm… Iya Pa..” “Kalau gitu nanti malam Papa bakal pejuin kamu lagi seperti biasa. Boleh kan sayang?” “Ihhh…. Jadi tiap malam Devyta kena semprot pejuh Papa terus !??” Devyta balik bertanya. “Iya sayang, Maaf yah.. hehe” “Ohh.. pantesan badan Devyta lengket terus waktu bangun. Ya udah, nanti malam yah Pa. Gak usah diam-diam lagi, Devyta mau kok bantuin”
Sepertinya sudah cukup apa yang ku dengar. Aku segera kembali ke dapur dan pura-pura tidak mendengar apa yang terjadi barusan. Sensasi ini sungguh luar biasa. Obsesiku semakin mendekati kenyataan. Aku tidak sabar menunggu malam tiba. Malamnya Devyta tidur lagi bersama kami. Suamikupun lagi-lagi meminta agar aku mau melayaninya, setidaknya membantu mengocok penisnya. Tapi aku yakin itu hanya pura-pura saja. Begitupun dengan diriku yang masih pura- pura malas melayaninya serta bertingkah seakan tidak mengetahui apa yang akan terjadi. Setelah aku pura-pura terlelap merekapun memulai aksinya. Sesekali ku buka sedikit mataku agar bisa melihat apa yang mereka lakukan. Suamiku tampak membangunkan Devyta yang sudah beneran tertidur. “Sayang, bangun…” suamiku berbisik membangunkan putrinya. “Nggmmhh… Papa mau pejuin Devyta sekarang?” “Ssssst… pelanin suaranya sayang!! ntar mama bangun” “Ups, Papa mau pejuin Devyta sekarang?” tanya Devyta lagi dengan berbisik pelan. “Iya, Papa mau ngepejuin anak gadis Papa sekarang, boleh kan sayang?” “Boleh banget kok…” Suamiku lalu tampak membuka celana tidurnya. Kemudian kembali tiduran di samping putri kami. “Kocokin sayang” suruh suamiku. “Gimana caranya Pa?” “Gini…” Aku tidak dapat melihat dengan jelas, tapi ku yakin Devyta sedang mengocok penis ayahnya saat ini. “Kamu memang pintar sayang” “Hihi.. Makasih Pa… masih lama Pa keluar pejunya?” “Bentar lagi kok, kamu mau papa keluarin dimana?” “Terserah Papa aja, dimana yang papa suka” jawab Devyta sambil tersenyum manis. Beberapa saat kemudian suamiku bangkit dan berlutut di samping putri kami. Dia tampaknya akan menembakkan pejunya ke wajah Devyta lagi!! “Sayang.. Papa mau keluarin peju nih…” “Iya Pah.. tumpahin aja” “Crooot.. crooot” sperma suamiku dimuncratkan
lagi ke wajah anak gadisnya itu. Bedanya kali ini putri kami sadar dan melihat langsung bagaimana penis ayahnya menembakkan sperma kental di wajah cantiknya!! Pemandangan yang sungguh membuatku blingsatan. Jantungku berdetak sangat kencang. “Ih.. Pa, banyak banget. Geli, bau…” “Maaf sayang…” “Hihihi… Gak apa kok Pa, pasti karena Papa nafsu banget kan sama Devyta?” “Iya.. Papa nafsu banget. Sini biar Papa bersihin mukanya” Suamiku lalu mengambil tisu dan membersihkan wajah anaknya. “Cuma sekali aja Pa?” tanya Devyta sambil membiarkan wajahnya dibersihkan Papanya. “Kenapa? kamu masih mau Papa pejuin lagi? nakal yah…” “Hehe, Mau aja kok…” “Sudah, besok malam lagi. Ntar mama kamu bangun” “Iya yah… ntar mama tahu rahasia kita lagi. Hmm… Papa suka pejuin muka mama juga?” tanya Devyta polos. “Pernah sih...” “Enakan mana dari pejuin muka Devyta?” “Enakan pejuin muka kamu dong... soalnya kamu anak gadis Papa yang paling cantik” “Emang cantikan mana, mama atau anak papa ini? Jujur lho…” “Lebih cantik kamu…” “Terus, nafsuin mana? Papa lebih nafsu sama siapa?” “Nafsuin kamuuuu… anak papa sayaaaang” “Hihihi, makasih Pa” “Iya, sudah sana tidur. Besok kamu sekolah” “Oke Pa… Malam…” Hatiku serasa diaduk-aduk!! Devyta mungkin memang polos bertanya seperti itu pada ayahnya, sedangkan ayahnya mungkin saja menjawabnya sesuai keinginan Devyta. Tapi aku merasakan cemburu yang luar biasa dibanding- bandingkan dengan putriku sendiri seperti itu, namun memang ini yang aku inginkan. ~~ Setelah malam itu, merekapun terus mengulangi perbuatan tersebut. Putri kami selalu jadi pelampiasan nafsu suamiku. Tiap malam Devyta pasti selalu disemprot peju ayah kandungnya. Pakaian, tangan, paha, dan mukanya ia relakan sebagai sasaran muncratan peju ayahnya. Bahkan sekarang mereka sudah berani diam-diam melakukannya di siang hari. Awalnya aku tidak tahu, namun waktu itu aku mendapati suamiku sedang dicoliin putrinya di kamar Devyta. Parahnya waktu itu Devyta sedang telanjang bulat karena baru selesai mandi. Jadilah tubuh telanjangnya yang masih basah itu terkena muncratan peju ayahnya, padahal dia baru saja mandi.
Pernah juga waktu itu aku tidak sengaja melihat mereka melakukannya saat Devyta baru pulang sekolah. Devyta mengocok penis ayahnya sambil masih mengenakan seragam SMU, pemandangan yang sangat menggairahkan. “Duh, sayang… kamu cantik banget pake seragam gini” “Hihihi… kenapa Pa? Papa mau pejuin seragam Devyta juga? Boleh kok…” “Terus besok kamu pakai apa?” “Besok kan udah kering Pa” “Tapi apa nggak bau sayang?” “Gak apa kok… jadi pejuin aja kalau Papa memang mau...” Setelah sekian lama mengocok penis ayahnya, suamikupun akhirnya muncrat. Pejunya menyemprot bertubi-tubi ke arah seragam putrinya. Baik kemeja putih maupun rok biru itu terkena ceceran sperma ayah kandungnya!! Dan Devyta menerima dengan senang hati seragam sekolahnya dibuat kotor begitu. “Udah Pa? lihat nih seragam Devyta jadi kotor gini… Suka Pa?” “Iya… makasih sayang… sana cepat ganti baju. Ntar ketahuan sama mama kamu” “Oce Pa, hmm… Pa” “Ya sayang?” “Nanti Mama katanya mau pergi ke pasar. Kalau ntar papa mau pejuin Devyta lagi boleh kok, Papa mau Devyta pakai seragam apa? Mau pejuin seragam pramuka Devyta juga? boleh kok… hihihi” “Wah… boleh juga tuh sayang…” “Ya udah, kita tunggu Mama pergi ya Pa…” ujar Devyta. Mereka berencana berbuat mesum lagi nanti ketika aku pergi!! Benar saja, saat aku kembali aku memang menemukan ceceran sperma pada seragam pramuka putri kami. Perbuatan mereka semakin hari semakin menjadi-jadi. Aku juga semakin sering meninggalkan mereka berdua dengan berbagai alasan seperti pergi ke pasar. Sensasinya sungguh aneh. Cemburu, tapi juga membuatku birahi. Suami dan putri kami tentunya sedang berbuat mesum selama aku tidak di rumah. Tidak jarang bila ku pulang, aku mendapati ceceran peju baik di ruang tamu, di atas tempat tidur Devyta, bahkan di meja makan. Entah bagaimana caranya sperma ini bisa ada di atas meja makan. Aku jadi horni memikirkan mereka yang berbuat cabul di sembarang tempat begini. Pernah juga aku melihat ada secuil peju di rambut Devyta yang sepertinya luput saat dibersihkan, Aku pikir hanya itu, tapi ternyata juga ada noda yang sama di sela bibirnya!! Astaga!! Apa suamiku tadi menembakkan spermanya ke dalam mulut putri kami? Sepertinya memang iya karena nafas Devyta bau peju. Aku pura-pura saja tidak tahu, bahkan membantu membersihkan noda itu dari sela birbinya.
“Kalau makan yang benar dong sayang… masa belepotan gitu” ujarku sambil tertawa. Devyta juga ikutan tertawa. “Hihihi, Habis Papa sih ma… Ups!!” “Papa? Papa kenapa sayang?” tanyaku. “Eh, Itu… tadi Papa ngasih Devyta es krim” jawabnya berbohong. Aku hanya tersenyum mendengar jawaban bohongnya sambil mengusap lembut kepjokoya. “Kamu suka dikasih es krim sama Papa?” “Suka banget…” “Pasti enak banget yah es krim nya?” “Enak banget mah… Devyta jadi kepengen lagi” “Kalau gitu minta aja lagi sama Papa” “Boleh yah Ma?” “Ya boleh dong… kamu minta yang sering yah es krimnya, minta yang banyak” “Iya ma… ntar Devyta minta lagi es krim yang banyak sama Papa, hihihi” Sebuah tanya jawab yang aneh karena kami saling menyembunyikan sesuatu. Aku tentu tahu apa yang dimaksudnya dengan es krim itu adalah sperma kental ayahnya. Ternyata suamiku memang sudah mulai ngepejuin mulut putrinya sendiri. Dadaku berdebar sangat kencang melihat pemandangan itu. Devyta yang tidur terlentang di sampingku, dikangkangi suamiku lalu ditembakkan sperma kental ayahnya ke mulutnya. Devyta menerima sperma ayahnya dengan senang hati, bahkan astaga!! Dia menelannya!! “Enak es krim papa sayang?” “Agak bau sih, tapi enak kok.. Devyta telan semua yah Pa?” “Iya sayang…” “Eh Pa, Mama tadi bilang agar Devyta minta es krim yang banyak sama Papa lho…” kata Devyta polos. “Mama kamu bilang gitu?” “Iya…” “Kalau gitu Papa turutin deh… Ntar kamu bilang ke Mama yah kalau Papa bakal kasih kamu es krim tiap hari” “Sip Pa… hihihi” Darahku berdesir mendengar obrolan mereka ini. Devyta akan selalu dipejuin ayahnya!! Esoknya Devyta bahkan benar-benar mengatakan kalau Papa setuju untuk ngasih dia es krim tiap hari. Aku tersenyum saja padanya seakan tidak tahu apa es krim yang mereka maksud sebenarnya. Putri kami betul-betul jadi tempat pembuangan peju ayahnya setelah itu. Tidak hanya di pakaian atau badan Devyta, namun sekarang di dalam mulutnya. Devyta jadi selalu berbau peju bila di rumah.
Tapi semua itu belum cukup bagiku. Obsesiku untuk melihat suami dan anakku bersetubuh masih belum kesampaian. Mereka belum melakukan perzinahan yang sesungguhnya. Aku ingin suamiku ngentotin putri kami. Aku ingin suamiku menyemprotkan pejunya tidak hanya di dalam mulut Devyta, tapi juga di dalam rahimnya hingga membuat putri kami ini hamil. Namun sepertinya suamiku masih belum punya niat untuk benar-benar melakukan itu. Padahal sudah hampir dua bulan aku tidak memberi jatah pada suamiku. Aku yakin suamiku sudah merindukan yang namanya bersenggama. Atau… apa mereka sudah pernah melakukannya? Sore ini aku kembali meninggalkan mereka berdua nonton tv dan mengintip mereka dari jauh. Mereka duduk berpangku-pangkuan. Aku pikir mereka hanya akan sekedar duduk mesra berduaan saja seperti biasa, tapi astaga!! Ku lihat suamiku mengeluarkan penisnya, setelah itu suamiku juga menyelipkan penisnya ke balik rok pendek Devyta. “Papa ngapain? Kok burungnya dikeluarin sih Pa?” tanya Devyta berbisik. “Gak ngapa-ngapain kok... Gak boleh sayang?” “Iya, boleh kok. Tapi ngeganjal nih…” Devyta lalu membiarkan ayahnya menggesek- gesekkan penisnya ke selangkangannya. Sepertinya Devyta juga sangat menikmatinya, ia bahkan ikut memaju-mundurkan pinggulnya seirama goyangan pinggul ayahnya. “Devyta, udah mau malam, buruan mandi gih…” kataku tiba-tiba muncul di hadapan mereka. Ayah dan anak itu tentu saja terkejut bukan main karena kedatanganku. Terlebih suamiku karena penisnya ada di balik rok Devyta saat ini. Namun aku pura-pura tidak mengetahuinya. “Iya ma… bentar lagi” jawab Devyta yang lebih terlihat santai. “Kenapa bentar lagi sih? buruan dong... manja banget sama Papa kamu. Atau kamu mau mandi bareng sama Papa? Pa, mandiin anakmu gih…” suruhku pada suamiku. Setahuku mereka belum pernah sama-sama telanjang bulat, jadi ini kesempatanku untuk lebih mendekatkan mereka. “Mandiin Devyta mah?” tanya suamiku. “Iya, kamu mau kan Devyta dimandiin Papamu?” “Nghhh…. Mau deh Ma” jawab Devyta tidak lagi menolak. “Tuh Pa, dia mau tuh. Buruan gih, ntar keburu malam. Devyta, ajak papa kamu mandi bareng dong…” suruhku pada Devyta. “Pa, mandi bareng yuk… Kan udah lama Devyta gak mandi bareng Papa” pinta Devyta manja. Suamiku tidak langsung menjawab. Mungkin dia ragu. “I-iya deh” setuju suamiku akhirnya. Merekapun setuju untuk mandi bersama. Setelah aku meninggalkan mereka lagi, Devyta lalu bangkit dan berjjoko ke kamar mandi kemudian disusul ayahnya. Aku sangat bersemangat menantikan mereka bakal sama- sama telanjang di dalam ruangan yang sempit. Aku harap suamiku jadi terangsang berat di dalam sana.
“Pa, mandiin Devyta yang bersih yah…” teriakku pada suamiku dari balik pintu kamar mandi. “Iya ma” “Devyta, kamu jangan nakal di dalam. Ntar gak dikasih es krim lagi lho” kataku kini pada Devyta. “Paling Papa yang nakal ma, hihihi” jawab Devyta sambil tertawa. Terdengar suara air tidak lama kemudian. Sepertinya mereka sudah mulai saling membilas dan menyabuni badan satu sama lain. Aku berusaha mencuri dengar apa yang mereka obrolkan di dalam. Devyta sesekali tertawa geli cekikikan, mungkin karena geli karena badannya diusap-usap Papanya. “Geli pa… jangan diremas-remas dong...” “Ssstt… kamu ini kencang banget suaranya!!” “Ups, sorry. Geli pa.. jangan diremas-remas gitu dong susu Devyta…” “Cuma ngebersihin kok sayang…” “Tapi kan geli… ntar burung Papa aku remas juga lho biar keluar lagi es krimnya” “Dasar kamu nakal. Kamu dengar kan tadi mama bilang jangan nakal?” “Hihihi, iya yah… tapi kan Mama gak ngelihat Pa” “Terus? Kamu mau kita nakal-nakjoko sekarang?” “Aku mau aja, emang Papa gak mau nakalin Devyta?” “Mau kok… ya udah nih Papa nakalin…” “Ih… Pa, ngapain? kok burungnya diselipin di sana sih?” “Iya sayang… Papa mau nyabunin sela-sela paha kamu pakai burung Papa” Setelah itu hanya desahan-desahan saja yang terdengar samar-samar. Aku yang mendengar dari sini juga ikut-ikutan horni karenanya. Suamiku sedang menggesek-gesekan penisnya di antara paha Devyta!! Ingin sekali rasanya aku melihat langsung apa yang mereka lakukan, tapi aku tidak bisa karena tidak ada celah. Apapun itu, mereka betul-betul melakukan perbuatan mesum sekarang. Hingga akhirnya ku dengar suamiku melenguh, dia klimaks. Entah di bagian tubuh Devyta yang mana yang dipejuin. Setelah itu barulah mereka mandi seperti biasa meskipun masih juga terdengar sesekali Devyta cekikikan geli. “Asik yah mandinya? Lama banget?” tanyaku pada mereka saat keluar dari kamar mandi. “Tau tuh Papa” jawab Devyta cuek. Tampak hanya suamiku saja yang mengenakan handuk, sedangkan Devyta dengan santainya berjjoko telanjang bulat ke kamarnya. “Pa,” panggilku pada suamiku. “Iya ma?” “Pakein Devyta baju gih sekalian” “Hah?” ***
“Pa,” panggilku pada suamiku. “Iya ma?” “Pakein Devyta baju gih sekalian” “Hah?” “Iya… Pakein Devyta baju. Badan Devyta tadi juga belum kering, handukin yang benar dong Pa… gimana sih? Buruan sana” ujarku lagi menegaskan. Aku bersikap sewajar mungkin agar suamiku tidak curiga. “Tapi Papa pakai baju dulu yah ma…” katanya, tentu saja tidak aku bolehkan. Tadi di kamar mandi aku hanya mendengar suara-suara mereka saja, aku ingin melihat mereka sama- sama telanjang sekarang. “Nanti saja Pa… pakein baju dulu Devytanya” “Ngmm… Ya sudah kalau begitu Ma” Dengan masih hanya mengenakan handuk, suamikupun menyusul Devyta ke dalam kamarnya. Pintu kamar Devyta yang tidak ditutup dengan rapat membuat aku bisa mengintip apa yang mereka lakukan di dalam. Aku memang tidak pernah puas melihat suami dan putriku bersama-sama dalam keadaan mesum begini. Devyta masih dalam keadaan telanjang bulat sedangkan ayah kandungnya hanya mengenakan handuk. “Ngapain Pa?” tanya Devyta yang sepertinya heran karena Papanya ikut masuk ke kamarnya. “Disuruh mama handukin kamu yang benar, terus pakein kamu baju” “Ih, emangnya Devyta masih kecil dipakein baju segala” “Tau tuh mama kamu” Suamiku lalu menanggalkan handuk yang dikenakannya, sehingga penis tegangnya tampak sekali lagi dihadapan putrinya ini. Akhirnya aku bisa melihat mereka sama-sama bertelanjang bulat. Devyta
Handuk yang baru saja menutupi penisnya itu sekarang dia gunakan lagi untuk mengeringkan tubuh putrinya. Rambut, wajah, badan, hingga kaki Devyta dihanduki sekali lagi oleh ayah kandungnya. Bahkan suamiku masih saja terus menghanduki putrinya walau tubuh putrinya itu sudah kering. Dapat ku lihat kalau penis suamiku yang sedang tegang sengaja sering- sering digesekkan ke kulit tubuh Devyta selama menghanduki anaknya ini. Suamiku sepertinya sangat menikmati setiap momen menghanduki anak gadisnya. Begitupun dengan Devyta, ia tampak sangat menikmati gesekan-gesekan dari handuk itu di kulitnya. Saat handuk itu sampai di bagian selangkangannya, Devyta terdengar merintih-rintih kecil. Ayahnya yang mendengar rintihan anak gadis remajanya jadi semakin bersemangat, dia makin cepat menggesek-gesekkan handuk itu di selangkangan putrinya.
Devyta sampai memegang tangan ayahnya karena menerima gesekan handuk yang semakin menjadi-jadi diselangkangannya, entah itu isyarat agar jangan berhenti atau isyarat supaya berhenti. Tapi sepertinya itu adalah isyarat agar jangan berhenti karena yang ku lihat berikutnya cukup mengejutkanku, Devyta menggoyang-goyangkan pinggulnya!! Sepertinya Devyta merasakan birahinya terpancing karena gesekan-gesekan handuk di vaginanya. Dia sudah 14 tahun dan sudah memasuki masa puber, jadi wajar bila insting seksnya sudah muncul dan merasakan nikmat bila kewanitaannya digesek-gesek seperti itu. Tapi yang membuat hal ini tidak wajar adalah karena yang menggesek-gesekkan kelaminnya adalah ayah kandungnya sendiri. Setelah beberapa lama ku lihat tubuh Devyta mengejang dan kelojotan. Ya tuhan!! putri kami orgasme. Itu mungkin orgasme pertamanya. Ayahnya telah membuat anak gadisnya sendiri orgasme. Tapi suamiku bukannya berhenti, dia terus saja menggesek-gesekkan kelamin Devyta. Hal itu membuat tubuh Devyta kembali kelojotan tidak lama kemudian. Putri kami double klimaks!! “Enak tidak sayang?” “Nghh…. Enak Pa… kok bisa… ngh… kok bisa gitu yah?” “Kamu tadi itu orgasme” “Orgasme? Hmm… Pa, lap lagi dong… sepertinya masih belum kering nih…” pinta Devyta. Tampaknya Devyta ketagihan dengan sensasi nikmat yang baru dia kenal ini. Suamikupun menuruti kemauan Devyta. Ia handuki lagi tubuh putrinya, atau lebih tepatnya menggesek-gesekkan handuk itu ke sekitaran vagina putrinya. Lagi-lagi tidak butuh waktu lama untuk membuat Devyta mendapatkan orgasmenya kembali.
Suamiku tampaknya sudah sangat horni. Dia kemudian bangkit, lalu penis tegangnya kini secara vulgar dia gesekkan ke pantat putrinya. Dia menggerakkan pinggulnya seperti sedang meyetubuhi Devyta, betul-betul ayah yang cabul!! “Nghh… Papa mau keluarin peju Papa lagi ya?” tanya Devyta pada ayahnya yang ada di belakangnya. “Eh, i-i-iya, Papa mau keluarin peju lagi” jawab suamiku tergagap saking bernafsunya. “Ya udah, keluarin aja Pa… yang banyak” kata Devyta memperbolehkan. “Kamu nungging dong…” Aku terkejut mendengarnya. Apa suamiku akan menyetubuhi putrinya sekarang? Dadaku begitu berdebar- debar. “Nungging? Papa mau Devyta ngapain?” “Nyelipin burung Papa juga kok, Papa mau coba sambil kamu nungging” jawabnya. Ternyata masih belum, kecewa akunya. “Oh… Papa pengen ngocok di sana yah Pa? Iya deh, suka-suka Papa aja” Suamikupun kembali menggesekkan penisnya ke belahan pantat Devyta dalam posisi putrinya ini sedang menungging. Setelah beberapa saat dia lalu menggesekkan penisnya di sela paha Devyta, tepat di bawah vagina putrinya. Aku bergidik melihat suami dan putri kami telanjang- telanjangan dengan posisi begitu. Kalau ku lihat dari sini mereka seperti sedang bersetubuh dalam posisi doggy. Rambut panjang Devyta yang masih lembab tergerai dengan indahnya, sungguh seksi. Apalagi Devyta juga mengeluarkan suara desahan di setiap kocokan penis ayahnya di pahanya. Aku yakin lelaki manapun tidak akan tahan melihat kondisi putriku saat ini. Apalagi oleh suamiku yang sedang mupeng- mupengnya menggesekkan penisnya di selangkangan Devyta. Goyangan pinggulnya semakin lama semakin kencang. Dia akan segera klimaks!!
Cepat-cepat dia raih handuk tadi, dibentangkannya di sebelahnya, lalu dia tumpahkan spermanya di sana. Sangat banyak. Sepertinya dia tidak ingin mengotori tubuh Devyta yang baru saja selesai mandi. “Udah keluar Pa pejunya?” “Udah sayang… makasih ya” “Iya…” jawab Devyta sambil tersenyum manis. Ada kebanggan tersendiri sepertinya bagi Devyta membahagiakan ayah kandungnya dengan cara seperti ini, dengan cara memberikan tubuhnya sebagai pelampiasan nafsu ayahnya. Devyta Devyta… kamu seharusnya memberikan lebih dari ini, ujarku dalam hati. Mendadak timbul niat isengku untuk menganggu mereka. Akupun memutuskan untuk masuk ke dalam kamar. “Belum selesai Pa handukin Devytanya?” tanyaku tiba-tiba. Suamiku menjadi salah tingkah karena terkejut, handuk tadi dia lap-lapkan lagi ke tubuh putrinya seakan belum selesai menghanduki Devyta. Dia lupa kalau handuk itu baru saja dia gunakan sebagai wadah penampung spermanya!! Jadilah tubuh Devyta terkena lagi cairan peju ayahnya. Suamiku baru sadar setelah bagian depan tubuh anaknya tampak mengkilap. “Tuh, kok masih basah saja sih badan Devytanya?” tanyaku pada Mas Joko pura-pura tidak tahu kalau itu adalah sperma. Devyta tampak tidak terlalu peduli kalau tubuhnya terkena sperma ayahnya, tapi suamiku betul- betul terlihat panik. Saat dia mencoba mengelap badan Devyta, yang ada peju itu jadi semakin menyebar merata di tubuh putrinya. Yang mana niatnya tadi tidak ingin mengotori tubuh anaknya malah sekarang jadi kotor merata oleh peju. Aku jadi ingin tertawa dibuatnya, tapi ku tahan. Barulah kemudian dia gunakan sisi handuk yang tidak ada ceceran spermanya untuk mengelap badan Devyta.
Barulah sekarang benar-benar kering, hihihi. “Sudah selesai Pa?” tanyaku kemudian. “Su-sudah Ma” Suamiku kini mengenakan handuknya kembali. Aku sedikit kecewa sih. Aku ingin suamiku terus telanjang di hadapan putrinya. Aku ingin Devyta melihat penis ayahnya sesering mungkin. Aku ingin Devyta tahu kalau Papanya ini selalu ngaceng dan horni bila di dekatnya. Tapi tidak mungkin aku memaksa suamiku terus bertelanjang, dia bisa curiga. “Ma, mumpung kamu udah di sini. Kamu saja ya yang makein Devyta baju” ujar suamiku masih berlagak keberatan, padahal aku tahu kalau dia sebenarnya ingin melakukannya. “Lho? Kok gitu sih Pa? nanggung… Sayang, celana dalam yang Mama beliin kemarin belum kamu coba kan?” tanyaku pada Devyta. “Belum Ma” “Suruh Papa kamu pakein gih… sekaligus Mama pengen tahu pendapat Papa kamu bagus apa tidak” kataku pada Devyta sambil tersenyum melirik ke suamiku. “Oce Ma”
Devyta kemudian mengambil bungkusan yang berisi dalaman yang ku maksud lalu menyerahkan ke Papanya. Sungguh ganjil, seorang anak gadis baru saja menyerahkan celana dalam ke ayah kandungnya untuk dipakaikan!! Awalnya suamiku tampak ragu menerimanya, namun akhirnya dia tetap memakaikan celana dalam itu pada putrinya. Sebuah pemandangan yang membuat darahku berdesir. Mungkin kalau Devyta masih kecil hal seperti ini bukan sesuatu yang aneh, namun tidak jika anak gadisnya ini sudah remaja seperti sekarang.
“Gimana sayang? Bagus kan pilihan Mama? Cocok gak Pa?” tanyaku pada mereka berdua setelah celana dalam bergaris-garis putih biru itu melekat di pinggul Devyta. “Bagus kok Ma, cocok. Iya kan Pa?” tanya Devyta juga pada Papanya sambil memutar tubuhnya. Pastinya pria manapun bakal mupeng berat melihat keadaan putri kami sekarang. Seorang gadis remaja SMU dengan tubuh yang sedang ranum-ranumnya hanya memakai celana dalam seksi!! Benar saja, ku lihat handuk yang dikenakan suamiku tidak bisa menyembunyikan kalau penisnya sedang tegang luar biasa saat ini. Kamu pasti nafsu kan Mas pada putrimu? Pengen kamu entotin kan? Senggamai dia suamiku, genjot memek anakmu!! Batinku seakan mencoba mengendalikan pikiran suamiku.
“I-iya bagus. Terus bh sama bajunya?” tanya suamiku tampak tidak tenang, sepertinya dia sudah sangat horni. Teruslah begitu suamiku, sering-seringlah berpikir jorok pada putrimu. “Kalau Bh gak usah kali Pa, kan cuma di rumah saja. Iya kan sayang?” “Iya Pa, gak usah” jawab Devyta. Aku memang sudah mengajarkan putriku ini kalau tidak perlu memakai bh jika di rumah, apalagi tujuannya kalau bukan untuk memancing nafsu ayahnya. “Nah… Kalau baju, kamu saja yang pilih Pa…” suruhku pada suamiku. “Iya, Papa aja yang milihin” kata Devyta setuju. “Papa yang milih?” tanya suamiku tampak terkejut. “Kenapa Pa? atau kamu mau kalau Devyta gak usah pake baju? Pengen Devyta cuma pake celana dalam kayak gini saja ya?” godaku. “Kamu mau sayang tidak usah pakai baju?” tanyaku iseng pada Devyta. “M-masa tidak pakai baju? Kayak gembel saja. Iya iya Papa yang milihiin” kata suamiku akhirnya setuju.
Suamiku lalu memilihkan baju dari dalam lemari. Dia memilihkan model pakaian yang belakangan sering dipakai putri kami, tanktop dan celana pendek ketat. Dulu dia memprotes pakaian anaknya itu, namun kini dia sendiri yang memilihkannya. Dia lalu membantu Devyta berpakaian. Ya… walaupun sudah berpakaianpun sebenarnya Devyta tetap terlihat cantik dan menggairahkan juga. “Ayo Devyta, bilang apa sama Papa?” tanyaku pada Devyta setelah dia selesai dipakaikan baju oleh Papanya. “Hmm… makasih yah Pa” “Makasih ngapain? Yang lengkap dong…” suruhku. “Makasih Pa udah mandiin Devyta, ngelap badan Devyta, terus makein Devyta baju” ujar Devyta dengan senyum manis pada Papanya. “Iya sayang… sama-sama” jawab suamiku. “Hmm… Ma, kapan-kapan boleh kan Devyta mandi sama Papa lagi?” tanya Devyta. “Kamu pengen mandi sama Papa kamu lagi?” “Iya Ma…” “Boleh kok sayang. Gak usah kapan-kapan, tiap kamu mau mandi ajak saja Papamu. Papa kamu gak bakal nolak kok mandi telanjang berdua sama gadis cantik kayak kamu. Iya kan Pa?” tanyaku pada suamiku dengan senyuman penuh arti. Suamiku tampak sangat malu, sedangkan putri kami tertawa polos karena dipuji begitu. “I-iya sayang. Kalau itu mau kamu” jawab suamiku.
“Terus nanti Papa yang handukin sama makein Devyta baju lagi kan Ma?” tanya Devyta lagi. “Iya… habis kamu dimandiin, terus dihanduki dan dipej- dipakein baju sama Papa, mau kan Pa?” tanyaku lagi, ups… hampir saja keceplosan nyebut ‘dipejuin’. “Kalau kamu mau, kamu boleh kok gantian yang makein Papa baju” sambungku lagi. “Kamu apaan sih Ma…!!” “Bercanda Pa, hihihi” tawaku, Devyta juga tertawa cekikikan. “Ya sudah… yuk makan malam” ajakku. Acarapun selesai.
Sejak saat itu Devyta selalu mandi dengan ayah kandungnya. Tiap akan mandi putri kami akan mengajak Papanya, “Pa… mandi bareng Devyta yuk…” Lelaki mana yang akan menolak diajak mandi oleh Devyta? Lelaki mana yang tidak akan horni bila mendengar ajakan manja dari seorang gadis cantik untuk mandi bersama? Tak terkecuali ayahnya sendiri. Setelah mereka selesai mandi aku masih sering melihat suamiku berbuat cabul pada putrinya. Tidak jarang saat menghanduki maupun memakaikan Devyta baju, aku melihat suamiku memainkan penisnya ke tubuh putrinya sampai dia muncrat-muncrat. Dia biasanya akan menumpahkan pejunya ke tisu atau handuk. Bila suamiku sedang nafsu-nafsunya barulah dia akan menumpahkan peju kentalnya itu ke langit-langit mulut putrinya maupun ke sekujur tubuh Devyta, tidak peduli kalau putrinya ini baru saja mandi. Bahkan sering juga dia tumpahkan ke celana dalam Devyta, padahal itu celana dalam yang baru saja ku belikan. Ya… Aku juga memang makin sering membelikan putriku pakaian dalam model terbaru yang super seksi dan imut, semua itu dicobakan di depan ayahnya. Dan aku selalu berlagak seakan-akan hanya mengetahui kalau suamiku cuma sekedar memandikan, menghanduki dan memakaikan Devyta pakaian.
Pagi itu sebelum Devyta pergi ke sekolah, aku melihat mereka akan melakukannya lagi. Suamiku sepertinya menjadi nafsu setelah memakaikan Devyta seragam. Devyta memang terlihat sangat cantik dengan seragam SMU putih biru itu, ditambah kaos kaki putih yang melekat di kakinya. “Papa mau keluarin peju lagi ya?” tanya Devyta melihat sang ayah mengelus-elus penisnya sendiri. “Iya sayang… tolong kocokin yah...” “Iya Pa” Pemandangan gadis SMU berseragam lengkap sedang mengocok penis pria dewasa seperti ini pastinya membuat semua orang terpana. Terlebih mereka adalah ayah dan anak kandung. Ayahnya duduk di atas tempat tidur, sedangkan anak gadisnya berlutut di lantai. Tidak butuh waktu lama bagi suamiku, pejunya pun muncrat-muncrat dengan banyaknya ke arah putrinya. Sebagian mengenai wajahnya, sebagian lagi mengenai seragam sekolahnya. Rok Devyta yang paling banyak terkena ceceran sperma.
“Ih… Pa, kok muncratin pejunya ke seragam Devyta sih?” protes Devyta. Kalau itu sesudah pulang sekolah seperti yang ku lihat sebelumnya Devyta memang tidak akan memprotes, tapi sekarang dia baru akan berangkat sekolah. “M-maaf sayang… Papa gak tahan” Suamikupun membantu membersihkan wajah dan seragam Devyta sebisa mungkin dengan handuk. Lalu menyemprotkan parfum yang banyak ke area seragam yang terkena peju. Tapi aku punya keinginan lain. “Devyta, buruan…. Entar telat” Teriakku dari balik pintu. “I-iya Ma” sahutnya. “Pa… udah, biarin aja, ntar Devyta telat” sambungnya lagi pelan pada Papanya. Aku tidak ingin ceceran peju itu bersih-bersih amat. Sepertinya Devyta terkesan lebih seksi bila pergi ke sekolah dengan sedikit bau peju dan sedikit bekas ceceran peju di seragamnya. Peju ayahnya akan menemani aktifitas belajarnya di sekolah. Aku jadi senyum-senyum sendiri memikirkannya. ~~
Waktu terus berlalu. Sekarang tidak hanya ayahnya yang terus ku coba pancing nafsunya, namun juga putri kami. Aku ingin Devyta menjadi sedikit nakal di depan Papanya. Aku bahkan sengaja mendownload film porno lalu ku tunjukkan pada putriku. Devyta tentu saja geli awalnya dipertontonkan adegan seperti itu. Tapi aku senang karena ternyata putriku ini cukup antusias. Devyta sering bertanya padaku tentang apa-apa yang dilakukan pasangan di dalam film itu. “Kok burungnya dimasukin ke sana sih Ma?” tanya Devyta polos. Dia yang masih belum ngerti tentu saja heran melihat kelamin wanita dimasuki penis. “Itu namanya ngentot sayang…” “Ngentot?” “Iya, ngentot. Terus yang itu namanya bukan burung tapi kontol, dan punya kamu itu namanya memek” jelasku. Aku tidak menyangka akhirnya aku mengajarkan kata- kata sevulgar ini pada putriku sendiri. “Kontol? memek?” tanya Devyta, rasanya sungguh aneh saat dia mengulangi setiap kata-kata yang baru ku ajarkan itu dari mulut mungilnya. “Hmm… jadi yang waktu itu Papa dan Mama ngentot yah?” tanyanya lagi. Ternyata dia memang pernah melihat aku dan Papanya bersetubuh.
“Iya… Ih, kamu ngintip ya? Dasar nakal, hihihi” “Hihi, enak yah Ma rasanya ngentot itu?” “Enak dong… kamu pengen gak dientotin? Mau gak memek kamu dikontolin?” “Dikontolin? Ih… gak ah, sakit pasti” “Kok gak mau sih? itu kan tanda cinta” “Tanda cinta? Kok gitu sih Ma?” “Iya… Waktu itu kamu lihat kan kontol Mama ditusuk-tusuk kontol Papa? Itu tandanya Papa cinta sama Mama. Terus waktu kamu mandi sama Papa pasti kontol Papa tegang kan? Itu berarti Papa juga cinta sama kamu” “Oh… Iya yah… dulu Papa kan pernah bilang kalau dia cinta sama Devyta. Jadi karena Papa cinta sama Devyta makanya kontolnya Papa jadi tegang ya Ma?” “Iya… tuh kamu pintar” pujiku sambil mengelus rambutnya, dia hanya tersenyum manis. Dia terus bertanya-tanya selama menonton, seperti “Ih… kok kontolnya dimasukin ke mulut sih Ma? Gak jijik apa?” Atau dia bertanya “Itu cowoknya kok nyusu sih? Emang ada air susunya? Kok pantat ceweknya dimasukin kontol juga sih Ma?” dan berbagai macam pertanyaan polos lainnya. Semua pertanyaan putriku ini ku jawab dengan rinci dan memakai bahasa yang vulgar. Saat ada bagian si cowok nyemprotkan peju ke mulut si cewek, barulah Devyta tidak bertanya.
“Kenapa sayang? Kamu udah pernah lihat peju?” pancingku. “Eh, gak kok ma. Mirip es krim yah Ma peju itu…” “Iya, mirip es krim yang sering dikasih Papa sama kamu” jawabku. Dasar Devyta, dia pikir aku tidak tahu apa, hihihi. “Mmmh… Kalau cewek juga bisa orgasme kan Ma?” “Bisa dong… kenapa? Kamu udah pernah orgasme? Kapan?” tanyaku menggodanya, aku tentu saja tahu kalau putriku ini pernah orgasme, orgasme yang didapatkannya pertama kali dari ayahnya sendiri. “Eh, nggak pernah kok Ma…” “Beneran?” “Iyah… sumpah deh” “Iya-iya Mama percaya… hihihi. Oh ya sayang, kamu jangan kasih tau Papa ya kalau Mama ajarin beginian” “Hmm? Gak boleh ya Ma?” “Iya, jangan ya…” “Oce Ma” Tidak hanya satu video tentunya yang aku perlihatkan padanya, tapi banyak. Mungkin lebih dari satu jam kami ibu dan anak nonton film porno bersama. Aku sampai horni sendiri, aku penasaran apa Devyta juga horni, mungkin saja iya. Devyta yang sangat tertarik bahkan meminta dikirimkan ke ponselnya. Aku penasaran apa yang akan terjadi pada anak gadisku setelah menonton semua film-flm porno ini. Aku penasaran apakah dia akan mengajak Papanya bersenggama. Bila iya, apakah suamiku akan menerima ajakan bersetubuh dari putrinya ini? Aku sungguh penasaran.
Tidak lama kemudian terdengar suara ketukan pintu. Suamiku pulang!! Cepat-cepat ku matikan film porno yang masih diputar di laptop. “Tuh, bukain pintu… Papa pulang” suruhku pada Devyta. “Iya Mah…” “Ingat ya jangan kasih tau Papa” kataku lagi mengingatkan, Devyta mengangguk paham. Devyta pergi ke depan membukakan pintu untuk ayahnya. Aku menyusul tidak lama kemudian. Ternyata suamiku membawa dua orang temannya lagi. Belakangan ini mereka memang jadi sering kemari. Devyta mencium tangan kedua bapak itu. Seakan mencuri kesempatan, ku lihat mereka mengelus rambut Devyta, matanya juga kelayapan menelanjangi anak gadisku. Ternyata putriku memang punya daya tarik yang tinggi. Dan sepertinya bapak bapak ini juga punya pikiran jorok pada putriku. Ya… kalau itu cuma sekedar dalam pikiran mereka ya tidak apa, aku tidak bisa berbuat banyak. Pria manapun memang akan horni bila melihat anak gadis remajaku ini. Dan itu memang salahku juga karena mengajarkan Devyta cara berpakaian yang seksi seperti sekarang. “Udah pulang Pa?” tanyaku. “Iya… ada tamu nih. Tolong buatkan minum dong Ma” “Iya Pa, bentar”
“Devyta, bantuin Mama kamu gih…” suruh suamiku. “Enggak ah, malas…” jawab Devyta enteng lalu duduk di samping Papanya. Dari dapur aku dapat melihat mereka. Seperti biasa, Devyta tetap saja nempel pada Papanya meskipun di depan teman-teman ayahnya. Suamikupun tetap berusaha meladeni obrolan teman-temannya meskipun Devyta terus bergelayutan manja di pangkuannya. Aku yakin suamiku sedang ngaceng sekarang, bahkan mungkin tidak hanya dia, tapi juga teman-temannya. “Duh, Devytanya manja amat Pak Joko” komentar salah satu teman suamiku, Pak Rudi. “Iya nih Pak, beruntung banget bapak punya anak gadis secantik Devyta” ujar Pak Prabu ikut- ikutan. “Haha, bisa aja bapak-bapak ini” jawab suamiku. Aku yang baru mengantarkan minum kemudian juga ikut duduk bersama mereka. “Iya nih bapak-bapak, Devyta manja banget sama Papanya. Papanya sih suka ngasih dia es krim” ujarku menimpali. Suamiku tampak sedikit terperanjat mendengar omonganku barusan. “Oh… Devyta suka es krim?” “Iya om…” jawab Devyta. “Kapan-kapan Om kasih es krim mau?” tawar bapak itu pada Devyta. Ku lihat Devyta melirik ke ayahnya sambil tersenyum. “Mau banget Om… Boleh kan Pa? Boleh kan Ma?” “Iya… boleh kok” jawab suamiku. Aku juga mengangguk boleh sambil tersenyum kecil. Tentu saja yang dimaksud Bapak ini adalah benar-benar es krim. Bukan ‘es krim kental’ yang biasa diberikan Papanya. Aku bergidik membayangkan kalau mereka juga memberikan putriku ‘es krim’ yang seperti diberikan suamiku.
“Sayang, udah sore.. cepat mandi sana. Pa, mandiin Devyta nya dulu…” suruhku pada suami dan putri kami. “Hah? Devyta nya masih mandi sama Papanya?” Tentu saja tema-teman suamiku tidak habis pikir mendengar Devyta yang sudah sebesar itu masih saja mandi dengan ayahnya. Devyta yang sudah jadi gadis remaja cantik, memang sangat ganjil rasanya mandi bertelanjang bulat dengan pria dewasa meskipun itu adalah ayah kandungnya sendiri. “Iya Pak, mandi telanjang berdua. Apalagi mereka itu kalau mandinya lama banget. Gak tahu deh ngapain aja.. hihihi” ujarku memancing. “Ih, mamaaaa… Devyta gak ngapa-ngapain kok di dalam sama Papa, iya kan Pa?” balas Devyta. “I-iya…” jawab suamiku tergagap. “Oh…. Gitu? terus waktu Papa kamu makein kamu baju kok juga lama ya?” godaku lagi pura- pura tidak tahu. Aku berusaha menahan tawa melihat ekspresi semua orang di sini, terlebih ekspresi teman-teman suamiku. Aku memang sengaja menanyakan semua hal ini sekarang di hadapan orang lain. Aku ingin tahu bagaimana respon mereka berdua dan respon teman- teman suamiku.
“Pak Joko juga makein Devyta baju??” tanya teman suamiku lagi makin terkejut. “Iya Pak, emang kenapa Pak? Kan putri sendiri. Iya kan Pa?” kataku membantu menjawab. “I-iya Pak” Ku lihat wajah mereka semua jadi mupeng karena ceritaku ini. Mereka pasti sudah membayangkan yang tidak-tidak tentang Devyta. Memang Devyta adalah putri suamiku sendiri, tapi pastinya tidak ada seorang ayah yang masih memandikan dan memakaikan baju anak gadisnya yang sudah sebesar ini. Mereka pasti iri sekali dengan suamiku, mereka mungkin ingin sekali jadi bapak angkatnya Devyta biar juga bisa ngerasain mandiin Devyta, hihihi. “Ya sudah Pak, saya permisi mau mandi dulu. Tunggu sebentar yah Pak. Yuk sayang…” ujar suamiku pada teman-temannya lalu mengajak Devyta ke kemar mandi. “Baiklah kalau begitu kami tunggu” balas teman-temannya.
Suami dan putriku lalu masuk ke kamar mandi. Aku sendiri kembali ke dapur karena tidak mungkin menguping apa yang mereka lakukan di dalam saat ini. Namun kali ini mereka mandi lebih cepat, sepertinya mereka tidak melakukan hal yang aneh sekarang karena ada teman- teman suamiku menunggu. Tapi astaga!! Devyta tetap seperti biasa bertelanjang bulat sehabis mandi menuju ke kamarnya!! Tentu saja hal itu dapat dilihat oleh teman-teman suamiku. Anak gadisku yang cantik sedang dinikmati ketelanjangannya oleh bapak-bapak ini. Dadaku berdebar kencang. Apa suamiku lupa kalau ada teman-temannya saat ini?? Ada orang lain yang menyaksikan tubuh telanjang putri kami, bukan anggota keluarga!! “Devyta!! kamu kok gak pakai handuk? Papa kamu mana?” tanyaku menyusul Devyta sebelum dia masuk ke kamar, entah kenapa aku jadi pengen menunjukkan tubuh putriku pada mereka. Mereka juga sudah melihat tubuh Devyta, sekalian saja ku goda. Tapi hanya menunjukkan sebentar saja, tidak lebih. “Itu Ma, Papa lagi eek. Ya Devyta keluar dulu, masak nungguin Papa selesai? bau!!” jawabnya polos.
“Iya, tapi masa kamu keluyuran bugil gini? Lihat tuh om om itu liatin kamu. Ntar mereka jadi cinta lho gara-gara liat susu kamu ini, hihihi” kataku sambil melirik ke arah teman-teman suamiku. Posisi Devyta menghadap ke arah mereka, jadi mata mereka dapat dengan leluasa melihat buah dada serta vagina Devyta. Mereka tampak mupeng melihat tubuh telanjang putriku ini, apalagi mendengar omonganku barusan. “Emangnya gak boleh yah Ma om om itu cinta sama Devyta? Nanti kontol om om itu tegang yah Ma?” aku tidak menyangka Devyta akan mengatakan itu, teman-teman suamiku mungkin mendengarnya!! Aku seharusnya mengajarkan Devyta agar tidak mengucapkan kata itu sembarangan, tapi terlambat. Ya sudah lah. “Bukannya gak boleh sih... tapi mereka kan udah cinta sama istrinya. Masa kamu ambil juga sih? Sudah sana masuk kamar pakai baju, atau Mama suruh om om itu yang makein? Mau? Om… tolong pakein Devyta baju dong… hihihi” godaku. Aku yakin bapak-bapak itu semakin mupeng sekarang, mereka mungkin berharap benar-benar dibolehkan memakaikan Devyta baju. Aku sebenarnya geli membayangkan bila putriku dipakaikan baju oleh bapak-bapak itu. Tapi tentu saja tidak akan ku lakukan, cuma ayahnya saja yang boleh menyentuh tubuh putriku.
“Gak mau, mau dipakein baju sama Papa!!” rengek Devyta. Untung Devyta juga hanya ingin sama Papanya. “Ya sudah tunggu di dalam kamar gih, jangan di luar gini. Malu dilihat sama om-om itu. Iya kan Om?” tanyaku pada bapak-bapak itu. “I-iya” jawab mereka serentak. “Ya deh Ma… Devyta masuk dulu yah om…” Devytapun masuk ke dalam kamarnya. “Maaf yah Pak… Devytanya bandel banget, habis mandi main nyelonong aja telanjang ke kamar” “Iya Bu gak apa. Tapi Devytanya kok udah tahu kontol yah bu Susi?” tanya salah satu mereka. Gawat!! Mereka memang mendengarnya!! “I-itu Pak… s-saya yang ajarin” kataku mengaku, aku tidak tahu harus berkata apa lagi. “Oh… bu Susi yang ajarin?” “Iya, itu agar dia ngerti sedikit saja kok bapak bapak” “Iya Bu Susi, anak remaja sekarang memang seharusnya diajari yang benar tentang hal begituan biar gak salah jjoko” ujar mereka. Fiuh, untung saja mereka menganggap positif omonganku barusan. Tapi ku yakin itu hanya di omongan saja, mereka pasti memang horni dan nafsu pada putri kami. Silahkan saja kalau mereka sekedar ingin menjadikan Devyta objek onaninya, tapi cukup sekian pertunjukannya. Tidak ada lagi!! Akupun kembali ke dapur. Aku sempat melihat salah satu dari mereka menyusul Devyta dan seperti ingin mengintip Devyta, tapi untung saja suamiku sudah selesai dari kamar mandi. “Mau kemana Pak Rudi?” tanya suamiku. “Eh, ng-nggak, mau ke kamar mandi” “Oh, silahkan Pak… sebelah sana” suamikupun masuk ke kamar Devyta. ~~
Setelah hari itu, aku rasa ketelanjangan putri kami semakin intens saja. Baik sebelum maupun sesudah mandi, dia sering keluyuran di dalam rumah tanpa busana. Sering pula Devyta mengajak ayahnya mandi sambil dia sudah mulai menanggalkan pakaiannya sendiri, padahal dia belum berada di kamar mandi. “Kamu ini, buka baju itu di dalam kamar mandi, jangan di luar gitu…” protes suamiku jaim. Pernah juga saat itu Devyta kelupaan mengajak Papanya, diapun keluar dari kamar mandi basah-basah telanjang bulat, lalu menyeret Papanya ke dalam kamar mandi. Sungguh pemandangan yang ganjil!! Aku tidak tahu apakah Devyta berbuat itu karena kepolosannya, namun dia terlihat seakan menikmati ketelanjangannya itu. Masalahnya tidak ayahnya saja yang melihatnya, tapi juga teman- teman ayahnya.
Saat berangkat sekolahpun dia kini tidak hanya mencium pipi ayahnya, tapi sudah mulai mencium bibir seperti waktu dia TK dulu. Omongannya, bahasa tubuhnya, kini terlihat lebih nakal dan menggemaskan bagi kaum lelaki. Aku tidak tahu apakah ini pengaruh dari video porno yang ku berikan. Tapi yang jelas Devyta menjadi seperti ini, itu semua gara-gara aku, ibunya. Suamiku memang belum menyetubuhi Devyta, tapi dia sudah memperlakukan anak gadisnya itu bagaikan ‘mainan seks’. Hasrat seksnya yang dia pendam selama ini karena tidak ku layani, dia lepaskan semuanya pada anak gadisnya. Begitupun halnya dengan Devyta, dia semakin hari juga semakin sempurna mengabdikan dirinya sebagai ‘mainan’ sang ayah, baik saat akan tidur, mandi, maupun saat mereka ku tinggal berduaan dimanapun itu. Aku memang ingin membuat kontak mata dan fisik sesering mungkin di antara mereka. Aku ingin hubungan mereka menjadi lebih intim sebagai ayah dan anak. Aku rela aku hanya bermasturbasi sendirian sedangkan suamiku bisa melampiaskan nafsunya ke putrinya. Sore itu aku mengintip lagi apa yang mereka lakukan setelah mandi sore. Mereka bukannya handukan di kamar mandi namun malah di dalam kamar Devyta. Itupun setelah ku lihat suamiku lebih seperti membelai Devyta dibanding menghanduki.
“Kenapa Pa? kok berhenti?” tanya Devyta melihat Papanya berhenti membelai, padahal tubuhnya masih sangat basah. Tapi aku rasa Devyta bertanya seperti iu bukan karena tubuhnya belum kering, namun karena dia ingin terus dibelai sang ayah. “Papa mau buang peju lagi?” tanya Devyta lagi menebak. “Iya, boleh kan sayang?” “Boleh kok Pa, boleh banget malah” jawab Devyta riang. Suamiku tersenyum. Dia kemudian bangkit lalu mencium bibir Devyta. Ini bukan sekedar ciuman ayah dan anak, tapi sudah ciuman sepasang kekasih karena ternyata mereka berciuman menggunakan lidah!! Tubuh telanjang mereka yang masih basah menempel berhadap- hadapan, menimbulkan suara decakan karena kulit basah mereka yang beradu. Entah siapa yang memulai, mereka kini sama-sama terjatuh ke atas ranjang. Mereka melanjutkan aksi cium- ciuman itu di sana, saling bergumul dan meraba tubuh. Membuat ranjang putrinya itu jadi ikut-ikutan basah. Sungguh pemandangan yang panas dan erotis!! Suamiku terlihat lebih bernafsu menjamah tubuh putrinya dibandingkan menjamah tubuhku, istrinya sendiri. Apalagi mereka melakukan ini seakan tidak peduli kalau aku ada di rumah. Aku cemburu luar biasa. Namun itu justru menimbulkan sensasi tersendiri. Suamiku tampak begitu bernafsu, mungkin karena dia sudah menahan nafsunya sekian lama. Devyta yang dijilati dan diciumi ayahnya malah tertawa geli cekikikan.
“Aw… Pa geli… hihihi” pinta Devyta manja sambil ketawa-ketawa. Namun yang ada itu malah membuat suamiku semakin bernafsu. “Pa… stop dulu.... Pah…” pinta Devyta, tapi suamiku tetap saja lanjut. “Pa.. geli, Ngh.. stop.. dulu” setelah berkali-kali memohon untuk berhenti barulah akhirnya suamiku menghentikan aktifitasnya. “Ish, Papa nafsuan amat ih… gak tahan banget yah sama Devyta? hihi” “Maaf sayang, Papa gak kuat. Tapi kenapa kok suruh berhenti?” tanya suamiku terengah-engah menahan nafsunya. “Katanya mau ngeluarin peju, kok malah jilat- jilatin Devyta sih?” tanya Devyta. “Itu juga cara biar Papa bisa keluar pejunya…” “Oh… tapi jangan lama-lama Pa, ntar ketahuan Mamah” Devyta lalu bangkit dari pelukan ayahnya, dia lalu menuju lemari dan mengambil sepotong celana dalam.
“Pakein dulu Pa…” kata Devyta sambil menyerahkan celana dalam itu. “Baru lagi ya sayang?” tanya suamiku memperhatikan celana dalam berenda yang ada di genggamannya. “Iya Pa, bagus kan?” “Bagus kok” Suamikupun memakaikan celana dalam itu tanpa mengelap badan anaknya dulu. Setelah celana dalam berenda itu menempel di pinggul Devyta, yang ada itu malah membuat nafsu suamiku semakin menjadi-jadi. Bagaimana tidak? tubuh remaja anak gadisnya yang masih sangat basah hanya dibalut celana dalam. Celana dalam itupun menjadi transparan karena basah sehingga memperlihatkan belahan vagina Devyta. Dia yang tidak tahan dengan pemandangan ini kembali menerkam tubuh putrinya, menariknya ke ranjang dan menciuminya dengan buas. Tubuh mungil Devyta kembali ditindih sang ayah. “Duh… Pa…. kok diciumi lagi sih?” rengek Devyta manja. Tapi kali ini suamiku sepertinya tidak peduli lagi dengan rengekan anaknya. Dia terus saja menjamah tubuh putrinya. Seorang pria dewasa yang telanjang bulat sedang menggerayangi tubuh remaja 14 tahun yang hanya mengenakan celana dalam di atas ranjangnya sendiri, yang mana tubuh mereka masih sama-sama basah. Sungguh erotis bukan?
Setelah beberapa lama, mereka duduk berhadap-hadapan di tepi ranjang. Devyta duduk di paha ayahnya. Mereka masih tetap berciuman dengan posisi itu. Mulut mereka seperti tidak ingin lepas, lidah mereka terus saja saling membelit. Mereka juga saling menjilati wajah satu sama lain. Wajah Devyta terlhat mengkilap karena dijilat-jilat sang ayah, begitupun wajah suamiku yang dijilat-jilat putriku. Tiba-tiba suamiku sedikit menyingkap celana dalam Devyta ke samping sehingga vagina putrinya terbuka, dan astaga!! Suamiku mengarahkan penisnya ke vagina putrinya. Penis tegangnya dia gesek-gesekkan ke belahan vagina Devyta. Suamiku seperti sedang berusaha memasukkan kontolnya ke sana. “Sssh… Pa…” Devyta merintih memanggil ayahnya. Dia tidak berusaha melepaskan diri sama sekali meskipun gerakan ayahnya semakin cabul. Malah dia juga ikut-ikutan menggoyangkan pinggulnya seirama gerakan pinggul ayahnya!! Mereka seperti masih menahan-nahan diri agar jangan sampai bersenggama, tapi tubuh mereka jelas menginginkan itu. Setelah beberapa saat, ku lihat wajah Devyta mengernyit seperti kesakitan. Mungkinkah? Mungkinkah vaginanya sudah dijejali penis ayahnya? Jantungku semakin berdetak cepat. “Ngghhh… Pa, sakit… hati-hati dong…” “Maaf sayang, Papa gak sengaja” Aku yakin kalau kepala penis suamiku baru saja masuk ke dalam vagina putrinya, tapi sepertinya dikeluarkan lagi olehnya karena mendengar rintihan Devyta barusan. Ku lihat dengan seksama kalau penis itu kembali bergesekkan dengan vagina Devyta, tapi kemudian terlihat menghilang lagi yang disertai rintihan putrinya, “Pa… Ssshh…” Kemudian ku lihat kelamin mereka bergesekan lagi. Begitu selalu seterusnya.
“Ih… Papa!! Kok gak sengajanya sering amat sih?” tanya Devyta. Suamiku tidak menjawab, dia hanya mengajak putrinya berciuman lagi sambil terus melanjutkan aksi menggesek-geseknya. Dia sudah sangat bernafsu. Setelah beberapa kali gesek-masuk gesek- masuk, ku lihat kepala penis suamiku kembali hilang, namun kali ini tidak keluar lagi. Devyta walaupun terlihat sangat kesakitan tapi dia tetap membiarkan penis ayahnya di dalam tubuhnya. Mereka bersetubuh!! Suami dan putriku bersetubuh!! Tubuhku panas dingin menyaksikannya.
Namun… “Dugh!! Kreekkk…” Aduh…!! Aku yang terlalu semangat dan penasaran membuat tumpuanku goyah. Akupun terjatuh, sehingga pintu tempat aku bersembunyi jadi terdorong terbuka. Terang saja mereka kaget bukan main melihat kedatanganku. Devyta ku lihat langsung melepaskan diri dari pangkuan ayahnya lalu membetulkan celana dalamnya. “Mama??” kata mereka hampir serentak. Duh… rencanaku untuk mengintip mereka bersetubuh diam-diam gagal!! Namun aku berusaha mengontrol diri karena akulah yang punya kendali saat ini. Aku tidak ingin seakan-akan akulah yang tertangkap basah sedang mengintip. “Ohh… jadi ini ya yang dilakukan ayah dan anak gadisnya tiap selesai mandi?” tanyaku pura- pura seakan baru tahu kelakuan mereka. “B-bukan Ma… i-ini…” suamiku tampak sangat panik, dia tentunya tidak menyangka benar- benar ketahuan olehku, namun Devyta terlihat lebih santai meskipun juga ikut diam. Tampak jelas raut wajah horni mereka berdua yang betul-betul merasa tanggung karena aksi cabul mereka tiba-tiba terhenti. “Apa? sudah jelas-jelas aku melihat kamu menyetubuhi putrimu sendiri Mas” tuduhku lagi. “Bu-bukan!!” “Terus kalau bukan, apa dong namanya?” Suamiku terdiam, aku yakin dia tidak bisa mengelak setelah tertangkap basah olehku. “Maaf Ma, a-aku… aku tidak tahan” kata suamiku akhirnya. “Sudah tidak tahan?” “Iya… Maaf Ma… Maaf….” “Baiklah aku maafkan, tapi ada syaratnya” “Syarat? Apa itu Ma?” Aku tersenyum sebentar sebelum berkata, “Aku ingin melihat kalian bersetubuh” “Hah?” suamiku terkejut bukan main. “Iya, aku ingin melihat kamu ngentot dengan Devyta”
“Tapi Ma…” “Kenapa Pa? Kalian belum selesai kan? lanjutin gih… Sudah terlanjur terjadi juga, jadi cepat selesaikan. Setubuhi Devyta” Suamiku diam sejenak. Dia tampaknya masih tidak percaya dengan apa yang baru ku katakan. Mungkin saja kalau dia tadi memang benar-benar tidak sengaja meskipun dia sudah sangat bernafsu. Entahlah, namun apapun itu aku ingin melihat mereka bersetubuh sekarang. “Tapi… apa itu tidak apa-apa? dia putriku sendiri, lagian dia masih 14 tahun” ujarnya kemudian masih berusaha meyakinkan diri. Dia masih ragu. Tentu saja, karena Devyta adalah putri kami sendiri. Tapi aku yakin nafsu bisa mengalahkan segjokoya. “Sudah Pa… Gak apa-apa Pa… Lanjutin saja. Kamu pasti sudah lama punya khayjoko untuk menyetubuhi putrimu ini bukan? Tidak usah pikirkan norma-norma. Bebaskan saja khayjoko dan fantasi kamu” “Sayang, kamu juga mau kan berzinah dengan Papa kamu?” tanyaku kini pada Devyta. “Berzinah? Berzinah itu ngentot yah Ma?” tanya Devyta polos. Aku sangat senang tiap mendengar Devyta mengulangi kata-kata yang ku ajarkan ini. “Iya… berzinah itu ngentot, kamu mau kan dizinahi sama ayah kandungmu? Mau kan memek kamu dikontolin sama Papa?” ujarku dengan menggunakan kata-kata ‘liar’ untuk memanaskan suasana. “Hmm… karena Devyta cinta sama Papa, Devyta mau deh Ma dizinahi” jawab Devyta dengan riangnya, seakan dizinahi ayahnya merupakan bentuk pengabdian pada orangtua. “Tuh Pa… putrimu sudah bersedia tuh untuk kamu zinahi, entotin gih… hihihi” “Devyta, kocokin dong kontol Papa… bikin ngaceng lagi” suruhku pada Devyta. Tanpa perlu disuruh dua kali Devytapun mendekat ke arah Papanya. Dia lalu meraih kontol suamiku yang tadi terlanjur menciut. “Devyta kocokin yah Pa…” kata Devyta minta izin ke Papanya.
“I-iya sayang…” jawab suamiku tidak menolak. Meskipun dia tadi sempat ragu, tapi memang tubuhnya tidak bisa berbohong untuk mendapatkan kenikmatan dari tubuh putrinya. Devyta lalu mulai mengocok, tidak butuh waktu lama untuk membuat kontol ayahnya tegang kembali karena kocokannya. Jemari Devyta yang mungil lentik mengocok penis ayahnya dengan telaten. Tapi kalau cuma mengocok saja aku sudah sering melihatnya. “Hmm… kayakya ada yang kurang, sayang… coba masukin ke mulut kamu” “Masukin ke mulut Ma?” “Iya… Kontol Papa kamu masukin ke mulut kamu. Kamu belum pernah coba kan? cobain gih… pasti ayahmu makin cinta sama kamu…” Devyta tidak langsung melakukannya, dia menatap dulu sekian lama padaku, lalu menatap ke ayahnya. “Mau Devyta emut Pa kontolnya?” kata Devyta yang lagi-lagi meminta izin dahulu pada ayahnya. “E-emang kamu bisa?” tanya suamiku. “Bisa kok, Devyta udah pernah lihat” jawab Devyta sambil melirik padaku. Tentu saja maksudnya itu sudah pernah lihat dari film porno yang ku berikan.
“Ya sudah sayang… silahkan” setuju suamiku yang dibalas senyum manis anaknya. Aku terpana melihat pemandangan ini. Aku yakin suamiku juga demikian. Anak gadisnya sendiri sedang mengoral penisnya. Devyta mengecup ujung kepala penis suamiku beberapa kali, kemudian berusaha memasukkan semua penis itu ke dalam mulut mungilnya. “Arggghh….” Erang suamiku. Suamiku pasti merasakan sensasi nikmat yang luar biasa. Penisnya sedang dikocok pakai mulut oleh anak gadisnya di hadapan istrinya sendiri!! Cukup lama Devyta mengemut penis ayahnya, dia terlihat sangat lihai meskipun ini yang pertama baginya. “Ugh… berhenti dulu sayang… Papa gak kuat” pinta suamiku setelah beberapa saat, Devytapun menghentikan aksinya. “Kenapa berhenti sih Pa? pejuin aja mulut Devyta…” kataku sambil tertawa kecil. Mendengar hal itu Devyta juga tertawa dan memasukkan penis itu sekali lagi dalam mulutnya. Tentu saja membuat ayahnya terkejut. “Dasar Devyta, kamu nakal yah ternyata… hihihi, ayo sayang… bikin Papamu enak” suruhku menyemangati Devyta. Gerakan kepala Devyta terlihat lebih cepat sekarang. “Nghh… Devyta… arggghhh” suamiku kini juga mulai memegang kepala putrinya lalu memaju- mundurkan seperti sedang menyetubuhi mulut anaknya. Sungguh cabul!! Gerakan pinggul suamiku semakin cepat, hingga akhirnya tubuhnya kelojotan dan memuncrakan pejunya ke dalam mulut Devyta. Putri kami terus menutup mulutnya, mengapit penis itu dengan bibir selama peju ayahnya menyemprot memenuhi rongga mulutnya. Dan dia melakukan itu sambil terus tersenyum pada ayahnya. “Sayang jangan langsung telan” suruhku, Devyta sedikit mengangguk.
“Sekarang kasih lihat sama Papa kamu…” suruhku lagi. Devytapun membuka mulutnya lebar-lebar dihadapan ayahnya, menunjukkan bagaimana benih-benih ayahnya yang dulu menciptakan dirinya kini malah dia tampung di mulutnya. Karena sperma itu sangat banyak, membuat sperma itu sebagian meluber ke dagu Devyta hingga ada yang tercecer ke buah dadanya karena tidak mampu ditampung oleh mulut Devyta yang kecil. “Gimana Pa, suka ya ngelihat Devyta seperti ini? Mulut anak gadis sendiri kok dipejuin sih? hihihi” tanyaku pada suamiku. Dia tidak menjawab, tapi aku tahu dia sangat suka. Pemandangan gadis remaja dengan mulut penuh sperma serta sebagian tubuh berceceran sperma seperti ini pastinya sangat menggairahkan bagi para lelaki. “Oke sayang, sekarang telan peju Papa kamu” suruhku pada Devyta, diapun menelan sperma itu perlahan. Semua sperma itu kini perpindah ke dalam lambung putri kami. Meskipun baru saja keluar, tapi penis suamiku hanya setengah layu. Mungkin birahinya yang masih tinggi membuatnya demikian. Tidak butuh waktu lama untuk penis itu kembali tegang sepenuhnya.
“Pa, Devyta…” panggilku pada mereka berdua. “Ya Ma?” jawab mereka serentak. “Tunggu apa lagi?” tanyaku sambil tersenyum. Mereka saling pandang, suamiku yang mengerti tanpa menunggu lagi langsung menciumi putri kami. Dia juga memainkan jarinya ke vagina Devyta tanpa melepaskan celana dalam putrinya itu terlebih dahulu. Dia kini tidak malu lagi melakukan hal bejat pada putrinya di depan istrinya. Dia ingin segera meraih kenikmatan dari tubuh putrinya. Suamiku lalu merebahkan Devyta ke atas ranjang. Dia lalu melepaskan celana dalam putrinya ini. Devyta yang sepertinya juga sudah horni nurut- nurut saja, bahkan dia membantu dengan mengangkat pinggulnya. Sekarang mereka sama-sama polos kembali. “Kamu yakin Ma tidak apa?” tanyanya padaku, ujung kepala penisnya sudah menempel di permukaan vagina Devyta. “Jangan tanya aku, tanya Devyta dong Pa…” “Sayang, kamu yakin?” “Iya Pa, masukin aja…. Zinah… zinahi Devyta…” rintih Devyta yang tampak tidak tahan untuk ditusuk-tusuk sang ayah. Suamiku yang mendengar persetujuan putrinya tanpa menunggu lagi langsung menghujamkan kontolnya. Penis suamiku kini masuk seutuhnya!!
“Arggghhhhhhh” jerit Devyta tertahan. Tampak darah perawannya mengalir pelan. Dia baru saja diperawani oleh ayahnya sendiri. “Sakit…. Sakit Pah…” rengek Devyta merintih. Aku tahu betapa sakitnya hilangnya perawan itu, terlebih bagi Devyta karena umurnya masih 14 tahun!! Suamiku lalu mendiamkan penisnya beberapa saat di dalam vagina Devyta agar terbiasa. “Lanjutin Pa…” ujar Devyta beberapa saat kemudian, sepertinya tubuhnya sudah terbiasa dengan benda tumpul itu. Suamiku kembali menggerakkan pinggulnya, makin lama semakin kencang. Wajah mereka sama-sama merah padam kerena saking birahinya, terlebih oleh suamiku. Kenyataan bahwa wanita mungil yang sedang digenjotnya saat ini adalah darah dagingnya sendiri pastilah membuatnya semakin bernafsu. Dia hentak-hentakkan penisnya dengan kuat. Devyta yang awalnya merintih kesakitan kini telah berubah menjadi rintihan kenikmatan. “Gimana Pa? enak?” tanyaku pada suamiku. Dia tidak menjawab. Aku juga menanyakan Devyta pertanyaan yang sama, dan dia juga tidak dijawab.
“Dasar… kalian ini, asik berzinah ria sampai- sampai Mama dicuekin, hihihi” ujarku. Tapi tidak masalah bagiku. Aku rela tidak tidak dihiraukan demi menyaksikan obsesiku yang jadi kenyataan ini. “Pa, dia itu putri kandungmu lho…” ujarku lagi menggoda suamiku. Aku ingin membuatnya makin terangsang. “Enak yah Pa ngentotin anak gadis sendiri?” “Dia masih empat belas tahun lho…. tapi kayaknya Devyta suka tuh dizinahi sama kamu. Entotin terus dia Pa, jangan kasih ampun” Aku terus menerus mengata-ngatai agar suamiku semakin bertambah birahinya. “Sayang… Papa mau keluarin peju…” erang suamiku. Tentu saja suamiku merasa ingin cepat keluar. Udah penisnya dijepit vagina remaja yang super rapat, terus mendengar omonganku lagi, siapa yang gak tahan coba pengen cepat-cepat ngecrot? “Keluarin saja di dalam rahim Devyta Pa, bikin putrimu…. Bunting” ujarku. “Croooottttt” suamiku sepertinya tidak kuasa mendengar kata ‘bunting’. Dia ejakulasi. Tubuhnya mengejang dengan hebatnya. Dia menyemprotkan pejunya ke rahim putrinya. Sangat banyak hingga meluber ke luar dari vagina Devyta, turun perlahan membasahi sprei tempat tidur anaknya ini. “Hihihi, Papa, banyak banget sih pejunya, kamu benar-benar pengen bikin Devyta bunting yah?” ujarku menggodanya.
“Sayang, kamu pengen gak dibuntingi sama Papa?” tanyaku pada Devyta, dia mengangguk. Aku merinding membayangkan kalau Devyta benar-benar sampai hamil oleh ayahnya di usianya yang baru 14 tahun dan masih duduk di bangku SMU ini. “Terus kalau Devyta benar-benar hamil gimana Ma?” tanya Devyta. “Kamu nikah saja sama Papa. Kamu mau kan nikah sama Papa kamu?” jawabku bercanda. “Mmh… Mau deh” aku tertawa mendengar jawaban polosnya. “Hihi, emang kamu mau kasih berapa anak ke Papa?” tanyaku. “Kalau tiga gimana?” “Boleeeh…” Kami kemudian sama-sama diam sejenak meresapi apa yang baru saja terjadi. Suami telah memperawani putrinya sendiri. Mas Joko juga sepertinya tidak percaya kalau akhirnya dia telah merenggut kewanitaan Devyta. Mungkin semua ini sangat melenceng dari norma, tapi sensasi persetubuhan sedarah itu pastinya sungguh sangat luar biasa. “Pa…” panggil Devyta. “Ya sayang?” “Lain kali lagi yuk….” “I-iya… kapanpun kamu mau” jawab suamiku. “Papa juga, kapanpun Papa pengen entotin Devyta, entotin aja Pa” kata Devyta sambil tersenyum. “Mmh… Terus Mama gimana?” tanya Devyta padaku. “Mamagak apa-apa kok sayang… kamu ngentot saja yang baik sama Papa, gak usah pikirin Mama, oke?” “Benar Ma gak apa-apa?” tanya suamiku juga. “Iya Pa, kalau kamu nanti mau tidur berdua di kamar Devyta juga gak apa kok” Devyta dan suamiku tersenyum, merekapun berciuman lagi. Bercumbuan dan saling menjamah di atas ranjang. Ku lihat penis suamiku tegang lagi.
“Ya, ampun… belum puas yah? Ya udah, kalian lanjutin gih main-mainnya… Mama gak bakal ikut-ikutan sekarang. Nih kunci dulu pintunya” kataku bangkit ke luar kamar. Sebelum menutup pintu aku berkata, “Selamat berzinah ria yah kaliannya…” ayah anak itu hanya senyum-senyum, lalu melanjutkan lagi berciuman, melanjutkan lagi perzinahan mereka. Aku buru-buru menuju dapur, membuka lemari pendingin dan mengambil terong dan timun. Aku tidak tahan untuk bermasturbasi. Ya… aku rela hanya bisa bermasturbasi, sedangkan suamiku sedang enak-enakan menggenjot putri kandungnya sekarang. ~~
Sejak saat itu, hampir tiap hari aku melihat suami dan anakku bersetubuh. Mereka melakukannya di berbagai tempat. Baik di kamar Devyta, di kamar mandi, bahkan di ranjang kamarku tempat aku dan suamiku biasa bersetubuh. Suara erangan dan rintihan nikmat persetubuhan sedarah itu selalu ku dengar. Entah sudah berapa kali mereka bersetubuh. Entah sudah berapa banyak sperma suamiku bersemayam dalam vagina putrinya. Sering suamiku menyetubuhi Devyta sampai larut malam. Kadang Devyta tidak sekolah karena saking ngantuk esok paginya. Obsesiku memang sudah kesampaian untuk melihat suamiku menyetubuhi putri kami sendiri. Tapi tenyata selanjutnya aku punya ide yang lebih gila lagi. Aku ingin teman-teman suamiku tahu kalau suamiku telah menyetubuhi Devyta. Aku ingin suamiku menyetubuhi Devyta di depan teman-temannya, bapak-bapak tetangga kami. Memang sungguh gila, tapi aku tidak kuasa menahan rasa penasaran akan sensasinya. Akupun memberi tahu suamiku tentang ideku ini pagi itu sesudah Devyta berangkat sekolah. “Kamu jangan gila Ma!! Masa aku menyetubuhi Devyta di depan orang lain!!?” tentu saja suamiku terkejut mendengar permintaanku. Walaupun begitu, aku dapat melihat dari mata suamiku kalau dia juga terangsang mendengar ideku ini. Tampak ada tonjolan dari balik celananya. “Mereka selama ini kan juga sudah punya pikiran jorok ke Devyta, kamu pasti sudah tahu itu kan Pa?” Ya… melihat Devyta bermanja-manjaan dengan Papanya saja itu sudah bisa bikin mereka horni, aku penasaran bila mereka melihat Devyta disetubuhi, apalagi oleh Papanya sendiri.
“I-iya… tapi kan….” “Mereka cuma boleh melihat saja kok… tidak boleh macam-macam sama Devyta. Juga mereka harus janji tidak boleh cerita sama orang lain. Lagian kita kan mau pindah rumah Pa… jadi kita gak bakal ketemu mereka lagi” bujukku terus. “Tapi gimana caranya? Terus kamunya?” “Ya kamu ngaku saja kalau kamu sudah pernah bersetubuh dengan Devyta. Terus mereka pasti tidak percaya tuh, suruh liat saja. Aku bakal keluar rumah hari itu, jadi kalian bebas pengen ngapain aja” jawabku. “Bukannya kamu pengen lihat kami gituan di depan teman-temanku Ma?” “Iya” “Terus?” “Kan sudah ku bilang kalau aku ingin membiarkan kalian bebas” jawabku. Sebenarnya hanya dengan membayangkannya saja itu sudah cukup bagiku. “Tapi… tolong kamu rekam saja untukku Pa, atau suruh teman-temanmu itu yang merekam” lanjutku lagi. “Hah!!?” Suamiku tampak makin terkejut saja dengan ideku ini. Tapi aku tahu dadanya sedang berdebar kencang memikirkan hal tersebut sekarang. Bersenggama dengan anak gadisnya di depan orang lain sambil direkam!! “Terus kalau nanti mereka tidak tahan gimana Ma?” “Ya kamu jaga dong anakmu… Gimana Pa? Setuju?” tanyaku lagi. Ia lalu berpikir sangat lama, wajar memang karena ide ini sangat gila dan beresiko.
“O-oke deh Ma…” setuju suamiku akhirnya. Hari minggu, teman-teman suamiku datang lagi ke rumah. Mereka dan suamiku asik ngobrol dengan tetap ada Devyta di samping suamiku. Ku dengar mereka sering bertanya-tanya tentang Devyta pada suamiku seperti, “Devytanya masih sering mandi sama Pak Joko? Masih dipakaikan baju juga?” Tampaknya mereka masih saja penasaran dengan itu. Mereka tentu saja belum tahu kalau akan dikasih liat pemandangan luar biasa, begitupun putriku yang juga tidak tahu akan disetubuhi di depan teman-teman ayahnya. “Devyta, mama pergi ke pasar yah… Kamu gak apa kan Mama tinggal?” kataku pamit pada Devyta. “Gak apa kok Ma” jawabnya. Akupun meninggalkan rumah. Membayangkan anak gadisku menjadi satu-satunya wanita di antara mereka makin membuatku birahi. Selama di pasar dadaku selalu berdebar-debar memikirkan apa yang sedang terjadi di rumahku. Bayangan- bayangan suami dan putri kami bersetubuh di depan bapak-bapak itu terus memenuhi pikiranku. Sampai-sampai aku bermasturbasi di toilet umum karenanya. Aku baru pulang menjelang magrib. Aku tiba bersamaan dengan teman-teman suamiku yang juga baru akan pulang. Kami berpapasan di depan pagar. “Sudah mau pulang bapak-bapak?” sapaku pada mereka.
“Eh, i-iya Bu Susi… Pamit dulu Bu…” jawab mereka agak tergagap. “Tumben buru-buru? Ada apa?” “Gak ada apa-apa kok Bu” “Oh.. Ya sudah, hati-hati di jjoko Pak” Akupun masuk ke dalam rumah. Aku langsung mencari suami dan anakku. Meskipun suamiku berkata akan merekamnya, tapi aku lebih penasaran mendengar ceritanya langsung. Ternyata mereka ada di dalam kamar Devyta, tapi astaga!!! Aku melihat tubuh putriku penuh dengan ceceran sperma!! “Pa…!!” “Eh, M-mama” jawab suamiku. “Kok Devytanya penuh peju gini sih Pa!!?” “Kamu gak apa sayang?” tanyaku pada Devyta. Apa anak gadisku baru saja dipejuin ramai- ramai oleh mereka? Kalau benar ini tentu saja di luar dugaanku, atau mungkin mereka juga…. . “Gak apa kok Ma… Tapi Papa tuh… masa ngentotin Devyta di depan om-om itu sih…” “Ha? Dasar Papa kamu ini” ujarku pura-pura tidak tahu sambil mencubit pinggang suamiku. “Emang gimana ceritanya sayang?” tanyaku lagi pada Devyta sambil mengambil handuk untuk mengelap badan Devyta, tapi tidak jadi ku lakukan. Soalnya Devyta terlihat lebih seksi dengan badan penuh sperma begini. “Iya, awalnya Devyta dicium-cium sama Papa… Om om itu muji-muji Devyta terus Ma. Terus Papa bilang kalau Papa pengen ngentotin Devyta di depan om-om itu” “Terus kamu bolehin?” “Agak malu sih ma, tapi Devyta bolehin juga” jawabnya. “Terus sayang?” “Papa suruh Om itu ngerekam Ma…” “Om itu Mau?” “Mau kok… terus Papa mulai telanjangi Devyta Ma di depan om-om itu, tapi Ma…” “Tapi apa sayang?” “Waktu Papa ambil handycam ke kamar, om-om itu yang lanjutin nelanjangi Devyta” lanjut putriku. Aku bergidik membayangkan bagaimana putriku ditelanjangi oleh bapak-bapak itu. Seorang gadis belia yang cantik jelita, membiarkan dirinya ditelanjangi oleh pria-pria berumur. Jantungku makin berdetak cepat.
“Kamu ditelanjangi sampai bugil?” “Iya Ma… Papa sih lama, Om om itu deh yang bantuin” “Kamu ini gimana sih Pa? kok orang lain sih yang telanjangi Devyta?” tanyaku pada suamiku. “Aku juga gak tahu Ma, waktu aku balik dari kamar, ternyata Devyta lagi ditelanjangi mereka” ujar suamiku. Ya sudahlah kalau begitu, menurutku tidak masalah. Toh cuma ditelanjangi, paling digerepe-gerepe 'sedikit'. “Terus sayang?” “Mereka mulai merekam Ma, Devyta disuruh hisap kontol Papa sambil liat ke kamera yang dipegang om itu Ma… ya Devyta ikutin” jawab Devyta enteng dengan lugunya. Membayangkan putriku yang cantik telanjang sendirian diantara pria-pria disana, bahkan mengulum penis ayahnya sungguh membuat dadaku berdebar. Aku tidak menyangka hanya mendengar ceritanya saja bisa membuatku sangat horni. “Terus?” “Devyta dientotin sama Papa Ma di ruang tamu…. Om itu terus aja muji Devyta. Eh, Papa bilang silahkan aja kalau mereka mau ngocok. Mereka ngocok deh Ma sambil liat Devyta dientotin sama Papa” terang Devyta. “Terus Papa kamu keluarin pejunya dimana sayang?” “Di dalam Ma… banyak banget” “Enak ya Pa ngentot di depan orang lain? hihihi” tanyaku pada suamiku, dia hanya tersenyum nyengir. “Udah? gitu aja?” “Belum selesai Ma…” kata Devyta. “Belum selesai?” “Iya Ma, soalnya om-om itu bilang gini Ma… Devytanya gak di anal sekalian Pak?” kata Devyta berusaha menirukan gaya bicara bapak-bapak itu. “Anal?” tanyaku terkejut, “Devyta nya kamu analin Pa?” tanyaku lagi pada suamiku. Aku tentu saja tidak menyangka kalau Devyta bakal dianal. “Iya Ma, Devyta nya mau kok, katanya dia juga penasaran” “Beneran sayang? Kamu gak dipaksa kan sama Papa? Emang gak sakit?” tanyaku pada Devyta. “Sakit sih Ma… Tapi gak dipaksa kok Ma…” “Oh…”
“Terus om-om itu pengen Devyta pake seragam sekolah Ma…” lanjut Devyta. “Ha? Kamu dianal sambil pake seragam??” “Awalnya sih iya Ma… tapi lama-lama kancing kemeja Devyta mulai dibukain satu-satu, terus cuma pake rok aja, terus Devyta bugil lagi” terang Devyta. Aku hanya bisa geleng-geleng kepala. Sungguh mesum, Devyta dicabuli beramai-ramai dengan seragam sekolah SMU nya. Ini melebihi khayjokoku, juga khayjoko suamiku tentunya. “Terus sayang?” “Terus mereka tumpahin pejunya ke seragam Devyta Ma, Papa juga. Basah deh seragam Devyta kena peju… lihat tuh Ma” kata Devyta sambil menunjuk ke sudut ruangan, ada seragam SMU nya Devyta yang berlumuran cairan putih kental di sana. “Udahan? Terus peju di badan kamu ini?” “Iya… terus kan kami istrihat. Devyta mandi sama Papa” “Mereka gak ikut mandiin kamu kan sayang?” “Gak Ma, gak boleh sama Papa. Tapi mereka bantu handukin Devyta” “Bantu handukin kamu?” “Iya… Mereka juga ambil foto-foto Devyta sambil handukin. Terus katanya mereka nafsu lagi, mereka bilang pengen ngentotin Devyta Ma, mereka pengen genjotin memek Devyta…” “Kamu bolehin!!??” “Nggak, Devyta maunya cuma sama Papa aja” “Oh…” bagus deh.
“Jadinya mereka ngocok deh Ma sambil pegang-pegang Devyta, gak apa kan Ma kalau cuma dipegang-pegang? Habisnya enak sih… hihihi” “Dasar kamu. Iya gak apa, terus mereka tumpahin ke badan kamu?” “Iya Ma… mereka tembakin peju mereka ke Devyta. Kotor lagi badan Devyta Ma, padahal Devyta baru mandi” ujar Devyta santai sambil membuka lebar tangannya, menunjukkan ceceran sperma yang mulai mengering di sekujur tubuhnya. Memang bukan bau sabun yang tercium dari tubuhnya, tapi bau peju yang pekat. “Masa kamu biarin aja sih Pa? Kalau Devyta nya diperkosa gimana coba?” tanyaku pada suamiku. “Aku juga gak mau Ma sebenarnya… Waktu itu aku sedang menerima telpon dari bos” jawab suamiku beralasan. “Jadi kamu cuma bisa ngelihatin anakmu dipejuin orang lain?” “Mau gimana lagi Ma, tidak mungkin aku menyela omongan Bos” ujar suamiku, tampaknya dia berkata jujur. “Ya sudah Pa, gimana lagi” “Tapi itu tandanya om om itu cinta sama Devyta kan Ma?” tanya Devyta polos.
“Iya… Om itu cinta sama kamu, hati-hati lho ntar kalau istri mereka tahu kamu bakal dimarahi, hihihi” ujarku, Devyta nya malah cekikikan sambil meletakkan telunjuk di bibirnya, tanda agar jangan memberi tahu mereka. Sungguh nakal dan menggemaskan tingkah putri kami ini. “Eh Ma… Tapi kontol om-om itu gede gede lho Ma, apalagi punya Om Rudi. Punya Papa aja kalah Ma… Devyta jadi ngebayangin kalau masuk ke memek Devyta gimana” kata Devyta kemudian. Aku terkejut bukan main mendengarnya, demikian juga suamiku. Devyta jadi keterusan!! Ku lihat raut wajah cemburu dari suamiku karena punyanya dibandingkan dengan punya bapak- bapak tetangga oleh putrinya sendiri. “Dasar kamu nakal, emangnya kamu mau memek kamu dimasuki kontol Om Rudi?” godaku yang sepertinya malah membuat suamiku makin cemburu. “Mmmh… Yang boleh masuk ke memek Devyta cuma punya Papa sih Ma, tapi…” “Tapi apa?” “Tapi kalau Papa kasih izin… Devyta gak nolak kok” katanya melirik nakal pada ayahnya. Makin terkejut aku dan suamiku mendengarnya.
Perkataannya sungguh bikin aku gemas. Polos dan lugu tapi ternyata putriku ini ‘nakal’ juga. Aku kini jadi ikut-ikutan tertarik membayangkan putriku disetubuhi oleh bapak tetangga itu. “Mama sih terserah Papa aja. Kalau Papa kasih izin Mama setuju aja kamu dimasukin kontol om-om tetangga kita itu” ujarku. Aku ingin tahu bagaimana respon suamiku. Devytapun benar- benar meminta izin pada ayahnya. “Gimana Pa? Boleh gak memek anak Papa dimasukin kontol Om Rudi? Papa rela gak?” tanyanya. Sungguh pertanyaan yang pastinya makin membuat perasaan suamiku tidak karuan. Suamiku tampak lama diam berpikir. Sepertinya dia juga penasaran!! Apa yang akan kau jawab mas? Apa kamu rela putrimu bersetubuh dengan orang lain? “Papa gak tahu, lihat nanti saja deh” cuma itu yang dikatakan suamiku. Diapun pergi ke kamarnya. Ya sudah, tapi kok Devyta nya… “Sayaaang!!! Kamu kok langsung tiduran gitu sih?” tanyaku pada Devyta karena dia seenaknya langsung tiduran di atas ranjang. Padahal ceceran sperma dibadannya masih belum dibersihkan.
“Ngantuk Ma… capeeeek” jawab Devyta santai. Aku paham dia pasti capek, tapi kan… “Iya Mama tahu, tapi bersihkan dulu dong badannya… Lihat tuh jadi kotor gitu spreinya” suruhku lagi, tapi dia tetap tidak menghiraukan. Tetap saja berbaring memeluk guling dengan nyamannya. Dasar Devyta… Apa dia tidak risih badannya lengket-lengket begitu? “Bandel banget sih… Ya sudah kamu tidur dulu bentar, tapi ntar jangan lupa bersih-bersih” kataku mengalah. Akupun membiarkan Devyta tertidur dengan badan masih berlumuran peju!! Bisa-bisanya putriku ini tidur dengan nyenyaknya dengan kondisi seperti itu, pemandangan yang sangat ganjil. Aku lalu keluar dari kamarnya yang penuh bau peju ini. Aku memutuskan untuk bermasturbasi sendiri sambil menonton rekaman persetubuhan putri dan suamiku barusan. Soalnya aku sudah horni dari tadi mendengar semua cerita mereka. ~~ Beberapa hari berlalu, tiap sore tetangga teman-teman suamiku ini selalu main ke rumah. Tentu saja aku tahu maksud tujuan kedatangan mereka yang sebenarnya. Namun mereka tidak berani berbuat macam-macam pada Devyta karena ada aku di rumah. Paling jauh mereka hanya punya kesempatan meraba Devyta sebentar saja.
….. “Sayang…” panggil suamiku pada Devyta hari itu. “Ya Pa?” “Papa mau bilang sesuatu sama kamu” “Hmm? Mau bilang apa Pa?” “Anu… tentang yang kamu bilang waktu itu” “Yang waktu itu yang mana sih Pa?” “Itu… Yang katanya kamu pengen cobain kontol Om Rudi” “Oh yang itu… Kenapa Pa? Papa pengen Devyta ngentot sama Om Rudi? Kapan Pa?” “…..” “Gimana Pa? Papa pengen lihat Devyta ngentot- ngentotan sama orang lain ya? Papa rela?” “Tidak!! Papa tidak rela. Papa tidak mau kamu disetubuhi sama orang lain!!” ujar suamiku. Aku tidak menyangka suamiku berkata demikian. Sesaat aku tadi berpikir kalau dia akan merelakan putrinya dientotin teman-temannya. Keraguannya lenyap, dia kini tampak benar- benar yakin kalau Devyta cuma miliknya. Ya... Menurutku memang lebih baik begitu, aku dan suamiku bukan germo yang mengobral anak gadis kami sendiri. Aku ingin hanya Papanya saja yang menyetubuhi Devyta. Hmm... Apa aku aja ya yang cobain punyanya Pak Rudi? Ups... apa sih yang ku pikirkan. “Papa cuma mau kamu milik Papa. Cuma Papa yang boleh ngentotin kamu” lanjutnya.
“….” “Pa…” panggil Devyta, dia terlihat tersenyum. “….Devyta juga gak rela kok” “Sayang…?” “Iya… Devyta juga gak rela kalau dientotin sama selain Papa. Devyta juga maunya cuma sama Papa aja. Papa cemburu ya waktu itu? Hihihi, maaf yah Pa…” “Tentu saja Papa cemburu sayang. Kamu itu milik Papa, masak Papa kasih ke orang” Senyum manis Devyta mengembang mendengar perkataan ayahnya ini. “Makasih Pa… Devyta jadi yakin kalau Papa benar- benar cinta sama Devyta.... sama kayak Devyta cinta sama Papa” “Jadi… jadi kamu sengaja ya bikin Papa cemburu?” “Iya Pa, maaf ya… hihihi” ujar Devyta sambil memeluk Papanya. “Dasar kamu memang nakal” Aku terpana melihat adegan ini. Sungguh manis. Sepertinya cinta suamiku terhadap putrinya jauh lebih besar dibandingkan cintanya padaku, tapi tidak masalah. Ini memang keinginanku. Ini memang obsesiku. Karena memang seharusnya seorang ayah adalah cinta pertama dan cinta sejati bagi anak gadisnya, bukan begitu? Mungkin inilah alasan kenapa ibu dan kakekku dulu bersetubuh. Karena mereka… saling mencintai. “Pa…” Panggil Devyta. “Ya sayang?’
“Berzinah lagi yuk…” pinta Devyta dengan senyum manis. “Kamu pengen Papa genjotin lagi?” “Iya Pa… sampai bunting kalau boleh” “Dasar kamu nakal, boleh kok” “Boleh kan Ma?” tanya Devyta padaku. Aku tersenyum mengangguk. Akupun meninggalkan mereka berduaan. Membiarkan mereka saling membagi cinta mereka. Kamipun pindah rumah dua minggu kemudian. Untung saja, kalau tidak, mungkin lama-lama Devyta benar akan disetubuhi oleh tetangga kami. Putri dan suamiku kini betul-betul menjadi kekasih sejati. Saling mencintai lebih dari sekedar ayah dan anak. Hubungan sedarah mereka tentu saja sangat tabu, tapi cinta dan nafsu mengalahkan segjokoya. Dan untuk apa- apa yang akan terjadi selanjutnya, biarlah waktu yang menjawab. Yang penting kami sama-sama mendapatkan kebahagian saat ini. Di luar akulah istri dari suamiku, tapi di dalam rumah Devytalah yang selalu melayani ayahnya. “Sayang…” panggilku pada putriku. “Ya Ma?” “Ini Mama baru beliin celana dalam lagi. Suruh Papamu pakein gih” kataku sambil menyerahkan bungkusan plastik berisi beberapa helai pakaian dalam. “Makasih Ma… Pa, lihat nih… baru lagi lho… Ih, ada empat helai Pa, lucu-lucu” kata Devyta menunjukkan bungkusan celana dalam itu pada Papanya. “Pa… Mandi bareng yuk Pa… Habis itu handukin Devyta” ujar Devyta manja. “Iya iya… Terus habis itu?” tanya suamiku. “Habis itu cobain celana dalam” “Terus, habis itu?” “Ngentot sama Papa sampai malam”
Tidak ada komentar:
Posting Komentar